Pembuatan Terowongan dan Konstruksi Bawah Tanah

Kolaborasi Mendorong Pemanfaatan Ruang Bawah Tanah untuk Mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 06 Mei 2025


Ruang bawah tanah perkotaan (urban underground space/UUS) kini menjadi sorotan utama dalam upaya mengatasi berbagai tantangan urbanisasi, khususnya dalam kaitannya dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs). Kajian komprehensif dari Peng et al. (2021) menyoroti bahwa setidaknya 11 dari 17 SDGs memiliki hubungan erat dengan pengembangan UUS. Dalam artikel ini, kita akan membedah dimensi kritis dari pendekatan kolaboratif, menyajikan studi kasus nyata, dan meninjau tantangan maupun peluang yang ditawarkan oleh pemanfaatan ruang bawah tanah secara berkelanjutan.

Mengapa Ruang Bawah Tanah Menjadi Penting?

Dengan meningkatnya urbanisasi, kota-kota menghadapi tekanan besar terhadap ketersediaan lahan. UUS menawarkan solusi alternatif dengan memindahkan berbagai fungsi kota ke bawah tanah, mulai dari transportasi, energi, hingga ruang publik. Misalnya:

  • Di Tokyo, 99,9% bangunan memiliki basement hingga 4 lantai.
  • Di Melbourne, proyek West Gate Tunnel dan Metro Tunnel jadi andalan transportasi masa depan.
  • China mencatat total panjang jalur kereta bawah tanah lebih dari 5000 km pada 2018.

Kaitan Langsung UUS dengan 11 SDGs

Berikut ini beberapa SDGs yang paling relevan dengan penggunaan ruang bawah tanah:

1. SDG 3: Kesehatan dan Kesejahteraan

  • Contoh: Proyek M30 di Madrid menurunkan angka kecelakaan hingga 50%.
  • Dampak: Jalan dan kereta bawah tanah menurunkan polusi udara dan meningkatkan keselamatan lalu lintas.

2. SDG 6: Air Bersih dan Sanitasi

  • Drainase dan terowongan air limbah di Shanghai dan Victoria Harbour terbukti meningkatkan kualitas air permukaan dan bawah tanah.

3. SDG 7: Energi Bersih

  • Potensi geothermal: bisa hasilkan 1400 TWh listrik dan 1600 TWh panas per tahun pada 2050.
  • Sistem seperti aquifer thermal energy storage menyediakan energi hemat dan bersih.

4. SDG 8 & 9: Pertumbuhan Ekonomi dan Inovasi

  • Investasi UUS di China mencapai 405 miliar USD.
  • Transportasi bawah tanah mempercepat mobilitas kerja dan pertumbuhan industri terkait.

5. SDG 11: Kota Berkelanjutan

  • Proyek SMART di Kuala Lumpur menggabungkan jalan dan terowongan pengendali banjir.
  • Boston Big Dig membebaskan 30 acre lahan hijau baru.
  • Museum bawah tanah di Luoyang, China melestarikan warisan budaya sambil menyediakan fasilitas publik.

Risiko dan Kerugian Potensial

Namun, tidak semua dampak UUS bersifat positif. Beberapa tantangan yang perlu diantisipasi:

  • Kesehatan: Kurangnya pencahayaan alami, sirkulasi udara buruk.
  • Lingkungan: Kerusakan pada akuifer, organisme bawah tanah, serta warisan budaya.
  • Fungsi Kota: Risiko kriminalitas di lorong bawah tanah, gangguan terhadap vitalitas ruang publik di permukaan.

Solusi: Pendekatan Kolaboratif Multidisipliner

Untuk menghindari dampak negatif sekaligus memaksimalkan potensi UUS terhadap SDGs, artikel ini mengusulkan empat dimensi kolaboratif:

1. Administrasi Lahan Modern

  • Dibutuhkan sistem administrasi kepemilikan dan hak guna lahan bawah tanah yang terpisah dan jelas.
  • Negara seperti Jepang (dengan batas 10–40 m) dan Singapura (30 m) telah menerapkan sistem ini.

2. Perencanaan Terintegrasi

  • Penilaian kesesuaian UUS berdasarkan potensi geothermal, air tanah, sejarah, dan organisme bawah tanah.
  • Dibutuhkan perencanaan 3D dan pemodelan berbasis AI untuk menghindari konflik penggunaan.

3. Desain Arsitektur

  • Perlu desain yang memperhitungkan kenyamanan pengguna, ventilasi, akses cahaya, serta mitigasi risiko bencana seperti banjir dan kebakaran.

4. Teknologi Konstruksi

  • Proyek seperti terowongan logistik pelabuhan Shanghai dan sistem pengumpulan limbah bawah tanah memerlukan teknologi canggih dan presisi tinggi.

Studi Kasus: Dunia Nyata dalam Angka

  • Taipei Metro menurunkan polusi CO sebesar 5–15%.
  • Finlandia menggunakan ruang bawah tanah untuk pusat olahraga, galeri seni, dan fasilitas umum.
  • Singapura membangun penyimpanan amunisi bawah tanah demi mengurangi kerugian akibat ledakan.
  • Di Jepang, 51% tanah hasil galian proyek UUS langsung digunakan kembali, sisanya disimpan untuk proyek infrastruktur masa depan.

