Industri Otomotif

Menperin Mendorong Optimalisasi Segmen Mobil di Bawah 1.500 cc untuk Mendominasi Pasar Kendaraan Bermotor

Dipublikasikan oleh Jovita Aurelia Sugihardja pada 26 April 2024


Implementasi stimulus Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP) yang berjalan pada Maret hingga Desember 2021 menunjukkan hasil signifikan terhadap peningkatan penjualan mobil. Pada Maret-November 2021, penjualan mobil yang menjadi peserta program stimulus PPnBM DTP mencapai 428.947 unit, atau meningkat 126,6% dari periode yang sama di tahun selanjutnya, sebanyak 189.364 unit.

Berkat peningkatan penjualan mobil tersebut, industri alat angkut pada triwulan II dan III tahun 2021 juga merasakan dampak positif, dengan pertumbuhan di masing-masing periode tersebut sebesar 45,2% (yoy) dan 27,8% (yoy).

“Selain itu, 319 perusahaan industri komponen tier 1, serta industri komponen tier 2 dan 3 yang sebagian besar merupakan industri kecil dan menengah (IKM) bisa terlibat dalam proses manufaktur dengan adanya kebijakan diskon PPnBM tersebut,” ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Rabu (5/1).

Menperin menjelaskan, kendaraan bermotor roda empat dengan kapasitas di bawah 1.500 cc dengan harga penjualan yang berada di kisaran Rp 250 juta menguasai segmen pasar sekitar 60%. “Hal ini menunjukkan bahwa kendaraan dengan jenis tersebut mendominasi pasar mobil di dalam negeri, dan sesuai dengan daya beli masyarakat. Sehingga, kami berpendapat bahwa mobil dengan harga di bawah Rp 250 juta bukan lagi merupakan barang mewah, namun telah menjadi bagian dari kebutuhan masyarakat,” jelas Menperin.

Dengan pertimbangan tersebut, Kemenperin mengusulkan agar mobil dengan harga penjualan di bawah Rp 250 juta dan local purchase minimal sebesar 80% tidak dikenai PPnBM mulai tahun 2022. “Menurut kami, hal ini dapat menjaga kelangsungan industri otomotif di tahun 2022 dan selanjutnya. Kebijakan stimulus PPnBM DTP terbukti mampu menjaga momentum pertumbuhan industri otomotif di Tanah Air, sekaligus meningkatkan utilisasi dan kinerja sektor industri komponen otomotif,” ujar Menperin.

Tingkat kandungan lokal yang tinggi juga menunjukkan bahwa produksi mobil tersebut juga mendukung pertumbuhan industri komponen di dalam negeri,” ujar Agus. Ia menjelaskan, saat ini terdapat sekitar 550 perusahaan industri komponen Tier 1 dan 1.000 perusahaan industri komponen Tier 2 dan 3, yang sebagian besar adalah IKM. “Selain itu, dengan tingkat kandungan lokal yang tinggi, industri mobil di tanah air makin berpeluang menjadi basis ekspor kendaraan, terutama untuk negara-negara berkembang,” pungkas Agus.

Sumber: kemenperin.go.id
 

Selengkapnya
Menperin Mendorong Optimalisasi Segmen Mobil di Bawah 1.500 cc untuk Mendominasi Pasar Kendaraan Bermotor

Industri Otomotif

Menperin Ungkap Nasib Mobil Konvensional di Tengah Fokus Elektrifikasi

Dipublikasikan oleh Jovita Aurelia Sugihardja pada 26 April 2024


JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan bahwa pengembangan kendaraan bermotor listrik menjadi prioritas sektor otomotif nasional. Selain agar tak ketinggalan menjadi pemain utama, hal lainnya karena Indonesia memiliki sumber daya berupa cadangan nikel berlimpah untuk dimanfaatkan sebagai sel baterai kendaraan listrik. Sehingga, penting untuk dioptimalkan. 

"Sangat bodoh bagi kita bila tak menjadikan electric vehicle (EV) prioritas. Ekosistemnya bisa dibentuk sendiri di dalam negeri tanpa harus tergantung pihak luar," kata Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita pada konferensi pers belum lama ini.

