Metode Double-Heading Menstabilkan Konstruksi Terowongan di Tanah Pasir Lemah

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati

06 Mei 2025, 09.41

freepik.com

Pendahuluan: Tantangan Konstruksi Terowongan di Tanah Lemah dan Basah

Dalam proyek pembangunan infrastruktur berskala besar seperti rel kereta api atau jalan bawah tanah, tantangan geoteknik menjadi isu utama, terutama ketika konstruksi harus dilakukan pada lapisan tanah pasir yang lemah dan kaya air. Kondisi geologi seperti ini menyebabkan kestabilan batuan sekeliling menjadi sangat rendah, sehingga menimbulkan risiko deformasi besar, keruntuhan tanah, dan aliran air berlebih yang sulit dikendalikan. Paper ilmiah berjudul Study of the Stability of Tunnel Construction Based on Double-Heading Advance Construction Method oleh Song et al. (2020) membahas pendekatan inovatif untuk mengatasi tantangan tersebut dengan mengusulkan metode konstruksi baru yang disebut double-heading advance construction method.

Latar Belakang dan Studi Kasus: Terowongan Taoshuping

Sebagai konteks rekayasa, penelitian ini mengambil proyek Terowongan Taoshuping di Tiongkok, yang memiliki panjang 3220 meter dengan luas penampang hingga 180 m²—salah satu terowongan dengan penampang besar yang menembus lapisan pasir berair dengan semen lemah. Proyek ini mengalami kendala seperti air tanah melimpah (hingga 1000 m³ per hari), kestabilan batuan rendah (kelas VI), dan deformasi signifikan setelah penggalian.

Masalah Umum pada Konstruksi Terowongan di Tanah Lemah

  1. Infiltrasi air tanah tinggi, menyebabkan hilangnya stabilitas diri tanah pasir bersemen lemah.
  2. Deformasi besar dan keruntuhan, akibat lemahnya struktur tanah.
  3. Efisiensi rendah, karena proses konstruksi kompleks dan area kerja terbatas.

Solusi: Metode Double-Heading Advance

Metode ini mengombinasikan kelebihan dari CRD (Cross Diaphragm), double-side drift, dan metode tujuh-langkah tiga-bench, namun mengatasi kelemahan dari tiap metode tradisional.

Langkah-langkah utama:

  • Penggalian terowongan pandu di sisi kiri dan kanan bawah terlebih dahulu untuk mempercepat gravitasi dewatering.
  • Penggalian bagian atas secara bertahap, dimulai dari sisi-sisi lalu ke tengah, membentuk closed-loop support menggunakan rangka baja.
  • Penggalian bagian tengah dan busur terbalik setelah kestabilan relatif tercapai.

Temuan Utama: Simulasi Numerik dan Monitoring Lapangan

Dengan bantuan software MIDAS GTS NX dan data monitoring di lapangan, tim peneliti menemukan bahwa:

  • Area kritis deformasi terjadi pada bagian 5, 6, dan 7, yang menyumbang 75.6% dari total penurunan tanah (12 mm, 9 mm, dan 7 mm berturut-turut).
  • Tegangan maksimum mencapai +23 kPa dan minimum −232 kPa terjadi di area right hance (kaki lengkung kanan), mengindikasikan kebutuhan penguatan ekstra.
  • Perbedaan tekanan batuan sekeliling antara sisi kiri dan kanan signifikan, dengan sisi kanan memiliki tekanan lebih besar.
  • Deformasi plastis paling terkonsentrasi di bagian lengkung, perlu pemasangan feet-lock pipes untuk meningkatkan daya dukung.

Optimasi Desain Konstruksi

  1. Tinggi penggalian bagian atas yang optimal adalah 5.4 meter, karena menyeimbangkan antara ruang kerja dan deformasi tanah yang terjadi.
    • Jika ditingkatkan menjadi 6.2 meter, deformasi vertikal meningkat hingga 34% dan deformasi horizontal 46%.
  2. Jarak antar bagian 1 dan 5 yang optimal adalah 25–30 meter, didasarkan pada tiga skenario simulasi:
    • Jarak 20 m menyebabkan penurunan kubah 48 mm.
    • Jarak 30 m menurunkan deformasi menjadi hanya 28 mm.

Validasi Lapangan: Konsistensi Tren dengan Simulasi

Meskipun nilai absolut berbeda (misalnya: simulasi menunjukkan penurunan 37 mm, sementara monitoring menunjukkan 53 mm), tren keduanya konsisten. Ini menandakan bahwa pendekatan simulatif efektif dalam memprediksi perilaku geoteknik nyata.

Studi Monitoring di Lapangan

  • Di titik pengukuran DK5 + 180:
    • Tekanan tertinggi terjadi di kubah (123.21 kPa) dan right spandrel (109.94 kPa).
    • Penurunan maksimum mencapai 50 mm, terutama setelah bagian 5–7 digali.
    • Konvergensi maksimum mencapai 40 mm, dan lebih tinggi di spandrel daripada di terowongan pandu bawah.
    • Semua nilai ini berada dalam batas aman berdasarkan regulasi kelas VI batuan lunak.

Keunggulan Strategis Metode Double-Heading

  • Efisiensi pengendalian air tanah: penggalian awal di bawah memudahkan dewatering gravitasi.
  • Stabilitas lebih baik: deformasi terkontrol sejak awal karena metode closed-loop dan kontrol progresif.
  • Cocok untuk geologi ekstrem: pada tanah pasir berair dengan semen lemah, metode ini lebih dapat diandalkan dibanding metode konvensional yang lebih murah namun berisiko tinggi terhadap keruntuhan.

Kritik dan Pertimbangan Ekonomis

Meski metode ini lebih mahal dan lambat, ia menghindari biaya tak terduga akibat rework, keterlambatan proyek, atau kecelakaan kerja. Dalam konteks proyek bernilai miliaran rupiah atau USD, stabilitas dan keamanan menjadi prioritas utama dibanding efisiensi waktu.

Kesimpulan dan Implikasi Industri

Metode double-heading advance memberikan solusi inovatif dan terbukti efektif untuk pembangunan terowongan di medan sulit. Dalam proyek seperti MRT bawah tanah, rel antarkota, atau proyek trans-nasional seperti Belt and Road Initiative, pendekatan ini menawarkan kestabilan jangka panjang dan pengurangan risiko geoteknik yang signifikan.

Rekomendasi praktis:

  • Terapkan metode ini pada lapisan pasir lemah dengan air tanah tinggi.
  • Lakukan penggalian tahap demi tahap dengan closed-loop support.
  • Perkuat monitoring di area kaki lengkung kanan.
  • Lakukan simulasi numerik terlebih dahulu sebelum proyek skala besar.

 Sumber Artikel: Song, Z., Shi, G., Zhao, B., Zhao, K., & Wang, J. (2020). Study of the stability of tunnel construction based on double-heading advance construction method. Advances in Mechanical Engineering, 12(1), 1–17. DOI: 10.1177/1687814019896964.