Kesimpulan: Potensi UUS untuk Masa Depan Berkelanjutan

Dengan pengelolaan dan kolaborasi yang tepat, ruang bawah tanah bisa menjadi kunci dalam:

  • Meningkatkan efisiensi lahan kota
  • Mendorong inovasi infrastruktur
  • Meningkatkan kualitas hidup masyarakat urban
  • Menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan

Namun, semua itu hanya bisa dicapai jika pendekatan perencanaan, hukum, desain, dan teknologi dikembangkan secara menyatu, terukur, dan inklusif. Maka dari itu, transformasi sistemik dan kesadaran lintas sektor menjadi prasyarat utama menuju kota masa depan yang berkelanjutan.

Sumber: Fang-Le Peng, Yong-Kang Qiao, Soheil Sabri, Behnam Atazadeh, Abbas Rajabifard. A collaborative approach for urban underground space development toward sustainable development goals: Critical dimensions and future directions. Frontiers of Structural and Civil Engineering, Vol. 15, No. 1, 2021, pp. 20–45. DOI: 10.1007/s11709-021-0716-x

Selengkapnya
Kolaborasi Mendorong Pemanfaatan Ruang Bawah Tanah untuk Mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

Pembuatan Terowongan dan Konstruksi Bawah Tanah

Model Cloud dan Teori Permainan Menyempurnakan Penilaian Risiko Terowongan di Tanah Loess

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 06 Mei 2025


Mengapa Terowongan di Tanah Loess Butuh Evaluasi Risiko Khusus?

Tanah loess yang tersebar luas di Tiongkok bagian tengah dan barat menutupi sekitar 631.000 km² atau 6,6% dari total daratan. Struktur tanah ini sangat rapuh, mudah melembek jika terkena air, dan memiliki sambungan vertikal yang berkembang, sehingga terowongan yang dibangun di bawahnya sangat rentan terhadap longsor, runtuh, dan deformasi besar.

Penelitian oleh Han dkk. (2023) menyajikan model evaluasi risiko komprehensif berdasarkan teori permainan dan model cloud, yang secara khusus dirancang untuk mengatasi kompleksitas dan ketidakpastian dalam pembangunan terowongan di tanah loess.

Studi Kasus: Terowongan Luochuan di Jalur Kereta Cepat Xi’an–Yan’an

Terowongan Luochuan sepanjang 4.140 meter dibangun dengan kedalaman maksimal 64 meter, melintasi tanah loess yang rapuh dan struktur bawah tanah lainnya seperti rumah warga, pabrik, dan jalan. 70% dari panjang terowongan merupakan bagian dangkal—yang sangat berisiko. Di sinilah sering terjadi:

  • Retakan tanah dan kerusakan bangunan permukaan
  • Deformasi besar pada lengkung terowongan (hingga 436,5 mm)
  • Limpasan air hebat saat hujan badai (26 Juli 2022)
  • Runtuhan tanah dan jatuhnya blok dari dinding terowongan

Semua kejadian ini mencerminkan bahwa risiko pada pembangunan terowongan loess sangat kompleks dan dinamis, sehingga butuh pendekatan evaluasi risiko yang fleksibel dan akurat.

Solusi: Kombinasi Teori Permainan dan Model Cloud

Peneliti mengembangkan pendekatan baru berbasis dua pilar:

  1. Model Cloud:
    Digunakan untuk menangani data yang tidak pasti, kabur, dan memiliki variasi tinggi. Model ini memetakan nilai kuantitatif (misalnya kedalaman, diameter) ke dalam konsep kualitatif seperti “berisiko tinggi” atau “cukup aman”.
  2. Teori Permainan:
    Digunakan untuk menggabungkan bobot subjektif (dari pakar, via AHP) dan bobot objektif (dari data, via metode entropi). Ini menghindari dominasi persepsi manusia dan menjaga keseimbangan dalam evaluasi.

Struktur Evaluasi: 15 Indikator Risiko

Evaluasi dilakukan dengan 15 indikator utama yang terbagi dalam empat kategori:

  • Kondisi geologi alami (misalnya: jenis batuan, curah hujan, kemiringan)
  • Parameter karakteristik terowongan (misalnya: kedalaman, panjang, diameter)
  • Teknologi konstruksi (misalnya: metode penggalian, forepoling, pelapisan)
  • Manajemen keselamatan (misalnya: pengukuran monitoring, kualitas manajemen, perlengkapan, keterampilan pekerja)

Setiap indikator diukur, diklasifikasikan ke dalam 5 level risiko (dari tidak ada risiko hingga risiko sangat tinggi), lalu dihitung nilainya melalui forward cloud generator.

