Geodesi dan Geomatika

Gadget dan Tekonologi Pemetaan Bumi

Dipublikasikan oleh Anisa pada 17 Maret 2025


Survei atau pemetaan tidak sekadar seni, tetapi juga teknik, profesi, dan sains untuk menentukan posisi dua atau tiga dimensi titik-titik di Bumi, serta sudut dan jarak di antara mereka. Titik-titik ini, yang umumnya terletak di permukaan Bumi, seringkali menjadi landasan pembuatan peta dan penentuan batas-batas kepemilikan. Seorang profesional di bidang ini dikenal sebagai ahli pemetaan tanah.

Ahli pemetaan tidak hanya bermain dengan teknik pemetaan, tetapi juga memanfaatkan konsep-konsep dari geodesi, geometri, trigonometri, analisis regresi, fisika, rekayasa, metrologi, bahasa pemrograman, dan hukum. Mereka tidak hanya membawa total station, theodolit, dan peralatan klasik lainnya, tetapi juga bermain dengan perangkat canggih seperti pemindai 3D, GPS/GNSS, dan drone.

Pemetaan tidak hanya menciptakan garis-garis pada peta; ini telah menjadi elemen penting dalam mengembangkan lingkungan manusia sejak zaman kuno. Tidak hanya digunakan dalam konstruksi, tetapi juga merambah ke transportasi, komunikasi, pemetaan, dan menentukan batas hukum untuk kepemilikan tanah. Ini bukan sekadar alat, tetapi menjadi tonggak penting dalam penelitian di berbagai disiplin ilmu.

Instrumen pemetaan utama di dunia ini termasuk theodolit, pita pengukur, total station, pemindai 3D, GPS/GNSS, waterpas, dan tongkat. Dari theodolit yang mengukur sudut hingga total station yang menggabungkan EDM, alat-alat ini bukan hanya perangkat klasik tetapi juga teknologi modern yang membantu ahli pemeta bekerja dengan efisien.

Pada zaman sekarang, survei bukan lagi tugas manual yang sederhana. Pemetaan dengan GPS tidak hanya membutuhkan pemahaman tentang posisi tetapi juga melibatkan teknologi modern seperti RTK untuk akurasi tinggi dan perangkat lunak pemetaan tanah untuk meningkatkan efisiensi dan akurasi.

Jadi, ahli pemeta tidak hanya berurusan dengan instrumen-instrumen kuno di lapangan, tetapi juga memanfaatkan perangkat lunak modern dan teknologi canggih untuk menjadikan pemetaan bukan hanya tugas teknis, tetapi juga perjalanan petualangan yang menarik.

Disadur dari:

https://en.wikipedia.org/wiki/Surveying

Selengkapnya
Gadget dan Tekonologi Pemetaan Bumi

Geodesi dan Geomatika

Peta dan Jenis-Jenisnya

Dipublikasikan oleh Anisa pada 17 Maret 2025


Sebuah peta adalah karya seni simbolis yang mempertegas hubungan antara elemen-elemen yang ada dalam suatu ruang, seperti objek, wilayah, atau tema. Peta tak hanya sekadar gambaran visual, tetapi juga sebuah narasi yang mengungkapkan kekayaan informasi dan makna dalam ruang tersebut.

Ada berbagai jenis peta dengan karakteristik yang berbeda. Beberapa peta bersifat statis, tercetak pada kertas atau media tahan lama lainnya, sementara yang lain bersifat dinamis atau interaktif. Meskipun peta umumnya digunakan untuk menggambarkan geografi, namun kini peta dapat merepresentasikan berbagai ruang, baik yang nyata maupun fiktif, tanpa terikat oleh konteks atau skala tertentu. Pemetaan tidak hanya terbatas pada geografi fisik, namun juga merambah ke wilayah seperti pemetaan otak, DNA, atau topologi jaringan komputer.

