Industri Logam

Kementerian ESDM Menyuarakan Perlunya Evaluasi Pembangunan Smelter Nikel di Indonesia

Dipublikasikan oleh Cindy Aulia Alfariyani pada 07 Mei 2024


Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong Kementerian Perindustrian untuk mengevaluasi pembangunan fasilitas pemurnian dan pengolahan nikel, khususnya smelter dengan Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) yang menghasilkan Nickel Pig Iron (NPI).

Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan evaluasi ini diperlukan karena terjadi kelebihan pasokan NPI di pasar global. Akibatnya
Akibat kelebihan pasokan ini, harga nikel turun signifikan di pasar global.

“Ini adalah masalah dua sektor, yang pertama adalah industri yang terintegrasi dan yang kedua adalah industri yang tidak terintegrasi. Keduanya harus terkoneksi karena sektor hulu ditangani oleh Kementerian ESDM, industri pertambangan adalah domain Kementerian Perindustrian. Kementerian Perindustrian bisa mengevaluasi mana yang bisa didorong dan mana yang harus diperhatikan agar tidak terjadi kelebihan pasokan,” ujar Arifin Tasrif pada Jumat, 16 Februari 2024.

Jika pembangunan smelter RKEF yang memproduksi nickel pig iron masih dalam proses, Arifin mengatakan, kementerian akan meminta mereka untuk menghentikan pembangunannya untuk sementara waktu. Jika smelter tersebut belum beroperasi, mereka dapat meninjau kembali smelter tersebut. Sementara itu, jika investor baru saja mengajukan proposal pembangunan smelter RKEF, kementerian akan menolak proposal tersebut.

“Mereka harus masuk ke produk turunan yang menghasilkan lebih dari sekedar nickel pig iron, yaitu ke segmen produk yang pasarnya sedang tumbuh, karena harga bahan bakunya sedang tidak bagus,” kata Arifin.

Untuk mencapai hal tersebut, Kementerian ESDM mendorong industri untuk mengolah nikel lebih jauh ke hilir, misalnya menjadi nickel matte, yang dapat digunakan sebagai komponen baterai mobil listrik. “Kami akan mengevaluasi perizinan yang baru,” jelasnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa tren harga komoditas harus dilihat dalam jangka panjang, setidaknya 5-10 tahun ke belakang.

“Pada akhirnya, kita harus mencari keseimbangan. Anda tidak bisa melihat komoditas apapun dari jangka pendek satu atau dua tahun, harus 5-10 tahun. Anda harus melihat harga kumulatifnya. Kemudian, lihatlah harga rata-ratanya,” ujar Luhut pada awal bulan ini.

Deputi Bidang Koordinasi Penanaman Modal dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Septian Hario Seto, juga mengatakan bahwa harga nikel saat ini yang berada di angka US$ 16 ribu masih lebih tinggi dibandingkan dengan harga rata-rata 10 tahun terakhir yang berada di angka US$ 15 ribu.

“Perlu diketahui bahwa harga nikel saat ini yang sebesar US$ 16 ribu masih lebih tinggi dari harga rata-rata 10 tahun terakhir yang berada di level US$ 15 ribu, bahkan masih lebih tinggi dari periode awal kami melakukan hilirisasi pada 2014-2019 dimana harga rata-rata nikel berada di level US$ 12 ribu,” jelasnya.

Berdasarkan data Trading Economics, harga nikel per Kamis, 15 Februari 2024 tercatat sebesar US$ 16.007 per ton. Secara mingguan, harga nikel naik tipis 1,61 persen dan secara bulanan 0,66 persen. Namun, jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu (year on year), harga nikel anjlok 39,06 persen.

Dilaporkan bahwa harga nikel dunia jatuh ke posisi terendah dalam tiga tahun terakhir. Penurunan harga ini dinilai karena membanjirnya pasokan nikel dari Indonesia.

Merujuk catatan Riset CNBC Indonesia, pada Senin, 22 Januari 2024, harga nikel dunia untuk kontrak tiga bulan tercatat sebesar US$ 16.036 per ton. Posisi ini merupakan yang terendah sejak April 2021.

Pendorong utama dari kinerja nikel yang buruk adalah kondisi pasokan yang lebih tinggi dibandingkan dengan permintaan. International Nickel Study Group (INSG) memperkirakan harga nikel masih akan tertekan dalam jangka pendek seiring dengan meningkatnya surplus di pasar global dan perlambatan ekonomi global.

Rata-rata harga nikel global menurut INSG adalah US$16.600 per ton pada kuartal pertama dan harga akan meningkat secara bertahap menjadi rata-rata US$16.813 per ton pada tahun 2024.

Disadur dari: indonesiabusinesspost.com

Selengkapnya
Kementerian ESDM Menyuarakan Perlunya Evaluasi Pembangunan Smelter Nikel di Indonesia

Industri Logam

Pemerintah Mendorong Investasi Asing dalam Industri Baja Indonesia untuk Mengatasi Kesenjangan

Dipublikasikan oleh Cindy Aulia Alfariyani pada 06 Mei 2024


Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia melihat adanya ketidakseimbangan dalam industri besi dan baja di Indonesia. Investasi asing diperlukan untuk mengatasi kesenjangan ini.

Purwono Widodo, Ketua Umum Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia, menekankan bahwa tantangan saat ini dalam industri baja terletak pada kapasitas hulu. 

Sektor hulu melibatkan pengolahan bijih baja menjadi batangan baja dan membutuhkan investasi yang besar. Oleh karena itu, investasi asing sangat penting untuk sektor ini.

“Untuk memproduksi 1 juta ton baja di sektor hulu, dibutuhkan dana sebesar US$ 1 miliar. Ini yang kami rencanakan bersama pemerintah ke depannya. Bagaimana memenuhi investasi ini,” kata Purwono pada 23 Oktober 2023.

