Pengukuran Kinerja dan Optimasi dalam Rantai Pasok

Dampak Dinamis Inflasi terhadap Rantai Pasok dan Daya Saing: Analisis Bibliometrik dan Ekonometrik

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 07 Maret 2025


Pendahuluan

Dalam ekonomi global yang semakin tidak stabil, inflasi menjadi tantangan utama dalam rantai pasok. Kenaikan harga bahan baku, gangguan logistik, dan perubahan kebijakan moneter mempengaruhi efisiensi bisnis. Penelitian yang dilakukan oleh Chenxi Zhang, Zeshui Xu, Xunjie Gou, dan Marinko Škare mengkaji bagaimana berbagai indikator inflasi berdampak pada penelitian manajemen rantai pasok (SCM) dan daya saing perusahaan.

Penelitian ini berfokus pada dua pendekatan utama, yaitu analisis bibliometrik dan ekonometrik. Analisis bibliometrik digunakan untuk mengidentifikasi tren penelitian SCM selama beberapa dekade terakhir, sedangkan analisis ekonometrik menggunakan model VAR (Vector Autoregression) untuk mengevaluasi hubungan antara inflasi dan SCM. Hasil studi menunjukkan bahwa inflasi dan SCM memiliki hubungan dua arah, di mana inflasi mempengaruhi strategi rantai pasok, sementara inovasi dalam SCM juga berkontribusi dalam mengatasi tekanan inflasi.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua pendekatan utama:

  1. Analisis Bibliometrik
    • Data dikumpulkan dari database akademik JSTOR untuk mengidentifikasi tren penelitian SCM dari tahun 1980 hingga 2021.
    • Fokus pada 12 istilah utama dalam SCM, seperti "Logistik", "Transportasi", "Persediaan", dan "Distribusi".
    • Hasilnya menunjukkan bahwa penelitian tentang SCM meningkat signifikan dalam beberapa dekade terakhir, terutama saat terjadi lonjakan inflasi global.
  2. Analisis Ekonometrik
    • Data enam indikator inflasi dari 1980 hingga 2021 digunakan untuk menganalisis dampaknya terhadap penelitian SCM.
    • Model yang digunakan mencakup Granger Causality Test, Impulse Response Functions, dan Forecast Error Variance Decompositions (FEVD).
    • Hasilnya menunjukkan bahwa inflasi energi memiliki dampak paling besar terhadap manajemen rantai pasok, diikuti oleh inflasi pangan dan inflasi harga produsen.

Dampak Inflasi terhadap Rantai Pasok

Penelitian ini menemukan bahwa inflasi memiliki efek langsung dan tidak langsung terhadap manajemen rantai pasok, dengan beberapa temuan utama:

  1. Inflasi Energi dan Rantai Pasok
    • Kenaikan harga energi berdampak signifikan pada biaya logistik, distribusi, dan transportasi.
    • Studi menunjukkan bahwa kenaikan inflasi energi 1% menyebabkan penurunan efisiensi transportasi SCM sebesar 0,43%.
    • Perusahaan yang berinvestasi dalam teknologi efisiensi energi memiliki biaya operasional 30% lebih rendah dibandingkan yang tidak.
  2. Inflasi Pangan dan Manajemen Persediaan
    • Ketidakstabilan harga pangan menyebabkan ketidakpastian dalam manajemen rantai pasok sektor agribisnis dan retail.
    • Kenaikan inflasi pangan 1% menyebabkan peningkatan 0,08% dalam penelitian terkait persediaan SCM karena perusahaan berusaha mengoptimalkan rantai pasok mereka.
  3. Inflasi Harga Produsen dan Efisiensi Produksi
    • Kenaikan harga bahan baku mempengaruhi kapasitas produksi dan efisiensi manufaktur.
    • Hasil studi menunjukkan bahwa inflasi harga produsen 1% menyebabkan penurunan efisiensi produksi sebesar 0,29%.

Studi Kasus: Bagaimana Perusahaan Mengatasi Dampak Inflasi

Studi ini juga membahas bagaimana perusahaan dari berbagai industri menghadapi dampak inflasi terhadap rantai pasok mereka:

  1. Industri Otomotif
    • Toyota menggunakan strategi Just-in-Time (JIT) untuk mengurangi biaya persediaan saat terjadi lonjakan harga bahan baku.
    • Hasilnya, Toyota berhasil mengurangi biaya produksi hingga 20% selama krisis energi.
  2. Industri Retail
    • Walmart menggunakan big data dan prediksi permintaan berbasis AI untuk mengoptimalkan stok barang selama inflasi tinggi.
    • Ini membantu Walmart menghindari kehabisan stok hingga 35% lebih efektif dibandingkan pesaingnya.
  3. Industri Teknologi
    • Apple menghadapi kenaikan biaya produksi akibat inflasi bahan baku dengan mendiversifikasi pemasok dan mengoptimalkan rantai pasok global.
    • Strategi ini memungkinkan Apple meningkatkan margin keuntungan meskipun harga komponen naik 15%.