Alasan lain, lanjut Agus, karena mobil listrik juga memiliki teknologi yang hijau alias ramah lingkungan. Sejalan dengan misi Indonesia untuk mengurangi level emisi CO2 yang dikeluarkan kendaraan bermotor hingga 2050 mendatang. Meski demikian, Agus tidak ingin melarang peredaran mobil konvensional atau kendaraan berpembakaran internal (internal combustion engine/ICE). Sebab Agus percaya lambat-laun, teknologi terkait (bensin dan diesel) akan semakin ramah lingkungan mengikuti kebutuhan konsumen di masa depan. Sementara itu, rantai produksi industri dimaksud pun begitu panjang. 

“Belum kita bicara mengenai Euro 4, Euro 5, dan lain-lain sebagai regulasi yang mengharuskan industri untuk melakukan inovasi agar teknologinya bisa lebih ramah lingkungan," ucap Agus.

Rencana tersebut juga sesuai dengan penerapan PP Nomor 73 tahun 2019 juncto PP Nomor 74 Tahun 2021, yang mengubah perhitungan tarif PPnBM untuk setiap mobil konvensional. Dalam aturan tersebut, beban instrumen perpajakan itu tidak hanya melihat kapasitas mesin saja, tapi juga efisiensi bahan bakar dan tingkat emisi gas buangnya.

Sumber: otomotif.kompas.com
 

Selengkapnya
Menperin Ungkap Nasib Mobil Konvensional di Tengah Fokus Elektrifikasi

Industri Otomotif

PPnBM Diperpanjang DTP, Dorong Pertumbuhan Penjualan Mobil dan Produksi Komponen Otomotif

Dipublikasikan oleh Jovita Aurelia Sugihardja pada 26 April 2024


Pemerintah akan melanjutkan insentif pajak penjualan atas barang mewah ditanggung pemerintah (PPnBM) untuk pembelian mobil harga Rp200 juta hingga Rp250 juta pada tahun ini. Sedangkan diskon PPnBM DTP 100 persen berlaku untuk mobil jenis low cost green car (LCGC).

“Sesuai yang disampaikan oleh Bapak Menko Perekonomian bahwa Bapak Presiden telah menyetujui perpanjangan insentif PPnBM DTP untuk kendaraan bermotor ini. Namun ada persyaratan local content atau local purchase, yang sedang dibahas nilainya oleh tim teknis,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Selasa (18/1).

Dalam skemanya, diskon PPnBM 100 persen untuk mobil LCGC akan berlaku sepanjang kuartal I tahun 2022. Pada kuartal II-2022, pemerintah akan mengenakan tarif PPnBM sebesar 1 persen dan 2 persen pada kuartal III-2022. Pada tiga bulan terakhir tahun ini, program mobil murah ini akan dikenakan pajak barang mewah sesuai PP 74/2021, yakni 3 persen.

Berikutnya, skema untuk kendaraan dengan harga Rp200 juta–Rp 250 juta, yang tarif PPnBM-nya sebesar 15 persen, pada Kuartal I ini akan diberikan insentif sebesar 50 persen yang ditanggung pemerintah, sehingga masyarakat hanya membayar PPnBM sebesar 7,5 persen, dan di kuartal II kembali membayar penuh sebesar 15 persen.

Pada tahun lalu, diskon PPnBM 100 persen diberikan kepada mobil yang memiliki local purchase sebanyak 60 persen. Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 120/2021, dengan ketentuan diskon PPnBM 100 persen untuk mobil dengan isi silinder di bawah 1.500 cc, diskon sebesar 50 persen untuk mobil dengan isi silinder 1.501-2.500 cc berpenggerak 4x2, dan potongan 25 persen untuk mobil berkapasitas sama dan berpenggerak 4x4.

Menperin menjelaskan, perpanjangan insentif PPnBM DTP untuk kendaraan LCGC dan mobil di bawah Rp 250 juta akan memberikan dampak positif terhadap peningkatan penjualan mobil produksi dalam negeri. Hal ini karena kendaraan penumpang di bawah Rp 250 juta merupakan segmen andalan industri otomotif nasional yang perlu terus dikembangkan.

“Produk dengan segmen tersebut mendominasi pangsa pasar atau sesuai dengan daya beli masyarakat, yaitu sebesar lebih dari 60%. Juga memiliki rata-rata kandungan lokal yang tinggi, sehingga berpeluang menjadi basis ekspor untuk negara-negara berkembang,” paparnya.

Di samping itu, perpanjangan insentif PPnBM DTP, meskipun tidak sebesar tahun, kemarin akan mampu mengurangi shock penjualan kendaraan penumpang di masyarakat akibat kenaikan harga OTR yang sangat tinggi. Hal ini disebabkan tarif PPnBM segmen kendaraan penumpang kurang dari 10 orang berdasarkan PP 73/2019 sebesar 15% yang sebelumnya sebesar 10% berdasarkan PP 41/2013.

