Green Supply Chain Management

Pengaruh Manajemen Rantai Pasokan Hijau terhadap Nilai Perusahaan: Peran Moderasi Risiko dan Inovasi Teknologi

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 20 Februari 2025


Pendahuluan
Penelitian "Green Supply Chain Management, Risk-Taking, and Corporate Value—Dual Regulation Effect Based on Technological Innovation Capability and Supply Chain Concentration" oleh Lingfu Zhang, Yongfang Dou, dan Hailing Wang (2023) mengkaji bagaimana implementasi manajemen rantai pasokan hijau (GSCM) dapat meningkatkan nilai perusahaan. Studi ini berfokus pada peran moderasi tingkat pengambilan risiko perusahaan (risk-taking level), kemampuan inovasi teknologi (technological innovation capability atau TIC), dan konsentrasi rantai pasokan (supply chain concentration atau SCC) sebagai faktor kunci yang memengaruhi efektivitas GSCM.

Dengan menggunakan data panel dari 131 perusahaan terdaftar di Tiongkok selama periode 2014–2021, penelitian ini memberikan wawasan tentang mekanisme kompleks yang menghubungkan GSCM, risiko, dan nilai perusahaan.

Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan model regresi panel untuk menganalisis data perusahaan yang dikumpulkan dari berbagai sumber, termasuk indeks CITI untuk mengukur tingkat implementasi GSCM. Variabel-variabel utama meliputi:

  • Variabel Dependen: Nilai perusahaan, diukur menggunakan Tobin’s Q.
  • Variabel Independen: Skor GSCM dari setiap perusahaan.
  • Variabel Moderator: Tingkat pengambilan risiko, kemampuan inovasi teknologi, dan konsentrasi rantai pasokan.

Temuan Utama

  1. Pengaruh Langsung GSCM terhadap Nilai Perusahaan
    • Implementasi GSCM terbukti meningkatkan nilai perusahaan secara signifikan.
    • Setiap peningkatan satu unit dalam skor GSCM meningkatkan nilai perusahaan sebesar 0,045 poin berdasarkan regresi dasar.
  2. Peran Moderasi Tingkat Pengambilan Risiko
    • Perusahaan dengan tingkat pengambilan risiko yang lebih tinggi dapat lebih efektif mengimplementasikan GSCM untuk meningkatkan nilai mereka.
    • Koefisien interaksi antara GSCM dan tingkat pengambilan risiko adalah 0,013, menunjukkan efek signifikan pada tingkat kepercayaan 1%.
  3. Dampak TIC dan SCC terhadap Moderasi Risiko
    • TIC Rendah: Perusahaan dengan inovasi teknologi rendah menunjukkan hubungan yang lebih kuat antara pengambilan risiko dan efektivitas GSCM.
    • SCC Tinggi: Konsentrasi rantai pasokan yang tinggi memperkuat dampak positif GSCM pada nilai perusahaan dengan meningkatkan stabilitas jaringan pasokan.

Diskusi dan Implikasi Praktis

  1. Inovasi Teknologi dan Biaya Risiko
    • Meskipun inovasi teknologi memiliki manfaat jangka panjang, kebutuhan investasi tinggi dapat meningkatkan risiko keuangan. Oleh karena itu, perusahaan dengan TIC rendah lebih mudah memanfaatkan GSCM tanpa menghadapi tekanan risiko besar.
  2. Stabilitas Melalui Konsentrasi Rantai Pasokan
    • SCC tinggi mencerminkan hubungan stabil antara pemasok dan pelanggan, mengurangi risiko operasional dan memungkinkan implementasi GSCM yang lebih lancar.
  3. Relevansi dengan Kebijakan Hijau Global
    • Penelitian ini mendukung inisiatif global seperti Strategi Net-Zero dan Perjanjian Paris, dengan menunjukkan bahwa GSCM tidak hanya ramah lingkungan tetapi juga meningkatkan daya saing perusahaan.