Implikasi Penelitian bagi Bisnis dan Ekonomi

Hasil penelitian ini memberikan beberapa implikasi penting bagi bisnis dan ekonomi global:

  1. Strategi Rantai Pasok yang Lebih Fleksibel
    • Perusahaan harus meningkatkan fleksibilitas rantai pasok mereka dengan mengadopsi diversifikasi pemasok dan strategi rantai pasok digital.
  2. Investasi dalam Teknologi dan Automasi
    • Menggunakan AI dan IoT untuk prediksi permintaan dapat membantu mengurangi dampak inflasi terhadap stok barang dan logistik.
  3. Kebijakan Ekonomi yang Adaptif
    • Pemerintah dapat mengurangi tekanan inflasi dengan meningkatkan efisiensi logistik nasional dan menurunkan hambatan perdagangan.

Kesimpulan

Studi ini menunjukkan bahwa inflasi memiliki dampak signifikan terhadap rantai pasok dan daya saing bisnis. Kenaikan harga energi, pangan, dan bahan baku mempengaruhi efisiensi rantai pasok secara langsung. Namun, penelitian ini juga menemukan bahwa SCM yang efisien dapat membantu perusahaan beradaptasi terhadap inflasi, mengurangi biaya operasional, dan meningkatkan daya saing mereka.

Dengan mengadopsi strategi SCM berbasis teknologi dan fleksibilitas pemasok, perusahaan dapat mengurangi dampak negatif inflasi dan tetap kompetitif di pasar global. Studi ini memberikan wawasan berharga bagi perusahaan, akademisi, dan pembuat kebijakan dalam menghadapi tantangan ekonomi yang semakin kompleks.

Sumber Referensi : Zhang, C., Xu, Z., Gou, X., & Škare, M. The Dynamic Impact of Inflation on Supply Chain and Competitiveness: Bibliometric and Econometric Analysis. Journal of Competitiveness, 2023.

 

Selengkapnya
Dampak Dinamis Inflasi terhadap Rantai Pasok dan Daya Saing: Analisis Bibliometrik dan Ekonometrik

Pengukuran Kinerja dan Optimasi dalam Rantai Pasok

Optimalisasi Kinerja Rantai Pasok dengan Model SCOR: Studi Kasus Industri Batik

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 07 Maret 2025


Pendahuluan

Persaingan bisnis yang semakin ketat menuntut perusahaan untuk meningkatkan efisiensi dalam rantai pasoknya. Pengukuran kinerja rantai pasok menjadi langkah penting dalam mengevaluasi efisiensi operasional serta menemukan titik-titik perbaikan. Paper berjudul Supply Chain Performance Measurement with Supply Chain Operation References Approach (A Case Study in a Batik Company) oleh Novie Susanto, Ratna Purwaningsih, Rani Rumita, dan Emanuela Septia membahas bagaimana model SCOR (Supply Chain Operations Reference) digunakan untuk mengukur dan meningkatkan kinerja rantai pasok di industri batik.

Penelitian ini menyoroti permasalahan yang dihadapi oleh CV. PT, sebuah perusahaan batik di Solo, Jawa Tengah, dalam hal ketidaksesuaian bahan baku dan masalah dalam produksi yang menyebabkan penurunan produktivitas. Dengan menggunakan model SCOR, penelitian ini mengevaluasi lima proses utama dalam rantai pasok, yaitu plan, source, make, deliver, dan return, untuk mengidentifikasi titik-titik lemah serta menyusun strategi peningkatan kinerja.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan model SCOR untuk mengukur kinerja rantai pasok dengan indikator Key Performance Indicators (KPI). Model SCOR yang digunakan adalah versi 12.0, yang merupakan pengembangan dari versi sebelumnya dengan tambahan sub-atribut untuk evaluasi yang lebih mendalam.

Tiga tahap utama dalam penelitian ini meliputi:

  1. Validasi KPI, dilakukan melalui kuesioner kepada enam responden dari berbagai divisi perusahaan, termasuk direktur utama, kepala produksi, kepala pengadaan, serta staf pengadaan dan pengiriman. Dari 38 KPI yang diajukan, hanya 25 KPI yang tervalidasi sebagai relevan dengan kondisi perusahaan.
  2. Penilaian kinerja menggunakan metode Snorm De Boer, yang mengubah data tahunan perusahaan menjadi skor terstandarisasi dalam rentang 0-100, dengan nilai tertinggi sebagai pencapaian terbaik dan nilai terendah sebagai pencapaian terburuk.
  3. Penentuan bobot KPI dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP), di mana manajemen perusahaan melakukan perbandingan berpasangan untuk menentukan bobot kepentingan setiap KPI.

Evaluasi Kinerja Rantai Pasok dengan Model SCOR

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa total kinerja rantai pasok CV. PT adalah 69,983, yang masuk dalam kategori rata-rata. Ini berarti perusahaan memiliki banyak ruang untuk perbaikan guna meningkatkan efisiensi operasionalnya.

