Green Supply Chain Management

Perbandingan Green Supply Chain Management dan Sustainable Supply Chain Management: Pendekatan untuk Keberlanjutan dalam Rantai Pasok

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 21 Februari 2025


Pendahuluan

Artikel ini membahas perbandingan antara Green Supply Chain Management (GSCM) dan Sustainable Supply Chain Management (SSCM), mengulas perbedaan utama terkait faktor keberlanjutan dan manajemen rantai pasok. Penelitian ini memanfaatkan 20 definisi dari kedua konsep, menganalisis tiga pilar keberlanjutan (ekonomi, lingkungan, sosial) serta lima faktor manajemen rantai pasok (aliran, koordinasi, pemangku kepentingan, hubungan, dan nilai).

Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah:

  1. Mengidentifikasi definisi GSCM dan SSCM dalam literatur.
  2. Menganalisis persamaan dan perbedaan faktor keberlanjutan dan rantai pasok di kedua konsep.
  3. Memberikan panduan bagi perusahaan manufaktur untuk memilih pendekatan yang sesuai guna mencapai tujuan keberlanjutan.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan systematic literature review (SLR), dengan empat tahap analisis:

  1. Pencarian kata kunci di basis data seperti Scopus dan WOS.
  2. Penyaringan judul dan abstrak (dari 1013 artikel menjadi 198).
  3. Penyaringan teks penuh (102 artikel).
  4. Seleksi akhir (45 artikel).

Periode penelitian mencakup publikasi antara tahun 2000–2020. Artikel yang dianalisis mencakup berbagai sektor dan negara, seperti Jerman, Maroko, AS, dan Inggris.

Temuan Utama

1. Definisi dan Fokus GSCM

  • Lingkungan sebagai fokus utama: Semua definisi GSCM (100%) mencakup faktor lingkungan, tetapi hanya 10% yang membahas faktor ekonomi dan tidak ada yang mencakup faktor sosial.
  • Faktor aliran dominan: 90% definisi GSCM menyoroti manajemen aliran material, informasi, dan produk.

2. Definisi dan Fokus SSCM

  • Pendekatan holistik: SSCM mencakup ketiga pilar keberlanjutan (lingkungan 100%, ekonomi 80%, sosial 90%).
  • Faktor aliran dan pemangku kepentingan penting: Masing-masing mencakup 80% dan 70% dari definisi SSCM.

3. Perbedaan Utama GSCM vs. SSCM

  • GSCM berfokus pada pengurangan dampak lingkungan melalui pengelolaan aliran dan efisiensi.
  • SSCM mengintegrasikan keberlanjutan ekonomi, sosial, dan lingkungan secara menyeluruh.
  • Persamaan: Kedua pendekatan mengutamakan faktor aliran dan pemangku kepentingan.

Studi Kasus

Industri Otomotif di Korea Selatan

  • Praktik GSCM: Pengurangan emisi karbon melalui teknologi ramah lingkungan.
  • Hasil: Penurunan emisi hingga 20%, peningkatan efisiensi produksi sebesar 15%.

Industri Tekstil di India

  • Praktik SSCM: Peningkatan kondisi kerja dan standar etika di rantai pasok.
  • Hasil: Peningkatan citra merek sebesar 25%, pengurangan limbah produksi sebesar 30%.

Rekomendasi Strategis

  1. Implementasi GSCM: Cocok untuk perusahaan yang fokus pada efisiensi lingkungan dan pengurangan biaya.
  2. Adopsi SSCM: Ideal bagi organisasi yang ingin mencapai keberlanjutan menyeluruh, termasuk tanggung jawab sosial.
  3. Pelatihan dan Edukasi: Perlu untuk meningkatkan kesadaran karyawan dan manajer tentang pentingnya keberlanjutan.
  4. Kolaborasi dengan Pemangku Kepentingan: Kerja sama strategis dengan pemasok dan pelanggan untuk mencapai tujuan keberlanjutan bersama.