Studi Kasus dan Angka-Angka

  1. Implementasi GSCM di Perusahaan Manufaktur
    • Perusahaan manufaktur di Tiongkok dengan skor GSCM tinggi menunjukkan peningkatan nilai pasar hingga 18,3 kali lipat dibandingkan perusahaan dengan skor GSCM rendah.
  2. Sektor Non-Pencemar vs. Pencemar
    • Implementasi GSCM lebih efektif di perusahaan non-pencemar, dengan koefisien signifikan pada tingkat 5%.
  3. Teknologi dan Stabilitas Rantai Pasokan
    • Perusahaan dengan SCC tinggi mencatat pengurangan biaya transaksi hingga 15%, memungkinkan investasi lebih besar dalam strategi hijau.

Rekomendasi Strategis

  1. Optimalisasi Investasi Teknologi Hijau
    • Pemerintah dan regulator perlu menyediakan insentif untuk mengurangi risiko yang dihadapi perusahaan dengan tingkat inovasi teknologi rendah.
  2. Penguatan Kolaborasi dengan Mitra Pasokan
    • Perusahaan harus membangun hubungan stabil dengan pemasok dan pelanggan untuk meningkatkan SCC, yang akan memperkuat efektivitas GSCM.
  3. Edukasi Manajemen Risiko
    • Pelatihan khusus untuk meningkatkan kemampuan pengambilan risiko di kalangan manajer dapat memperluas manfaat GSCM pada perusahaan.

Kesimpulan
Penelitian ini menyimpulkan bahwa GSCM adalah strategi penting untuk meningkatkan nilai perusahaan, terutama dalam konteks ekonomi hijau global. Dengan memahami interaksi antara GSCM, risiko, TIC, dan SCC, perusahaan dapat merancang pendekatan yang lebih efektif untuk mencapai keberlanjutan ekonomi dan lingkungan.

Sumber Artikel:
Zhang, L., Dou, Y., & Wang, H. (2023). Green Supply Chain Management, Risk-Taking, and Corporate Value—Dual Regulation Effect Based on Technological Innovation Capability and Supply Chain Concentration. Frontiers in Environmental Science, Vol.11, 1096349.

Selengkapnya
Pengaruh Manajemen Rantai Pasokan Hijau terhadap Nilai Perusahaan: Peran Moderasi Risiko dan Inovasi Teknologi

Green Supply Chain Management

Hubungan antara Integrasi Rantai Pasokan Hijau dan Kinerja Keberlanjutan dalam Sektor Manufaktur

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 20 Februari 2025


Pendahuluan
Penelitian berjudul "The Relationship between Green Supply Chain Integration and Sustainable Performance" oleh Suheil Che Sobry (2021) meneliti bagaimana integrasi rantai pasokan hijau (Green Supply Chain Integration/GSCI) berkontribusi terhadap kinerja keberlanjutan dalam sektor manufaktur. Fokus utama kajian ini adalah pada integrasi pemasok, pelanggan, internal, logistik, dan teknologi. Dengan menggunakan sampel perusahaan manufaktur bersertifikasi ISO 14001 di Malaysia, studi ini memberikan wawasan mendalam tentang faktor-faktor yang memengaruhi keberlanjutan ekonomi, lingkungan, dan sosial.

Metodologi Penelitian
Penelitian ini melibatkan 107 perusahaan manufaktur sebagai responden. Data dikumpulkan melalui survei dan dianalisis menggunakan analisis korelasi Pearson serta regresi berganda. Penelitian ini membahas bagaimana setiap variabel dalam integrasi rantai pasokan hijau berkontribusi pada kinerja keberlanjutan perusahaan.

Hasil Penelitian

  1. Internal Integration
    • Hasil menunjukkan bahwa integrasi internal memiliki korelasi signifikan dengan keberlanjutan ekonomi dan lingkungan.
    • Misalnya, perusahaan yang memperbaiki koordinasi internal melaporkan penurunan emisi karbon sebesar 18%.
  2. Technology Integration
    • Teknologi menjadi faktor pendorong utama untuk keberlanjutan, dengan kontribusi terhadap efisiensi logistik dan pengurangan limbah.
    • Sebagai contoh, penggunaan IoT dalam rantai pasokan mengurangi biaya operasional hingga 12% per tahun.
  3. Logistics Integration
    • Integrasi logistik meningkatkan transparansi dan kecepatan distribusi, terutama dalam pengelolaan limbah industri.
    • Studi menunjukkan peningkatan efisiensi logistik hingga 25% pada perusahaan yang menerapkan praktik ini.
  4. Supplier and Customer Integration
    • Kolaborasi dengan pemasok dan pelanggan memberikan dampak positif pada keberlanjutan sosial, seperti pengurangan ketidakpuasan konsumen sebesar 15%.