Penelitian ini menemukan beberapa permasalahan utama yang menyebabkan kinerja rantai pasok CV. PT belum optimal:

  1. Ketidaksesuaian spesifikasi bahan baku, terutama pada kualitas kain dan pewarna, yang menyebabkan warna batik menjadi pudar dan hasil produksi tidak memenuhi standar.
  2. Proses produksi yang terganggu oleh cacat kain, seperti kain yang sobek atau berlubang, yang meningkatkan waktu pemrosesan dan menurunkan produktivitas.
  3. Keterlambatan dalam pengiriman bahan baku, yang berdampak pada keterlambatan produksi dan pengiriman produk akhir ke pelanggan.
  4. Dokumentasi pengiriman yang tidak akurat, yang menyebabkan ketidaksesuaian antara pesanan pelanggan dan barang yang dikirim.

Studi Kasus: Implementasi Model SCOR pada CV. PT

Penelitian ini mengevaluasi lima proses utama dalam rantai pasok CV. PT:

  1. Plan
    Proses perencanaan dimulai dari divisi produksi yang menyusun rencana kebutuhan bahan baku berdasarkan target produksi. Data ini kemudian disampaikan ke divisi pengadaan dan keuangan untuk menyesuaikan anggaran. Kurangnya perencanaan yang matang menyebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan bahan baku dan ketersediaan di gudang.
  2. Source
    Proses pengadaan bahan baku mencakup pemesanan dan penerimaan kain serta zat pewarna dari beberapa pemasok. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa akurasi dokumentasi pengiriman bahan baku hanya mencapai 50%, yang berarti sering terjadi kesalahan dalam jumlah dan spesifikasi bahan yang diterima.
  3. Make
    Proses produksi terdiri dari empat tahap utama: pola batik, pencantingan, pewarnaan, dan proses "ngelorod". Salah satu masalah utama yang diidentifikasi dalam penelitian ini adalah waktu produksi yang lebih lama dari yang direncanakan, dengan produktivitas hanya 65% dari kapasitas maksimal.
  4. Deliver
    Proses pengiriman mencakup pengemasan dan distribusi ke pelanggan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketepatan waktu pengiriman produk hanya mencapai 60%, yang berarti banyak pesanan yang dikirim terlambat. Selain itu, akurasi dokumentasi pengiriman hanya 50%, sehingga sering terjadi kesalahan dalam pemenuhan pesanan pelanggan.
  5. Return
    Proses pengembalian barang melibatkan barang cacat atau rusak yang dikembalikan oleh pelanggan. Data menunjukkan bahwa waktu siklus pengadaan ulang mencapai 56,25% dari target optimal, yang berarti perusahaan masih mengalami kesulitan dalam menangani pengembalian dan pengadaan ulang bahan baku.

Strategi Perbaikan Kinerja Rantai Pasok

Berdasarkan hasil evaluasi, penelitian ini merekomendasikan beberapa strategi untuk meningkatkan efisiensi rantai pasok CV. PT:

  1. Peningkatan Akurasi Dokumentasi dan Pengiriman
    Perusahaan perlu meningkatkan sistem pencatatan dan validasi pesanan untuk mengurangi kesalahan dokumentasi pengiriman bahan baku dan produk akhir.
  2. Optimasi Jaringan Pemasok
    CV. PT perlu melakukan audit terhadap pemasok untuk memastikan mereka dapat memenuhi spesifikasi bahan baku yang diinginkan dan mengurangi keterlambatan pengiriman.
  3. Perbaikan Proses Produksi
    Implementasi Manufacturing Planning and Scheduling yang lebih ketat dapat membantu mengurangi waktu produksi dan meningkatkan produktivitas tenaga kerja.
  4. Penerapan Safety Stock
    Untuk mengatasi keterlambatan bahan baku, perusahaan disarankan untuk menyiapkan stok cadangan agar produksi tetap berjalan tanpa gangguan.
  5. Distribusi Berbasis Permintaan
    Perusahaan perlu menyelaraskan jadwal produksi dan distribusi dengan pola permintaan pelanggan agar pengiriman lebih tepat waktu.

Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa model SCOR dapat digunakan untuk mengidentifikasi kelemahan dalam rantai pasok dan memberikan strategi perbaikan yang tepat. Evaluasi kinerja CV. PT menunjukkan bahwa perusahaan masih berada dalam kategori rata-rata dengan beberapa area yang perlu ditingkatkan, terutama dalam hal akurasi dokumentasi, efisiensi produksi, dan ketepatan waktu pengiriman.

Dengan menerapkan strategi yang direkomendasikan, perusahaan dapat meningkatkan efisiensi rantai pasoknya, mengurangi pemborosan, serta meningkatkan kepuasan pelanggan. Industri batik sebagai bagian dari ekonomi kreatif Indonesia dapat memperoleh manfaat besar dari optimasi rantai pasok berbasis model SCOR, sehingga lebih kompetitif di pasar global.

Sumber : Susanto, N., Purwaningsih, R., Rumita, R., & Septia, E. Supply Chain Performance Measurement with Supply Chain Operation References Approach (A Case Study in a Batik Company). Proceedings of the International Conference on Industrial Engineering and Operations Management, Sao Paulo, Brazil, 2021.