Jejak tradisi pemetaan sudah melibatkan sejarah yang panjang. Meskipun peta tertua yang kita kenal adalah peta langit, namun peta geografis wilayah memiliki akar yang mendalam dan sudah ada sejak zaman kuno. Ejaan kata "peta" sendiri berasal dari bahasa Latin abad pertengahan, yaitu "Mappa mundi", di mana "mappa" berarti 'serbet' atau 'kain', dan "mundi" merujuk pada 'dunia'. Dengan demikian, "peta" menjadi sebuah singkatan yang merujuk pada representasi dua dimensi dari permukaan dunia.

Tidak jarang, peta dunia atau area besar dibagi menjadi dua kategori utama, yakni 'politik' dan 'fisik'. Peta politik dihadirkan untuk menyoroti batas-batas wilayah, sementara peta fisik ditujukan untuk menampilkan fitur-fitur geografi seperti gunung, jenis tanah, atau bahkan penggunaan lahan, termasuk infrastruktur seperti jalan, rel kereta api, dan bangunan.

Namun, peta tidak hanya berhenti pada visualisasi permukaan. Peta topografi, misalnya, hadir dengan garis kontur atau shading untuk memperlihatkan elevasi dan relief suatu daerah. Peta geologi tidak hanya sekadar memaparkan karakteristik fisik permukaan, tetapi juga merinci unsur-unsur seperti jenis batuan, garis patahan, dan struktur bawah permukaan.

Melalui perkembangan teknologi, terutama dengan pesatnya perkembangan sistem informasi geografis (GIS), peta tidak lagi sekadar gambar diam. Pemetaan elektronik memungkinkan penyisipan variabel-variabel spasial ke dalam peta yang sudah ada, menghasilkan analisis yang lebih efisien dan pengambilan keputusan yang lebih baik. Dalam era pra-elektronik, superimposisi data pada peta membantu Dr. John Snow mengidentifikasi lokasi wabah kolera. Saat ini, berbagai lembaga, mulai dari konservasionis satwa liar hingga militer, menggunakan teknologi ini.

Peta bukan hanya sekadar gambaran grafis, melainkan juga sebuah narasi ruang yang terus berkembang seiring dengan penemuan dan kebutuhan baru. Pemetaan, yang dimulai dari representasi langit-langit, telah menjadi elemen penting dalam perkembangan lingkungan manusia sejak awal sejarah tercatat. Dari perencanaan konstruksi hingga transportasi, komunikasi, pemetaan memainkan peran utama, bahkan menjadi alat penting dalam penelitian berbagai disiplin ilmu lainnya.

Dalam dunia pemetaan, peran teknologi juga semakin signifikan. Peta digital, sistem navigasi global, pemetaan otomatis, semuanya mendorong pemetaan menuju dimensi baru yang lebih canggih. Dengan demikian, peta tidak hanya menjadi representasi grafis, melainkan juga cerminan evolusi manusia dalam memahami, mengeksplorasi, dan mengelola ruang di sekitarnya.

Disadur dari:

https://en.wikipedia.org

Selengkapnya
Peta dan Jenis-Jenisnya

Geodesi dan Geomatika

GPS Sebagai Navigasi Dunia

Dipublikasikan oleh Anisa pada 17 Maret 2025


Sistem Penentuan Posisi Global (GPS), awalnya dikenal sebagai Navstar GPS, merupakan seperti "detektif satelit" yang membantu kita menavigasi dan melacak posisi di seluruh dunia. Digagas oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat pada tahun 1973, GPS terdiri dari 24 satelit yang berputar di luar angkasa dan memberikan informasi posisi dan waktu kepada penerima GPS di Bumi.

Meski dimiliki dan dioperasikan oleh United States Space Force, GPS dapat diakses secara bebas oleh siapa pun yang memiliki penerima GPS. Seiring berjalannya waktu, GPS telah menjadi sahabat setia bagi militer, sipil, dan pengguna komersial di seluruh dunia.

Pada awalnya, GPS hanya untuk kepentingan militer Amerika Serikat. Namun, sejak dekade 1980-an, pemakaian sipil diizinkan, membuka peluang besar bagi teknologi ini. Bahkan, smartphone kita pun dapat memanfaatkan GPS untuk menentukan posisi dengan akurasi yang memukau.