Purwono mencatat bahwa investasi di industri baja selama beberapa tahun terakhir telah mencapai US$ 15 miliar dan menciptakan lapangan kerja bagi 300.000 tenaga kerja baru.

Agus Gumiwang Kartasasmita, Menteri Perindustrian, menyoroti potensi industri baja untuk berkontribusi secara signifikan terhadap pembangunan ekonomi. 

Industri baja menawarkan nilai tambah yang tinggi dan memiliki efek pengganda di pasar domestik, bertindak sebagai inti untuk semua sektor manufaktur.

Oleh karena itu, industri baja memiliki potensi untuk meningkatkan daya saing ekonomi nasional, dengan menekankan pentingnya kebijakan yang tepat di dalam industri ini.

“Kemenperin terus berkomitmen untuk mendukung investasi dan inovasi untuk membangun struktur atau ekosistem industri baja,” kata Agus.

Ia menekankan pentingnya pemetaan yang akurat terkait investasi untuk menyeimbangkan produksi baja nasional. 

Hal ini sejalan dengan program substitusi impor yang dicanangkan pemerintah. Menurutnya, hal ini penting karena pertumbuhan permintaan baja dalam negeri dapat melampaui kondisi produksi saat ini.

Agus mencatat beberapa industri yang bergantung pada industri baja antara lain infrastruktur, transportasi, alat berat, pertahanan, dan elektronik.

Kementerian Penanaman Modal telah mencatat investasi di industri logam dasar, barang logam bukan mesin, dan peralatannya sebesar Rp 140,6 triliun. Secara rinci, US$ 8,67 miliar berasal dari investasi asing, sementara Rp 17,52 triliun berasal dari dalam negeri.

Disadur dari: indonesiabusinesspost.com

Selengkapnya
Pemerintah Mendorong Investasi Asing dalam Industri Baja Indonesia untuk Mengatasi Kesenjangan

Industri Logam

Fabrikasi Lembaran Logam: Manfaat, Aplikasi Industri, dan Jenis Bahan yang Digunakan

Dipublikasikan oleh Cindy Aulia Alfariyani pada 06 Mei 2024


Fabrikasi lembaran logam adalah metode pembuatan prototipe dan produksi penting yang menghasilkan spektrum luas produk logam yang digunakan untuk berbagai aplikasi. Dalam proses fabrikasi ini, baja datar atau lembaran logam diubah menjadi struktur dan produk logam dengan cara memotong, melubangi, melipat, dan merakit. Melalui teknik ini, logam apa pun dapat dibengkokkan, dibentuk, atau diregangkan dengan menggunakan alat pemotong atau dengan pemanasan.

Selanjutnya, fabrikasi lembaran logam menawarkan sejumlah keuntungan, itulah sebabnya produk fabrikasi digunakan di berbagai industri. Bergantung pada bahan dan spesifikasinya, fabrikasi lembaran logam memberikan manfaat sebagai berikut:

  • Kekuatan dan Daya Tahan: Komponen lembaran logam dapat menahan tekanan dan panas yang lebih ekstrem daripada plastik dan bahan lainnya. Baja, aluminium, dan bahan fabrikasi lembaran lainnya rentan terhadap stres, korosi, dan keausan.
  • Efektivitas Biaya: Fabrikasi lembaran logam adalah pilihan yang lebih ekonomis daripada produksi plastik, karena cetakan dan gips tidak diperlukan untuk menghasilkan lembaran logam bervolume tinggi.
  • Kelenturan: Dengan menggunakan peralatan yang tepat, lembaran logam dapat ditekuk menjadi berbagai bentuk dengan tetap mempertahankan kekuatan dan integritas strukturalnya.
  • Keberlanjutan: Lembaran logam dapat digunakan kembali dan didaur ulang, menjadikannya salah satu bahan yang paling berkelanjutan. Jika tidak lagi dibutuhkan, lembaran logam dapat digunakan kembali dengan mengubahnya menjadi komponen yang berbeda.
  • Dapat diganti: Salah satu keunggulan terbesar lembaran logam, di antara bahan lainnya, adalah kemampuannya untuk diganti. Jika komponen tertentu rusak, produsen dapat dengan mudah melepas bagian tersebut dan menggantinya tanpa mempengaruhi keseluruhan benda kerja.

Produk logam ini dapat digunakan sebagai komponen untuk elektronik, kedirgantaraan, pemanas, ventilasi, dan pendingin udara (HVAC), dan beberapa industri lainnya, termasuk:

  • Pertanian
  • Perkeretaapian
  • Industri medis
  • Farmasi
  • Pipa ledeng
  • Mobil
  • Militer
  • Telekomunikasi
  • Konstruksi

Bahan untuk fabrikasi lembaran logam

Fabrikasi lembaran logam memerlukan beberapa proses untuk mengubah bentuk lembaran logam untuk menghasilkan komponen dan produk yang diinginkan. Produsen menggunakan metode fabrikasi ini untuk memodifikasi berbagai bahan, seperti:

  • Baja
  • Aluminium
  • Magnesium
  • Perunggu
  • Tembaga

Bahan-bahan untuk fabrikasi lembaran logam ini biasanya tersedia dalam pengukur dengan ketebalan 0,006 ″ hingga 0,75 ″ (0,015 hingga 1,905 cm). Bahan dengan pengukur yang lebih tebal paling baik digunakan untuk membuat komponen tugas berat dengan aplikasi yang berat, sedangkan yang lebih tipis lebih lentur dan digunakan untuk aplikasi yang membutuhkan komponen dengan bentuk yang lebih kompleks.

Teknik fabrikasi lembaran logam

Sebelum menyelami proses langkah demi langkah fabrikasi lembaran logam, sangat penting untuk mempelajari dan memahami beragam teknik yang digunakan oleh para fabrikator. Bagian ini juga akan mencakup beberapa alat fabrikasi logam yang digunakan dalam teknik-teknik berikut.

