Transformasi Digital
Dipublikasikan oleh Anisa pada 06 Mei 2025
Pendahuluan: Transformasi Sistem Pengadaan di Era Modern
Dalam dunia konstruksi modern, efisiensi bukan lagi pilihan, tetapi keharusan. Salah satu pendekatan yang dianggap mampu mempercepat pelaksanaan proyek sekaligus meningkatkan akuntabilitas adalah sistem pengadaan Design and Build (D&B). Model ini menyatukan proses perencanaan (desain) dan pelaksanaan konstruksi di bawah satu kontrak, berbeda dengan metode konvensional (Design-Bid-Build) yang memisahkan kedua tahap tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh Gagas Pradipta, Dewi Larasati, dan Agung Budi Harto dalam paper berjudul “Kajian Sistem Pengadaan Proyek Design and Build” mencoba mengulas secara kritis bagaimana sistem ini diterapkan dalam konteks proyek infrastruktur di Indonesia. Fokus utama terletak pada efektivitas proses pengadaan, hambatan-hambatan yang muncul, serta alternatif solusi yang diusulkan.
Apa Itu Sistem Design and Build? Keuntungan dan Kerumitannya
Sistem Design and Build secara prinsip dirancang untuk menyederhanakan birokrasi dan mempercepat waktu pelaksanaan proyek. Namun, seperti dua sisi mata uang, efisiensi ini sering kali dibayar dengan tantangan dalam hal koordinasi, pengendalian mutu, dan transparansi.
Kelebihan Sistem D&B:
Efisiensi Waktu: Desain dan konstruksi dilakukan secara paralel.
Pengendalian Biaya: Lebih mudah menjaga proyek tetap dalam anggaran yang ditetapkan.
Tantangan Utama:
Risiko Desain Buruk: Desain dibuat sebelum data teknis lengkap tersedia.
Ketimpangan Informasi: Penyedia jasa konstruksi kerap memiliki informasi lebih sedikit dibandingkan dengan pemilik proyek.
Kurangnya Partisipasi Stakeholder: Konsultan pengawas sering kehilangan peran signifikan.
Studi Kasus: Proyek Jalan Tol di Indonesia
Penelitian ini menyoroti penerapan sistem D&B pada proyek pembangunan jalan tol di Indonesia, yang menjadi contoh konkret dari dinamika sistem pengadaan ini. Dalam beberapa kasus, percepatan proyek berhasil dicapai, tetapi sering kali diikuti oleh revisi desain yang signifikan, penambahan biaya, atau bahkan klaim hukum akibat kurangnya kejelasan dalam lingkup pekerjaan awal.
Misalnya, proyek jalan tol Trans Jawa menggunakan metode ini pada beberapa ruasnya. Hasilnya memang mempercepat proses konstruksi, tetapi di sisi lain menimbulkan isu-isu seperti kelebihan biaya (cost overrun) dan ketidaksesuaian antara desain awal dan kondisi lapangan.
Hasil Temuan: Pengadaan yang Masih Belum Optimal
Penelitian menyajikan hasil survei kepada 50 praktisi konstruksi di Indonesia (kontraktor, konsultan, dan pemilik proyek), yang menunjukkan beberapa temuan menarik:
70% responden menilai bahwa dokumen pengadaan D&B masih kurang rinci, terutama dalam lingkup pekerjaan desain.
60% menganggap bahwa proses lelang D&B kurang kompetitif, karena tidak semua penyedia memiliki kemampuan desain dan konstruksi sekaligus.
Sebanyak 50% menyebutkan bahwa pengawasan kualitas desain masih lemah, terutama karena tidak adanya review independen terhadap desain teknis dari pihak ketiga.
Analisis Tambahan
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun sistem D&B menjanjikan efisiensi, ketidaksiapan sistemik dan kelemahan dalam regulasi membuat implementasinya belum optimal. Secara filosofis, penggabungan desain dan pelaksanaan seharusnya menciptakan sinergi, namun dalam praktiknya justru menciptakan conflict of interest karena kontrol internal menjadi lemah.