Tentu, perjalanan GPS tidak selalu mulus. Pada tahun 1990-an, pemerintah AS menggunakan teknologi Selective Availability untuk merendahkan akurasi GPS secara selektif. Keputusan ini berdampak luas, bahkan memengaruhi militer India selama Perang Kargil tahun 1999. Teknologi ini akhirnya dihentikan pada tahun 2000, membuka jalan bagi akurasi GPS yang lebih baik.

Sejak saat itu, GPS terus berkembang. Saat ini, akurasi GPS mencapai tingkat yang mengesankan. Penerima GPS dengan teknologi terkini dapat memberikan akurasi hingga beberapa sentimeter saja. Bahkan, ponsel pintar kita dapat memberikan informasi lokasi dengan akurasi sekitar 4.9-meter atau lebih baik, terutama dengan bantuan layanan seperti penentuan posisi Wi-Fi.

Ketahui bahwa cerita GPS belum berakhir. Saat ini, ada upaya untuk memodernisasi GPS dengan meluncurkan generasi berikutnya dari satelit GPS dan sistem kontrol operasional terkini. Sejak Juli 2023, 18 satelit GPS sudah siap mengirimkan sinyal L5, dan kita menantikan kehadiran penuhnya dengan 24 satelit pada tahun 2027. Sebuah petualangan global yang terus berkembang, menjadikan kita lebih terhubung dan terarah di muka bumi ini.

Disadur dari:

https://en.wikipedia.org/wiki/Global_Positioning_System

Selengkapnya
GPS Sebagai Navigasi Dunia

Keinsinyuran

Peningkatan Kualitas Insinyur melalui Sertifikasi Insinyur Profesional

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 15 Maret 2025


Dalam era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), persaingan tenaga kerja semakin ketat, terutama di bidang keinsinyuran. Profesi ini tidak hanya membutuhkan keterampilan teknis yang mumpuni tetapi juga legalitas dalam bentuk sertifikasi profesional. Jurnal Peningkatan Kualitas Insinyur melalui Sertifikasi Insinyur Profesional karya Intan Supraba membahas pentingnya sertifikasi bagi insinyur Indonesia agar dapat bersaing dengan tenaga kerja asing.

Penelitian ini menyoroti bagaimana sertifikasi insinyur profesional (SIP) yang dikeluarkan oleh Persatuan Insinyur Indonesia (PII) berkontribusi dalam meningkatkan kualitas tenaga kerja teknik. Selain itu, jurnal ini mengidentifikasi tantangan dalam penyelenggaraan sertifikasi di Indonesia serta memberikan rekomendasi untuk penyempurnaannya.

MEA yang berlaku sejak 2015 memberikan peluang sekaligus tantangan bagi tenaga kerja profesional di Indonesia. Dalam sektor keinsinyuran, banyak tenaga kerja asing yang masuk dan mengisi berbagai posisi strategis karena memiliki sertifikasi profesional yang diakui internasional.

Di Indonesia, upaya untuk meningkatkan daya saing insinyur telah diatur melalui Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 35 Tahun 2016 yang mengamanatkan 40 perguruan tinggi untuk menyelenggarakan Program Studi Program Profesi Insinyur (PSPPI).

Namun, masih banyak insinyur yang belum memiliki sertifikasi ini karena kurangnya pemahaman mengenai manfaatnya. Oleh karena itu, jurnal ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai pentingnya SIP serta kendala dalam implementasinya.

Sertifikasi Insinyur Profesional di Indonesia

Persatuan Insinyur Indonesia (PII) memiliki kewenangan untuk menerbitkan sertifikasi insinyur profesional dalam beberapa jenjang, yaitu:

  • Insinyur Profesional Pratama (IPP)
  • Insinyur Profesional Madya (IPM)
  • Insinyur Profesional Utama (IPU)

Jurnal ini menyoroti bahwa di beberapa negara maju, hanya insinyur dengan lisensi Professional Engineer (PE) yang dapat melakukan design approval. Untuk mendapatkan gelar PE, insinyur harus melewati serangkaian ujian, wawancara, serta pengalaman kerja yang terstruktur. Hal ini berbeda dengan Indonesia, di mana sistem sertifikasi masih dalam tahap pengembangan dan belum sepenuhnya diwajibkan dalam proyek-proyek konstruksi pemerintah maupun swasta.