  • Memotong logam: Teknik ini melibatkan pemotongan dan pemangkasan lembaran logam menggunakan alat dan mesin seperti jet air, obor, laser, dan gergaji.
  • Membengkokkan logam: Lembaran logam dibengkokkan ke sudut tertentu untuk membuat tikungan dan tepi yang unik dalam teknik ini. Rem logam atau pembengkok bentuk biasanya digunakan untuk membengkokkan logam.
  • Pengelasan: Pengelasan adalah salah satu teknik fabrikasi logam yang paling umum digunakan oleh produsen. Proses ini menggunakan panas untuk memadukan atau menyatukan dua atau lebih bahan untuk menghasilkan komponen logam.
  • Penyusutan: Dengan menggunakan panas dan alat seperti mesin penyusut dan garpu, lembaran logam disusutkan untuk memberikan bentuk pada produk fabrikasi.
  • Peregangan: Dalam teknik peregangan, peralatan fabrikasi seperti roda Inggris, palu, landasan, dan mesin tandu profesional digunakan untuk membuat kreasi logam yang elegan atau rumit.
  • Finishing: Teknik finishing menghilangkan ketidaksempurnaan seperti tepi dan gerinda yang kasar dengan menggosok dan melapisi menggunakan bahan pencegahan.

Proses Langkah-demi-Langkah

Tergantung pada bahan yang digunakan, lembaran logam yang mengalami fabrikasi memiliki fitur yang berbeda-beda. Sebagai contoh, beberapa dikenal dengan kekuatan, keuletan, dan ketahanan terhadap korosi yang kuat, sementara produk logam lainnya ringan dan mudah dibentuk. Berikut adalah panduan dasar untuk proses fabrikasi logam.

Langkah 1: Desain dan gambar

Proses fabrikasi dimulai dengan menyelesaikan desain produk yang diinginkan. Pada langkah ini, klien biasanya menyerahkan cetak biru akhir mereka kepada produsen sebelum proses fabrikasi yang sebenarnya. Cetak biru ini juga harus mencakup spesifikasi yang diperlukan untuk memproduksi produk logam.

Langkah 2: Pemotongan kosong

Selama langkah kedua, lembaran logam kosong dipotong dari gulungan besar sebagai persiapan untuk langkah selanjutnya. Ukuran blanko bervariasi tergantung pada spesifikasi desain produk akhir.

Langkah 3: Melubangi

Juga merupakan teknik pemotongan, pelubangan menghasilkan lubang dengan berbagai bentuk dan desain pada lembaran logam kosong. Langkah ini biasanya diselesaikan dengan menggunakan mesin pelubang. Namun, beberapa perakit menggunakan teknologi pemotongan laser untuk menghasilkan lubang dengan presisi yang optimal.

Langkah 4: Pembengkokan

Dengan mesin Press Break, lembaran logam dibengkokkan di berbagai tempat dan sudut dengan mempertimbangkan spesifikasi desain. Pada langkah ini, pembengkokan dibuat secara berurutan untuk memastikan bahwa pembengkokan saat ini tidak akan mempengaruhi pelaksanaan pembengkokan berikutnya.

Langkah 5: Perakitan

Setelah membuat semua komponen yang diperlukan pada langkah sebelumnya, langkah berikutnya adalah merakit benda kerja. Terakhir, mesin las sering digunakan untuk menggabungkan potongan-potongan untuk menciptakan produk akhir. Di lain waktu, O2 dan las titik adalah alternatif yang digunakan untuk merakit bagian-bagian logam ini.

Langkah 6: Penyelesaian

Dalam proses ini, produk rakitan mengalami serangkaian teknik finishing untuk mencapai tampilan fisik potongan logam yang diinginkan. Finishing meliputi pembersihan, pelapisan, pengecatan, dan galvanisasi. Selain itu, perlakuan panas terkadang dapat diterapkan pada produk yang dimaksudkan untuk tahan terhadap lingkungan kerja yang unik.

Langkah 7: Kontrol kualitas

Langkah ini berfokus pada verifikasi apakah semua spesifikasi desain terpenuhi selama fabrikasi produk logam. Di sini, produsen menguji produk untuk menjamin kualitas yang optimal. Produk akan dilemparkan kembali untuk diperbaiki jika ditemukan kesalahan fungsional. Biasanya, logam yang cacat menjalani pengelasan atau proses pelurusan khusus untuk menghilangkan noda dan memperbaiki cacatnya. Setelah logam melewati persyaratan spesifikasi, mereka akan memenuhi syarat untuk melanjutkan ke langkah terakhir.

Langkah 8: Pengepakan dan pengiriman

Setelah kualitas diperiksa, perakit akan mengirim produk jadi ke langkah terakhir untuk pengemasan dan pengiriman.

Disadur dari: farrisgrp.com

Selengkapnya
Fabrikasi Lembaran Logam: Manfaat, Aplikasi Industri, dan Jenis Bahan yang Digunakan

Industri Logam

Proses Pembuatan Baja: Sejarah, Metode Modern, dan Tantangan Lingkungan

Dipublikasikan oleh Cindy Aulia Alfariyani pada 06 Mei 2024


Pembuatan baja adalah proses memproduksi baja dari bijih besi dan/atau besi tua. Dalam pembuatan baja, pengotor seperti nitrogen, silikon, fosfor, belerang, dan karbon berlebih (pengotor yang paling penting) dihilangkan dari besi yang bersumber, dan elemen-elemen paduan seperti mangan, nikel, kromium, karbon, dan vanadium ditambahkan untuk menghasilkan baja dengan kualitas yang berbeda.

Pembuatan baja telah ada selama ribuan tahun, tetapi tidak dikomersialkan dalam skala besar hingga pertengahan abad ke-19. Proses pembuatan baja kuno adalah proses pembuatan wadah. Pada tahun 1850-an dan 1860-an, proses Bessemer dan proses Siemens-Martin mengubah pembuatan baja menjadi industri berat.