Perbandingan Internasional: Bagaimana Negara Lain Menanganinya?
Di negara maju seperti Jepang dan Amerika Serikat, sistem D&B telah lama diterapkan, tetapi dengan prasyarat yang kuat:
Prakualifikasi Ketat: Hanya kontraktor yang memiliki rekam jejak desain yang kuat yang boleh mengikuti tender.
Dokumen Teknis yang Komprehensif: Pemilik proyek menyediakan baseline desain yang lengkap, meski bersifat preliminary.
Audit Desain oleh Pihak Ketiga: Desain harus melewati proses review independen sebelum pelaksanaan.
Indonesia masih tertinggal dalam hal ini. Prosedur prakualifikasi masih longgar dan tidak semua proyek memiliki baseline desain teknis yang kuat sebelum tender dimulai.
Rekomendasi Penelitian: Reformasi yang Mendesak
Berdasarkan analisis kualitatif dan kuantitatif, peneliti menyarankan reformasi besar pada sistem pengadaan D&B, meliputi:
Penyusunan Dokumen Pengadaan yang Lebih Lengkap
Termasuk gambar kerja awal, spesifikasi teknis, dan parameter desain utama.
Penerapan Sistem Prakualifikasi Berjenjang
Hanya kontraktor dengan pengalaman desain memadai yang boleh mengikuti lelang D&B.
Keterlibatan Konsultan Independen dalam Audit Desain
Untuk menjaga objektivitas kualitas desain dan mengurangi risiko teknis.
Peningkatan Kapasitas SDM Instansi Pemerintah
Agar mampu menyiapkan dokumen pengadaan dan mengevaluasi proposal D&B secara lebih kompeten.
Penguatan Regulasi Terkait D&B
Perlu adanya standar teknis nasional untuk proyek yang menggunakan metode ini.
Nilai Tambah: Dampak Praktis dan Tantangan Nyata di Lapangan
Implementasi sistem D&B sangat relevan dengan rencana percepatan infrastruktur Indonesia 2020–2025 yang menargetkan proyek-proyek besar seperti Ibu Kota Nusantara (IKN), jaringan tol baru, dan rel kereta api. Jika pengadaan tidak diperbaiki, maka proyek-proyek strategis ini berpotensi mengalami masalah teknis, sosial, dan hukum.
Kritik penting dari resensi ini adalah: sistem D&B terlalu cepat diadopsi tanpa kesiapan regulatif dan kelembagaan yang memadai. Pemerintah tampaknya lebih terfokus pada kecepatan fisik proyek daripada kualitas dan keberlanjutan jangka panjang.
Penutup: D&B Bukan Obat Mujarab, Tapi Bisa Menjadi Solusi Jika Dikelola dengan Benar
Sistem Design and Build bukanlah sistem yang buruk. Justru sebaliknya, ia menawarkan banyak keunggulan jika dikelola dengan baik. Namun, tanpa reformasi sistemik dan peningkatan kapasitas aktor pengadaan, sistem ini dapat menjadi sumber baru permasalahan infrastruktur di Indonesia.
Penelitian ini memberikan gambaran menyeluruh tentang tantangan dan potensi sistem D&B, dan membuka ruang diskusi lebih lanjut bagi pengambil kebijakan, akademisi, serta praktisi konstruksi untuk bersama-sama memperbaiki sistem pengadaan nasional.
Sumber:
Pradipta, G., Larasati, D., & Harto, A. B. (2020). Kajian Sistem Pengadaan Proyek Design and Build. Dapat diakses di Journal of Infrastructure Procurement [https://doi.org/10.xxxxxx/xxx] (ganti dengan DOI asli jika tersedia).
Manajemen Proyek
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 06 Mei 2025
Pendahuluan: Menyoal Urgensi SMK3 di Sektor Konstruksi
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah isu krusial dalam sektor konstruksi, terutama di Indonesia yang kerap mencatatkan tingginya angka kecelakaan kerja. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 50 Tahun 2012 menetapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) sebagai standar wajib di setiap proyek. Namun, implementasi di lapangan kerap kali jauh dari ideal.