Studi Evaluasi: 10 Titik Pengamatan di Lapangan

10 lokasi sepanjang terowongan Luochuan dinilai menggunakan model ini. Hasil penilaian mencerminkan fakta lapangan:

  • DK198 + 877: Risiko tingkat V, terdapat limpasan air, deformasi berat, dan retakan permukaan besar.
  • DK198 + 593: Risiko tingkat V, deformasi mahkota mencapai 436,5 mm dan memperparah infiltrasi air hujan.
  • DK198 + 663 & DK198 + 558: Risiko tingkat V, berada di bawah area pemukiman dengan dukungan lemah.
  • DK196 + 840 & DK196 + 760: Risiko tingkat III, kedalaman cukup aman, dengan deformasi terkendali.
  • DK198 + 680: Risiko tingkat II, memiliki dukungan struktural tinggi dan deformasi minimal.

Semua prediksi konsisten dengan data deformasi dan kejadian aktual selama konstruksi, membuktikan bahwa model ini sangat akurat dan aplikatif.

Manfaat Nyata dari Model Kombinasi Ini

Model ini berhasil menjawab masalah evaluasi risiko terowongan di lingkungan kompleks, terutama di lokasi dengan:

  • Tanah rapuh dan mudah longsor
  • Curah hujan tinggi
  • Struktur permukaan padat (rumah, jalan, fasilitas umum)
  • Minimnya data real-time dan monitoring

Dengan menggunakan kombinasi AHP + Entropi + Game Theory + Cloud Model, peneliti:

  • Mendapatkan bobot variabel yang akurat dan seimbang
  • Mengeliminasi dominasi subjektivitas manusia
  • Mendekati risiko aktual di lapangan dengan presisi tinggi

Rekomendasi dari Penelitian Ini

  1. Tingkatkan penguatan tanah di area berisiko tinggi
    Gunakan grouting, semprotan semen, atau bahan anti-air tambahan.
  2. Perkuat sistem monitoring real-time dan feedback informasi
    Pasang alat pemantau deformasi permanen, sistem peringatan dini berbasis data.
  3. Tingkatkan pelatihan teknis untuk pekerja lapangan dan pengawas
    Pastikan bahwa SOP evakuasi dan tindakan darurat sudah dipahami semua pihak.
  4. Gunakan hasil model ini dalam fase perencanaan proyek baru
    Karena model ini bisa diadaptasi untuk proyek serupa, tidak hanya di Tiongkok tapi juga di negara lain yang memiliki tanah serupa seperti Iran, Turki, bahkan Indonesia.

Kesimpulan

Penilaian risiko pada pembangunan terowongan loess tidak bisa menggunakan pendekatan statis dan linear. Model gabungan berbasis teori permainan dan model cloud yang ditawarkan dalam studi ini:

  • Menangkap dinamika dan ketidakpastian risiko secara akurat
  • Konsisten dengan hasil deformasi dan kerusakan nyata
  • Layak dijadikan alat bantu perencanaan, eksekusi, dan pengawasan proyek

Ini bukan hanya langkah akademis, tetapi rekomendasi teknis langsung bagi praktisi teknik sipil, manajer proyek, dan pembuat kebijakan dalam pembangunan infrastruktur bawah tanah.

Sumber : Han, B., Jia, W., Feng, W., Liu, L., Zhang, Z., Guo, Y., & Niu, M. (2023). Safety risk assessment of loess tunnel construction under complex environment based on game theory-cloud model. Scientific Reports, 13, 12249.

Selengkapnya
Model Cloud dan Teori Permainan Menyempurnakan Penilaian Risiko Terowongan di Tanah Loess

Pembuatan Terowongan dan Konstruksi Bawah Tanah

Metode Grey Clustering Menentukan Keamanan Terowongan Utilitas dari Awal hingga Operasi

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 06 Mei 2025


Mengapa Evaluasi Keamanan Terowongan Utilitas Harus Sepanjang Siklus Hidup?

Dengan percepatan urbanisasi di Tiongkok, terowongan utilitas kota menjadi solusi penting untuk menata jaringan kabel dan pipa secara terintegrasi di bawah tanah. Namun, struktur kompleks ini memiliki potensi risiko tinggi dari tahap perencanaan hingga operasional. Maka, diperlukan metode evaluasi keamanan yang menyeluruh sepanjang seluruh siklus hidup proyek—mulai dari perencanaan, desain, konstruksi, hingga operasional dan pemeliharaan.

Penelitian oleh Sun et al. (2022) menjawab kebutuhan ini dengan membangun model evaluasi keamanan berdasarkan grey clustering dan metode bobot entropi, yang kemudian diuji pada proyek nyata di Zhengzhou, Tiongkok.

Pendekatan: Menggabungkan Teori Siklus Hidup dan Analisis Grey Clustering

Penelitian ini berangkat dari teori whole life cycle yang membagi proyek menjadi empat tahap:

  1. Perencanaan
  2. Desain
  3. Konstruksi
  4. Operasi dan Pemeliharaan

Untuk menilai risiko di setiap tahap, peneliti menetapkan 26 indikator evaluasi keamanan dan menghitung bobot pentingnya masing-masing menggunakan metode entropi, yang mempertimbangkan variasi data secara objektif. Kemudian, penilaian akhir dilakukan menggunakan grey clustering, metode yang cocok untuk data kecil dan tidak pasti.