Saat ini ada dua proses komersial utama untuk membuat baja, yaitu pembuatan baja oksigen dasar, yang menggunakan besi kasar cair dari tanur sembur dan baja bekas sebagai bahan baku utama, dan pembuatan baja tanur busur listrik (EAF), yang menggunakan baja bekas atau besi yang direduksi langsung (direct reduced iron/DRI) sebagai bahan baku utama. Pembuatan baja oksigen sebagian besar dipicu oleh sifat eksotermis dari reaksi di dalam bejana; sebaliknya, dalam pembuatan baja EAF, energi listrik digunakan untuk melelehkan material skrap padat dan/atau DRI. Belakangan ini, teknologi pembuatan baja EAF telah berevolusi mendekati pembuatan baja oksigen karena lebih banyak energi kimia yang dimasukkan ke dalam proses.

Pembuatan baja adalah salah satu industri yang paling banyak menghasilkan emisi karbon di dunia. Pada tahun 2020, pembuatan baja bertanggung jawab atas sekitar 10% emisi gas rumah kaca. Untuk mengurangi pemanasan global, industri ini perlu menemukan pengurangan emisi yang signifikan.

Sejarah

Pembuatan baja telah memainkan peran penting dalam perkembangan masyarakat teknologi kuno, abad pertengahan, dan modern. Proses awal pembuatan baja dilakukan selama era klasik di Tiongkok Kuno, India, dan Roma.

Besi tuang adalah bahan yang keras dan rapuh yang sulit untuk dikerjakan, sedangkan baja mudah dibentuk, relatif mudah dibentuk, dan merupakan bahan yang serbaguna. Dalam sebagian besar sejarah manusia, baja hanya dibuat dalam jumlah kecil. Sejak penemuan proses Bessemer di Inggris pada abad ke-19 dan perkembangan teknologi berikutnya dalam teknologi injeksi dan kontrol proses, produksi massal baja telah menjadi bagian integral dari ekonomi global dan indikator utama perkembangan teknologi modern.

Metode modern awal dalam memproduksi baja sering kali merupakan seni yang padat karya dan sangat terampil. Lihat:

  • bengkel perhiasan, di mana proses perhiasan Jerman dapat dikelola untuk memproduksi baja.
  • baja lepuh dan baja wadah.

Aspek penting dari Revolusi Industri adalah pengembangan metode berskala besar untuk memproduksi logam tempa (besi batangan atau baja). Tungku genangan air pada awalnya merupakan alat untuk memproduksi besi tempa tetapi kemudian diterapkan pada produksi baja.

Revolusi nyata dalam pembuatan baja modern baru dimulai pada akhir tahun 1850-an ketika proses Bessemer menjadi metode pembuatan baja pertama yang berhasil dalam jumlah besar, diikuti oleh tungku perapian terbuka.

Proses modern untuk pembuatan baja

Distribusi produksi baja dunia berdasarkan metode

Proses pembuatan baja modern dapat dibagi menjadi tiga langkah: primer, sekunder, dan tersier.

Pembuatan baja primer melibatkan peleburan besi menjadi baja. Pembuatan baja sekunder melibatkan penambahan atau penghilangan elemen lain seperti bahan paduan dan gas terlarut. Pembuatan baja tersier melibatkan pengecoran menjadi lembaran, gulungan atau bentuk lainnya. Beberapa teknik tersedia untuk setiap langkah.

Pembuatan baja primer

Oksigen dasar

Pembuatan baja oksigen dasar adalah metode pembuatan baja primer di mana besi kasar yang kaya karbon dilebur dan diubah menjadi baja. Meniupkan oksigen melalui besi kasar cair akan mengubah sebagian karbon di dalam besi menjadi CO
 dan CO2, mengubahnya menjadi baja. Refraktori-kalsium oksida dan magnesium oksida-melapisi bejana peleburan untuk menahan suhu tinggi dan sifat korosif logam cair dan terak. Bahan kimia dalam proses ini dikontrol untuk memastikan bahwa pengotor seperti silikon dan fosfor dihilangkan dari logam.

Proses modern dikembangkan pada tahun 1948 oleh Robert Durrer, sebagai penyempurnaan dari konverter Bessemer yang menggantikan udara dengan oksigen yang lebih efisien. Proses ini mengurangi biaya modal pabrik dan waktu peleburan, serta meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Antara tahun 1920 dan 2000, kebutuhan tenaga kerja di industri ini menurun hingga 1000 kali lipat, menjadi hanya 0,003 jam kerja per ton. pada tahun 2013, 70% dari produksi baja global diproduksi dengan menggunakan tungku oksigen dasar. Tungku ini dapat mengubah hingga 350 ton besi menjadi baja dalam waktu kurang dari 40 menit dibandingkan dengan 10-12 jam dalam tungku perapian terbuka.

Busur listrik

Pembuatan baja dengan tungku busur listrik adalah pembuatan baja dari besi bekas atau besi yang direduksi langsung yang dilebur dengan busur listrik. Dalam tungku busur listrik, sekumpulan (“panas”) besi dimasukkan ke dalam tungku, terkadang dengan “tumit panas” (baja cair dari panas sebelumnya). Pembakar gas dapat digunakan untuk membantu peleburan. Seperti pada pembuatan baja oksigen dasar, fluks juga ditambahkan untuk melindungi lapisan bejana dan membantu meningkatkan pembuangan kotoran. Pembuatan baja dengan tungku busur listrik biasanya menggunakan tungku berkapasitas sekitar 100 ton yang menghasilkan baja setiap 40 hingga 50 menit. Proses ini memungkinkan penambahan paduan yang lebih besar daripada metode oksigen dasar.