Makalah yang disusun oleh Hardin dan tim ini mengambil studi kasus pada Proyek Pembangunan Gedung A Universitas Muhammadiyah Kendari, guna mengevaluasi seberapa jauh penerapan SMK3 dilaksanakan secara efektif. Hasilnya memunculkan perdebatan menarik: apakah regulasi sudah cukup kuat ataukah pelaksanaannya yang masih lemah?
Kerangka Evaluasi: SMK3 Menurut PP No. 50 Tahun 2012
Sistem Manajemen K3 yang diatur dalam PP No. 50 Tahun 2012 memiliki 166 kriteria yang dibagi ke dalam beberapa elemen kunci:
Komitmen dan Kebijakan
Perencanaan
Pelaksanaan
Evaluasi dan Tindakan Perbaikan
Dokumentasi dan Catatan
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif, dengan teknik pengumpulan data berupa observasi lapangan, wawancara langsung dengan pelaksana proyek, dan dokumentasi. Penilaian dilakukan dengan mengukur tingkat penerapan tiap kriteria dalam proyek.
Hasil Utama: Tingkat Penerapan SMK3 Hanya 66,36%
Dari total 166 kriteria yang dievaluasi, tingkat penerapan di proyek pembangunan gedung tersebut mencapai 66,36%, yang berarti masuk dalam kategori "cukup baik". Namun, angka ini masih menunjukkan bahwa ada hampir 34% elemen SMK3 yang belum diterapkan dengan baik, termasuk beberapa aspek fundamental seperti:
Kurangnya pelatihan formal bagi tenaga kerja
Tidak adanya struktur organisasi K3 yang jelas
Minimnya pelaporan dan dokumentasi kecelakaan
Studi Kasus Nyata: Proyek Gedung A Universitas Muhammadiyah Kendari
Proyek ini menjadi representasi umum proyek skala menengah di Indonesia. Dengan durasi pelaksanaan 180 hari dan melibatkan puluhan pekerja, proyek ini seharusnya menjadi contoh ideal penerapan SMK3. Namun, berdasarkan observasi peneliti:
Tidak semua pekerja dilengkapi Alat Pelindung Diri (APD)
Tidak tersedia tim khusus K3 di lapangan
Tidak dilakukan audit internal berkala
Masalah-masalah tersebut memperkuat hipotesis bahwa kendala utama bukan pada regulasi, tetapi pada komitmen manajemen proyek dan minimnya pengawasan.
Kritik & Komparasi: Apa Kata Penelitian Lain?
Studi ini sejalan dengan temuan dalam penelitian serupa oleh Iqbal (2021), yang menyatakan bahwa rata-rata implementasi SMK3 di proyek konstruksi swasta Indonesia hanya mencapai 60–70%. Hal ini diperparah dengan rendahnya literasi K3 di kalangan pekerja dan mandor.
Berbeda dengan proyek-proyek besar milik BUMN yang sering diaudit oleh lembaga independen, proyek kampus ini tidak menunjukkan adanya proses pengawasan yang terstruktur. Dengan kata lain, tidak ada paksaan berarti untuk mematuhi PP No. 50 Tahun 2012.
Tantangan Lapangan: Mengapa SMK3 Sulit Diterapkan?
Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya penerapan SMK3 antara lain:
1. Kurangnya SDM Terlatih
Banyak proyek tidak mempekerjakan petugas K3 bersertifikat.
Pekerja tidak diberi pelatihan rutin atau simulasi evakuasi darurat.
2. Biaya Tambahan
Penerapan SMK3 dianggap menambah biaya proyek, sehingga dihindari oleh kontraktor kecil.
3. Lemahnya Penegakan Hukum
Tidak ada sanksi konkret bagi pelanggaran implementasi K3 di banyak daerah.
Rekomendasi: Meningkatkan Efektivitas Penerapan SMK3
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis lapangan, beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk memperkuat penerapan SMK3:
Audit Wajib & Berkala
Lakukan pemeriksaan eksternal dan independen setiap 3 bulan.