 

Selengkapnya
Optimalisasi Kinerja Rantai Pasok dengan Model SCOR: Studi Kasus Industri Batik

Pengukuran Kinerja dan Optimasi dalam Rantai Pasok

Pendekatan System Dynamics dalam Evaluasi Kinerja Rantai Pasok: Model, Strategi, dan Implikasinya

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 07 Maret 2025


Pendahuluan

Dalam persaingan bisnis global, kinerja rantai pasok (Supply Chain Performance/SCP) menjadi faktor kunci bagi perusahaan untuk tetap kompetitif. Paper berjudul System Dynamics: An Approach to Modeling Supply Chain Performance Measurement oleh Peide Liu, Morteza Atifeh, Mohsen Khorshidnia, dan Seyed Ghiasuddin Taheri membahas bagaimana model System Dynamics (SD) dapat meningkatkan kinerja rantai pasok dengan fokus pada agilitas dan fleksibilitas.

Penelitian ini menyoroti keterkaitan antara SCP, biaya operasional, kepuasan pelanggan, dan efisiensi logistik dengan menggunakan simulasi berbasis System Dynamics untuk mengidentifikasi variabel yang paling berpengaruh terhadap profitabilitas perusahaan.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan model System Dynamics (SD) berbasis hubungan sebab-akibat, dengan tahap-tahap sebagai berikut:

  1. Identifikasi indikator utama melalui tinjauan literatur dan wawancara dengan pakar rantai pasok.
  2. Pembangunan model kausalitas menggunakan perangkat lunak Vensim untuk memetakan hubungan antara variabel.
  3. Simulasi skenario berbeda untuk mengukur dampak fleksibilitas dan agilitas dalam rantai pasok.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan agilitas dan fleksibilitas tidak selalu meningkatkan profitabilitas. Terdapat titik optimal di mana peningkatan agilitas dan fleksibilitas memberikan manfaat maksimal sebelum mengalami diminishing returns.

Konsep System Dynamics dalam Evaluasi Kinerja Rantai Pasok

Paper ini menyoroti bagaimana System Dynamics digunakan untuk mengukur SCP dengan mempertimbangkan tiga aspek utama:

1. Agilitas Rantai Pasok (Supply Chain Agility/SCA)

  • Definisi: Kemampuan rantai pasok untuk merespons perubahan pasar dengan cepat dan efisien.
  • Faktor yang Mempengaruhi:
    • Kecepatan dalam merespons permintaan pelanggan.
    • Fleksibilitas dalam proses produksi dan distribusi.
    • Efisiensi dalam pengelolaan persediaan.

2. Fleksibilitas Rantai Pasok (Supply Chain Flexibility/SCF)

  • Definisi: Kemampuan rantai pasok untuk menyesuaikan volume produksi dan distribusi berdasarkan permintaan.
  • Variabel yang Berpengaruh:
    • Fleksibilitas tenaga kerja dan peralatan produksi.
    • Kemampuan pemasok dalam memenuhi kebutuhan bahan baku secara cepat.
    • Efisiensi dalam sistem informasi dan komunikasi.

3. Profitabilitas dan Efisiensi Operasional

  • Indikator utama yang dianalisis:
    • Waktu pengiriman produk → keterlambatan pengiriman menurunkan kepuasan pelanggan.
    • Biaya operasional → meningkat seiring dengan kompleksitas rantai pasok.
    • Tingkat kepuasan pelanggan → semakin tinggi kepuasan, semakin besar loyalitas pelanggan.

Temuan Utama dalam Penelitian

Paper ini mengidentifikasi beberapa temuan penting dalam evaluasi SCP menggunakan System Dynamics:

  1. Peningkatan agilitas dan fleksibilitas tidak selalu meningkatkan profitabilitas
    • Jika agilitas dan fleksibilitas terlalu tinggi, biaya operasional meningkat, sehingga menurunkan keuntungan.
    • Titik optimal untuk agilitas adalah 35.06%, sedangkan untuk fleksibilitas adalah 45.8%.
  2. Kecepatan dalam merespons permintaan pelanggan sangat berpengaruh terhadap profitabilitas
    • Jika respons terhadap permintaan pelanggan meningkat 10%, maka profitabilitas naik 5%.
  3. Investasi dalam teknologi dan integrasi informasi meningkatkan efisiensi rantai pasok
    • Perusahaan yang mengadopsi ERP dan IoT dalam rantai pasok mereka mengalami peningkatan efisiensi hingga 30%.

Studi Kasus: Implementasi System Dynamics dalam Industri

Paper ini menyajikan beberapa studi kasus terkait implementasi model System Dynamics dalam rantai pasok:

1. Industri Manufaktur Otomotif

  • Sebuah perusahaan otomotif di Jepang menerapkan Just-in-Time (JIT) dan simulasi berbasis SD.
  • Hasilnya, biaya inventaris berkurang 20%, sementara efisiensi produksi meningkat.

2. Industri Retail

  • Perusahaan retail global menggunakan AI dan Big Data untuk forecasting permintaan.
  • Hasilnya, kehabisan stok berkurang hingga 40%, meningkatkan penjualan secara signifikan.

3. Industri Teknologi

  • Penerapan System Dynamics pada perusahaan teknologi berhasil mengurangi waktu siklus produksi hingga 15%, meningkatkan kapasitas produksi.