Proses HIsarna

Dalam proses pembuatan besi HIsarna, bijih besi diproses hampir secara langsung menjadi besi cair atau logam panas. Proses ini didasarkan pada jenis tanur sembur yang disebut tanur konverter siklon, yang memungkinkan untuk melewatkan proses pembuatan pelet besi kasar yang diperlukan untuk proses pembuatan baja oksigen dasar. Tanpa perlunya langkah persiapan ini, proses HIsarna lebih hemat energi dan memiliki jejak karbon yang lebih rendah daripada proses pembuatan baja tradisional.

Reduksi hidrogen

Baja dapat diproduksi dari besi yang direduksi langsung, yang pada gilirannya dapat diproduksi dari bijih besi karena mengalami reduksi kimiawi dengan hidrogen. Hidrogen terbarukan memungkinkan pembuatan baja tanpa menggunakan bahan bakar fosil. Pada tahun 2021, sebuah pabrik percontohan di Swedia menguji proses ini. Reduksi langsung terjadi pada suhu 1.500 °F (820 °C). Besi diresapi dengan karbon (dari batu bara) dalam tungku busur listrik. Hidrogen yang dihasilkan oleh elektrolisis membutuhkan sekitar 2.600 kWh per ton baja. Biaya diperkirakan 20-30% lebih tinggi daripada metode konvensional. Namun, biaya emisi CO2 menambah harga produksi oksigen dasar, dan sebuah studi tahun 2018 dari majalah Science memperkirakan bahwa harga akan mencapai titik impas ketika harga tersebut mencapai €68 per ton CO2, yang diperkirakan akan tercapai pada tahun 2030-an.

Pembuatan baja sekunder

Pembuatan baja sekunder paling sering dilakukan di ladle. Beberapa operasi yang dilakukan dalam ladle meliputi de-oksidasi (atau “pembunuhan”), degassing vakum, penambahan paduan, penghilangan inklusi, modifikasi kimia inklusi, de-sulfurisasi, dan homogenisasi. Sekarang sudah umum untuk melakukan operasi metalurgi sendok dalam sendok yang diaduk gas dengan pemanas busur listrik di tutup tungku. Kontrol yang ketat terhadap metalurgi ladle dikaitkan dengan produksi baja bermutu tinggi di mana toleransi kimia dan konsistensi sempit.

Emisi karbon dioksida

Pada tahun 2021, pembuatan baja diperkirakan bertanggung jawab atas sekitar 11% emisi karbon dioksida global dan sekitar 7% emisi gas rumah kaca global. Pembuatan 1 ton baja menghasilkan sekitar 1,8 ton karbon dioksida, sebagian besar emisi ini dihasilkan dari proses industri yang menggunakan batu bara sebagai sumber karbon yang menghilangkan oksigen dari bijih besi dalam reaksi kimia berikutnya, yang terjadi dalam tanur tinggi:

Fe2O3(s) + 3 CO(g) → 2 Fe(s) + 3 CO2(g)

Emisi karbon dioksida tambahan dihasilkan dari penambangan, pemurnian dan pengiriman bijih besi yang digunakan, pembuatan baja oksigen dasar, kalsinasi, dan ledakan panas. Penangkapan dan penggunaan karbon atau penangkapan dan penyimpanan karbon merupakan teknik yang diusulkan untuk mengurangi emisi karbon dioksida di industri baja dan pengurangan bijih besi dengan menggunakan hidrogen hijau, bukan karbon. Lihat di bawah ini untuk strategi dekarbonisasi lebih lanjut.

Penambangan dan ekstraksi

Penambangan batu bara dan bijih besi sangat boros energi, dan mengakibatkan banyak kerusakan lingkungan, mulai dari polusi, hilangnya keanekaragaman hayati, penggundulan hutan, dan emisi gas rumah kaca. Bijih besi dikirim dalam jarak yang sangat jauh ke pabrik-pabrik baja.

Tanur sembur

Untuk membuat baja murni, dibutuhkan besi dan karbon. Dengan sendirinya, besi tidak terlalu kuat, tetapi konsentrasi karbon yang rendah - kurang dari 1 persen, tergantung pada jenis baja - memberikan sifat-sifat penting pada baja. Karbon dalam baja diperoleh dari batu bara dan besi dari bijih besi. Namun, bijih besi adalah campuran dari besi dan oksigen, dan elemen-elemen lainnya. Untuk membuat baja, besi perlu dipisahkan dari oksigen dan sejumlah kecil karbon perlu ditambahkan. Keduanya dilakukan dengan melelehkan bijih besi pada suhu yang sangat tinggi (1.700 derajat Celcius atau lebih dari 3.000 derajat Fahrenheit) dengan adanya oksigen (dari udara) dan sejenis batu bara yang disebut kokas. Pada suhu tersebut, bijih besi melepaskan oksigennya, yang terbawa oleh karbon dari kokas dalam bentuk karbon dioksida.

Fe2O3(s) + 3 CO(g) → 2 Fe(s) + 3 CO2(g)

Reaksi ini terjadi karena kondisi energi karbon dioksida yang lebih rendah (menguntungkan) dibandingkan dengan oksida besi, dan suhu tinggi diperlukan untuk mencapai energi aktivasi untuk reaksi ini. Sejumlah kecil karbon berikatan dengan besi, membentuk besi kasar, yang merupakan perantara sebelum menjadi baja, karena memiliki kandungan karbon yang terlalu tinggi - sekitar 4%.

Dekarburisasi

Untuk mengurangi kandungan karbon dalam besi kasar dan mendapatkan kandungan karbon baja yang diinginkan, besi kasar dilebur kembali dan oksigen dihembuskan dalam proses yang disebut pembuatan baja oksigen dasar, yang terjadi di dalam sebuah ladle. Pada langkah ini, oksigen berikatan dengan karbon yang tidak diinginkan, membawanya pergi dalam bentuk gas karbon dioksida, sebuah sumber emisi tambahan. Setelah langkah ini, kandungan karbon dalam besi kasar diturunkan secara memadai dan diperoleh baja.