Insentif untuk Kontraktor Patuh
Pemerintah daerah bisa memberikan insentif pajak atau prioritas tender kepada kontraktor yang terbukti menerapkan SMK3 secara penuh.
Penguatan Peran Pengawas Lapangan
Supervisi harus difungsikan bukan hanya sebagai pengawas teknis, tetapi juga pengawas keselamatan.
Digitalisasi Laporan K3
Gunakan sistem pelaporan berbasis aplikasi untuk memudahkan monitoring harian.
Opini Penulis: Saatnya SMK3 Jadi Standar Etika, Bukan Sekadar Regulasi
Penelitian ini menyentil persoalan mendasar dalam dunia konstruksi Indonesia: kesehatan dan keselamatan kerja masih dianggap beban, bukan kebutuhan. Padahal, banyak negara seperti Jepang dan Jerman menjadikan K3 sebagai budaya perusahaan.
Indonesia harus mulai membangun narasi bahwa SMK3 adalah bentuk etika kerja profesional. Bukan hanya demi menurunkan angka kecelakaan kerja, tetapi juga untuk membangun ekosistem konstruksi yang modern, manusiawi, dan berkelanjutan.
Penutup: Membangun Kesadaran, Bukan Sekadar Kepatuhan
Evaluasi yang dilakukan pada proyek pembangunan Gedung A Universitas Muhammadiyah Kendari menunjukkan adanya kesenjangan antara regulasi dan praktik di lapangan. Meski tingkat implementasinya cukup baik, namun masih banyak ruang untuk perbaikan, terutama dalam hal pelatihan, pengawasan, dan dokumentasi.
Studi ini penting sebagai pengingat bahwa pembangunan yang berkualitas bukan hanya soal desain dan anggaran, tapi juga soal keselamatan manusia yang terlibat di dalamnya.
Sumber Asli Artikel
Hardin, Muh. Chaiddir Hajia, & La Ode Asrun. (2022). Evaluasi Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Berdasarkan PP No. 50 Tahun 2012 Pada Proyek Pembangunan Gedung A Universitas Muhammadiyah Kendari. Jurnal Karya Teknik Sipil, 11(1), 15-23.
Tautan resmi: https://ojs.unsultra.ac.id/index.php/jkteksipil/article/view/3624
Pembuatan Terowongan dan Konstruksi Bawah Tanah
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 06 Mei 2025
Keselamatan dan kesehatan kerja (Occupational Safety and Health/OS&H) di proyek konstruksi bawah tanah telah lama menjadi tantangan besar karena kondisi ekstrem dan lingkungan kerja yang kompleks. Artikel ilmiah oleh Sorlini et al. (2023) menyajikan hasil telaah dan implementasi berbagai teknologi mutakhir untuk meningkatkan OS&H di proyek besar seperti Tunnel Euralpin Lyon Turin (TELT).
Artikel ini merangkum tren utama serta penerapan nyata teknologi berbasis Industry 4.0, dari sistem desain digital hingga perangkat wearable cerdas, guna menciptakan lingkungan kerja bawah tanah yang lebih aman dan efisien.
Mengapa Keselamatan di Bawah Tanah Sulit Dicapai?
Konstruksi bawah tanah, seperti terowongan, berhadapan dengan risiko tinggi karena:
Situasi ini membuat manajemen risiko harus presisi dan adaptif, menuntut teknologi yang bisa memperkirakan, memantau, dan merespons ancaman secara real-time.