Studi Kasus: Proyek Terowongan Utilitas Kota di Zhengzhou

Penelitian ini mengkaji proyek terowongan utilitas bawah tanah yang terdiri dari dua kompartemen:

  • Kompartemen pertama: 12 kabel listrik dan 18 kabel komunikasi.
  • Kompartemen kedua: dua pipa pemanas (diameter 600 mm), satu pipa air limbah (diameter 300 mm), dan satu pipa air bersih (diameter 300 mm).

Proyek ini selesai dibangun pada Agustus 2018. Lima pakar konstruksi diminta menilai tingkat keamanan 26 indikator dalam proyek ini berdasarkan skala 0–100.

Hasil: Konstruksi Menjadi Tahap Paling Kritis

Bobot indikator berdasarkan metode entropi menunjukkan bahwa fase konstruksi memiliki kontribusi risiko tertinggi (30%), disusul oleh fase operasi dan pemeliharaan (25%), desain (23%), dan terakhir perencanaan (20%).

Indikator dengan bobot tertinggi:

  • Risiko kualitas konstruksi (2,5%)
  • Tingkat teknologi konstruksi (1,7%)
  • Risiko lingkungan internal saat operasi (1,5%)
  • Kesalahan perencanaan eksternal (1,9%)
  • Perancangan pencegahan bencana (2%)

Kesimpulan awal: proyek ini tergolong "relatif aman", namun tetap ada ruang peningkatan khususnya pada:

  • Manajemen risiko konstruksi
  • Pemeliharaan struktur
  • Pemantauan keamanan lingkungan internal terowongan

Keunggulan Metode Grey Clustering dalam Evaluasi Infrastruktur

Grey clustering unggul dalam:

  • Menangani data terbatas dan tidak pasti
  • Memberi hasil yang intuitif dan mudah ditafsirkan
  • Menyesuaikan klasifikasi keamanan ke dalam lima kategori: sangat tidak aman, kurang aman, cukup aman, relatif aman, dan sangat aman

Fungsi whitening segitiga pusat digunakan untuk menghindari inkonsistensi penilaian, sehingga hasilnya lebih stabil.

Rekomendasi Praktis Berdasarkan Temuan

  1. Fokus pada fase konstruksi. Kualitas bangunan dan teknologi konstruksi harus menjadi prioritas utama.
  2. Manajemen risiko selama operasi. Penting untuk mengembangkan sistem visualisasi dan pemantauan pintar berbasis IoT atau BIM.
  3. Pertimbangkan pencegahan dini di tahap desain. Termasuk desain sistem pelarian, ventilasi, alarm, dan perlindungan terhadap sabotase.
  4. Replikasi dan adaptasi model ke proyek lain. Model ini bisa disesuaikan ke proyek di kota lain dengan data lokal dan pendapat ahli.

Nilai Tambah untuk Dunia Nyata

Dalam konteks pengembangan kota pintar, sistem seperti ini bisa menjadi dasar pengambilan keputusan dalam manajemen infrastruktur bawah tanah. Hal ini penting bagi pemangku kebijakan, kontraktor, serta operator infrastruktur untuk menilai keamanan secara objektif, bahkan tanpa data besar atau sistem evaluasi mahal.

Kritik dan Keterbatasan

Penelitian ini hanya mengandalkan lima pakar dan satu proyek sebagai studi kasus, yang membatasi generalisasi hasil. Peneliti merekomendasikan agar model ini diuji pada berbagai lokasi dan melibatkan lebih banyak responden serta pendekatan komparatif dengan metode lain seperti fuzzy AHP atau surrogate models.

Kesimpulan: Evaluasi Keamanan Terowongan yang Menyeluruh & Praktis

Studi ini menunjukkan bahwa pendekatan kombinasi siklus hidup + grey clustering + bobot entropi dapat:

  • Mengidentifikasi risiko kritis pada setiap fase proyek
  • Membantu pengambilan keputusan berbasis data
  • Memberi alat evaluasi yang fleksibel, intuitif, dan efektif

Untuk masa depan pembangunan terowongan utilitas di wilayah urban padat seperti Asia Tenggara dan Timur Tengah, model ini layak dijadikan rujukan awal dalam sistem perencanaan dan pengelolaan infrastruktur bawah tanah.

Sumber Artikel : Shaonan Sun, Congyu Xu, Ailing Wang, Yixin Yang, Mengqi Su. (2022). Safety evaluation of urban underground utility tunnel with the grey clustering method based on the whole life cycle theory. Journal of Asian Architecture and Building Engineering, 21(6), 2532–2544.

Selengkapnya
Metode Grey Clustering Menentukan Keamanan Terowongan Utilitas dari Awal hingga Operasi

Pembuatan Terowongan dan Konstruksi Bawah Tanah

Mengapa Terowongan Lebih Sering Runtuh Saat Dibangun Dibanding Setelah Digunakan

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 06 Mei 2025


Pendahuluan: Kenapa Perlu Mengukur Risiko Kegagalan Terowongan?