Diskusi dan Implikasi
Penelitian ini menemukan bahwa integrasi internal dan teknologi merupakan prediktor terkuat dari kinerja keberlanjutan. Sementara itu, faktor logistik dan kolaborasi eksternal memainkan peran pendukung yang signifikan.

  1. Keberlanjutan Ekonomi:
    • Efisiensi biaya dan peningkatan daya saing perusahaan.
  2. Keberlanjutan Lingkungan:
    • Pengurangan emisi karbon dan pengelolaan limbah.
  3. Keberlanjutan Sosial:
    • Meningkatkan hubungan dengan pemangku kepentingan dan masyarakat.

Studi Kasus dan Angka-Angka

  1. Teknologi IoT di Industri Tekstil
    • Perusahaan tekstil di Malaysia yang menerapkan teknologi IoT melaporkan peningkatan efisiensi produksi hingga 20%.
  2. Kolaborasi dengan Pemasok di Sektor Elektronik
    • Peningkatan kualitas bahan baku melalui kerja sama pemasok mengurangi pengembalian produk sebesar 10%.
  3. Optimasi Logistik di Sektor Farmasi
    • Penggunaan logistik hijau memungkinkan pengurangan biaya distribusi hingga 15%.

Rekomendasi Strategis

  1. Investasi Teknologi Hijau
    Perusahaan harus fokus pada pengembangan teknologi untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi rantai pasokan.
  2. Peningkatan Kolaborasi Eksternal
    • Kerja sama yang lebih erat dengan pemasok dan pelanggan untuk memastikan keberlanjutan di seluruh rantai pasokan.
  3. Pendidikan dan Pelatihan Karyawan
    • Pelatihan tentang pentingnya keberlanjutan dapat mempercepat adopsi praktik hijau di perusahaan.

Kesimpulan
Artikel ini menunjukkan bahwa integrasi rantai pasokan hijau adalah langkah penting menuju keberlanjutan yang holistik. Dengan memanfaatkan teknologi dan meningkatkan kolaborasi internal serta eksternal, perusahaan dapat mencapai keberlanjutan ekonomi, lingkungan, dan sosial secara efektif.

Sumber Artikel:
Suheil Che Sobry (2021). The Relationship between Green Supply Chain Integration and Sustainable Performance. Othman Yeop Abdullah Graduate School of Business, Universiti Utara Malaysia.

 

Selengkapnya
Hubungan antara Integrasi Rantai Pasokan Hijau dan Kinerja Keberlanjutan dalam Sektor Manufaktur

Green Supply Chain Management

Praktik Berkelanjutan dalam Rantai Pasokan Perusahaan Multinasional: Studi Kasus Airbus, Nespresso, dan Sanofi

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 20 Februari 2025


Artikel "Sustainable Practices Implemented in the Supply Chain of Multinational Companies" oleh Laura Porras Cely (2023) menyoroti bagaimana perusahaan multinasional seperti Airbus, Nespresso, dan Sanofi mengadopsi praktik rantai pasokan berkelanjutan. Studi ini berfokus pada inovasi teknologi, penggunaan energi terbarukan, dan integrasi model ekonomi sirkular untuk mencapai keberlanjutan. Dengan menggunakan pendekatan studi kasus, artikel ini memberikan wawasan tentang strategi yang dapat diterapkan untuk mengurangi emisi karbon dan meningkatkan efisiensi logistik.

Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus pada tiga perusahaan multinasional: Airbus, Nespresso, dan Sanofi. Data dikumpulkan melalui wawancara semi-terstruktur dan analisis dokumen sekunder, termasuk laporan tahunan dan publikasi perusahaan.