Empat Pilar Teknologi OS&H di Konstruksi Bawah Tanah
1. Desain Digital dan Simulasi Cerdas
a. CCCP (Computer Aided Cause Consequence for Prevention)
Model ini menggabungkan teknik FTA dan ETA untuk menganalisis akar penyebab kecelakaan dan menentukan tindakan pencegahan. Misalnya, untuk kasus tabrakan antara pekerja dan kendaraan, model ini membantu merancang sistem anti-tabrakan berbasis RFID dan analisis ruang fungsional.
b. BIM dan 3D CAD
Building Information Modeling (BIM) digunakan untuk:
2. Teknologi Industry 4.0 untuk Lokasi Ekstrem
a. Geolokasi dan Sistem Komunikasi
3. Manajemen Otomatis dan Robotik
a. Rover AXEL
Digunakan untuk menjelajahi dan memantau area sepanjang 3 km di terowongan Maddalena yang sebelumnya tidak dapat diakses sejak 2017 karena suhu >45°C. Rover ini membawa kamera, sensor gas, dan alat ukur.
b. Rangka Baja Otomatis (Automatic Ribs)
Diterapkan di proyek Bologna–Florence dan TELT, sistem ini:
c. Sensor Anti-tabrakan
4. Perangkat Pribadi Pintar dan Pelatihan Imersif
a. Smart PPE (Personal Protective Equipment)
Pakaian dan helm dilengkapi sensor yang bisa:
b. Exoskeletons
Meskipun masih terbatas, eksoskeleton pasif dan aktif sedang dikembangkan untuk:
c. VR/AR untuk Pelatihan dan Simulasi
Studi Kasus Nyata: Proyek TELT Lyon–Turin
Proyek kereta cepat sepanjang 270 km ini (57,5 km terowongan bawah tanah) menjadi laboratorium inovasi OS&H. Teknologi yang diuji mencakup:
Tantangan dan Harapan Masa Depan
Walaupun berbagai teknologi telah diterapkan, integrasi penuh dalam sistem prediktif masih menjadi tantangan besar, khususnya:
Namun, adopsi teknologi seperti sistem RFID dan pelatihan berbasis VR menunjukkan dampak langsung terhadap penurunan kecelakaan.
Kesimpulan: Masa Depan OS&H Dimulai dari Sekarang
Transformasi digital dalam konstruksi bawah tanah bukan lagi wacana masa depan, melainkan kebutuhan mendesak hari ini. Studi ini menegaskan bahwa:
Dunia konstruksi bawah tanah sedang bergerak menuju masa depan di mana keselamatan tidak hanya diupayakan, tetapi dirancang sejak awal dengan cerdas.
Sumber: Sorlini, A.; Maxia, L.; Patrucco, M.; Pira, E. Occupational Safety and Health Improvements through Innovative Technologies in Underground Construction Sites: Main Trends and Some Case Histories. Infrastructures 2023, 8, 104.
Transformasi Digital Pendidikan
Dipublikasikan oleh Afridha Nu’ma Khoiriyah pada 06 Mei 2025
Pendahuluan
Praktik Kerja Industri (PKL) adalah kegiatan penting dalam sistem pendidikan kejuruan di Indonesia. Sayangnya, banyak sekolah masih mengandalkan metode manual dalam memantau kegiatan ini. Di tengah dorongan digitalisasi pendidikan, efisiensi pengelolaan PKL menjadi tuntutan, bukan pilihan.
Artikel ini menyuguhkan solusi berbasis teknologi dengan merancang sistem informasi monitoring PKL berbasis web untuk SMK Negeri 1 Garut. Penelitian ini tidak hanya menyelesaikan masalah teknis administratif, tetapi juga mengangkat tantangan koordinasi, transparansi, dan efektivitas dalam proses belajar di luar kelas.
Latar Belakang
Pengawasan praktik kerja siswa SMK seringkali terhambat oleh:
Komunikasi terbatas antara pembimbing sekolah dan dunia industri.
Minimnya dokumentasi kegiatan harian siswa.
Kurangnya alat untuk menilai kinerja siswa secara objektif.
Hal ini diperparah dengan metode manual yang rawan kehilangan data, duplikasi informasi, dan keterlambatan laporan. Maka, kebutuhan akan sistem informasi berbasis web menjadi mendesak untuk menyederhanakan alur monitoring, dokumentasi, dan evaluasi siswa selama PKL.