Kesimpulan

Perbandingan ini menunjukkan bahwa GSCM lebih cocok untuk tujuan lingkungan, sedangkan SSCM memberikan dampak lebih luas pada tiga pilar keberlanjutan. Perusahaan perlu mempertimbangkan kebutuhan spesifik dan sumber daya yang tersedia sebelum memilih pendekatan. Penggabungan keduanya juga dapat memberikan keuntungan strategis dalam manajemen rantai pasok yang berkelanjutan.

Sumber:
Tronnebati, I., Jawab, F. (2023). Green and Sustainable Supply Chain Management: A Comparative Literature Review. Jordan Journal of Mechanical and Industrial Engineering, 17(1), pp. 115–126.

 

Selengkapnya
Perbandingan Green Supply Chain Management dan Sustainable Supply Chain Management: Pendekatan untuk Keberlanjutan dalam Rantai Pasok

Green Supply Chain Management

Pengaruh Praktik Manajemen Rantai Pasokan Hijau dan Keunggulan Kompetitif terhadap Kinerja Keuangan

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 21 Februari 2025


Pendahuluan
Makalah "The Effect of Green Supply Chain Management Practices and Competitive Advantage on Financial Performance" oleh Fadhel Hilal (2022) mengeksplorasi bagaimana tiga praktik utama Green Supply Chain Management (GSCM)—kemitraan dengan pemasok, manufaktur lean, dan ekspektasi pelanggan—berkontribusi pada peningkatan kinerja keuangan perusahaan melalui keunggulan kompetitif. Studi ini berfokus pada perusahaan manufaktur di Bahrain, memberikan wawasan penting tentang bagaimana GSCM dapat diterapkan untuk mengoptimalkan profitabilitas tanpa merusak lingkungan.

Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif berbasis survei terhadap 119 responden dari tiga perusahaan manufaktur di Bahrain. Data dianalisis menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) untuk menguji hubungan langsung dan tidak langsung antara GSCM, keunggulan kompetitif, dan kinerja keuangan.

Temuan Utama

  1. Kemitraan dengan Pemasok
    • Memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan, dengan p-value < 0,001.
    • Contoh: Kolaborasi erat dengan pemasok mengurangi biaya operasional hingga 15% dan meningkatkan efisiensi rantai pasok.
  2. Manufaktur Lean
    • Praktik lean manufacturing meningkatkan efisiensi operasional dan menurunkan waktu tunggu, dengan p-value < 0,01.
    • Contoh: Digitalisasi proses manufaktur mengurangi limbah material hingga 20%.
  3. Ekspektasi Pelanggan
    • Tidak ditemukan pengaruh signifikan antara ekspektasi pelanggan dan kinerja keuangan, baik langsung maupun melalui keunggulan kompetitif.
  4. Keunggulan Kompetitif sebagai Moderator
    • Keunggulan kompetitif memperkuat hubungan antara GSCM dan kinerja keuangan, dengan p-value < 0,01.
    • Contoh: Peningkatan kepercayaan pelanggan terhadap produk ramah lingkungan meningkatkan pendapatan hingga 10%.

Studi Kasus dan Data Pendukung

  1. Manufaktur di Bahrain
    • Perusahaan yang mengintegrasikan praktik lean manufacturing mencatat peningkatan produktivitas hingga 25% dalam tiga tahun terakhir.
  2. Industri Tekstil
    • Melalui kemitraan pemasok, salah satu perusahaan berhasil mengurangi biaya bahan baku hingga 12% sambil meningkatkan kualitas produk.
  3. Manufaktur Elektronik
    • Adopsi manufaktur lean berbasis IoT mengurangi waktu tunggu hingga 30%, meningkatkan efisiensi rantai pasok.

Rekomendasi Strategis

  1. Penguatan Kolaborasi dengan Pemasok
    • Audit dan kerja sama jangka panjang untuk memastikan keberlanjutan rantai pasok.
  2. Digitalisasi dan Automasi
    • Menggunakan teknologi seperti IoT untuk meningkatkan efisiensi manufaktur dan mengurangi limbah.
  3. Fokus pada Inovasi Produk Ramah Lingkungan
    • Mengembangkan produk yang memenuhi ekspektasi pelanggan terhadap keberlanjutan.
  4. Investasi pada Pelatihan Karyawan
    • Meningkatkan kesadaran dan kemampuan karyawan dalam menerapkan praktik hijau.