Kalsinasi

Emisi karbon dioksida lebih lanjut dihasilkan dari penggunaan batu kapur, yang dilelehkan pada suhu tinggi dalam reaksi yang disebut kalsinasi, yang memiliki reaksi kimia sebagai berikut:

CaCO3(s) → CaO(s) + CO2(g)

Karbon dioksida adalah sumber emisi tambahan dalam reaksi ini. Industri modern telah memperkenalkan kalsium oksida (CaO, kapur) sebagai penggantinya. Ini bertindak sebagai fluks kimia, menghilangkan kotoran (seperti Belerang atau Fosfor (misalnya apatit atau fluorapatit)) dalam bentuk terak dan menjaga emisi CO2 tetap rendah. Sebagai contoh, kalsium oksida dapat bereaksi untuk menghilangkan pengotor silikon oksida:

SiO2 + CaO → CaSiO3

Penggunaan batu kapur untuk menyediakan fluks ini terjadi baik di tanur tiup (untuk mendapatkan besi kasar) maupun dalam pembuatan baja oksigen dasar (untuk mendapatkan baja).

Ledakan panas

Emisi karbon dioksida lebih lanjut dihasilkan dari hot blast, yang digunakan untuk meningkatkan panas tanur tiup. Semburan panas memompa udara panas ke dalam tanur tiup di mana bijih besi direduksi menjadi besi kasar, sehingga membantu mencapai energi aktivasi yang tinggi. Suhu semburan panas dapat berkisar antara 900°C hingga 1300°C (1600°F hingga 2300°F) tergantung pada desain dan kondisi kompor. Minyak, tar, gas alam, batu bara bubuk dan oksigen juga dapat diinjeksikan ke dalam tungku untuk digabungkan dengan kokas untuk melepaskan energi tambahan dan meningkatkan persentase gas pereduksi yang ada, sehingga meningkatkan produktivitas. Jika udara dalam semburan panas dipanaskan dengan membakar bahan bakar fosil, yang sering terjadi, ini merupakan sumber tambahan emisi karbon dioksida.

Strategi untuk mengurangi emisi karbon

Industri baja menghasilkan 7-8% emisi CO2 yang dihasilkan manusia (hampir dua ton untuk setiap ton baja yang diproduksi), dan merupakan salah satu industri yang paling banyak mengonsumsi energi di bumi. Ada beberapa strategi pengurangan karbon dan dekarbonisasi dalam industri pembuatan baja, yang pada dasarnya adalah proses manufaktur yang digunakan. Pilihannya terbagi dalam tiga kategori umum: mengalihkan sumber energi dari bahan bakar fosil ke angin dan matahari; meningkatkan efisiensi pemrosesan; dan proses teknologi baru yang inovatif. Ketiganya dapat digunakan dalam kombinasi.

“Baja hijau” adalah istilah yang digunakan untuk memproduksi baja tanpa menggunakan bahan bakar fosil, yaitu produk tanpa emisi. Namun, tidak semua perusahaan yang mengklaim memproduksi baja hijau memenuhi kriteria ini. Beberapa hanya mengurangi emisi. Australia memproduksi hampir 40% bijih besi dunia, dan pemerintah, melalui Badan Energi Terbarukan Australia (ARENA), membantu mendanai banyak proyek penelitian yang melibatkan pembuatan besi yang dikurangi secara langsung (direct reduced ironmaking/DRI) untuk meningkatkan produksi baja dan besi ramah lingkungan. Perusahaan-perusahaan besar seperti Rio Tinto, BHP, dan BlueScope sedang mengembangkan proyek-proyek baja ramah lingkungan.

Emisi CO2 bervariasi menurut sumber energi. Ketika energi berkelanjutan seperti angin atau matahari digunakan untuk menggerakkan proses, baik dalam tungku busur listrik atau untuk membuat hidrogen sebagai bahan bakar, emisi dapat dikurangi secara dramatis. Proyek-proyek Eropa dari HYBRIT, LKAB, Voestalpine, dan ThyssenKrupp sedang mengejar strategi untuk mengurangi emisi. HYBRIT mengklaim menghasilkan “baja hijau” yang sesungguhnya.

Pemulihan gas atas di BF/BOF

Gas atas dari tanur tiup adalah gas yang biasanya dibuang ke udara selama pembuatan baja. Gas ini mengandung CO2 dan juga kaya akan zat pereduksi H2 dan CO. Gas atas dapat ditangkap, CO2 dihilangkan, dan zat pereduksi diinjeksikan kembali ke dalam tanur tiup. Sebuah studi pada tahun 2012 menunjukkan bahwa proses ini dapat mengurangi emisi CO2 BF sebesar 75%, sementara sebuah studi pada tahun 2017 menunjukkan bahwa emisi berkurang 56,5% dengan penangkapan dan penyimpanan karbon, dan berkurang 26,2% jika hanya daur ulang agen pereduksi yang digunakan. Agar karbon yang ditangkap tidak masuk ke atmosfer, metode penyimpanan atau penggunaannya harus ditemukan.

Cara lain untuk menggunakan gas buang adalah dengan menggunakan turbin pemulihan gas buang yang kemudian menghasilkan listrik, yang dapat digunakan untuk mengurangi intensitas energi dari proses tersebut, jika peleburan busur listrik digunakan. Karbon juga dapat ditangkap dari gas di dalam oven kokas. Pada tahun 2022, memisahkan CO2 dari gas dan komponen lain dalam sistem, serta tingginya biaya peralatan dan perubahan infrastruktur yang diperlukan, membuat strategi ini tetap minimal, tetapi potensi pengurangan emisi diperkirakan mencapai 65% hingga 80%.