Tantangan dalam Implementasi System Dynamics dalam SCM

Meskipun model System Dynamics menawarkan banyak manfaat, penelitian ini juga mengidentifikasi beberapa tantangan:

  1. Kurangnya Data Real-Time
    • Banyak perusahaan masih bergantung pada data historis yang tidak mencerminkan kondisi pasar saat ini.
  2. Tingkat Kompleksitas yang Tinggi
    • Model berbasis SD membutuhkan pemahaman mendalam tentang hubungan variabel dalam rantai pasok.
  3. Investasi Teknologi yang Mahal
    • Implementasi sistem berbasis AI dan IoT memerlukan investasi awal yang tinggi.

Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan model System Dynamics dalam evaluasi kinerja rantai pasok membantu mengidentifikasi variabel kunci yang berkontribusi pada efisiensi operasional dan profitabilitas.

Dengan memahami hubungan antara agilitas, fleksibilitas, dan profitabilitas, perusahaan dapat menemukan titik optimal dalam strategi rantai pasok mereka.

Bagi perusahaan yang ingin mengoptimalkan kinerja rantai pasok, investasi dalam teknologi, integrasi informasi, dan strategi berbasis data akan menjadi faktor utama dalam mencapai keunggulan kompetitif.

Sumber Referensi :
Liu, P., Atifeh, M., Khorshidnia, M., & Taheri, S. G. System Dynamics: An Approach to Modeling Supply Chain Performance Measurement. Technological and Economic Development of Economy, Vol. 29, Issue 4, 2023, pp. 1291–1317.

 

Selengkapnya
Pendekatan System Dynamics dalam Evaluasi Kinerja Rantai Pasok: Model, Strategi, dan Implikasinya

Pengukuran Kinerja dan Optimasi dalam Rantai Pasok

Evolusi Model Teoritis dalam Manajemen Rantai Pasok: Tren, Konsep, dan Masa Depan SCM

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 07 Maret 2025


Pendahuluan

Manajemen rantai pasok (Supply Chain Management/SCM) merupakan aspek krusial dalam bisnis modern, melibatkan koordinasi pemasok, produsen, distributor, dan pelanggan untuk meningkatkan efisiensi serta menekan biaya.

Paper berjudul A Supply Chain Management Study: A Review of Theoretical Models from 2014 to 2019 oleh Shu-Hsien Liao dan Retno Widowati, yang diterbitkan dalam Operations and Supply Chain Management (Vol. 14, No. 2, 2021, pp. 173-188), membahas perkembangan teori dalam SCM. Penelitian ini meninjau 97 artikel dari 48 jurnal yang membahas berbagai model teoritis dalam SCM.

Artikel ini mengkaji model teoritis SCM, termasuk SCOR (Supply Chain Operations Reference), Balanced Scorecard (BSC), model berbasis teknologi, dan pendekatan keberlanjutan, serta implikasinya terhadap industri.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode literature review sistematis dengan menganalisis artikel dari 2014 hingga 2019 yang diperoleh dari database akademik, seperti ScienceDirect, Wiley, Sage, Taylor & Francis, Springer Link, dan Emerald Insight.

Analisis dilakukan terhadap variabel independen, variabel dependen, moderator, mediator, serta model yang mengombinasikan beberapa variabel ini untuk memahami tren dan pergeseran dalam penelitian SCM.

Model Teoritis dalam Manajemen Rantai Pasok

Paper ini mengelompokkan model teoritis SCM ke dalam beberapa pendekatan utama:

1. Model SCOR (Supply Chain Operations Reference Model)

SCOR adalah model referensi yang mengkategorikan rantai pasok dalam lima proses utama:

  • Plan – Perencanaan berdasarkan permintaan dan kapasitas.
  • Source – Pengadaan bahan baku dan manajemen pemasok.
  • Make – Proses produksi dan perakitan produk.
  • Deliver – Distribusi produk ke pelanggan akhir.
  • Return – Penanganan pengembalian produk.

SCOR sering digunakan untuk meningkatkan efisiensi operasional dan mengevaluasi kinerja rantai pasok berdasarkan keandalan, fleksibilitas, dan biaya.

2. Balanced Scorecard (BSC) dalam SCM

Pendekatan BSC digunakan untuk mengukur kinerja rantai pasok dengan empat perspektif utama:

  1. Keuangan – Efisiensi biaya dalam rantai pasok.
  2. Pelanggan – Kepuasan pelanggan terhadap layanan.
  3. Proses Internal – Efektivitas produksi dan distribusi.
  4. Pembelajaran & Pertumbuhan – Kemampuan organisasi dalam beradaptasi dengan tren pasar.

Studi menemukan bahwa penerapan BSC dapat meningkatkan koordinasi antara pemasok dan perusahaan serta memperbaiki pengambilan keputusan strategis.

3. Model Berbasis Teknologi

SCM semakin berkembang dengan integrasi AI, Big Data, dan IoT.

  • AI digunakan untuk forecasting permintaan, meningkatkan akurasi prediksi hingga 25%.
  • Big Data Analytics membantu dalam analisis pola permintaan dan optimasi stok.
  • IoT memungkinkan pemantauan inventaris secara real-time dan mempercepat proses pengiriman.

Perusahaan yang mengadopsi teknologi ini melaporkan peningkatan efisiensi operasional hingga 30%.