“Segmen LCGC dan mobil di bawah Rp250 juta sangat sensitif terhadap harga (price sensitive) sehingga sebelum adanya kepastian perpanjangan insentif PPnBM DTP ini masyarakat lebih memilih wait and see yang menyebabkan penurunan purchase order dalam beberapa minggu terakhir,” terangnya.

Naik signifikan

Kemenperin mencatat, kinerja penjualan mobil peserta PPnBM DTP tahun lalu pada periode Maret-Desember 2021 sebanyak 519 ribu unit atau meningkat sebesar 113% (275 ribu unit) dari periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan ini berkontribusi cukup besar terhadap pertumbuhan industri alat angkutan pada triwulan II dan III tahun 2021 masing-masing sebesar 45,2% (yoy) dan 27,8% (yoy).

Selain itu, dalam proses manufakturnya peserta program PPnBM DTP telah melibatkan sebanyak 319 perusahaan industri komponen Tier 1, dan tentunya hal ini mendorong peningkatan kinerja industri komponen Tier 2 dan 3 yang sebagian besar termasuk kategori industri kecil dan menengah (IKM).

“Dengan perpanjangan insentif PPnBM DTP tahun 2022 akan menjaga momentum pertumbuhan industri otomotif nasional sekaligus meningkatkan utilisasi dan kinerja sektor industri komponen otomotif termasuk IKM,” tegas Agus.

Apabila merujuk data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), terjadi peningkatan penjualan mobil secara wholesales (pabrik ke diler) maupun ritel (diler ke konsumen) pada 2021. Pertumbuhannya mencapai 66,6% (yoy) untuk penjualan wholesales dan 49,2% (yoy) untuk ritel. Jumlah penjualan mobil (wholesales) sepanjang 2021 tercatat mencapai 887.200 unit dan penjualan mobil (ritel) mencapai 863.359 unit.

Ketua I Gaikindo Jongkie D Sugiarto menilai dampak positif dari insentif PPnBM mobil tak bisa dianggap remeh. “Lihat saja dari angka penjualan sebelum dan sesudah Maret 2021, pengaruh PPnBM DTP sangat besar. Kami telah memberikan masukan-masukan kepada pemerintah melalui Kemenperin,” ujarnya.

Gaikindo, lanjutnya, telah menargetkan penjualan mobil pada 2022 mencapai 900 ribu unit. Angka itu sejatinya masih lebih rendah daripada sebelum pandemi yang mencapai 1 juta penjualan per tahun.

Menurutnya, insentif PPnBM DTP untuk mobil juga akan berdampak pada pencapaian penjualan pada tahun ini. Apalagi, insentif PPnBM sejatinya tak hanya memberi benefit kepada industri otomotif. Industri penunjang kendaraan bermotor, masyarakat, hingga pemerintah dinilai merasakan manisnya pembebasan pajak tersebut.

Sumber: kemenperin.go.id
 

Selengkapnya
PPnBM Diperpanjang DTP, Dorong Pertumbuhan Penjualan Mobil dan Produksi Komponen Otomotif

Industri Otomotif

Industri Otomotif Indonesia Mulai Pulih, Siap Ngebut Lagi!

Dipublikasikan oleh Jovita Aurelia Sugihardja pada 26 April 2024


Jakarta - Industri otomotif Indonesia sempat terkena pukulan keras oleh pandemi virus Corona (COVID-19). Namun Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menyebut sektor tersebut sudah pulih. Agus menjelaskan industri otomotif nasional saat ini di Indonesia terdapat 21 perusahaan yang kapasitas produksinya 2,35 juta unit per tahun. Sektor industri ini mencatatkan pertumbuhan cukup signifikan sepanjang 2021.

"Industri alat angkut, otomotif ini tumbuh luar biasa pada tahun 2021 mencapai pertumbuhan 2 digit, yaitu 17,82%," katanya dikutip dari saluran YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (15/2/2022). Dia menjelaskan utilisasi atau kapasitas produksi yang digunakan di sektor industri manufaktur, termasuk otomotif sebelum pandemi COVID-19 sekitar 65% sampai 70%, lalu anjlok ke 25-35% saat virus Corona merebak. Kini kondisinya mulai pulih.

