Pembuatan Terowongan dan Konstruksi Bawah Tanah
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 06 Mei 2025
Ruang bawah tanah perkotaan (urban underground space/UUS) kini menjadi sorotan utama dalam upaya mengatasi berbagai tantangan urbanisasi, khususnya dalam kaitannya dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs). Kajian komprehensif dari Peng et al. (2021) menyoroti bahwa setidaknya 11 dari 17 SDGs memiliki hubungan erat dengan pengembangan UUS. Dalam artikel ini, kita akan membedah dimensi kritis dari pendekatan kolaboratif, menyajikan studi kasus nyata, dan meninjau tantangan maupun peluang yang ditawarkan oleh pemanfaatan ruang bawah tanah secara berkelanjutan.
Mengapa Ruang Bawah Tanah Menjadi Penting?
Dengan meningkatnya urbanisasi, kota-kota menghadapi tekanan besar terhadap ketersediaan lahan. UUS menawarkan solusi alternatif dengan memindahkan berbagai fungsi kota ke bawah tanah, mulai dari transportasi, energi, hingga ruang publik. Misalnya:
Kaitan Langsung UUS dengan 11 SDGs
Berikut ini beberapa SDGs yang paling relevan dengan penggunaan ruang bawah tanah:
1. SDG 3: Kesehatan dan Kesejahteraan
2. SDG 6: Air Bersih dan Sanitasi
3. SDG 7: Energi Bersih
4. SDG 8 & 9: Pertumbuhan Ekonomi dan Inovasi
5. SDG 11: Kota Berkelanjutan
Risiko dan Kerugian Potensial
Namun, tidak semua dampak UUS bersifat positif. Beberapa tantangan yang perlu diantisipasi:
Solusi: Pendekatan Kolaboratif Multidisipliner
Untuk menghindari dampak negatif sekaligus memaksimalkan potensi UUS terhadap SDGs, artikel ini mengusulkan empat dimensi kolaboratif:
1. Administrasi Lahan Modern
2. Perencanaan Terintegrasi
3. Desain Arsitektur
4. Teknologi Konstruksi
Studi Kasus: Dunia Nyata dalam Angka
Kesimpulan: Potensi UUS untuk Masa Depan Berkelanjutan
Dengan pengelolaan dan kolaborasi yang tepat, ruang bawah tanah bisa menjadi kunci dalam:
Namun, semua itu hanya bisa dicapai jika pendekatan perencanaan, hukum, desain, dan teknologi dikembangkan secara menyatu, terukur, dan inklusif. Maka dari itu, transformasi sistemik dan kesadaran lintas sektor menjadi prasyarat utama menuju kota masa depan yang berkelanjutan.
Sumber: Fang-Le Peng, Yong-Kang Qiao, Soheil Sabri, Behnam Atazadeh, Abbas Rajabifard. A collaborative approach for urban underground space development toward sustainable development goals: Critical dimensions and future directions. Frontiers of Structural and Civil Engineering, Vol. 15, No. 1, 2021, pp. 20–45. DOI: 10.1007/s11709-021-0716-x
Pembuatan Terowongan dan Konstruksi Bawah Tanah
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 06 Mei 2025
Mengapa Terowongan di Tanah Loess Butuh Evaluasi Risiko Khusus?
Tanah loess yang tersebar luas di Tiongkok bagian tengah dan barat menutupi sekitar 631.000 km² atau 6,6% dari total daratan. Struktur tanah ini sangat rapuh, mudah melembek jika terkena air, dan memiliki sambungan vertikal yang berkembang, sehingga terowongan yang dibangun di bawahnya sangat rentan terhadap longsor, runtuh, dan deformasi besar.
Penelitian oleh Han dkk. (2023) menyajikan model evaluasi risiko komprehensif berdasarkan teori permainan dan model cloud, yang secara khusus dirancang untuk mengatasi kompleksitas dan ketidakpastian dalam pembangunan terowongan di tanah loess.
Studi Kasus: Terowongan Luochuan di Jalur Kereta Cepat Xi’an–Yan’an
Terowongan Luochuan sepanjang 4.140 meter dibangun dengan kedalaman maksimal 64 meter, melintasi tanah loess yang rapuh dan struktur bawah tanah lainnya seperti rumah warga, pabrik, dan jalan. 70% dari panjang terowongan merupakan bagian dangkal—yang sangat berisiko. Di sinilah sering terjadi:
Semua kejadian ini mencerminkan bahwa risiko pada pembangunan terowongan loess sangat kompleks dan dinamis, sehingga butuh pendekatan evaluasi risiko yang fleksibel dan akurat.