Pembuatan besi tereduksi langsung H2

Sebagai alternatif, hidrogen dapat digunakan dalam tungku poros untuk mereduksi oksida besi. Hanya air yang dihasilkan sebagai produk sampingan dari reaksi antara oksida besi dan hidrogen, dan menghasilkan pembuatan besi yang bebas emisi. Dikenal sebagai reduksi langsung hidrogen (HDR), proses ini merupakan yang paling menonjol di antara teknologi baja ramah lingkungan. Hal ini berbeda dengan proses pembuatan baja konvensional, di mana karbon dalam kokas digunakan sebagai reduktor (untuk menghilangkan oksigen dari bijih besi), yang menghasilkan besi dan karbon dioksida. Ketika hidrogen dihasilkan dari sumber energi terbarukan sebagai reduktor alternatif dan bahan bakar, maka akan diperoleh keuntungan terbesar dalam emisi CO2. Pada tahun 2021, hanya ArcelorMittal di Prancis, Voestalpine di Austria, dan TATA di Belanda yang berkomitmen untuk menggunakan hidrogen hijau untuk membuat baja dari awal.

HDR digunakan dalam proyek HYBRIT di Swedia. Namun, pendekatan ini membutuhkan sejumlah besar energi terbarukan untuk menghasilkan hidrogen terbarukan yang dibutuhkan. Untuk Uni Eropa, diperkirakan bahwa permintaan hidrogen untuk pembuatan baja berbasis hidrogen akan membutuhkan 180 GW kapasitas terbarukan.

Elektrolisis bijih besi

Teknologi lain yang sedang berkembang adalah elektrolisis bijih besi, di mana zat pereduksi hanya berupa elektron dan bukan H2, CO, atau karbon. Salah satu metode untuk ini adalah elektrolisis oksida cair. Di sini, sel terdiri dari anoda inert, elektrolit oksida cair (CaO, MgO, dll.), dan baja cair. Saat dipanaskan, bijih besi direduksi menjadi besi dan oksigen. Boston Metal berada pada tahap semi-industri untuk proses ini, dengan rencana untuk mencapai komersialisasi pada tahun 2026. Memperluas pabrik percontohan di Woburn, Massachusetts, dan membangun fasilitas produksi di Brasil, perusahaan ini didirikan oleh profesor MIT Donald Sadoway dan Antoine Allanore.

Sebuah proyek penelitian yang melibatkan perusahaan baja ArcelorMittal menguji jenis proses elektrolisis bijih besi yang berbeda dalam proyek percontohan yang disebut Siderwin. Proses ini beroperasi pada suhu yang relatif rendah (sekitar 110°C), sedangkan proses Boston Metal beroperasi pada suhu tinggi (~1.600°C). Pada Maret 2023, ArcelorMittal sedang menyelidiki apakah perusahaan ingin meningkatkan teknologi dan membangun pabrik yang lebih besar, dan mengharapkan keputusan investasi pada tahun 2025.

Penggunaan skrap dalam BF/BOF

Scrap dalam pembuatan baja mengacu pada baja yang telah mencapai akhir masa pakainya, atau dihasilkan selama pembuatan komponen baja. Baja mudah dipisahkan dan didaur ulang karena daya tariknya yang melekat dan penggunaan scrap dapat menghindari emisi 1,5 ton CO2 untuk setiap ton scrap yang digunakan. Pada tahun 2023, baja memiliki salah satu tingkat daur ulang tertinggi dibandingkan material lainnya, dengan sekitar 30% baja dunia dibuat dari komponen daur ulang. Namun, baja tidak dapat didaur ulang selamanya, dan proses daur ulang, yang menggunakan tungku busur, menggunakan listrik.

Pengayaan H2 dalam BF/BOF

Di dalam tanur tiup, oksida besi direduksi oleh kombinasi CO, H2, dan karbon. Hanya sekitar 10% dari oksida besi yang direduksi oleh H2. Dengan proses pengayaan H2, proporsi oksida besi yang tereduksi oleh H2 meningkat, sehingga lebih sedikit karbon yang dikonsumsi dan lebih sedikit CO2 yang dikeluarkan. Proses ini dapat mengurangi emisi sekitar 20%.

Strategi lainnya

Proses pembuatan besi HIsarna telah dijelaskan di atas sebagai cara memproduksi besi dalam “tungku konverter siklon” tanpa langkah pra-pemrosesan choking/aglomerasi, yang mengurangi emisi CO2 sekitar 20%.

Salah satu ide spekulatif adalah proyek yang sedang berlangsung oleh SuSteel untuk mengembangkan teknologi plasma hidrogen yang mereduksi oksida dengan hidrogen, bukan dengan CO atau karbon, dan melelehkan besi pada temperatur operasi yang tinggi.

Dalam pembuatan baja, batu bara dan kokas digunakan untuk bahan bakar dan reduksi besi. Biomassa seperti arang atau pelet kayu adalah bahan bakar alternatif yang potensial, tetapi ini tidak benar-benar mengurangi emisi, karena biomassa yang terbakar masih mengeluarkan karbon, ini hanya menyediakan “penyeimbangan karbon”, di mana emisi “diperdagangkan” dengan penyerapan biomassa sumbernya, yang “mengimbangi” emisi sebesar 5% hingga 28% dari nilai CO2 saat ini. Penyeimbangan memiliki reputasi yang sangat rendah secara global, karena menebang pohon untuk membuat pelet atau arang tidak menyerap karbon, melainkan mengganggu penyerapan alami yang dilakukan oleh pohon. Penyeimbangan bukanlah pengurangan.

Prospek

Secara keseluruhan, ada sejumlah metode inovatif untuk mengurangi emisi CO2 dalam industri pembuatan baja. Beberapa di antaranya, seperti pemulihan gas atas dan penggunaan reduksi hidrogen dalam DRI/EAF sangat layak dengan tingkat infrastruktur dan teknologi saat ini. Metode lainnya, seperti plasma hidrogen dan elektrolisis bijih besi masih dalam tahap penelitian atau semi industri.