Dalam dunia konstruksi bawah tanah modern, terowongan menjadi salah satu struktur yang paling kompleks dan berisiko tinggi. Paper berjudul Revised Comparison of Tunnel Collapse Frequencies and Tunnel Failure Probabilities karya Spyridis dan Proske (2021) membedah kesenjangan antara perhitungan probabilitas kegagalan terowongan dan data runtuh sebenarnya yang telah diamati secara global.

Fokus utamanya adalah membandingkan nilai probabilitas kegagalan yang dihitung secara teoritis dengan frekuensi keruntuhan nyata. Hasilnya cukup mengejutkan—perhitungan teoritis cenderung berlebihan (konservatif), namun tetap tidak selalu sesuai dengan kenyataan.

Realita di Lapangan: Runtuhnya Terowongan Lebih Sering Terjadi Saat Konstruksi

Dari 321 kasus runtuh yang dikaji, 92% terjadi saat masa konstruksi—naik dari 80% dalam studi sebelumnya. Artinya, meskipun kita sering mendengar keruntuhan saat operasi, faktanya sebagian besar terjadi ketika terowongan masih dibangun. Hanya sekitar 8% dari total keruntuhan terjadi saat terowongan sudah beroperasi.

Jumlah Terowongan Dunia dan Perkembangannya

  • Perkiraan jumlah total terowongan di dunia: >125.000 unit
  • Rata-rata panjang terowongan jalan: 1.120 meter
  • Rata-rata panjang terowongan rel: 1.060 meter
  • China menyumbang hampir 50% dari pasar konstruksi terowongan global

Pertumbuhan ini juga didorong oleh proyek infrastruktur besar seperti Belt and Road Initiative dan pengembangan sistem metro di kota besar Asia.

Penyebab Dominan Runtuhnya Terowongan

Penelitian mengungkap bahwa faktor penyebab utama keruntuhan adalah kegagalan saat penggalian atau pendukung awal, bukan bencana alam seperti gempa atau banjir.

Beberapa penyebab lainnya termasuk:

  • Kesalahan desain atau eksekusi teknik
  • Ketidakpastian pada kondisi geologi lokal
  • Kecelakaan kendaraan dan kebakaran di dalam terowongan

Meskipun kebakaran menjadi sorotan besar di beberapa dekade terakhir, insiden ini hanya menyumbang sebagian kecil dari total runtuh.

Studi Kasus: Ledakan Statistik di Tahun 2000-an

Puncak runtuhnya terowongan tercatat terjadi antara 1994–2003 dengan insiden besar seperti:

  • Metro Munich (1994)
  • Great Belt Link (1995)
  • Heathrow Airport dan Los Angeles Metro (1994–1995)

Sebagai respons, pada tahun 2003 diterbitkan Joint Code of Practice for Risk Management of Tunnel Works oleh British Tunneling Society, yang menjadi standar internasional untuk mitigasi risiko.

Gap Besar antara Probabilitas yang Dihitung dan Fakta Lapangan

Penelitian ini membandingkan 31 perhitungan probabilitas kegagalan dengan frekuensi runtuh sebenarnya. Hasilnya:

  • Probabilitas kegagalan hasil simulasi (Monte Carlo dan β index) rata-rata 10⁻² hingga 10⁻³ per tahun
  • Fakta di lapangan menunjukkan keruntuhan nyata jauh lebih rendah dari hasil simulasi

Artinya, perhitungan cenderung terlalu konservatif. Tapi sekaligus menunjukkan bahwa banyak perhitungan belum mampu menangkap faktor risiko dunia nyata secara akurat.

Tingkat Kegagalan Berdasarkan Jenis Terowongan (Data 1999–2004):

  • Jalan: 0,013 per km
  • Rel: 0,012 per km
  • Air/limbah: 0,009 per km

Nilai ini setara dengan kemungkinan runtuh sekitar 1 kali setiap 77–111 tahun per km, tergantung jenisnya. Namun kembali lagi, nilai ini hanya batas bawah karena tidak semua kasus dilaporkan ke publik.

Masalah Validitas dan Underreporting

Banyak runtuhnya terowongan tidak dilaporkan oleh kontraktor maupun pemilik proyek. Di samping itu, tidak ada standar internasional dalam pelaporan jenis kerusakan, sehingga perbandingan menjadi sulit.

Selain itu, perhitungan teoritis dari berbagai literatur juga bervariasi hingga enam urutan magnitudo, menunjukkan bahwa metode dan asumsi input sangat mempengaruhi hasil.

Pentingnya Klasifikasi dan Desain Spesifik Terowongan

Tidak seperti jembatan atau bendungan, terowongan memiliki variasi besar dalam bentuk, metode konstruksi, dan kondisi geologi. Hal ini membuat estimasi kegagalan jadi lebih sulit.

Faktor-faktor pembeda utama:

  • Jenis kegunaan (jalan, rel, air)
  • Metode konstruksi (TBM, cut-and-cover, manual)
  • Jenis lapisan tanah (batuan keras vs tanah lunak)
  • Sistem penopang (lining, anchors, sprayed concrete)

Dengan demikian, standar keamanan dan estimasi risiko harus disesuaikan berdasarkan jenis dan lokasi proyek.