4. Model Berbasis Keberlanjutan (Green SCM)

Peningkatan kesadaran terhadap keberlanjutan mendorong banyak perusahaan untuk menerapkan Green Supply Chain Management (GSCM), yang berfokus pada:

  • Reduksi limbah produksi dan penggunaan bahan ramah lingkungan.
  • Optimalisasi transportasi untuk mengurangi emisi karbon.
  • Penggunaan energi terbarukan dalam proses manufaktur.

Perusahaan yang menerapkan GSCM mampu menghemat biaya operasional hingga 15% serta meningkatkan citra merek mereka.

Temuan Utama dalam Penelitian SCM

Dari tinjauan literatur yang dilakukan, terdapat beberapa temuan utama:

  1. Peningkatan Peran Digitalisasi dalam SCM
    • Perusahaan yang mengintegrasikan sistem ERP dengan AI dan IoT mengalami peningkatan efisiensi rantai pasok sebesar 20%-30%.
    • Automasi gudang dan penggunaan drone dalam logistik menjadi tren baru dalam SCM.
  2. Pergeseran dari Model Statis ke Model Adaptif
    • Model SCM kini lebih fokus pada fleksibilitas dan adaptasi terhadap permintaan pasar dibandingkan sekadar efisiensi biaya.
  3. SCM Semakin Berfokus pada Keberlanjutan
    • Tren GSCM semakin berkembang dengan adanya regulasi dan tuntutan pasar yang lebih peduli terhadap lingkungan.

Studi Kasus Implementasi Model SCM di Industri

Paper ini memberikan beberapa contoh implementasi model SCM di berbagai industri:

1. Industri Manufaktur

  • Perusahaan otomotif di Jepang berhasil mengurangi biaya produksi hingga 18% dengan menerapkan Just-in-Time (JIT).
  • Penggunaan AI dalam forecasting di industri elektronik meningkatkan akurasi prediksi permintaan sebesar 25%.

2. Industri Retail

  • Perusahaan retail global yang menerapkan AI-driven inventory management mengalami pengurangan kehabisan stok hingga 40%.
  • Adopsi sistem omnichannel memungkinkan perusahaan mengintegrasikan e-commerce dan toko fisik secara lebih efektif.

3. Industri Logistik

  • Pemanfaatan IoT dalam pemantauan pengiriman membantu perusahaan logistik mengurangi waktu transit hingga 15%.
  • Blockchain digunakan untuk meningkatkan transparansi dalam rantai pasok dan mengurangi risiko pemalsuan produk.

Tantangan dalam Implementasi SCM

Meskipun SCM membawa banyak manfaat, terdapat beberapa tantangan utama:

  1. Kurangnya Standarisasi dalam SCM
    • Tidak semua perusahaan menggunakan metrik yang sama untuk mengukur kinerja rantai pasok.
  2. Kesulitan Integrasi Teknologi
    • Banyak perusahaan masih menggunakan sistem lama yang sulit diintegrasikan dengan solusi digital modern.
  3. Ketidakpastian Permintaan Pasar
    • Perubahan tren dan pola konsumsi yang cepat mempersulit perencanaan rantai pasok.

Kesimpulan

Paper ini menyoroti perkembangan model teoritis SCM dari 2014-2019, dengan fokus pada SCOR, BSC, model berbasis teknologi, dan keberlanjutan.

Dengan mengadopsi teknologi digital, strategi berbasis data, dan pendekatan ramah lingkungan, perusahaan dapat meningkatkan efisiensi dan daya saing dalam rantai pasok global.

Sumber Referensi : Liao, S.-H., & Widowati, R. A Supply Chain Management Study: A Review of Theoretical Models from 2014 to 2019. Operations and Supply Chain Management, Vol. 14, No. 2, 2021, pp. 173-188.

 

Selengkapnya
Evolusi Model Teoritis dalam Manajemen Rantai Pasok: Tren, Konsep, dan Masa Depan SCM

Pengukuran Kinerja dan Optimasi dalam Rantai Pasok

Strategi Evaluasi Kinerja Rantai Pasok: Model, Tren, dan Implikasi Industri

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 06 Maret 2025


Pendahuluan

Dalam dunia bisnis yang semakin kompetitif, pengukuran kinerja rantai pasok (Supply Chain Performance Measurement – SCPM) menjadi faktor utama untuk memastikan efisiensi operasional dan daya saing perusahaan. Paper berjudul Performance Measurement for Supply Chain Management: A Systematic Literature Review oleh Amanda O. Voltolini, Edson Pinheiro de Lima, dan Sérgio E. Gouvea da Costa, membahas berbagai model evaluasi kinerja rantai pasok serta tren penelitian terbaru dalam bidang ini.

Artikel ini mengulas pendekatan sistematis dalam pengukuran kinerja rantai pasok dengan fokus pada model SCOR (Supply Chain Operations Reference Model), Balanced Scorecard (BSC), serta indikator kuantitatif dan kualitatif lainnya.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode tinjauan literatur sistematis (SLR) dengan menganalisis 1.252 artikel dari berbagai database akademik, termasuk Web of Science, Scopus, Science Direct, Emerald, Taylor & Francis, dan Wiley.