Tantangan dalam Implementasi Sertifikasi Insinyur

Penelitian ini menemukan beberapa kendala dalam penyelenggaraan sertifikasi insinyur di Indonesia, antara lain:

  • Kurangnya regulasi yang mengatur kewajiban sertifikasi. Saat ini, masih banyak proyek konstruksi yang tidak mewajibkan SIP sebagai syarat utama.
  • Kurangnya kesadaran dan pemahaman dari insinyur tentang manfaat sertifikasi ini dalam meningkatkan daya saing mereka.
  • Belum ada mekanisme yang jelas untuk mengintegrasikan PSPPI dengan kebutuhan industri. Banyak lulusan program ini yang masih kesulitan mendapatkan pengakuan di lapangan kerja.
  • Kurangnya pengawasan dan standar pengujian dalam sertifikasi, sehingga prosesnya belum seketat di negara lain seperti Singapura dan Malaysia.

Kegagalan Infrastruktur akibat Kurangnya Insinyur Profesional

Jurnal ini menyoroti beberapa kasus kegagalan infrastruktur di Indonesia yang diduga terkait dengan kurangnya profesionalisme dan sertifikasi insinyur, antara lain:

  1. Runtuhnya Jembatan Kukar (2011) – Insiden ini menewaskan lebih dari 20 orang dan diperkirakan terjadi akibat kesalahan dalam desain serta lemahnya pengawasan teknik.
  2. Amblasnya Jalan Tol Palembang-Indralaya (2017) – Penyebab utama adalah perencanaan yang kurang matang terhadap kondisi tanah di sekitar lokasi proyek.
  3. Jebolnya Dam Kedungwringin (2014) – Peristiwa ini mengakibatkan kerusakan besar dan menunjukkan perlunya pengawasan lebih ketat terhadap kualitas desain dan konstruksi infrastruktur.

Kasus-kasus ini menegaskan bahwa pentingnya sertifikasi insinyur profesional bukan hanya sebagai dokumen administratif, tetapi sebagai jaminan kompetensi dan keselamatan publik.

Perlunya Regulasi yang Lebih Ketat

Pemerintah harus mengeluarkan regulasi yang lebih ketat terkait kewajiban memiliki SIP untuk semua insinyur yang terlibat dalam proyek publik dan swasta. Regulasi ini harus mencakup:

  • Persyaratan SIP sebagai dokumen wajib dalam tender proyek konstruksi.
  • Pengenaan sanksi bagi perusahaan yang mempekerjakan insinyur tanpa sertifikasi.
  • Penguatan pengawasan terhadap kualitas pekerjaan insinyur di lapangan.

Peningkatan Kesadaran dan Pendidikan tentang SIP

Agar sertifikasi ini lebih diminati oleh insinyur, perlu dilakukan sosialisasi dan pendidikan yang lebih luas, seperti:

  • Workshop dan seminar di perguruan tinggi dan perusahaan konstruksi.
  • Kampanye nasional tentang manfaat dan keunggulan memiliki SIP.
  • Integrasi program PSPPI dengan kurikulum teknik di universitas, sehingga lulusan teknik secara otomatis memahami pentingnya sertifikasi ini.

Meningkatkan Standar Ujian dan Evaluasi Kompetensi

Untuk memastikan bahwa hanya insinyur yang kompeten yang mendapatkan sertifikasi, perlu adanya standar evaluasi yang lebih ketat. Langkah-langkah yang dapat dilakukan meliputi:

  • Peningkatan standar ujian sertifikasi agar sebanding dengan sistem Professional Engineer (PE) di negara lain.
  • Menambah persyaratan pengalaman kerja yang lebih terstruktur sebelum seorang insinyur dapat mengajukan sertifikasi.
  • Melibatkan industri dalam proses sertifikasi, sehingga lulusan SIP lebih siap menghadapi kebutuhan pasar kerja.