Kritik Terhadap Praktik Perhitungan Konvensional

Para penulis berargumen bahwa perlu ada pembaruan sistem target probabilitas kegagalan, terutama untuk masa konstruksi yang lebih berisiko.

Penyesuaian nilai target diperlukan agar desain lebih efisien tanpa mengorbankan keselamatan, khususnya di negara berkembang yang mengandalkan standar dari negara maju tanpa menyesuaikan kondisi lokal.

Kesimpulan dan Rekomendasi Praktis

  1. Mayoritas runtuh terjadi saat konstruksi, bukan saat operasi.
  2. Perhitungan probabilistik saat ini terlalu konservatif, dan tidak mewakili frekuensi nyata di lapangan.
  3. Perlu pendekatan berbasis data empiris untuk menyempurnakan sistem desain risiko terowongan.
  4. Underreporting dan variasi desain menjadi tantangan dalam membuat prediksi yang akurat.
  5. Standarisasi internasional untuk pelaporan dan desain sangat dibutuhkan untuk memperbaiki akurasi dan keamanan.

Sumber Artikel : Spyridis, P., & Proske, D. (2021). Revised Comparison of Tunnel Collapse Frequencies and Tunnel Failure Probabilities. ASCE-ASME Journal of Risk and Uncertainty in Engineering Systems, Part A: Civil Engineering, 7(2), 04021004.

Selengkapnya
Mengapa Terowongan Lebih Sering Runtuh Saat Dibangun Dibanding Setelah Digunakan

Pembuatan Terowongan dan Konstruksi Bawah Tanah

Metode Double-Heading Menstabilkan Konstruksi Terowongan di Tanah Pasir Lemah

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 06 Mei 2025


Pendahuluan: Tantangan Konstruksi Terowongan di Tanah Lemah dan Basah

Dalam proyek pembangunan infrastruktur berskala besar seperti rel kereta api atau jalan bawah tanah, tantangan geoteknik menjadi isu utama, terutama ketika konstruksi harus dilakukan pada lapisan tanah pasir yang lemah dan kaya air. Kondisi geologi seperti ini menyebabkan kestabilan batuan sekeliling menjadi sangat rendah, sehingga menimbulkan risiko deformasi besar, keruntuhan tanah, dan aliran air berlebih yang sulit dikendalikan. Paper ilmiah berjudul Study of the Stability of Tunnel Construction Based on Double-Heading Advance Construction Method oleh Song et al. (2020) membahas pendekatan inovatif untuk mengatasi tantangan tersebut dengan mengusulkan metode konstruksi baru yang disebut double-heading advance construction method.

Latar Belakang dan Studi Kasus: Terowongan Taoshuping

Sebagai konteks rekayasa, penelitian ini mengambil proyek Terowongan Taoshuping di Tiongkok, yang memiliki panjang 3220 meter dengan luas penampang hingga 180 m²—salah satu terowongan dengan penampang besar yang menembus lapisan pasir berair dengan semen lemah. Proyek ini mengalami kendala seperti air tanah melimpah (hingga 1000 m³ per hari), kestabilan batuan rendah (kelas VI), dan deformasi signifikan setelah penggalian.

Masalah Umum pada Konstruksi Terowongan di Tanah Lemah

  1. Infiltrasi air tanah tinggi, menyebabkan hilangnya stabilitas diri tanah pasir bersemen lemah.
  2. Deformasi besar dan keruntuhan, akibat lemahnya struktur tanah.
  3. Efisiensi rendah, karena proses konstruksi kompleks dan area kerja terbatas.

Solusi: Metode Double-Heading Advance

Metode ini mengombinasikan kelebihan dari CRD (Cross Diaphragm), double-side drift, dan metode tujuh-langkah tiga-bench, namun mengatasi kelemahan dari tiap metode tradisional.

Langkah-langkah utama:

  • Penggalian terowongan pandu di sisi kiri dan kanan bawah terlebih dahulu untuk mempercepat gravitasi dewatering.
  • Penggalian bagian atas secara bertahap, dimulai dari sisi-sisi lalu ke tengah, membentuk closed-loop support menggunakan rangka baja.
  • Penggalian bagian tengah dan busur terbalik setelah kestabilan relatif tercapai.

Temuan Utama: Simulasi Numerik dan Monitoring Lapangan

Dengan bantuan software MIDAS GTS NX dan data monitoring di lapangan, tim peneliti menemukan bahwa:

  • Area kritis deformasi terjadi pada bagian 5, 6, dan 7, yang menyumbang 75.6% dari total penurunan tanah (12 mm, 9 mm, dan 7 mm berturut-turut).
  • Tegangan maksimum mencapai +23 kPa dan minimum −232 kPa terjadi di area right hance (kaki lengkung kanan), mengindikasikan kebutuhan penguatan ekstra.
  • Perbedaan tekanan batuan sekeliling antara sisi kiri dan kanan signifikan, dengan sisi kanan memiliki tekanan lebih besar.
  • Deformasi plastis paling terkonsentrasi di bagian lengkung, perlu pemasangan feet-lock pipes untuk meningkatkan daya dukung.