"Ketika pandemi utilisasinya 25% sampai 35%, jadi betul-betul anjlok, dan hari ini Alhamdulillah sudah mulai kembali rebound utilisasinya sekitar 55% sampai 60%," jelasnya. Investasi di industri otomotif juga meningkat drastis pada 2021 dibandingkan 2020. Dijelaskannya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun kerap menekankan pentingnya peningkatan investasi.

"Nilai investasi di sektor otomotif pada 2021 tercatat Rp 22,5 triliun atau naik 220% dari nilai total investasi di 2020," tambah Agus.

Sumber: finance.detik.com

 

Selengkapnya
Industri Otomotif Indonesia Mulai Pulih, Siap Ngebut Lagi!

Industri Otomotif

Potensi Meningkat: Industri Otomotif Indonesia Siap Menggeliat Lebih Lanjut

Dipublikasikan oleh Jovita Aurelia Sugihardja pada 26 April 2024


KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri otomotif Indonesia berpotensi semakin menderu. Kali ini, penjualan mobil tak hanya dipengaruhi oleh faktor pemberian insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) 100% saja. Kehadiran ajang Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) pada 11-21 November nanti juga bisa menjadi salah satu katalis penjualan mobil nasional.

Asal tahu saja, GIIAS 2021 akan diikuti oleh 24 merek kendaraan, baik kendaraan penumpang maupun kendaraan komersial. Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie Sugiarto menyampaikan, perhelatan GIIAS 2021 dipercaya dapat menjadi stimulus tambahan untuk penjualan mobil nasional.

“GIIAS ini kan ajang pameran dan promosi yang tentunya akan menjadi faktor penunjang penjualan,” imbuh Jongkie, Rabu (13/10). Sekadar informasi, berdasarkan data Gaikindo, penjualan mobil dari pabrikan ke dealer (wholesales) di periode Januari-September 2021 telah mencapai 627.537 unit. Di periode yang sama, penjualan mobil dari dealer ke pelanggan (retail) tercatat sebanyak 600.344 unit.

Jongkie pun menyambut positif hasil penjualan mobil nasional hingga akhir kuartal III-2021. Ia berharap bahwa proyeksi penjualan mobil nasional sebanyak 750.000 unit dapat tercapai di akhir tahun nanti. Target tersebut berpotensi terpenuhi mengingat permintaan produk mobil baru terus meningkat seiring relaksasi PPnBM 100% untuk 29 tipe mobil sampai akhir tahun 2021, di samping adanya penyelenggaraan GIIAS 2021.

Bahkan, sebenarnya bukan mustahil target penjualan mobil nasional bisa terpenuhi sebelum tutup tahun 2021. Hal ini dengan asumsi bahwa laju penjualan mobil nasional di kuartal III-2021 dapat terulang lagi di kuartal IV-2021. Apalagi, pelonggaran kebijakan PPKM telah diberlakukan di berbagai daerah sehingga aktivitas perekonomian kembali meningkat.

Sebagai catatan, khusus di kuartal III-2021 lalu, penjualan mobil wholesales tercatat sebanyak 234.071 unit sedangkan penjualan mobil retail tercatat sebanyak 212.500 unit. Sementara itu, Marketing Director PT Toyota Astra Motor (TAM) Anton Jimmy menyampaikan, penjualan mobil Toyota secara retail mencapai 197.241 unit di periode Januari-September 2021 atau naik 54% (yoy) dari periode yang sama di tahun sebelumnya.

Kontributor terbesar Toyota tetap berasal dari mobil 7 penumpang seperti Toyota Avanza yang mencetak penjualan retail sebesar 40.789 unit hingga September 2021, kemudian diikuti oleh Toyota Rush sebanyak 36.336 unit, dan Toyota Innova sebanyak 34.241 unit. Model Toyota yang tidak termasuk dalam program insentif PPnBM 100% juga meraih penjualan yang optimal, yaitu Toyota Agya yang sukses mencetak penjualan retail sebanyak 13.535 unit hingga September 2021 atau tumbuh 42% (yoy) dari periode yang sama di tahun lalu.

Di kuartal IV-2021, TAM tak hanya meneruskan usaha memberikan lebih banyak pilihan produk baru kepada pelanggan, melainkan juga meningkatkan pelayanan berbasis digital melalui Toyota Official Store Solution (TOSS). TAM juga menyediakan program kemudahan pembelian mobil melalui EZ Deal.