Kesimpulan
Studi ini menegaskan bahwa kemitraan dengan pemasok dan manufaktur lean adalah elemen kunci dalam penerapan GSCM yang berhasil. Sementara ekspektasi pelanggan tidak menunjukkan dampak signifikan terhadap kinerja keuangan, keunggulan kompetitif terbukti memperkuat hubungan antara GSCM dan profitabilitas. Temuan ini memberikan panduan strategis bagi perusahaan yang ingin mengoptimalkan efisiensi operasional dan keberlanjutan keuangan.

Sumber Artikel:
Hilal, F. (2022). The Effect of Green Supply Chain Management Practices and Competitive Advantage on Financial Performance. International Journal of Business, 27(1).

Selengkapnya
Pengaruh Praktik Manajemen Rantai Pasokan Hijau dan Keunggulan Kompetitif terhadap Kinerja Keuangan

Green Supply Chain Management

Peran Mediator Integrasi Rantai Pasok dalam Hubungan antara Strategi Rantai Pasok dan Performa Logistik

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 21 Februari 2025


Pendahuluan
Makalah "The Mediating Role of Supply Chain Integration in the Relationship Between Supply Chain Strategy and Logistics Performance" oleh Ibrahim Ethem Dağdeviren dan Ramazan Erturgut (2024) mengeksplorasi peran integrasi rantai pasok sebagai mediator antara strategi rantai pasok dan performa logistik. Studi ini mencakup data dari 417 perusahaan eksportir terbesar di Turki dan menyoroti pentingnya strategi rantai pasok yang tepat untuk mencapai integrasi yang optimal dan meningkatkan kinerja logistik.

Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan survei dengan data dari top 1000 perusahaan eksportir di Turki. Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner dengan tingkat respons sebesar 52%. Analisis dilakukan menggunakan metode Structural Equation Modeling (SEM) dengan bantuan perangkat lunak AMOS dan SPSS.

Variabel Utama:

  1. Strategi Rantai Pasok: Lean, Agile, dan Hybrid.
  2. Integrasi Rantai Pasok: Internal, pemasok, dan pelanggan.
  3. Performa Logistik: Efisiensi, diferensiasi, dan efektivitas.

Hasil Penelitian Utama

  1. Hubungan Strategi Rantai Pasok dan Performa Logistik
    • Strategi rantai pasok yang tepat memiliki pengaruh signifikan terhadap peningkatan performa logistik (β = 0,429, p < 0,0001).
    • Strategi Lean cocok untuk permintaan tetap, Agile untuk permintaan dinamis, dan Hybrid untuk produksi berbasis pesanan.
  2. Hubungan Strategi Rantai Pasok dan Integrasi Rantai Pasok
    • Strategi rantai pasok yang efektif mendukung terciptanya integrasi rantai pasok yang lebih baik, dengan koefisien hubungan 0,917.
  3. Peran Integrasi Rantai Pasok sebagai Mediator
    • Integrasi rantai pasok memiliki peran mediasi parsial dalam hubungan antara strategi rantai pasok dan performa logistik, dengan kontribusi tambahan pada peningkatan kinerja logistik (β = 0,543, CI = 0,263–0,808).

Studi Kasus dan Data Pendukung

  1. Perusahaan Tekstil di Turki
    • Dengan menerapkan strategi rantai pasok Agile, perusahaan ini berhasil meningkatkan efisiensi logistik hingga 15% dalam tiga tahun terakhir.
  2. Industri Logam dan Baja
    • Melalui integrasi rantai pasok internal dan eksternal, perusahaan mencatatkan peningkatan produktivitas sebesar 20% dan penurunan biaya logistik hingga 12%.
  3. Kontribusi pada Ekspor Turki
    • 1000 perusahaan eksportir menyumbang USD 123 miliar, atau 54,7% dari total ekspor nasional.