Optimasi Desain Konstruksi

  1. Tinggi penggalian bagian atas yang optimal adalah 5.4 meter, karena menyeimbangkan antara ruang kerja dan deformasi tanah yang terjadi.
    • Jika ditingkatkan menjadi 6.2 meter, deformasi vertikal meningkat hingga 34% dan deformasi horizontal 46%.
  2. Jarak antar bagian 1 dan 5 yang optimal adalah 25–30 meter, didasarkan pada tiga skenario simulasi:
    • Jarak 20 m menyebabkan penurunan kubah 48 mm.
    • Jarak 30 m menurunkan deformasi menjadi hanya 28 mm.

Validasi Lapangan: Konsistensi Tren dengan Simulasi

Meskipun nilai absolut berbeda (misalnya: simulasi menunjukkan penurunan 37 mm, sementara monitoring menunjukkan 53 mm), tren keduanya konsisten. Ini menandakan bahwa pendekatan simulatif efektif dalam memprediksi perilaku geoteknik nyata.

Studi Monitoring di Lapangan

  • Di titik pengukuran DK5 + 180:
    • Tekanan tertinggi terjadi di kubah (123.21 kPa) dan right spandrel (109.94 kPa).
    • Penurunan maksimum mencapai 50 mm, terutama setelah bagian 5–7 digali.
    • Konvergensi maksimum mencapai 40 mm, dan lebih tinggi di spandrel daripada di terowongan pandu bawah.
    • Semua nilai ini berada dalam batas aman berdasarkan regulasi kelas VI batuan lunak.

Keunggulan Strategis Metode Double-Heading

  • Efisiensi pengendalian air tanah: penggalian awal di bawah memudahkan dewatering gravitasi.
  • Stabilitas lebih baik: deformasi terkontrol sejak awal karena metode closed-loop dan kontrol progresif.
  • Cocok untuk geologi ekstrem: pada tanah pasir berair dengan semen lemah, metode ini lebih dapat diandalkan dibanding metode konvensional yang lebih murah namun berisiko tinggi terhadap keruntuhan.

Kritik dan Pertimbangan Ekonomis

Meski metode ini lebih mahal dan lambat, ia menghindari biaya tak terduga akibat rework, keterlambatan proyek, atau kecelakaan kerja. Dalam konteks proyek bernilai miliaran rupiah atau USD, stabilitas dan keamanan menjadi prioritas utama dibanding efisiensi waktu.

Kesimpulan dan Implikasi Industri

Metode double-heading advance memberikan solusi inovatif dan terbukti efektif untuk pembangunan terowongan di medan sulit. Dalam proyek seperti MRT bawah tanah, rel antarkota, atau proyek trans-nasional seperti Belt and Road Initiative, pendekatan ini menawarkan kestabilan jangka panjang dan pengurangan risiko geoteknik yang signifikan.

Rekomendasi praktis:

  • Terapkan metode ini pada lapisan pasir lemah dengan air tanah tinggi.
  • Lakukan penggalian tahap demi tahap dengan closed-loop support.
  • Perkuat monitoring di area kaki lengkung kanan.
  • Lakukan simulasi numerik terlebih dahulu sebelum proyek skala besar.

 Sumber Artikel: Song, Z., Shi, G., Zhao, B., Zhao, K., & Wang, J. (2020). Study of the stability of tunnel construction based on double-heading advance construction method. Advances in Mechanical Engineering, 12(1), 1–17. DOI: 10.1177/1687814019896964.

Selengkapnya
Metode Double-Heading Menstabilkan Konstruksi Terowongan di Tanah Pasir Lemah

Pembuatan Terowongan dan Konstruksi Bawah Tanah

Cara Akurat Mengembalikan Data 3D Terowongan dengan Laser Scanner Tanpa GPS

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 06 Mei 2025


Mengapa Akurasi Data Terowongan 3D Itu Penting?

Dalam dunia infrastruktur bawah tanah, khususnya terowongan kereta dan metro, presisi dalam pengukuran struktur menjadi krusial untuk pemeliharaan dan keselamatan operasional. Namun, banyak lokasi seperti subway atau terowongan pegunungan tidak memiliki sinyal GPS, membuat pengukuran 3D jadi menantang.

Untuk menjawab tantangan ini, Han, Sun, dan Zhong (2021) memperkenalkan metode baru dalam artikel ilmiahnya: pemulihan linier tiga dimensi berdasarkan garis tengah rel dan pemindaian laser mobile tanpa kendali GPS.

Permasalahan: Akurasi Tinggi dalam Ruang Terbatas

Tiga tantangan besar dalam pengukuran terowongan saat ini adalah:

  1. Sulit dilakukan secara menyeluruh karena ukuran besar dan bentuk melingkar.
  2. Tidak cukup cepat untuk pemantauan rutin di area padat kendaraan seperti metro.
  3. Tidak akurat bila hanya mengandalkan sistem INS tanpa koreksi GNSS.