Setelah proses seleksi, sebanyak 816 artikel relevan dianalisis lebih lanjut melalui pendekatan bibliometrik untuk memetakan tren penelitian dalam bidang SCPM.

Model Pengukuran Kinerja Rantai Pasok

Paper ini mengidentifikasi beberapa model utama yang digunakan untuk menilai kinerja rantai pasok, yaitu:

1. SCOR (Supply Chain Operations Reference Model)

SCOR adalah model yang mengkategorikan rantai pasok dalam lima proses utama:

  • Plan – Perencanaan operasional berdasarkan permintaan pelanggan.
  • Source – Pengadaan bahan baku dan komponen dari pemasok.
  • Make – Proses produksi dan manufaktur.
  • Deliver – Distribusi produk ke pelanggan akhir.
  • Return – Proses pengembalian barang cacat atau yang tidak terjual.

SCOR digunakan oleh banyak perusahaan untuk menganalisis kinerja berdasarkan keandalan, fleksibilitas, dan efisiensi biaya.

2. Balanced Scorecard (BSC)

BSC digunakan untuk mengukur kinerja rantai pasok dengan empat perspektif utama:

  1. Keuangan – Seberapa efisien rantai pasok dalam mengelola biaya operasional.
  2. Pelanggan – Tingkat kepuasan pelanggan terhadap layanan dan produk.
  3. Proses Internal – Efisiensi dalam produksi dan distribusi.
  4. Pembelajaran & Pertumbuhan – Kemampuan organisasi dalam beradaptasi dengan perubahan pasar.

Beberapa penelitian menemukan bahwa penerapan BSC dalam rantai pasok meningkatkan transparansi dalam pengambilan keputusan serta membantu perusahaan dalam menyesuaikan strategi bisnis mereka.

3. Model Lain dalam SCPM

Selain SCOR dan BSC, paper ini juga mengidentifikasi model lain yang sering digunakan:

  • Analytical Hierarchy Process (AHP) – Digunakan untuk menetapkan prioritas dalam pengambilan keputusan rantai pasok.
  • Fuzzy Logic-Based Models – Menganalisis ketidakpastian dalam data kinerja rantai pasok.
  • Green Supply Chain Performance Measurement – Mengintegrasikan aspek keberlanjutan dalam evaluasi kinerja rantai pasok.

Temuan Utama dalam Pengukuran Kinerja Rantai Pasok

Dari analisis literatur yang dilakukan, terdapat beberapa tren utama dalam penelitian SCPM:

  1. Peningkatan Digitalisasi dan AI dalam Pengukuran Kinerja
    • Teknologi seperti IoT dan Big Data Analytics kini semakin banyak digunakan dalam pemantauan kinerja rantai pasok.
    • Perusahaan yang mengadopsi sistem AI-driven forecasting dapat meningkatkan akurasi prediksi permintaan hingga 25%.
  2. Perpindahan dari Model Kuantitatif ke Pendekatan Holistik
    • Model tradisional yang hanya berfokus pada metrik keuangan kini mulai bergeser ke pendekatan yang lebih holistik, dengan mempertimbangkan dampak lingkungan, keberlanjutan, dan kepuasan pelanggan.
  3. Peningkatan Penggunaan SCOR dalam Berbagai Industri
    • SCOR telah diadopsi oleh lebih dari 70% perusahaan manufaktur global sebagai standar dalam pengukuran kinerja rantai pasok.

Studi Kasus: Penerapan Model SCPM dalam Industri

Beberapa contoh penerapan model SCPM dalam industri mencakup:

1. Manufaktur Otomotif

  • Sebuah perusahaan otomotif di Jerman menggunakan SCOR dan BSC secara bersamaan untuk mengurangi biaya logistik hingga 18% dalam satu tahun.

2. Industri Retail

  • Perusahaan retail besar yang menerapkan AI dalam forecasting rantai pasok berhasil mengurangi jumlah barang kedaluwarsa hingga 30%, meningkatkan efisiensi distribusi mereka.

3. Industri Teknologi

  • Sebuah perusahaan teknologi global menerapkan Fuzzy Logic-Based Models untuk mengurangi ketidakpastian dalam inventaris, yang menghasilkan penghematan biaya sebesar 10 juta dolar per tahun.

Tantangan dalam Implementasi SCPM

Meskipun pengukuran kinerja rantai pasok membawa banyak manfaat, ada beberapa tantangan utama:

  1. Kurangnya Standarisasi dalam Pengukuran Kinerja
    • Tidak semua perusahaan menggunakan metrik yang sama, menyebabkan kesulitan dalam benchmarking antarindustri.
  2. Keterbatasan Data & Integrasi Teknologi
    • Banyak perusahaan masih menggunakan sistem manual dalam pengelolaan data rantai pasok, yang dapat menghambat analisis yang akurat.
  3. Tantangan dalam Mengadopsi SCPM di Perusahaan Kecil dan Menengah (UKM)
    • UKM sering kali kesulitan dalam mengadopsi model pengukuran kinerja karena keterbatasan anggaran dan sumber daya.