Praktik Berkelanjutan dalam Rantai Pasokan

  1. Pengadaan Berkelanjutan
    • Keterlibatan dan Pelatihan Pemasok
      Perusahaan seperti Airbus memastikan keberlanjutan melalui kode etik pemasok dan audit rutin. “Proyek Next Era” Airbus, misalnya, adalah platform digital yang memungkinkan transparansi data di seluruh rantai pasokan mereka.
    • Ekonomi Sirkular dalam Pengadaan
      Nespresso bekerja dengan Aluminum Stewardship Initiative untuk menggunakan aluminium dari sumber yang lebih ramah lingkungan, sementara Sanofi melakukan audit keberlanjutan untuk memastikan standar tinggi pada pemasoknya.
  2. Produksi Berkelanjutan
    • Pengurangan Emisi GRK
      Airbus menerapkan program “High5+” untuk mengurangi konsumsi energi dan emisi CO2 di seluruh fasilitas mereka. Sanofi melaporkan penurunan emisi GRK sebesar 29% sejak 2019, dengan target pengurangan hingga 55% pada 2030.
    • Manajemen Limbah dan Daur Ulang
      Sanofi mencapai tingkat pemulihan limbah sebesar 86% pada 2022, dengan target mencapai 90% pada 2025. Nespresso juga mempromosikan daur ulang kapsul kopi melalui program koleksi kapsul di 88% titik penjualan global.
    • Penggunaan Energi Terbarukan
      Di pabrik Nespresso di Swiss, 100% energi berasal dari sumber terbarukan, termasuk panel surya dan sistem pemanfaatan ulang air hujan.
  3. Logistik Hijau
    • Mobilitas Hijau
      Nespresso menggunakan truk hidrogen untuk mengurangi emisi karbon dari logistik hingga 50% pada 2025. Airbus juga meningkatkan penggunaan Sustainable Aviation Fuel (SAF) hingga 50% pada 2030.
    • Logistik Terbalik
      Airbus melibatkan proses pembongkaran selektif yang memungkinkan 90% berat pesawat didaur ulang atau digunakan kembali.

Tantangan dalam Implementasi
Penelitian ini mengungkapkan beberapa hambatan, seperti:

  • Biaya Awal yang Tinggi: Investasi besar dalam teknologi hijau seringkali menjadi penghalang, terutama bagi perusahaan kecil.
  • Kendala Regulasi: Perbedaan kebijakan lingkungan di berbagai negara mempersulit standar global.
  • Kesadaran Pemasok: Tidak semua pemasok memiliki kemampuan untuk menerapkan standar keberlanjutan yang tinggi.

Rekomendasi Strategis

  1. Peningkatan Kolaborasi dengan Pemasok
    Perusahaan harus menjalin kemitraan yang lebih erat untuk memastikan keberlanjutan di seluruh rantai pasokan.
  2. Inovasi Teknologi Hijau
    Penggunaan teknologi seperti blockchain dan IoT dapat meningkatkan transparansi dan efisiensi logistik.
  3. Pendekatan Ekonomi Sirkular
    Perusahaan harus fokus pada daur ulang material dan pengurangan limbah untuk mendukung keberlanjutan jangka panjang.

Kesimpulan
Artikel ini menegaskan bahwa keberlanjutan dalam rantai pasokan adalah strategi yang esensial bagi perusahaan multinasional. Dengan mengintegrasikan praktik hijau di seluruh proses, perusahaan dapat mengurangi dampak lingkungan sekaligus meningkatkan daya saing mereka.

Sumber Artikel:
Laura Porras Cely (2023). Sustainable Practices Implemented in the Supply Chain of Multinational Companies. Dissertation, Universidade Católica Portuguesa.