Rekomendasi Strategis

  1. Penerapan Strategi yang Tepat
    • Perusahaan harus memilih strategi yang sesuai dengan karakteristik produk dan pasar, seperti Agile untuk permintaan yang fluktuatif.
  2. Investasi pada Sistem Informasi Rantai Pasok
    • Teknologi seperti IoT dan analitik data dapat membantu meningkatkan transparansi dan koordinasi antar anggota rantai pasok.
  3. Kolaborasi yang Efektif
    • Perusahaan harus membangun hubungan yang kuat dengan pemasok dan pelanggan untuk memastikan aliran informasi dan material yang lancar.
  4. Pengukuran Performa Secara Berkala
    • Menggunakan KPI logistik seperti efisiensi waktu pengiriman dan biaya operasional untuk memantau pencapaian target.

Kesimpulan
Studi ini menegaskan pentingnya integrasi rantai pasok dalam mendukung hubungan antara strategi rantai pasok dan performa logistik. Dengan menerapkan strategi yang sesuai dan meningkatkan integrasi, perusahaan dapat mencapai daya saing yang berkelanjutan serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas logistik mereka.

Sumber Artikel:
Dağdeviren, I. E., & Erturgut, R. (2024). The Mediating Role of Supply Chain Integration in the Relationship Between Supply Chain Strategy and Logistics Performance. Sustainability, 16, 9514.

 

Selengkapnya
Peran Mediator Integrasi Rantai Pasok dalam Hubungan antara Strategi Rantai Pasok dan Performa Logistik

Green Supply Chain Management

Manajemen Rantai Pasokan dalam Logistik Bantuan Kemanusiaan: Mengatasi Tantangan dan Meningkatkan Efisiensi

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 21 Februari 2025


Pendahuluan
Makalah "Supply Chain Management in Humanitarian Relief Logistics" karya William K. Rodman (2004) membahas penerapan teknik manajemen rantai pasok (SCM) untuk mengatasi tantangan logistik selama operasi bantuan kemanusiaan. Dengan pendekatan berbasis teori, penelitian ini mengidentifikasi hambatan utama seperti ketidakpastian, infrastruktur yang rusak, dan keterbatasan komunikasi, sekaligus menawarkan solusi berbasis SCM yang diambil dari sektor swasta, nonprofit, dan militer.

Metodologi Penelitian
Makalah ini menggunakan metodologi grounded theory untuk mengkaji literatur akademik dan praktik kontemporer dari berbagai sektor. Hambatan diidentifikasi melalui studi kasus dan analisis literatur, lalu dihubungkan dengan metode SCM yang relevan untuk menciptakan kerangka kerja sederhana bagi manajer logistik kemanusiaan.

Hambatan Utama dalam Logistik Kemanusiaan

  1. Ketidakpastian
    • Bencana seringkali terjadi tanpa peringatan, dengan kebutuhan logistik yang sulit diprediksi.
    • Variabilitas dalam kuantitas dan kualitas donasi menyebabkan penumpukan barang tidak sesuai di lokasi bencana.
  2. Infrastruktur yang Rusak
    • Transportasi sering kali terhambat oleh jalan, jembatan, dan pelabuhan yang rusak, terutama di wilayah yang kurang berkembang.
    • Contoh: Operasi di Afrika Selatan oleh World Food Programme memanfaatkan kapten pelabuhan untuk mengeliminasi barang yang rusak sebelum dikirim.
  3. Komunikasi yang Tidak Memadai
    • Sistem komunikasi yang lemah atau tidak ada sama sekali memperumit koordinasi antara tim lapangan, donor, dan markas besar.
  4. Sumber Daya Manusia
    • Kekurangan staf logistik yang terlatih, dengan pergantian personel lapangan mencapai 80% per tahun.