Jurnal Peningkatan Kualitas Insinyur melalui Sertifikasi Insinyur Profesional memberikan wawasan mendalam mengenai pentingnya sertifikasi dalam meningkatkan daya saing insinyur Indonesia. Beberapa poin utama dari penelitian ini adalah:

  1. Sertifikasi insinyur profesional sangat penting dalam menghadapi persaingan tenaga kerja di era MEA.
  2. Masih banyak tantangan dalam implementasi sertifikasi di Indonesia, termasuk regulasi yang belum optimal dan kurangnya kesadaran dari para insinyur.
  3. Kasus kegagalan infrastruktur di Indonesia menunjukkan bahwa standar kompetensi insinyur perlu ditingkatkan melalui sertifikasi yang lebih ketat.
  4. Diperlukan regulasi yang lebih kuat, sosialisasi yang lebih luas, serta peningkatan standar evaluasi sertifikasi untuk memastikan hanya insinyur berkualitas yang mendapatkan lisensi profesional.

Dengan memperbaiki sistem sertifikasi insinyur, Indonesia dapat menghasilkan tenaga kerja teknik yang lebih kompeten dan mampu bersaing di tingkat internasional.

Sumber: Intan Supraba. Peningkatan Kualitas Insinyur melalui Sertifikasi Insinyur Profesional. Prosiding Simposium II – UNIID 2017, e-ISBN: 978-979-587-734-9, Palembang, 19-20 September 2017.

Selengkapnya
Peningkatan Kualitas Insinyur melalui Sertifikasi Insinyur Profesional

Keselamatan Kebakaran

Perencanaan Emergency Response Plan (ERP) dan Penentuan APAR di Gedung Office PT. Putra Perkasa Abadi: Evaluasi dan Rekomendasi

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 14 Maret 2025


Dalam dunia industri, penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) menjadi aspek krusial yang bertujuan untuk mengurangi risiko kecelakaan kerja, termasuk kebakaran. PT. Putra Perkasa Abadi, perusahaan kontraktor pertambangan batubara yang beroperasi di Kalimantan Selatan, menyadari pentingnya memiliki Emergency Response Plan (ERP) yang efektif guna melindungi karyawan serta aset perusahaan dari bencana kebakaran.

Penelitian ini bertujuan untuk menyusun perencanaan ERP dan menentukan lokasi serta jenis Alat Pemadam Api Ringan (APAR) yang optimal di gedung office PT. Putra Perkasa Abadi. Metode yang digunakan adalah kuantitatif-deskriptif, dengan pendekatan identifikasi fire hazard, perencanaan jalur evakuasi, dan optimasi pemasangan APAR menggunakan metode set covering.

Penelitian ini melibatkan tiga tahap utama:

  1. Identifikasi Bahaya Kebakaran
    • Mengumpulkan data mengenai dimensi bangunan, fungsi setiap ruangan, dan potensi bahaya kebakaran (fire hazard).
    • Menggunakan pendekatan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 04 Tahun 1980 dan SNI 03-6574-2001 untuk evaluasi proteksi kebakaran.
  2. Perencanaan Jalur Evakuasi dan Meeting Point
    • Menentukan jalur evakuasi dengan minimal dua alternatif rute per lantai.
    • Menetapkan titik kumpul (muster point) yang aman dari risiko gedung runtuh.
  3. Optimasi Pemasangan APAR
    • Menentukan lokasi strategis pemasangan APAR menggunakan metode set covering untuk menjaga efisiensi jumlah APAR tanpa mengorbankan cakupan proteksi kebakaran.
    • Menentukan jenis APAR yang sesuai dengan klasifikasi kebakaran di gedung kantor.

Penelitian mengidentifikasi berbagai sumber kebakaran di dalam gedung, antara lain:

  • Peralatan elektronik (komputer, printer, AC) yang berpotensi mengalami korsleting.
  • Material mudah terbakar seperti meja, kursi, dan dokumen kertas.
  • Dapur/pantry yang memiliki risiko kebakaran akibat peralatan pemanas dan gas.

Sebagian besar kebakaran yang terjadi di kantor umumnya berkaitan dengan korsleting listrik, yang merupakan penyebab utama 80% kebakaran gedung di Indonesia berdasarkan data Kementerian PUPR.