 

Selengkapnya
Praktik Berkelanjutan dalam Rantai Pasokan Perusahaan Multinasional: Studi Kasus Airbus, Nespresso, dan Sanofi

Green Supply Chain Management

Faktor Pendorong Adopsi Green Supply Chain Management: Tinjauan Literatur dan Implikasinya

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 20 Februari 2025


Pendahuluan
Artikel berjudul "A Literature Review on Green Supply Chain Management Adoption Drivers" oleh Ilyas Masudin (2019) mengeksplorasi berbagai faktor pendorong dalam adopsi Green Supply Chain Management (GSCM). Melalui analisis terhadap 78 literatur utama, artikel ini mengidentifikasi dan membahas faktor internal dan eksternal yang mendorong adopsi GSCM, termasuk pada green procurement, green manufacturing, green distribution, dan reverse logistics. Penelitian ini menggarisbawahi pentingnya GSCM sebagai strategi keberlanjutan yang menguntungkan kinerja lingkungan, sosial, dan ekonomi perusahaan.

Metodologi
Artikel ini menggunakan metode systematic content analysis untuk menganalisis literatur dari tahun 1996 hingga 2019. Dengan kata kunci seperti "green procurement" dan "green manufacturing," penelitian ini mengumpulkan 94 artikel dari berbagai jurnal internasional, yang kemudian disaring menjadi 78 artikel relevan.

Hasil analisis menunjukkan distribusi artikel terbesar berasal dari Journal of Cleaner Production (15 artikel), diikuti International Journal of Production Economics (7 artikel). Temuan ini menunjukkan pentingnya literatur dalam membangun pemahaman tentang pendorong GSCM.

Faktor Pendorong Adopsi GSCM

  1. Green Procurement (Pengadaan Hijau)
    • Faktor pendorong internal: komitmen manajemen, pengurangan biaya, dan strategi keberlanjutan organisasi.
    • Faktor eksternal: tekanan pelanggan, persaingan pasar, dan regulasi pemerintah.
      Studi menunjukkan bahwa organisasi yang mengadopsi pengadaan hijau dapat mengurangi limbah hingga 30%, meningkatkan efisiensi operasional, dan memperbaiki reputasi perusahaan.
  2. Green Manufacturing (Manufaktur Hijau)
    • Faktor internal: manfaat finansial, inovasi produk, dan citra perusahaan.
    • Faktor eksternal: tekanan dari pelanggan dan pesaing, serta kewajiban regulasi.
      Misalnya, studi Ghazilla et al. (2015) menemukan bahwa regulasi dan inovasi adalah pendorong utama adopsi green manufacturing di Malaysia, dengan peningkatan efisiensi energi hingga 20%.
  3. Green Distribution (Distribusi Hijau)
    • Penerapan distribusi ramah lingkungan, seperti logistik terbalik dan optimasi rute pengiriman, telah membantu perusahaan mengurangi emisi karbon hingga 5% (Palmer, 2007).
    • Faktor eksternal seperti kesadaran masyarakat dan tekanan pasar mendorong adopsi distribusi hijau.
  4. Reverse Logistics (Logistik Terbalik)
    • Faktor internal: tekanan pelanggan, tanggung jawab sosial perusahaan, dan pengurangan biaya operasional.
    • Faktor eksternal: regulasi lingkungan dan kompetisi pasar.
      Contoh signifikan datang dari perusahaan elektronik di Cina, yang berhasil meningkatkan tingkat daur ulang hingga 15% melalui reverse logistics.

Dampak Adopsi GSCM terhadap Kinerja Perusahaan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa adopsi GSCM memberikan dampak positif pada:

  • Kinerja Lingkungan: Pengurangan emisi karbon rata-rata 10%-15%.
  • Kinerja Sosial: Peningkatan hubungan dengan pemangku kepentingan dan kepuasan pelanggan.
  • Kinerja Ekonomi: Pengurangan biaya operasional hingga 25%, terutama dalam logistik dan produksi.

Rekomendasi Strategis

  1. Kolaborasi dengan Mitra Rantai Pasokan
    Perusahaan perlu menjalin kemitraan strategis dengan pemasok untuk memastikan keberlanjutan pada semua tahap rantai pasokan.
  2. Penguatan Regulasi dan Kebijakan
    Pemerintah harus memberikan insentif kepada perusahaan yang mengadopsi praktik GSCM, seperti potongan pajak untuk teknologi ramah lingkungan.
  3. Peningkatan Kesadaran dan Edukasi
    Kampanye edukasi untuk konsumen dan pelatihan bagi karyawan akan meningkatkan adopsi praktik hijau.