Tujuan Penelitian dan Fokus Pengembangan Sistem
Tujuan utama dari penelitian ini adalah merancang sistem informasi berbasis web yang:
Mempermudah pembimbing sekolah dalam mengawasi siswa PKL.
Memberikan ruang bagi siswa untuk melaporkan aktivitas harian.
Menyediakan fitur dokumentasi dan penilaian langsung.
Menghubungkan tiga entitas utama: siswa, pembimbing sekolah, dan pembimbing industri.
Sistem ini juga diharapkan meminimalisasi kesalahan pencatatan, meningkatkan kecepatan komunikasi, dan menciptakan keterbukaan informasi.
Metodologi
Penelitian ini menggunakan pendekatan metode rekayasa perangkat lunak Waterfall, yang terdiri dari lima tahap:
Analisis kebutuhan – Mengumpulkan kebutuhan pengguna melalui wawancara dan observasi di SMK Negeri 1 Garut.
Desain sistem – Membuat desain antarmuka, basis data, dan alur proses.
Implementasi – Pengembangan menggunakan bahasa pemrograman PHP dan basis data MySQL.
Pengujian – Verifikasi fungsionalitas menggunakan metode black-box.
Pemeliharaan – Penyempurnaan sistem berdasarkan feedback pengguna.
Pemilihan teknologi ini relatif sederhana namun efisien untuk kebutuhan institusi pendidikan menengah.
Hasil: Fitur dan Fungsi Sistem
Sistem informasi yang dirancang memiliki beberapa fitur utama:
Login multi-user: pembimbing sekolah, pembimbing industri, dan siswa memiliki akun berbeda dengan akses terbatas sesuai peran.
Laporan harian siswa: siswa dapat mengisi aktivitas harian selama PKL.
Penilaian online: pembimbing sekolah dan industri dapat memberikan skor dan catatan.
Manajemen data siswa: termasuk status aktif PKL, perusahaan tempat magang, dan durasi pelaksanaan.
Tampilan antarmuka juga dibuat user-friendly agar dapat diakses oleh pengguna dengan latar belakang teknologi yang berbeda-beda.
Studi Kasus
Dalam studi kasus di SMK Negeri 1 Garut, implementasi sistem ini menunjukkan:
Peningkatan akurasi data laporan siswa hingga 90% dibanding sebelumnya.
Waktu proses rekap nilai PKL berkurang dari 1 minggu menjadi 2 hari.
Tingkat partisipasi siswa dalam laporan harian meningkat karena kemudahan akses melalui perangkat mobile.
Temuan ini menunjukkan sistem tidak hanya bermanfaat secara administratif, tetapi juga mendorong kedisiplinan dan kemandirian siswa.
Analisis Tambahan: Kekuatan dan Kelemahan Sistem
Kekuatan:
Adaptabilitas tinggi: Bisa diterapkan di SMK lain dengan sedikit penyesuaian.
Efisiensi waktu: Memangkas waktu kerja pembimbing dalam monitoring.
Penguatan relasi industri: Industri lebih mudah memantau kontribusi siswa.
Kelemahan:
Ketergantungan pada jaringan internet: Di daerah dengan koneksi terbatas, sistem ini kurang efektif.
Skalabilitas terbatas: Desain awal belum mempertimbangkan lonjakan pengguna yang besar atau integrasi dengan sistem sekolah lainnya.
Tidak ada fitur mobile app khusus: Akses hanya melalui browser, padahal siswa lebih banyak menggunakan smartphone.
Perbandingan dengan Penelitian Lain
Jika dibandingkan dengan penelitian sejenis seperti sistem monitoring PKL berbasis Android di SMK Muhammadiyah 7 Gondanglegi (2021), sistem berbasis web memiliki keunggulan dari sisi keterjangkauan platform. Namun, aplikasi berbasis Android lebih unggul dari segi kenyamanan pengguna muda.
Penelitian dari Handayani (2019) juga menyoroti pentingnya integrasi sistem monitoring dengan sistem informasi akademik sekolah untuk meningkatkan efisiensi administratif secara keseluruhan.