Evaluasi Jalur Evakuasi

  • Gedung memiliki dua akses utama, tetapi beberapa koridor masih dianggap terlalu sempit untuk evakuasi massal.
  • Jarak maksimal evakuasi harus berada dalam batas 61 meter, sesuai standar NFPA 101 Life Safety Code.
  • Tanda evakuasi dan petunjuk arah belum sepenuhnya jelas, menyebabkan potensi kebingungan saat terjadi kebakaran.

Optimasi Pemasangan APAR

Jenis APAR yang digunakan di gedung ini adalah:

  • 1 unit APAR COâ‚‚, digunakan untuk perlindungan terhadap kebakaran akibat perangkat elektronik.
  • 7 unit APAR Multi-Purpose Powder, yang efektif dalam memadamkan kebakaran kelas A (benda padat), kelas B (cairan mudah terbakar), dan kelas C (peralatan listrik).

Lokasi pemasangan APAR ditentukan berdasarkan:

  • Aksesibilitas: Harus mudah dijangkau dari setiap ruangan.
  • Jarak maksimal: Setiap APAR harus bisa meng-cover radius 15 meter.
  • Potensi bahaya: Ruang server dan pantry mendapat prioritas pemasangan APAR tambahan.

Metode set covering digunakan untuk mengoptimalkan lokasi pemasangan APAR, sehingga jumlah alat yang digunakan tetap efisien tetapi tetap memberikan perlindungan maksimal.

Komunikasi Darurat

Untuk memastikan respons cepat dalam situasi kebakaran, setiap ruangan akan dilengkapi dengan:

  • Papan informasi darurat yang mencantumkan nomor darurat dan channel radio emergency.
  • SOP keadaan darurat yang disosialisasikan kepada seluruh karyawan

Sebagai perbandingan, studi ini mengulas beberapa insiden kebakaran yang terjadi di gedung perkantoran di Indonesia, termasuk:

1. Kebakaran Gedung Cyber 1 Jakarta (2021)

  • Penyebab: Korsleting listrik di ruang server.
  • Dampak: 2 orang meninggal akibat terjebak di dalam ruangan tanpa ventilasi.
  • Evaluasi: Kurangnya sistem deteksi asap dan sprinkler menyebabkan keterlambatan respons pemadaman.

2. Kebakaran Gedung Keuangan Negara Jakarta (2020)

  • Penyebab: Ledakan panel listrik di ruang arsip.
  • Dampak: Kerugian materiil miliaran rupiah karena dokumen penting terbakar.
  • Evaluasi: Sistem alarm tidak aktif secara otomatis, memperlambat evakuasi.

Dari studi kasus ini, terlihat bahwa kurangnya perencanaan ERP yang baik serta sistem deteksi kebakaran yang tidak optimal dapat memperburuk dampak kebakaran.

1. Peningkatan Kesadaran dan Pelatihan Karyawan

  • Melakukan simulasi kebakaran setiap enam bulan sekali.
  • Melatih karyawan dalam penggunaan APAR dengan benar.
  • Membentuk tim tanggap darurat internal yang siap siaga dalam situasi kebakaran.

2. Optimalisasi Jalur Evakuasi dan Meeting Point

  • Menyediakan tanda jalur evakuasi yang lebih besar dan jelas.
  • Memastikan semua jalur evakuasi tidak terhalang oleh perabotan atau sekat ruangan.
  • Menambah jumlah meeting point untuk menghindari kepadatan saat evakuasi.

3. Peningkatan Sistem Proteksi Kebakaran

  • Menambahkan sprinkler di setiap lantai untuk deteksi dan pemadaman dini.
  • Memasang detektor asap di semua ruangan dengan risiko tinggi.
  • Meningkatkan jumlah dan kualitas APAR, serta memastikan pengecekan rutin.

4. Peningkatan Infrastruktur Teknologi Keselamatan

  • Mengintegrasikan sistem alarm kebakaran dengan perangkat IoT untuk deteksi dini.
  • Menggunakan aplikasi mobile untuk memberikan instruksi evakuasi dalam keadaan darurat.