Kesimpulan
Artikel ini menyimpulkan bahwa adopsi GSCM dipengaruhi oleh kombinasi faktor internal dan eksternal, dengan dampak signifikan pada keberlanjutan perusahaan. Dengan memahami dan mengatasi hambatan dalam adopsi GSCM, organisasi dapat memperkuat daya saing sekaligus berkontribusi pada pelestarian lingkungan.

Sumber Artikel: Masudin, I. (2019). A Literature Review on Green Supply Chain Management Adoption Drivers. Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol.18(2), 103-115,

Selengkapnya
Faktor Pendorong Adopsi Green Supply Chain Management: Tinjauan Literatur dan Implikasinya

Green Supply Chain Management

Dampak Praktik Rantai Pasokan Hijau terhadap Citra Perusahaan: Peran Komunikasi Hijau sebagai Mediator

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 20 Februari 2025


Pendahuluan
Artikel berjudul "Impact of Green Supply Chain Management Practices on Corporate Image: Mediating Role of Green Communications" oleh Aslam, Waseem, dan Khurram (2019) mengeksplorasi dampak positif dari praktik rantai pasokan hijau (GSCM) terhadap citra perusahaan. Penelitian ini juga menyoroti pentingnya komunikasi hijau dalam memperkuat hubungan antara praktik GSCM dan reputasi korporasi. Berdasarkan teori Natural Resource-Based View (NRBV), studi ini membuktikan bahwa adopsi GSCM tidak hanya mendukung keberlanjutan lingkungan tetapi juga menciptakan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan melalui citra perusahaan yang lebih positif.

Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan survei sebagai metode pengumpulan data. Sampel terdiri dari 120 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Pakistan, dengan 95 respons yang digunakan dalam analisis. Teknik Partial Least Squares Structural Equation Modeling (PLS-SEM) digunakan untuk menguji hubungan antara variabel.

Praktik Rantai Pasokan Hijau dan Citra Perusahaan
Praktik GSCM dikelompokkan menjadi:

  1. Internal Green Practices
    • Internal Environment Management (IEM): Komitmen manajerial untuk keberlanjutan.
    • Eco-Design: Desain produk untuk meminimalkan dampak lingkungan sepanjang siklus hidupnya.
  2. External Green Practices
    • Green Purchasing: Pengadaan material ramah lingkungan.
    • Customer Cooperation: Kolaborasi dengan pelanggan untuk produk yang lebih ramah lingkungan.
    • Investment Recovery: Daur ulang dan pemanfaatan kembali material sisa.

Hasil Utama Penelitian

  1. Internal Green Practices dan Citra Perusahaan
    Studi ini tidak menemukan hubungan signifikan antara internal green practices dan citra perusahaan, baik langsung maupun melalui komunikasi hijau. Hal ini menunjukkan bahwa internal practices membutuhkan dukungan eksternal untuk berdampak pada reputasi.
  2. External Green Practices dan Citra Perusahaan
    External practices seperti green purchasing dan customer cooperation memiliki pengaruh signifikan terhadap citra perusahaan, dimediasi sepenuhnya oleh komunikasi hijau. Koefisien indirect effect sebesar 0,357 menunjukkan peran penting komunikasi dalam memperkuat hubungan ini.
  3. Komunikasi Hijau sebagai Mediator
    Komunikasi hijau mencakup kampanye pemasaran dan penyebaran informasi tentang inisiatif lingkungan perusahaan. Responden melaporkan bahwa komunikasi yang transparan membantu meningkatkan kepercayaan pelanggan dan menciptakan citra yang lebih positif.

Studi Kasus dan Angka-Angka

  1. Green Purchasing
    Perusahaan manufaktur tekstil di Pakistan yang mengadopsi pengadaan hijau melaporkan pengurangan limbah hingga 20% dan peningkatan kepuasan pelanggan.
  2. Customer Cooperation
    Kolaborasi dengan pelanggan pada desain ulang produk menghasilkan pengurangan emisi karbon sebesar 15% dalam sektor elektronik.
  3. Investment Recovery
    Dalam sektor farmasi, implementasi investasi pemulihan memungkinkan perusahaan untuk mendaur ulang hingga 25% material sisa, mengurangi biaya produksi secara signifikan.