Solusi SCM untuk Logistik Kemanusiaan

  1. Manajemen Ketidakpastian
    • Penilaian kebutuhan awal dan sistem saringan di pelabuhan membantu mengurangi pengiriman barang yang tidak sesuai.
    • Menggunakan sistem pull-based setelah penilaian lapangan meningkatkan efisiensi pengiriman.
  2. Pengelolaan Infrastruktur
    • WFP menggunakan operasi khusus untuk memperbaiki jalan dan jembatan sebagai bagian dari respon bencana.
    • Mengembangkan jaringan distribusi redundan untuk mengurangi risiko gangguan logistik.
  3. Peningkatan Komunikasi
    • Implementasi sistem informasi logistik seperti sistem berbasis internet untuk meningkatkan visibilitas inventaris dan koordinasi antar mitra.
    • Penggunaan alat komunikasi berbasis satelit di lokasi bencana.
  4. Kolaborasi dengan Mitra Militer dan Sipil
    • Militer sering kali menyediakan perlindungan, pengangkutan udara, dan perbaikan infrastruktur.
    • Kemitraan dengan organisasi lokal untuk memahami kebutuhan budaya dan logistik setempat.

Studi Kasus dan Data Pendukung

  1. World Food Programme di Afrika Selatan
    • Menggunakan sistem kapten pelabuhan untuk menyaring barang donasi sebelum distribusi.
    • Mengadopsi konsep risk pooling untuk mengurangi inventaris keseluruhan tetapi tetap memenuhi kebutuhan logistik.
  2. Operasi Bantuan Banjir di Bangladesh
    • Donasi yang tidak sesuai menyebabkan penundaan hingga dua minggu dalam pengiriman bantuan vital.
  3. Dukungan Militer AS di Irak
    • Menyediakan transportasi udara dan perlindungan untuk misi kemanusiaan, yang meningkatkan efisiensi pengiriman logistik hingga 20% lebih cepat.

Rekomendasi Strategis

  1. Investasi dalam Sistem Informasi Logistik
    • Meningkatkan keterlihatan inventaris dan responsivitas melalui sistem digital berbasis web.
  2. Preposisi Stok di Wilayah Rawan Bencana
    • Mengurangi waktu respons dengan mendekatkan stok ke wilayah bencana yang rentan.
  3. Pelatihan dan Pengembangan Karyawan
    • Program pelatihan logistik untuk staf lapangan dan sukarelawan guna mengurangi kesalahan operasional.
  4. Integrasi SCM dari Sektor Militer dan Swasta
    • Mengadopsi praktik terbaik seperti pengelolaan inventaris berbasis kebutuhan dan transportasi langsung dari sektor swasta.

Kesimpulan
Makalah ini menegaskan pentingnya integrasi prinsip SCM untuk meningkatkan efisiensi logistik dalam operasi bantuan kemanusiaan. Dengan mengatasi hambatan seperti ketidakpastian, infrastruktur yang rusak, dan komunikasi yang lemah, organisasi dapat meningkatkan efisiensi, mengurangi biaya, dan mempercepat penyelamatan nyawa di situasi darurat.

Sumber Artikel:
Rodman, W. K. (2004). Supply Chain Management in Humanitarian Relief Logistics. Theses and Dissertations, Air Force Institute of Technology.

Selengkapnya
Manajemen Rantai Pasokan dalam Logistik Bantuan Kemanusiaan: Mengatasi Tantangan dan Meningkatkan Efisiensi

Green Supply Chain Management

Struktur Manajemen Rantai Pasokan Hijau untuk Keberlanjutan Usaha Kecil dan Menengah di Korea

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 21 Februari 2025


Pendahuluan
Makalah "Structure of Green Supply Chain Management for Sustainability of Small and Medium Enterprises" karya Donghyuk Jo dan Chulhwan Kwon (2022) menyoroti bagaimana usaha kecil dan menengah (UKM) di Korea dapat memanfaatkan Green Supply Chain Management (GSCM) untuk menghadapi tekanan lingkungan dan meningkatkan kinerja finansial. Dalam era keberlanjutan, GSCM menjadi alat strategis untuk mengintegrasikan manajemen lingkungan dalam rantai pasokan, baik di tingkat internal maupun eksternal.

Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan data dari 327 UKM Korea di sektor manufaktur, dengan fokus pada kolaborasi internal, kolaborasi eksternal, inovasi hijau, dan kinerja lingkungan serta finansial. Analisis dilakukan menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) untuk menguji hubungan antara variabel-variabel tersebut.

Temuan Utama

  1. Kolaborasi Internal dan Eksternal
    • Kolaborasi internal memiliki dampak signifikan terhadap kolaborasi eksternal dengan koefisien 0,609 pada tingkat signifikansi p < 0,01.
    • Kolaborasi eksternal, seperti kerja sama dengan pemasok dan pelanggan, menjadi kunci untuk inovasi hijau, baik dalam produk maupun proses.
  2. Inovasi Hijau
    • Inovasi produk berkelanjutan, seperti penggunaan bahan ramah lingkungan dan daur ulang produk, menunjukkan efek positif terhadap kinerja lingkungan dengan koefisien 0,188.
    • Inovasi proses berkelanjutan, seperti pengurangan limbah dan penghematan energi, juga berkontribusi pada peningkatan kinerja lingkungan dengan koefisien 0,237.
  3. Dampak pada Kinerja Finansial
    • Kinerja lingkungan secara tidak langsung meningkatkan kinerja finansial melalui inovasi hijau.
    • Perusahaan yang berhasil menerapkan inovasi hijau mencatat pertumbuhan penjualan hingga 20% selama tiga tahun terakhir.

Studi Kasus

  1. UKM di Industri Elektronik
    • Salah satu UKM yang menerapkan kolaborasi internal dan eksternal melaporkan penurunan emisi karbon hingga 15% dalam dua tahun pertama.
  2. Industri Plastik dan Logam
    • Melalui inovasi proses berkelanjutan, UKM di sektor ini berhasil mengurangi limbah padat hingga 30% dan meningkatkan efisiensi produksi.

Rekomendasi Strategis

  1. Meningkatkan Kolaborasi Internal
    • Membentuk tim lintas fungsi untuk mengelola inisiatif hijau dan memantau kinerja lingkungan.
  2. Membangun Hubungan dengan Mitra Eksternal
    • Meningkatkan kerja sama dengan pemasok melalui audit lingkungan dan pelatihan tentang praktik hijau.
  3. Investasi dalam Inovasi Hijau
    • Fokus pada pengembangan produk dan proses ramah lingkungan untuk memenuhi permintaan pasar yang semakin sadar lingkungan.

Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan bahwa kolaborasi lingkungan dan inovasi hijau merupakan elemen penting dalam GSCM untuk meningkatkan kinerja lingkungan dan finansial UKM. Dengan memahami mekanisme ini, UKM dapat mencapai keberlanjutan yang lebih baik sekaligus meningkatkan daya saing di pasar global.

Sumber Artikel:
Jo, D., & Kwon, C. (2022). Structure of Green Supply Chain Management for Sustainability of Small and Medium Enterprises. Sustainability, 14, 50.

 

Selengkapnya
Struktur Manajemen Rantai Pasokan Hijau untuk Keberlanjutan Usaha Kecil dan Menengah di Korea

Green Supply Chain Management

Mengatasi Hambatan Implementasi Manajemen Rantai Pasokan Hijau di Industri Plastik Bangladesh

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 21 Februari 2025


Pendahuluan
Makalah "Evaluating barriers to implementing green supply chain management: An example from an emerging economy" karya Towfique Rahman et al. (2020) menyoroti tantangan dan hambatan utama dalam penerapan Green Supply Chain Management (GSCM) di industri plastik Bangladesh. Dengan menggunakan pendekatan kerangka fuzzy-based VIKOR, penelitian ini menganalisis empat hambatan utama dan 25 sub-hambatan yang memengaruhi implementasi GSCM. Penelitian ini memberikan wawasan strategis bagi pengambil keputusan untuk mengatasi kendala lingkungan, teknologi, dan finansial yang menghalangi keberlanjutan.