Penelitian ini menunjukkan bahwa perencanaan Emergency Response Plan (ERP) dan penentuan lokasi APAR di gedung office PT. Putra Perkasa Abadi masih perlu ditingkatkan. Dengan menerapkan rekomendasi yang telah disebutkan, perusahaan dapat Meningkatkan efektivitas evakuasi dalam keadaan darurat. Meminimalkan risiko korban jiwa dan kerusakan materiil akibat kebakaran. Meningkatkan kepatuhan terhadap regulasi keselamatan kerja yang berlaku. Implementasi yang lebih baik dari sistem ERP dan optimasi proteksi kebakaran akan membantu menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman dan terlindungi dari ancaman kebakaran.

 

Sumber Asli Paper

Apgani, M. J. A., Fachruzzaki, & Lestari, R. (2023). Perencanaan Emergency Response Plan (ERP) dan Penentuan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) pada Gedung Office PT. Putra Perkasa Abadi. Jurnal Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan, 4(2), 113-120.

Selengkapnya
Perencanaan Emergency Response Plan (ERP) dan Penentuan APAR di Gedung Office PT. Putra Perkasa Abadi: Evaluasi dan Rekomendasi

Keselamatan Kebakaran

Penerapan Manajemen Keselamatan Kebakaran di Gedung Grand Slipi Tower: Analisis Kepatuhan terhadap Standar Keselamatan

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 14 Maret 2025


Kebakaran di gedung tinggi merupakan salah satu risiko terbesar dalam dunia konstruksi dan perkantoran. Tanpa sistem manajemen keselamatan kebakaran (Fire Safety Management/FSM) yang baik, insiden kebakaran dapat menyebabkan kerugian finansial yang besar, korban jiwa, serta gangguan operasional. Studi ini mengevaluasi penerapan FSM di Grand Slipi Tower, Jakarta, sebuah gedung perkantoran 40 lantai dengan luas 79.492,32 m². Evaluasi dilakukan berdasarkan Human System (faktor manusia), Equipment System (sistem peralatan proteksi kebakaran), dan SOP (prosedur operasional baku) serta kepatuhannya terhadap regulasi teknis proteksi kebakaran di Indonesia.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik survei kuesioner yang dibagikan kepada 55 responden dari total 122 staf pengelola gedung.

Tiga variabel utama yang diteliti adalah:

  1. Human System 
  2. Equipment System 
  3. SOP (Standard Operating Procedure) 

Analisis data dilakukan dengan menggunakan regresi linier sederhana dan uji statistik t-test dan F-test untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel terhadap tingkat kepatuhan terhadap standar keselamatan kebakaran. Berdasarkan hasil analisis, faktor manusia (Human System) memiliki pengaruh sebesar 71,3% terhadap kepatuhan standar kebakaran.

Beberapa temuan penting terkait faktor manusia adalah:

  • Kurangnya pelatihan kebakaran rutin, yang menyebabkan sebagian staf tidak mengetahui langkah-langkah darurat dengan baik.
  • Minimnya kesadaran akan penggunaan alat pemadam api.
  • Tidak adanya tim tanggap darurat yang terlatih secara profesional.

Sistem proteksi kebakaran yang digunakan di gedung ini mencakup fire alarm, alat pemadam api ringan (APAR), sprinkler, dan hydrant. Namun, penelitian menemukan bahwa tingkat efektivitas sistem peralatan hanya mencapai 64,8% dari standar ideal. Beberapa masalah yang ditemukan adalah:

  • Beberapa alat pemadam api tidak diperiksa secara berkala.
  • Sistem deteksi kebakaran belum terintegrasi dengan sistem evakuasi gedung.
  • Beberapa sprinkler tidak berfungsi dengan baik.

Beberapa kendala dalam penerapan SOP antara lain:

  • Tidak semua karyawan mengetahui jalur evakuasi.
  • Dokumentasi SOP tidak tersedia dalam bentuk yang mudah diakses oleh seluruh staf.
  • Kurangnya latihan evakuasi kebakaran secara berkala.