Disadur dari: en.wikipedia.org

Selengkapnya
Proses Pembuatan Baja: Sejarah, Metode Modern, dan Tantangan Lingkungan

Industri Logam

Pemerintah Papua Barat Daya Mendukung Investor China Bangun Pabrik Smelter Nikel dan Baja di KEK Sorong

Dipublikasikan oleh Cindy Aulia Alfariyani pada 06 Mei 2024


Sorong, Papua Barat Daya (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya sangat mendukung rencana investor asal China yang akan membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel serta pabrik baja di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sorong.

Staf Ahli Gubernur Bidang Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan, George Yarangga di Manokwari, Minggu, mengatakan pemerintah mendukung investasi di KEK Sorong guna mendorong pertumbuhan ekonomi.

“Pada dasarnya pemerintah daerah sangat mendukung kehadiran investor dari China,” jelasnya.

Investasi pembangunan smelter nikel dan pabrik baja tersebut diperlukan untuk mengoptimalkan KEK Sorong seperti yang ditargetkan pemerintah pusat, katanya.

Yarangga mengatakan Penjabat Gubernur Papua Barat Daya Muhammad Musa'ad berkomitmen untuk mengembangkan KEK Sorong untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di wilayah Papua.

“Penting untuk bersinergi dengan baik, agar pembangunan smelter nikel dan pabrik baja di KEK Sorong dapat berjalan dengan baik,” katanya.

Untuk itu, Pemerintah Papua Barat Daya, Pemerintah Kabupaten Sorong, dan Sheng Wei New Energy Technology mengadakan pertemuan terbatas di Kota Sorong pada Jumat (16 Maret) untuk membahas persiapan pembangunan pabrik smelter di KEK Sorong.

Menurut Yarangga, investasi tersebut merupakan peluang besar bagi KEK Sorong untuk tumbuh dan berkembang ke arah yang lebih baik.

Ia menjelaskan bahwa pemerintah provinsi dan pemerintah daerah telah berkolaborasi untuk mempersiapkan pembangunan smelter tersebut.

“Ketika ada masalah dalam proses investasi, kita harus selesaikan dengan campur tangan pemerintah agar proses percepatan investasi pabrik smelter ini bisa berjalan dengan baik,” katanya.

Direktur PT Sheng Wei New Energy Technology Ru Guo Sheng mengaku sangat senang dengan sambutan hangat terkait kesediaan perusahaannya untuk berinvestasi di KEK Sorong.

Menurutnya, dengan mengusung program ekonomi hijau, seluruh proses investasi dapat berjalan sesuai rencana.

Disadur dari: en.antaranews.com

Selengkapnya
Pemerintah Papua Barat Daya Mendukung Investor China Bangun Pabrik Smelter Nikel dan Baja di KEK Sorong

Industri Logam

Wakil Presiden Mendorong Peningkatan Kapasitas Produksi Industri Baja Nasional untuk Memenuhi Kebutuhan Dalam Negeri

Dipublikasikan oleh Cindy Aulia Alfariyani pada 06 Mei 2024


Jakarta (ANTARA) - Wakil Presiden Ma'ruf Amin meminta industri baja nasional untuk meningkatkan kapasitas produksinya agar dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri.

“Jangan sampai kebutuhan (baja) yang besar itu dipenuhi dari impor,” kata Amin dalam acara peresmian pabrik PT. Lautan Baja Indonesia di Kawasan Industri Balaraja, Tangerang, Banten, Jumat, menurut keterangan tertulis dari Sekretariat Wakil Presiden.

Menurut Amin, industri baja merupakan pendukung utama proyek-proyek pembangunan infrastruktur yang saat ini sedang berkembang, antara lain pembangunan jalan tol, bandara, pelabuhan, kereta api, pembangkit listrik, dan kilang minyak, termasuk ibu kota baru Nusantara.

Untuk itu, Wapres menggarisbawahi perlunya meningkatkan kapasitas produksi baja dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Beliau mencatat bahwa dalam lima tahun terakhir, seiring dengan masifnya pembangunan, permintaan baja nasional terus meningkat hingga 40 persen.

Dalam hal ini, Wapres juga menekankan beberapa aspek terkait upaya peningkatan kemandirian industri baja nasional.

“Pertama, terapkan secara tegas dan konsisten aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk produk baja guna mendukung pembangunan nasional dan mewujudkan kemandirian industri dalam negeri,” tegasnya.

Amin menilai ketegasan tersebut semakin diperlukan, mengingat pemerintah tengah gencar melakukan percepatan berbagai proyek infrastruktur, termasuk pembangunan ibu kota baru dan program kendaraan listrik.

Kedua, Wapres mengimbau para pelaku industri baja untuk menerapkan konsep industri hijau sebagai upaya menjaga kelestarian lingkungan dan sumber daya yang berkelanjutan.

“Untuk mencapai net zero emission pada tahun 2060 atau lebih cepat, saya minta industri baja nasional menjadi bagian integral dari ekonomi sirkular yang menerapkan konsep industri hijau,” tegasnya.

Lebih lanjut, Amin meminta industri baja untuk melakukan upaya peningkatan keterlibatan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

“Sebagai industri yang memiliki multiplier effect, saya minta industri baja nasional memberikan program dan insentif untuk memajukan UMKM serta mendukung UMKM untuk dapat masuk ke dalam rantai pasok industri,” tegasnya.

Disadur dari: en.antaranews.com

Selengkapnya
Wakil Presiden Mendorong Peningkatan Kapasitas Produksi Industri Baja Nasional untuk Memenuhi Kebutuhan Dalam Negeri
« First Previous page 6 of 8 Next Last »