Solusi: Kombinasi Teori Permainan dan Model Cloud
Peneliti mengembangkan pendekatan baru berbasis dua pilar:
Struktur Evaluasi: 15 Indikator Risiko
Evaluasi dilakukan dengan 15 indikator utama yang terbagi dalam empat kategori:
Setiap indikator diukur, diklasifikasikan ke dalam 5 level risiko (dari tidak ada risiko hingga risiko sangat tinggi), lalu dihitung nilainya melalui forward cloud generator.
Studi Evaluasi: 10 Titik Pengamatan di Lapangan
10 lokasi sepanjang terowongan Luochuan dinilai menggunakan model ini. Hasil penilaian mencerminkan fakta lapangan:
Semua prediksi konsisten dengan data deformasi dan kejadian aktual selama konstruksi, membuktikan bahwa model ini sangat akurat dan aplikatif.
Manfaat Nyata dari Model Kombinasi Ini
Model ini berhasil menjawab masalah evaluasi risiko terowongan di lingkungan kompleks, terutama di lokasi dengan:
Dengan menggunakan kombinasi AHP + Entropi + Game Theory + Cloud Model, peneliti:
Rekomendasi dari Penelitian Ini
Kesimpulan
Penilaian risiko pada pembangunan terowongan loess tidak bisa menggunakan pendekatan statis dan linear. Model gabungan berbasis teori permainan dan model cloud yang ditawarkan dalam studi ini:
Ini bukan hanya langkah akademis, tetapi rekomendasi teknis langsung bagi praktisi teknik sipil, manajer proyek, dan pembuat kebijakan dalam pembangunan infrastruktur bawah tanah.
Sumber : Han, B., Jia, W., Feng, W., Liu, L., Zhang, Z., Guo, Y., & Niu, M. (2023). Safety risk assessment of loess tunnel construction under complex environment based on game theory-cloud model. Scientific Reports, 13, 12249.
Pembuatan Terowongan dan Konstruksi Bawah Tanah
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 06 Mei 2025
Mengapa Evaluasi Keamanan Terowongan Utilitas Harus Sepanjang Siklus Hidup?
Dengan percepatan urbanisasi di Tiongkok, terowongan utilitas kota menjadi solusi penting untuk menata jaringan kabel dan pipa secara terintegrasi di bawah tanah. Namun, struktur kompleks ini memiliki potensi risiko tinggi dari tahap perencanaan hingga operasional. Maka, diperlukan metode evaluasi keamanan yang menyeluruh sepanjang seluruh siklus hidup proyek—mulai dari perencanaan, desain, konstruksi, hingga operasional dan pemeliharaan.
Penelitian oleh Sun et al. (2022) menjawab kebutuhan ini dengan membangun model evaluasi keamanan berdasarkan grey clustering dan metode bobot entropi, yang kemudian diuji pada proyek nyata di Zhengzhou, Tiongkok.
Pendekatan: Menggabungkan Teori Siklus Hidup dan Analisis Grey Clustering
Penelitian ini berangkat dari teori whole life cycle yang membagi proyek menjadi empat tahap:
Untuk menilai risiko di setiap tahap, peneliti menetapkan 26 indikator evaluasi keamanan dan menghitung bobot pentingnya masing-masing menggunakan metode entropi, yang mempertimbangkan variasi data secara objektif. Kemudian, penilaian akhir dilakukan menggunakan grey clustering, metode yang cocok untuk data kecil dan tidak pasti.
Studi Kasus: Proyek Terowongan Utilitas Kota di Zhengzhou
Penelitian ini mengkaji proyek terowongan utilitas bawah tanah yang terdiri dari dua kompartemen:
Proyek ini selesai dibangun pada Agustus 2018. Lima pakar konstruksi diminta menilai tingkat keamanan 26 indikator dalam proyek ini berdasarkan skala 0–100.
Hasil: Konstruksi Menjadi Tahap Paling Kritis
Bobot indikator berdasarkan metode entropi menunjukkan bahwa fase konstruksi memiliki kontribusi risiko tertinggi (30%), disusul oleh fase operasi dan pemeliharaan (25%), desain (23%), dan terakhir perencanaan (20%).
Indikator dengan bobot tertinggi:
Kesimpulan awal: proyek ini tergolong "relatif aman", namun tetap ada ruang peningkatan khususnya pada:
Keunggulan Metode Grey Clustering dalam Evaluasi Infrastruktur
Grey clustering unggul dalam:
Fungsi whitening segitiga pusat digunakan untuk menghindari inkonsistensi penilaian, sehingga hasilnya lebih stabil.