“Semua upaya ini kami buat sebagai satu paket komplit antara produk dan layanan sehingga memudahkan pelanggan,” ungkap Anton, Rabu (13/10). Toyota sendiri dipastikan berpartisipasi dalam ajang GIIAS 2021. Kehadiran GIIAS diyakini akan memudahkan Toyota untuk lebih dekat dengan pelanggan.

Toyota pun sedang menyiapkan program-program dan inovasi terbaru yang dapat dipilih masyarakat saat GIIAS 2021 berlangsung. Sayangnya, Anton belum bisa mengungkapkan lebih jauh program yang dimaksud.

PT Honda Prospect Motor (HPM) juga mencetak penjualan mobil yang positif. Di periode Januari-September 2021, penjualan mobil Honda di kategori retail mencapai 68.376 unit atau tumbuh 23% (yoy).

Yusak Billy, Business Innovation and Marketing & Sales Director HPM menilai, penjualan mobil Honda masih memiliki potensi untuk terus tumbuh di kuartal IV-2021 kendati pandemi Covid-19 masih berlangsung. Hal ini tentu didukung oleh diperpanjangnya insentif PPnBM 100% sampai akhir tahun nanti. Ia mengaku, tantangan seperti keterbatasan komponen masih bisa terjadi di sisa tahun ini. Namun, saat ini HPM sudah mulai dapat mengatasi kendala tersebut dengan meningkatkan volume produksi dan mempercepat pengiriman mobil untuk memenuhi permintaan konsumen.

“Untuk mempertahankan permintaan, kami juga melakukan berbagai strategi seperti peluncuran produk baru dan merancang program penjualan yang memberikan nilai lebih bagi konsumen,” ungkap Billy, hari ini (13/10). Ia juga menyambut positif kehadiran ajang GIIAS 2021 yang berlangsung bulan depan. Ajang tersebut merupakan wadah yang tepat untuk memperkenalkan produk maupun inovasi terbaru dari setiap produsen, tak terkecuali Honda.

Marketing & Customer Relations Division Head PT Astra International Daihatsu Sales Operation Hendrayadi Lastiyoso memperkirakan, permintaan mobil baru di kuartal IV-2021 akan meningkat dibandingkan kuartal-kuartal sebelumnya. Terlebih lagi, relaksasi PPnBM 100% masih berlaku sampai akhir tahun nanti.

Namun, pihak Daihatsu juga masih terus mencermati dampak kelangkaan semi konduktor yang bisa mempengaruhi produksi mobil baru. “Kami harus benar-benar mengamati bukan hanya dari sisi demand saja, melainkan juga dari sisi supply-nya,” imbuh dia, hari ini. Pihak Daihatsu sendiri masih akan berusaha mempertahankan posisi kedua sebagai pemimpin pasar otomotif nasional dengan pangsa pasar minimal sebesar 17% pada akhir tahun ini. Perlu diketahui, penjualan retail mobil Daihatsu di periode Januari-September 2021 tercatat sebesar 103.788 unit atau naik 41,2% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Sumber: newssetup.kontan.co.id
 

Selengkapnya
Potensi Meningkat: Industri Otomotif Indonesia Siap Menggeliat Lebih Lanjut

Industri Otomotif

LPEM UI: Industri Otomotif Nasional Mulai Bangkit, Namun Tantangan Masih Tersebar

Dipublikasikan oleh Jovita Aurelia Sugihardja pada 26 April 2024


Bisnis.com, JAKARTA - Kepala Pusat Kajian Iklim Usaha LPEM Universitas Indonesia (UI) Mohamad Revindo mengatakan kebangkitan industri otomotif nasional pascapandemi semakin terlihat. Berdasarkan kajiannya, industri otomotif nasional terlihat terus menunjukkan geliat kuat pemulihan. Hal tersebut di antaranya terindikasi dari PDB sektor alat angkutan mencatatkan pertumbuhan tahunan sebesar 45,70 persen (year-on-year/yoy) pada kuartal II/2021, dan 27,84 persen pada kuartal III/2021, setelah pertumbuhan negatif 19,86 persen di sepanjang 2020. 

"Pertumbuhan dua digit selama dua triwulan terakhir ini menunjukkan kebangkitan drastis industri otomotif nasional, setelah sempat tumbuh negatif sebesar 19,86 persen di sepanjang 2020 karena terjangan pandemi Covid-19," tulisnya pada kajian yang diterima Bisnis, Selasa (30/11/2021). Secara global, Indonesia tetap menjadi salah satu basis utama produksi otomotif berbagai pabrikan, terutama merek-merek Jepang. Tercatat terdapat 21 perusahaan industri di Indonesia, dengan total nilai investasi sebesar Rp71,35 triliun. Dari sisi ekspor, produk otomotif Indonesia diekspor ke lebih dari 80 negara termasuk Arab Saudi, Filipina, Bangladesh, dan Kuwait.