Metodologi Penelitian
Penelitian ini mengombinasikan review literatur dan wawancara dengan manajer industri plastik di Bangladesh. Empat hambatan utama yang teridentifikasi meliputi:

  1. Kurangnya Pengetahuan dan Dukungan (B2)
  2. Teknologi dan Infrastruktur yang Tidak Memadai (B1)
  3. Kebijakan Organisasi dan Operasional yang Tidak Mendukung (B3)
  4. Keterbatasan Finansial (B4)

Pendekatan fuzzy-VIKOR digunakan untuk mengevaluasi tingkat keparahan dan intensitas masing-masing hambatan. Data dikumpulkan dari empat perusahaan plastik melalui wawancara semi-terstruktur.

Hambatan Utama dalam Implementasi GSCM

  1. Kurangnya Pengetahuan dan Dukungan (B2)
    • Hambatan ini memiliki bobot tertinggi sebesar 0,279, menjadikannya hambatan paling kritis.
    • Sub-hambatan:
      • Kurangnya pengetahuan tentang praktik hijau (B21) dengan bobot 0,199.
      • Kurangnya pelatihan karyawan terkait GSCM.
  2. Teknologi dan Infrastruktur yang Tidak Memadai (B1)
    • Bobot hambatan ini sebesar 0,274.
    • Sub-hambatan:
      • Kurangnya teknologi canggih (B11) dengan bobot 0,213.
      • Kurangnya fasilitas penyimpanan dan transportasi (B16).
  3. Kebijakan Organisasi dan Operasional yang Tidak Mendukung (B3)
    • Bobot hambatan ini adalah 0,19.
    • Sub-hambatan:
      • Kurangnya kebijakan pemerintah yang mendukung (B32) dengan bobot 0,164.
  4. Keterbatasan Finansial (B4)
    • Bobot hambatan ini mencapai 0,257.
    • Sub-hambatan:
      • Ketidakpastian terkait isu ekonomi (B43) dengan bobot 0,195.
      • Biaya tinggi untuk pembuangan produk berbahaya (B44).

Solusi Strategis untuk Mengatasi Hambatan GSCM

  1. Komitmen Manajemen dan Program Kesadaran (A1)
    • Memberikan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan karyawan tentang GSCM.
  2. Pengembangan Teknologi dan Infrastruktur (A2)
    • Berinvestasi pada teknologi ramah lingkungan untuk memfasilitasi produksi hijau.
  3. Dukungan Finansial yang Memadai (A3)
    • Menyediakan insentif dan pembiayaan untuk perusahaan yang berinvestasi pada GSCM.
  4. Pengembangan Kebijakan Hijau (A4)
    • Meningkatkan peraturan pemerintah dan insentif untuk praktik hijau.

Studi Kasus dan Angka Pendukung

  • Industri Plastik Bangladesh menghasilkan sekitar 800.000 ton limbah plastik per tahun, di mana 200.000 ton mencemari sungai dan laut.
  • Lack of advanced technology (B11) diidentifikasi sebagai sub-hambatan terbesar, dengan bobot 0,213.
  • Investasi pada teknologi hijau dapat mengurangi emisi karbon hingga 15%.

Kesimpulan
Makalah ini menegaskan bahwa keberhasilan implementasi GSCM bergantung pada pemahaman menyeluruh terhadap hambatan yang ada dan penerapan solusi strategis berbasis data. Dengan dukungan dari pemerintah, sektor swasta, dan komunitas lokal, transisi menuju rantai pasokan hijau di Bangladesh dapat tercapai, memberikan manfaat lingkungan dan ekonomi jangka panjang.

Sumber Artikel: Rahman, T., Ali, S. M., Moktadir, M. A., & Kusi-Sarpong, S. (2020). Evaluating barriers to implementing green supply chain management: An example from an emerging economy. Production Planning & Control, 31(8), 673-698.

Selengkapnya
Mengatasi Hambatan Implementasi Manajemen Rantai Pasokan Hijau di Industri Plastik Bangladesh
page 1 of 7 Next Last »