Implikasi Praktis dan Strategis

  1. Kolaborasi dengan Konsumen
    Perusahaan harus memanfaatkan feedback pelanggan untuk meningkatkan produk ramah lingkungan.
  2. Komunikasi yang Konsisten
    Kampanye komunikasi yang menonjolkan inisiatif hijau membantu membangun kepercayaan dan loyalitas pelanggan.
  3. Dukungan Manajerial
    Komitmen dari pimpinan perusahaan diperlukan untuk mendorong adopsi GSCM secara efektif.

Kesimpulan
Artikel ini menegaskan bahwa praktik rantai pasokan hijau, khususnya yang bersifat eksternal, memainkan peran penting dalam menciptakan citra perusahaan yang positif. Namun, komunikasi hijau menjadi elemen kunci dalam menghubungkan GSCM dengan reputasi korporasi. Penelitian ini memberikan panduan berharga bagi perusahaan yang ingin mengintegrasikan keberlanjutan dalam strategi bisnis mereka.

Sumber Artikel:
Aslam, M. M. H., Waseem, M., & Khurram, M. (2019). Impact of Green Supply Chain Management Practices on Corporate Image: Mediating Role of Green Communications. Pakistan Journal of Commerce and Social Sciences, Vol. 13(3), 581–598.

 

Selengkapnya
Dampak Praktik Rantai Pasokan Hijau terhadap Citra Perusahaan: Peran Komunikasi Hijau sebagai Mediator

Green Supply Chain Management

Pengukuran Performa Closed-Loop Supply Chain di Negara Berkembang: Kerangka Kerja dan Studi Kasus

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 20 Februari 2025


Artikel yang diterbitkan di Resources, Conservation & Recycling (2018) ini membahas tentang pengukuran performa dari closed-loop supply chains (CLSC), khususnya dalam konteks emerging economy (negara berkembang). Govindan, Mina, dan Sajjad berfokus pada pengembangan kerangka kerja pengukuran komprehensif untuk CLSC, yang mencakup aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial. Artikel ini bertujuan untuk membantu perusahaan di negara berkembang dalam menerapkan dan mengelola CLSC secara efektif.

Latar Belakang dan Permasalahan

Konsep circular economy semakin populer sebagai pendekatan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. CLSC merupakan elemen kunci dari circular economy, yang bertujuan untuk meminimalkan limbah dan memaksimalkan nilai sumber daya melalui daur ulang, remanufacturing, dan reuse. Meskipun CLSC telah banyak dipelajari dalam konteks negara maju, implementasinya di negara berkembang menghadapi tantangan unik, seperti kurangnya infrastruktur, regulasi yang lemah, dan kesadaran konsumen yang rendah.

Pengukuran performa CLSC sangat penting untuk memantau kemajuan, mengidentifikasi area perbaikan, dan membuat keputusan yang tepat. Namun, kerangka kerja pengukuran yang ada seringkali tidak komprehensif atau tidak sesuai untuk konteks negara berkembang. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan kerangka kerja pengukuran yang komprehensif dan relevan untuk CLSC di negara berkembang.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan mixed-methods, menggabungkan literature review dengan studi kasus. Literature review digunakan untuk mengidentifikasi metrik performa CLSC yang relevan. Studi kasus dilakukan pada tiga perusahaan di India yang telah menerapkan CLSC. Data dikumpulkan melalui wawancara, observasi, dan analisis dokumen.

Kerangka Kerja Pengukuran Performa CLSC

Studi ini mengembangkan kerangka kerja pengukuran performa CLSC yang komprehensif, yang mencakup tiga dimensi keberlanjutan:

  1. Ekonomi: Metrik ekonomi meliputi biaya, pendapatan, profitabilitas, ROI, dan pangsa pasar. Metrik ini mencerminkan efisiensi dan efektivitas operasional CLSC.
  2. Lingkungan: Metrik lingkungan meliputi penggunaan energi, emisi gas rumah kaca, penggunaan air, produksi limbah, dan penggunaan bahan daur ulang. Metrik ini mencerminkan dampak lingkungan dari CLSC.
  3. Sosial: Metrik sosial meliputi kesehatan dan keselamatan kerja, penciptaan lapangan kerja, kesejahteraan masyarakat, dan kepuasan pelanggan. Metrik ini mencerminkan dampak sosial dari CLSC.