Pada sisi penjualan, data dari GAIKINDO menunjukkan adanya kenaikan penjualan ritel mobil secara signifikan sebesar 600.344 unit pada periode Januari-September 2021. Angka tersebut setara dengan kenaikan sekitar 50 persen dari periode yang sama di tahun sebelumnya, meskipun masih di bawah tingkat penjualan 2019 dan 2018. 

Tidak hanya di dalam negeri, Indonesia juga telah mengekspor 235.000 kendaraan utuh (completely built up/CBU), 79.000 kendaraan secara terurai (completely knock down/CKD), dan 72 juta unit komponen, sepanjang 2021.

"Perkembangan ini jauh lebih baik dibandingkan penjualan industri otomotif global yang pada 2021 diperkirakan hanya naik 3,45 persen dari 2020," tulis Revindo. Kendati demikian, industri otomotif nasional masih akan menghadapi tantangan. Revindo menilai geliat positif ini tidak boleh membuat pemerintah dan para pelaku usaha berpuas diri karena terdapat beberapa tantangan di depan yang perlu diantisipasi. Pertama, pada Oktober 2021 harga baja dunia telah naik sebesar 57,36 persen dan harga aluminium naik 45,65 persen dari awal tahun. Implikasi dari hal ini tentunya pada kenaikan biaya produksi kendaraan bermotor. 

Kedua, terdapat kelangkaan chip (semikonduktor) global yang diprediksi masih akan terus berlanjut. Rantai pasok elektronik kewalahan untuk mengikuti lonjakan permintaan yang sebenarnya dipicu naiknya permintaan chip untuk perangkat komputer/laptop dan perangkat jaringan (router/modem) sejak pandemi. Apalagi, produsen chip sempat dihadapkan pada pembatasan sosial sehingga tidak bisa dengan mudah meningkatkan kapasitas produksinya. 

Ketiga, terjadi perubahan selera dan tren pergeseran teknologi untuk sepenuhnya beralih ke mobil listrik. Kesadaran masyarakat global terhadap perubahan iklim semakin menuntut pergeseran tren teknologi mobil menuju kendaraan listrik. Sejalan dengan hal tersebut, Revindo menjelaskan ada sejumlah cara yang dapat ditempuh untuk mengantisipasi berbagai tantangan tersebut dan menjaga momentum pemulihan industri otomotif nasional. 

Pertama, setelah munculnya insentif fiskal diskon tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Bank Indonesia sudah tepat dalam melakukan perpanjangan kebijakan Loan-to-Value (LTV) 100 persen dan down payment 0 persen untuk pembiayaan kendaraan bermotor hingga akhir 2022. Kedua, menggunakan berbagai perjanjian dagang yang telah diselesaikan (RCEP, Indonesia-Australia CEPA, Indonesia-EFTA CEPA) serta presidensi Indonesia dalam G20 untuk memperkuat posisinya dalam rantai produksi global. 

"Perlu ditekankan pentingnya negara-negara anggota tidak hanya memikirkan kepentingan internalnya ketika menghadapi krisis, misalnya membatasi ekspor komponen otomotif atau menutup pasar dalam kondisi krisis," tulisnya. Ketiga, dukungan terhadap industri mobil listrik nasional. Sejauh ini, pemerintah memberikan dukungan terhadap ekosistem mobil listrik nasional yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 55/2019. 

Namun, implementasinya banyak dipandang belum optimal. Revindo mengatakan masih diperlukan insentif pada dua sisi. Pertama dari sisi konsumen, insentif dapat berupa diskon PPnBM yang bisa didorong hingga 0 persen serta subsidi bunga untuk pembiayaan kendaraan listrik. Kedua, dari sisi infrastruktur pendukung diperlukan banyak stasiun pengisian baterai listrik di berbagai SPBU sehingga mempermudah konsumen dalam mengisi ulang kendaraan listriknya.

Sumber: ekonomi.bisnis.com
 

Selengkapnya
LPEM UI: Industri Otomotif Nasional Mulai Bangkit, Namun Tantangan Masih Tersebar
« First Previous page 5 of 12 Next Last »