Kesimpulan

Paper ini menyoroti perkembangan model pengukuran kinerja rantai pasok, dengan menekankan pada SCOR, Balanced Scorecard, dan model berbasis AI. Penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan data dan teknologi yang lebih canggih dapat meningkatkan efektivitas SCPM dan membantu perusahaan dalam meningkatkan daya saing mereka.

Bagi perusahaan yang ingin mengoptimalkan rantai pasoknya, mengadopsi pendekatan berbasis teknologi dan keberlanjutan akan menjadi langkah strategis untuk masa depan.

Sumber : Voltolini, A. O., de Lima, E. P., & Gouvea da Costa, S. E. Performance Measurement for Supply Chain Management: A Systematic Literature Review. Pontifical Catholic University of Parana, Federal University of Technology - Parana, Brazil, 2016.

 

Selengkapnya
Strategi Evaluasi Kinerja Rantai Pasok: Model, Tren, dan Implikasi Industri

Keselamatan Kerja

Sejarah dan Perkembangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Amerika Serikat

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 06 Maret 2025


Pada akhir abad ke-19, industrialisasi yang pesat membawa peningkatan kecelakaan kerja yang signifikan. Dengan meningkatnya penggunaan mesin berat dan bahan kimia berbahaya, para pekerja menghadapi risiko tinggi terhadap cedera dan penyakit akibat kerja. Data dari artikel menunjukkan bahwa:

  • Pada awal 1900-an, kecelakaan kerja di sektor pertambangan dan pabrik mencapai tingkat yang mengkhawatirkan.
  • Tahun 1905, kasus Lochner v. New York berusaha membatasi jam kerja tetapi dibatalkan oleh Mahkamah Agung, yang menyatakan bahwa regulasi tersebut bertentangan dengan kebebasan berkontrak antara pekerja dan pengusaha.
  • Tahun 1911, tragedi Triangle Shirtwaist Factory Fire di New York menewaskan 146 pekerja tekstil, yang menjadi katalis bagi reformasi keselamatan kerja.

Perjuangan panjang buruh dan aktivis kesehatan akhirnya menghasilkan undang-undang yang lebih progresif:

  • 1969: Mine Safety and Health Act disahkan untuk meningkatkan keselamatan pekerja tambang.
  • 1970: Occupational Safety and Health Act (OSH Act) melahirkan OSHA, lembaga federal yang bertugas mengatur dan menegakkan standar keselamatan kerja.
  • 1980-an dan 1990-an: OSHA menghadapi tantangan dari industri yang berusaha mengurangi regulasi dengan alasan ekonomi. Studi dalam artikel ini menyoroti bagaimana kebijakan federal bergeser akibat tekanan politik dan ekonomi.

Dalam penelitian ini, Rosner dan Markowitz menyoroti bagaimana kebijakan OSHA telah mengurangi angka kecelakaan kerja:

  • Tahun 1970, sebelum OSHA, tingkat kematian akibat kecelakaan kerja mencapai 14.000 per tahun.
  • Tahun 2018, angka ini turun drastis menjadi 5.250 per tahun, meskipun jumlah tenaga kerja meningkat.
  • Standar yang diperkenalkan oleh OSHA, seperti regulasi paparan asbes dan bahan kimia berbahaya, secara signifikan mengurangi penyakit akibat kerja.

Namun, artikel ini juga mencatat bahwa perlawanan dari industri terus berlanjut:

  • Pada era 1980-an, pemerintahan Reagan memangkas anggaran OSHA dan melemahkan pengawasan terhadap perusahaan.
  • Tahun 2001, regulasi ergonomi yang diusulkan untuk mengurangi cedera akibat gerakan repetitif dibatalkan oleh Kongres.
  • Pada 2017-2020, administrasi Trump mengurangi jumlah inspeksi OSHA, yang menyebabkan peningkatan kecelakaan di tempat kerja.

Rosner dan Markowitz menekankan bahwa keselamatan kerja bukan hanya masalah regulasi tetapi juga pertarungan antara kepentingan buruh dan industri. Beberapa poin penting yang dapat diambil dari artikel ini adalah:

  1. Regulasi K3 berdampak nyata pada pengurangan kecelakaan kerja.
  2. Tekanan politik dan ekonomi mempengaruhi efektivitas OSHA dalam melindungi pekerja.
  3. Peran serikat pekerja dan aktivis kesehatan sangat penting dalam memastikan regulasi tetap kuat dan efektif.

Artikel ini memberikan wawasan mendalam mengenai sejarah dan dinamika kebijakan K3 di Amerika Serikat. Meskipun telah banyak kemajuan, tantangan masih tetap ada, terutama dalam menghadapi tekanan dari sektor industri yang ingin melonggarkan regulasi. Keselamatan pekerja harus tetap menjadi prioritas utama, dan penelitian seperti ini membantu menyoroti pentingnya regulasi yang kuat untuk melindungi hak-hak pekerja.

Sumber: Rosner, D., & Markowitz, G. A Short History of Occupational Safety and Health in the United States. American Journal of Public Health, Vol. 110, No. 5, 2020, Hal. 622-628.

Selengkapnya
Sejarah dan Perkembangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Amerika Serikat
« First Previous page 605 of 1.293 Next Last »