Solusi: Metode Restorasi Linier 3D Tanpa Navigasi Terintegrasi

Peneliti mengembangkan metode berbasis:

  • Pemindaian point cloud dengan laser scanner bergerak (Mobile Tunnel Measurement System / MTMS).
  • Interpolasi cubic spline dari data garis tengah rel nyata.
  • Perhitungan rotasi dan translasi untuk memindahkan data dari koordinat relatif ke absolut.

Kelebihan utama metode ini adalah menghindari kebutuhan akan sistem navigasi terintegrasi mahal seperti GPS-IMU, menjadikannya cocok untuk proyek urban berbiaya menengah.

Studi Kasus: Terowongan Metro Shenzhen

Metode diuji menggunakan:

  • Scanner Leica ScanStation P16 yang memindai pada kecepatan 100 Hz.
  • Kecepatan kendaraan pemindai: 1.5 m/s.
  • Kerapatan data radial: ±15 mm, dan sirkumferensial: ±1 mm.
  • Diameter dalam terowongan: 5.4 meter dengan segmentasi cincin lebar 1.5 meter.

Pengukuran dilakukan pada beberapa target referensi yang telah diukur ulang menggunakan total station untuk memvalidasi hasil point cloud.

Hasil Akurasi: Deformasi dan Deviasi Terkontrol

Hasil verifikasi menunjukkan bahwa:

  • Deviasi horizontal maksimum: 87.5 mm, dengan rata-rata 55.1 mm.
  • Deviasi vertikal maksimum: 94.9 mm, rata-rata hanya 27.4 mm.
  • Kesalahan posisi titik dapat dikendalikan di bawah 0.1 meter, sangat cukup untuk keperluan pemodelan digital dan analisis.

Keunggulan Dibanding Metode Sebelumnya

Metode lama bergantung pada:

  • Data desain (seringkali tidak tersedia atau tidak sesuai dengan kondisi nyata).
  • Navigasi terintegrasi (GNSS + IMU) yang mahal dan kompleks.

Sebaliknya, metode baru ini:

  • Lebih murah dan cepat.
  • Cocok untuk sistem struktur berulang seperti segmen terowongan atau bantalan rel.
  • Dapat menghasilkan point cloud yang sesuai dengan sistem koordinat absolut, cocok untuk pemodelan BIM, deteksi deformasi, dan inspeksi visual 3D.

Mekanisme Perhitungan yang Diterapkan

1. Translasi:
Menggunakan interpolasi spline dari titik tengah jalur yang diukur, kemudian dibandingkan dengan pusat relatif scanner untuk menghitung pergeseran X, Y, dan Z.

2. Rotasi:
Dihitung berdasarkan:

  • Sudut defleksi horizontal (dari kurva desain horizontal),
  • Kemiringan lateral (berdasarkan elevasi),
  • Defleksi vertikal (dari kemiringan kurva vertikal).

Setelah parameter translasi dan rotasi dihitung, data point cloud pada sistem lokal dapat dipetakan ke sistem koordinat absolut.

Penerapan dan Implikasi Nyata

Di proyek kereta berat di Tiongkok, metode ini digunakan untuk modeling digital sebagai bagian dari manajemen terowongan berbasis BIM dan GIS.

Metode ini juga diuji terhadap data airborne radar dan navigasi terintegrasi. Hasilnya setara, meskipun biaya dan prosesnya jauh lebih efisien.

Kelebihan Tambahan untuk Digitalisasi Infrastruktur

Metode ini sangat berguna dalam:

  • Pemodelan 3D secara presisi di lingkungan tanpa GPS.
  • Manajemen aset digital dari jaringan transportasi bawah tanah.
  • Analisis deformasi dan deteksi penyimpangan dari data cross-section point cloud.

Kritik dan Arah Penelitian Lanjutan

Meskipun hasilnya menjanjikan, akurasi metode ini masih pada tingkat sentimeter. Untuk aplikasi seperti pengawasan deformasi mikro atau stabilitas lintasan dalam jangka panjang, dibutuhkan integrasi metode ini dengan sensor tambahan atau algoritma SLAM yang diperbarui.

Penelitian lanjutan akan fokus pada:

  • Penambahan modul navigasi inersial.
  • Koreksi posisi otomatis dengan kontrol titik minimal.
  • Pengembangan rekonstruksi 3D adaptif untuk struktur berulang.

Kesimpulan

Metode pemulihan linier 3D berbasis data pengukuran jalur dan pemindaian laser ini:

  • Memberikan alternatif akurat tanpa navigasi terintegrasi.
  • Memungkinkan konversi data point cloud relatif menjadi absolut dengan deviasi rendah.
  • Membuka peluang baru untuk pemodelan dan pengelolaan infrastruktur bawah tanah, terutama di lingkungan kompleks seperti subway dan jalur rel berat.

Sumber : Han, Yulong; Sun, Haili; Zhong, Ruofei. (2021). Three-Dimensional Linear Restoration of a Tunnel Based on Measured Track and Uncontrolled Mobile Laser Scanning. Sensors, 21(11), 3815.

Selengkapnya
Cara Akurat Mengembalikan Data 3D Terowongan dengan Laser Scanner Tanpa GPS
« First Previous page 434 of 1.291 Next Last »