Studi Kasus dan Angka-Angka

Studi kasus dilakukan pada tiga perusahaan di India yang telah menerapkan CLSC:

  • Perusahaan Elektronik: Perusahaan ini menerapkan CLSC untuk daur ulang limbah elektronik (e-waste). Hasilnya, perusahaan berhasil mengurangi biaya pembuangan limbah, meningkatkan pendapatan dari penjualan bahan daur ulang, dan mengurangi dampak lingkungan. Contoh angka: Perusahaan berhasil mendaur ulang 90% e-waste yang dikumpulkan.
  • Perusahaan Manufaktur: Perusahaan ini menerapkan CLSC untuk remanufacturing produk yang rusak. Hasilnya, perusahaan berhasil mengurangi biaya produksi, meningkatkan kualitas produk, dan memperpanjang umur produk. Contoh angka: Biaya remanufacturing 50% lebih rendah daripada biaya produksi produk baru.
  • Perusahaan Pakaian: Perusahaan ini menerapkan CLSC untuk mengumpulkan dan mendaur ulang pakaian bekas. Hasilnya, perusahaan berhasil mengurangi limbah tekstil, meningkatkan kesadaran konsumen, dan membangun citra merek yang positif. Contoh angka: Perusahaan berhasil mengumpulkan 10 ton pakaian bekas setiap bulan.

Implikasi Teoritis dan Manajerial

Penelitian ini memberikan kontribusi teoretis dengan mengembangkan kerangka kerja pengukuran performa CLSC yang komprehensif. Secara manajerial, penelitian ini menawarkan panduan bagi perusahaan di negara berkembang tentang bagaimana menerapkan dan mengelola CLSC secara efektif. Kerangka kerja pengukuran ini dapat digunakan untuk memantau kemajuan, mengidentifikasi area perbaikan, dan membuat keputusan yang tepat.

Opini dan Analisis Tambahan

Artikel ini menyoroti pentingnya pendekatan holistik dan terintegrasi untuk pengukuran performa CLSC. Dengan mempertimbangkan aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial, perusahaan dapat memperoleh gambaran yang lebih lengkap tentang dampak CLSC. Selain itu, artikel ini menekankan pentingnya adaptasi kerangka kerja pengukuran dengan konteks spesifik negara berkembang.

Keterbatasan dan Penelitian Masa Depan

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, studi kasus hanya dilakukan pada tiga perusahaan di India, yang membatasi kemampuan untuk menggeneralisasi temuan ke konteks lain. Kedua, penelitian ini tidak mempertimbangkan faktor-faktor kontekstual yang memengaruhi implementasi CLSC, seperti kebijakan pemerintah dan infrastruktur. Penelitian masa depan dapat mengatasi keterbatasan ini dengan melakukan studi kasus pada lebih banyak perusahaan di berbagai negara berkembang dan mempertimbangkan faktor-faktor kontekstual.

Kesimpulan

Secara keseluruhan, artikel ini memberikan kontribusi yang berharga bagi pemahaman kita tentang pengukuran performa CLSC dalam konteks negara berkembang. Penelitian ini mengembangkan kerangka kerja pengukuran yang komprehensif dan relevan untuk CLSC, serta memberikan panduan praktis bagi perusahaan yang ingin menerapkan dan mengelola CLSC secara efektif.

Sumber:

Govindan, K., Mina, H., & Sajjad, A. (2018). Measuring the Performance of Closed-Loop Supply Chain: An Emerging Economy Context. Resources, Conservation & Recycling, 132, 279-290.

 

Selengkapnya
Pengukuran Performa Closed-Loop Supply Chain di Negara Berkembang: Kerangka Kerja dan Studi Kasus
« First Previous page 608 of 1.101 Next Last »