Rekomendasi Praktis Berdasarkan Temuan
Nilai Tambah untuk Dunia Nyata
Dalam konteks pengembangan kota pintar, sistem seperti ini bisa menjadi dasar pengambilan keputusan dalam manajemen infrastruktur bawah tanah. Hal ini penting bagi pemangku kebijakan, kontraktor, serta operator infrastruktur untuk menilai keamanan secara objektif, bahkan tanpa data besar atau sistem evaluasi mahal.
Kritik dan Keterbatasan
Penelitian ini hanya mengandalkan lima pakar dan satu proyek sebagai studi kasus, yang membatasi generalisasi hasil. Peneliti merekomendasikan agar model ini diuji pada berbagai lokasi dan melibatkan lebih banyak responden serta pendekatan komparatif dengan metode lain seperti fuzzy AHP atau surrogate models.
Kesimpulan: Evaluasi Keamanan Terowongan yang Menyeluruh & Praktis
Studi ini menunjukkan bahwa pendekatan kombinasi siklus hidup + grey clustering + bobot entropi dapat:
Untuk masa depan pembangunan terowongan utilitas di wilayah urban padat seperti Asia Tenggara dan Timur Tengah, model ini layak dijadikan rujukan awal dalam sistem perencanaan dan pengelolaan infrastruktur bawah tanah.
Sumber Artikel : Shaonan Sun, Congyu Xu, Ailing Wang, Yixin Yang, Mengqi Su. (2022). Safety evaluation of urban underground utility tunnel with the grey clustering method based on the whole life cycle theory. Journal of Asian Architecture and Building Engineering, 21(6), 2532–2544.
Pembuatan Terowongan dan Konstruksi Bawah Tanah
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 06 Mei 2025
Pendahuluan: Kenapa Perlu Mengukur Risiko Kegagalan Terowongan?
Dalam dunia konstruksi bawah tanah modern, terowongan menjadi salah satu struktur yang paling kompleks dan berisiko tinggi. Paper berjudul Revised Comparison of Tunnel Collapse Frequencies and Tunnel Failure Probabilities karya Spyridis dan Proske (2021) membedah kesenjangan antara perhitungan probabilitas kegagalan terowongan dan data runtuh sebenarnya yang telah diamati secara global.
Fokus utamanya adalah membandingkan nilai probabilitas kegagalan yang dihitung secara teoritis dengan frekuensi keruntuhan nyata. Hasilnya cukup mengejutkan—perhitungan teoritis cenderung berlebihan (konservatif), namun tetap tidak selalu sesuai dengan kenyataan.
Realita di Lapangan: Runtuhnya Terowongan Lebih Sering Terjadi Saat Konstruksi
Dari 321 kasus runtuh yang dikaji, 92% terjadi saat masa konstruksi—naik dari 80% dalam studi sebelumnya. Artinya, meskipun kita sering mendengar keruntuhan saat operasi, faktanya sebagian besar terjadi ketika terowongan masih dibangun. Hanya sekitar 8% dari total keruntuhan terjadi saat terowongan sudah beroperasi.
Jumlah Terowongan Dunia dan Perkembangannya
Pertumbuhan ini juga didorong oleh proyek infrastruktur besar seperti Belt and Road Initiative dan pengembangan sistem metro di kota besar Asia.
Penyebab Dominan Runtuhnya Terowongan
Penelitian mengungkap bahwa faktor penyebab utama keruntuhan adalah kegagalan saat penggalian atau pendukung awal, bukan bencana alam seperti gempa atau banjir.
Beberapa penyebab lainnya termasuk:
Meskipun kebakaran menjadi sorotan besar di beberapa dekade terakhir, insiden ini hanya menyumbang sebagian kecil dari total runtuh.
Studi Kasus: Ledakan Statistik di Tahun 2000-an
Puncak runtuhnya terowongan tercatat terjadi antara 1994–2003 dengan insiden besar seperti:
Sebagai respons, pada tahun 2003 diterbitkan Joint Code of Practice for Risk Management of Tunnel Works oleh British Tunneling Society, yang menjadi standar internasional untuk mitigasi risiko.
Gap Besar antara Probabilitas yang Dihitung dan Fakta Lapangan
Penelitian ini membandingkan 31 perhitungan probabilitas kegagalan dengan frekuensi runtuh sebenarnya. Hasilnya:
Artinya, perhitungan cenderung terlalu konservatif. Tapi sekaligus menunjukkan bahwa banyak perhitungan belum mampu menangkap faktor risiko dunia nyata secara akurat.