Ketika ketiga variabel (Human System, Equipment System, dan SOP) dikombinasikan, pengaruhnya terhadap kepatuhan terhadap standar keselamatan kebakaran mencapai 83,1%. Hal ini menunjukkan bahwa keselamatan kebakaran tidak hanya bergantung pada satu aspek saja, tetapi harus melibatkan sumber daya manusia, peralatan yang memadai, serta SOP yang jelas dan diterapkan secara konsisten.

Sebagai perbandingan, studi ini mengulas beberapa insiden kebakaran di Jakarta yang terjadi akibat kurangnya penerapan FSM, antara lain:

  1. Kebakaran Wisma Kosgoro (2015)
    • Penyebab: Korsleting listrik di lantai 16.
    • Dampak: Api menyebar ke 5 lantai lainnya karena tidak ada sprinkler yang berfungsi dengan baik.
    • Evaluasi: Sistem alarm berfungsi, tetapi proses evakuasi terganggu karena minimnya latihan kebakaran sebelumnya.
  2. Kebakaran Gedung Keuangan Negara (2020)
    • Penyebab: Ledakan panel listrik di ruang arsip.
    • Dampak: Data penting terbakar, kerugian mencapai miliaran rupiah.
    • Evaluasi: Sistem deteksi asap tidak dapat mengaktifkan alarm secara otomatis, menyebabkan keterlambatan respons.

Kedua kasus ini menunjukkan bahwa tanpa FSM yang baik, kebakaran bisa menyebabkan kerugian besar dan menghambat operasional perusahaan dalam jangka panjang. Berdasarkan hasil penelitian, beberapa rekomendasi yang dapat diterapkan di Grand Slipi Tower dan gedung perkantoran lainnya adalah:

1. Peningkatan Kesadaran dan Pelatihan Karyawan

  • Pelatihan keselamatan kebakaran harus dilakukan setiap 6 bulan.
  • Simulasi evakuasi harus dilakukan secara berkala dengan keterlibatan seluruh karyawan.
  • Setiap lantai harus memiliki petugas keamanan khusus yang dilatih sebagai tim tanggap darurat kebakaran.

2. Optimalisasi Sistem Proteksi Kebakaran

  • Seluruh peralatan pemadam api harus diuji setiap 3 bulan.
  • Memastikan semua sprinkler berfungsi dengan baik dan diperiksa oleh tim teknis.
  • Mengintegrasikan alarm kebakaran dengan sistem evakuasi otomatis untuk mempercepat respons darurat.

3. Penyesuaian SOP dengan Standar Internasional

  • Dokumentasi SOP harus tersedia dalam bentuk yang mudah diakses oleh seluruh staf, termasuk dalam bentuk digital.
  • Petunjuk jalur evakuasi harus diperjelas dengan tanda-tanda yang lebih besar dan mudah terlihat.
  • Tim keselamatan gedung harus melakukan audit berkala terhadap penerapan SOP.

Studi ini menegaskan bahwa Fire Safety Management (FSM) di Grand Slipi Tower masih perlu ditingkatkan, terutama dalam aspek pelatihan karyawan, sistem peralatan proteksi kebakaran, dan penerapan SOP.

Dengan menerapkan strategi perbaikan yang telah direkomendasikan, gedung ini dapat:
✔ Meningkatkan kesiapan dalam menghadapi kebakaran.
✔ Meminimalkan potensi korban jiwa dan kerugian finansial.
✔ Mematuhi standar keselamatan kebakaran yang berlaku.

Implementasi FSM yang lebih baik tidak hanya akan meningkatkan keselamatan penghuni gedung, tetapi juga memastikan keberlanjutan operasional bisnis dalam jangka panjang.

Sumber 

Effendie, M. I. N. (2017). Penerapan Fire Safety Management pada Bangunan Gedung Grand Slipi Tower Dikaitkan dengan Pemenuhan Peraturan dan Standar Teknis Proteksi Kebakaran. Jurnal Media Teknik & Sistem Industri, 1(1), 66-71.

Selengkapnya
Penerapan Manajemen Keselamatan Kebakaran di Gedung Grand Slipi Tower: Analisis Kepatuhan terhadap Standar Keselamatan
« First Previous page 568 of 1.294 Next Last »