Tingkat Kegagalan Berdasarkan Jenis Terowongan (Data 1999–2004):
Nilai ini setara dengan kemungkinan runtuh sekitar 1 kali setiap 77–111 tahun per km, tergantung jenisnya. Namun kembali lagi, nilai ini hanya batas bawah karena tidak semua kasus dilaporkan ke publik.
Masalah Validitas dan Underreporting
Banyak runtuhnya terowongan tidak dilaporkan oleh kontraktor maupun pemilik proyek. Di samping itu, tidak ada standar internasional dalam pelaporan jenis kerusakan, sehingga perbandingan menjadi sulit.
Selain itu, perhitungan teoritis dari berbagai literatur juga bervariasi hingga enam urutan magnitudo, menunjukkan bahwa metode dan asumsi input sangat mempengaruhi hasil.
Pentingnya Klasifikasi dan Desain Spesifik Terowongan
Tidak seperti jembatan atau bendungan, terowongan memiliki variasi besar dalam bentuk, metode konstruksi, dan kondisi geologi. Hal ini membuat estimasi kegagalan jadi lebih sulit.
Faktor-faktor pembeda utama:
Dengan demikian, standar keamanan dan estimasi risiko harus disesuaikan berdasarkan jenis dan lokasi proyek.
Kritik Terhadap Praktik Perhitungan Konvensional
Para penulis berargumen bahwa perlu ada pembaruan sistem target probabilitas kegagalan, terutama untuk masa konstruksi yang lebih berisiko.
Penyesuaian nilai target diperlukan agar desain lebih efisien tanpa mengorbankan keselamatan, khususnya di negara berkembang yang mengandalkan standar dari negara maju tanpa menyesuaikan kondisi lokal.
Kesimpulan dan Rekomendasi Praktis
Sumber Artikel : Spyridis, P., & Proske, D. (2021). Revised Comparison of Tunnel Collapse Frequencies and Tunnel Failure Probabilities. ASCE-ASME Journal of Risk and Uncertainty in Engineering Systems, Part A: Civil Engineering, 7(2), 04021004.
Pembuatan Terowongan dan Konstruksi Bawah Tanah
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 06 Mei 2025
Pendahuluan: Tantangan Konstruksi Terowongan di Tanah Lemah dan Basah
Dalam proyek pembangunan infrastruktur berskala besar seperti rel kereta api atau jalan bawah tanah, tantangan geoteknik menjadi isu utama, terutama ketika konstruksi harus dilakukan pada lapisan tanah pasir yang lemah dan kaya air. Kondisi geologi seperti ini menyebabkan kestabilan batuan sekeliling menjadi sangat rendah, sehingga menimbulkan risiko deformasi besar, keruntuhan tanah, dan aliran air berlebih yang sulit dikendalikan. Paper ilmiah berjudul Study of the Stability of Tunnel Construction Based on Double-Heading Advance Construction Method oleh Song et al. (2020) membahas pendekatan inovatif untuk mengatasi tantangan tersebut dengan mengusulkan metode konstruksi baru yang disebut double-heading advance construction method.
Latar Belakang dan Studi Kasus: Terowongan Taoshuping
Sebagai konteks rekayasa, penelitian ini mengambil proyek Terowongan Taoshuping di Tiongkok, yang memiliki panjang 3220 meter dengan luas penampang hingga 180 m²—salah satu terowongan dengan penampang besar yang menembus lapisan pasir berair dengan semen lemah. Proyek ini mengalami kendala seperti air tanah melimpah (hingga 1000 m³ per hari), kestabilan batuan rendah (kelas VI), dan deformasi signifikan setelah penggalian.
Masalah Umum pada Konstruksi Terowongan di Tanah Lemah
Solusi: Metode Double-Heading Advance
Metode ini mengombinasikan kelebihan dari CRD (Cross Diaphragm), double-side drift, dan metode tujuh-langkah tiga-bench, namun mengatasi kelemahan dari tiap metode tradisional.
Langkah-langkah utama:
Temuan Utama: Simulasi Numerik dan Monitoring Lapangan
Dengan bantuan software MIDAS GTS NX dan data monitoring di lapangan, tim peneliti menemukan bahwa:
Optimasi Desain Konstruksi
Validasi Lapangan: Konsistensi Tren dengan Simulasi
Meskipun nilai absolut berbeda (misalnya: simulasi menunjukkan penurunan 37 mm, sementara monitoring menunjukkan 53 mm), tren keduanya konsisten. Ini menandakan bahwa pendekatan simulatif efektif dalam memprediksi perilaku geoteknik nyata.
Studi Monitoring di Lapangan
Keunggulan Strategis Metode Double-Heading
Kritik dan Pertimbangan Ekonomis
Meski metode ini lebih mahal dan lambat, ia menghindari biaya tak terduga akibat rework, keterlambatan proyek, atau kecelakaan kerja. Dalam konteks proyek bernilai miliaran rupiah atau USD, stabilitas dan keamanan menjadi prioritas utama dibanding efisiensi waktu.
Kesimpulan dan Implikasi Industri
Metode double-heading advance memberikan solusi inovatif dan terbukti efektif untuk pembangunan terowongan di medan sulit. Dalam proyek seperti MRT bawah tanah, rel antarkota, atau proyek trans-nasional seperti Belt and Road Initiative, pendekatan ini menawarkan kestabilan jangka panjang dan pengurangan risiko geoteknik yang signifikan.
Rekomendasi praktis:
Sumber Artikel: Song, Z., Shi, G., Zhao, B., Zhao, K., & Wang, J. (2020). Study of the stability of tunnel construction based on double-heading advance construction method. Advances in Mechanical Engineering, 12(1), 1–17. DOI: 10.1177/1687814019896964.
Pembuatan Terowongan dan Konstruksi Bawah Tanah
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 06 Mei 2025
Mengapa Akurasi Data Terowongan 3D Itu Penting?
Dalam dunia infrastruktur bawah tanah, khususnya terowongan kereta dan metro, presisi dalam pengukuran struktur menjadi krusial untuk pemeliharaan dan keselamatan operasional. Namun, banyak lokasi seperti subway atau terowongan pegunungan tidak memiliki sinyal GPS, membuat pengukuran 3D jadi menantang.
Untuk menjawab tantangan ini, Han, Sun, dan Zhong (2021) memperkenalkan metode baru dalam artikel ilmiahnya: pemulihan linier tiga dimensi berdasarkan garis tengah rel dan pemindaian laser mobile tanpa kendali GPS.
Permasalahan: Akurasi Tinggi dalam Ruang Terbatas
Tiga tantangan besar dalam pengukuran terowongan saat ini adalah:
Solusi: Metode Restorasi Linier 3D Tanpa Navigasi Terintegrasi
Peneliti mengembangkan metode berbasis:
Kelebihan utama metode ini adalah menghindari kebutuhan akan sistem navigasi terintegrasi mahal seperti GPS-IMU, menjadikannya cocok untuk proyek urban berbiaya menengah.
Studi Kasus: Terowongan Metro Shenzhen
Metode diuji menggunakan:
Pengukuran dilakukan pada beberapa target referensi yang telah diukur ulang menggunakan total station untuk memvalidasi hasil point cloud.
Hasil Akurasi: Deformasi dan Deviasi Terkontrol
Hasil verifikasi menunjukkan bahwa:
Keunggulan Dibanding Metode Sebelumnya
Metode lama bergantung pada:
Sebaliknya, metode baru ini:
Mekanisme Perhitungan yang Diterapkan
1. Translasi:
Menggunakan interpolasi spline dari titik tengah jalur yang diukur, kemudian dibandingkan dengan pusat relatif scanner untuk menghitung pergeseran X, Y, dan Z.
2. Rotasi:
Dihitung berdasarkan:
Setelah parameter translasi dan rotasi dihitung, data point cloud pada sistem lokal dapat dipetakan ke sistem koordinat absolut.
Penerapan dan Implikasi Nyata
Di proyek kereta berat di Tiongkok, metode ini digunakan untuk modeling digital sebagai bagian dari manajemen terowongan berbasis BIM dan GIS.
Metode ini juga diuji terhadap data airborne radar dan navigasi terintegrasi. Hasilnya setara, meskipun biaya dan prosesnya jauh lebih efisien.
Kelebihan Tambahan untuk Digitalisasi Infrastruktur
Metode ini sangat berguna dalam:
Kritik dan Arah Penelitian Lanjutan
Meskipun hasilnya menjanjikan, akurasi metode ini masih pada tingkat sentimeter. Untuk aplikasi seperti pengawasan deformasi mikro atau stabilitas lintasan dalam jangka panjang, dibutuhkan integrasi metode ini dengan sensor tambahan atau algoritma SLAM yang diperbarui.
Penelitian lanjutan akan fokus pada:
Kesimpulan
Metode pemulihan linier 3D berbasis data pengukuran jalur dan pemindaian laser ini:
Sumber : Han, Yulong; Sun, Haili; Zhong, Ruofei. (2021). Three-Dimensional Linear Restoration of a Tunnel Based on Measured Track and Uncontrolled Mobile Laser Scanning. Sensors, 21(11), 3815.