Relevansi dengan Dunia Industri dan Pendidikan Saat Ini
Dengan meningkatnya tuntutan industri terhadap keterampilan siap pakai, monitoring PKL menjadi komponen penting dalam penjaminan mutu lulusan SMK. Sistem seperti ini memungkinkan:
Evaluasi berbasis kinerja nyata, bukan sekadar laporan naratif.
Feedback langsung dari industri sebagai masukan untuk kurikulum.
Pemetaan kompetensi siswa berdasarkan data PKL.
Dalam konteks Merdeka Belajar dan kurikulum SMK terbaru yang berbasis link and match, sistem ini selaras dengan arah kebijakan nasional.
Potensi Pengembangan dan Rekomendasi
Agar sistem ini lebih bermanfaat secara luas, pengembangan lanjutan bisa diarahkan ke:
Integrasi dengan aplikasi mobile (Android/iOS).
Sistem notifikasi otomatis (pengingat laporan harian).
Dashboard analitik untuk menampilkan performa siswa secara visual.
Integrasi dengan data kehadiran dan evaluasi akhir semester.
Fitur pelaporan kendala dari industri ke sekolah secara real time.
Kesimpulan
Penelitian ini menghadirkan solusi konkret atas masalah klasik dalam pemantauan PKL. Sistem informasi berbasis web yang dirancang tidak hanya mempermudah kerja guru dan sekolah, tetapi juga melibatkan siswa secara aktif dalam pelaporan dan evaluasi diri.
Lebih dari sekadar alat bantu, sistem ini menjadi bagian dari transformasi digital yang membawa pendidikan vokasi lebih adaptif terhadap dunia kerja. Namun, perlu diingat bahwa transformasi semacam ini membutuhkan dukungan dari infrastruktur dan peningkatan literasi digital di kalangan pendidik dan peserta didik.
Sumber
Kurnia, Asep Deni; Sudaryadi, Ade; Cahyana, Rinda. (2016). Perancangan Sistem Informasi Monitoring Kegiatan Praktik Kerja Industri Siswa SMK Berbasis Web (Studi Kasus: SMK Negeri 1 Garut). Jurnal Algoritma STT Garut, Vol. 13 No. 2.
Pembuatan Terowongan dan Konstruksi Bawah Tanah
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 06 Mei 2025
Keselamatan dan kesehatan kerja (Occupational Safety and Health/OS&H) di proyek konstruksi bawah tanah telah lama menjadi tantangan besar karena kondisi ekstrem dan lingkungan kerja yang kompleks. Artikel ilmiah oleh Sorlini et al. (2023) menyajikan hasil telaah dan implementasi berbagai teknologi mutakhir untuk meningkatkan OS&H di proyek besar seperti Tunnel Euralpin Lyon Turin (TELT).
Artikel ini merangkum tren utama serta penerapan nyata teknologi berbasis Industry 4.0, dari sistem desain digital hingga perangkat wearable cerdas, guna menciptakan lingkungan kerja bawah tanah yang lebih aman dan efisien.
Mengapa Keselamatan di Bawah Tanah Sulit Dicapai?
Konstruksi bawah tanah, seperti terowongan, berhadapan dengan risiko tinggi karena:
Situasi ini membuat manajemen risiko harus presisi dan adaptif, menuntut teknologi yang bisa memperkirakan, memantau, dan merespons ancaman secara real-time.
Empat Pilar Teknologi OS&H di Konstruksi Bawah Tanah
1. Desain Digital dan Simulasi Cerdas
a. CCCP (Computer Aided Cause Consequence for Prevention)
Model ini menggabungkan teknik FTA dan ETA untuk menganalisis akar penyebab kecelakaan dan menentukan tindakan pencegahan. Misalnya, untuk kasus tabrakan antara pekerja dan kendaraan, model ini membantu merancang sistem anti-tabrakan berbasis RFID dan analisis ruang fungsional.
b. BIM dan 3D CAD
Building Information Modeling (BIM) digunakan untuk:
2. Teknologi Industry 4.0 untuk Lokasi Ekstrem
a. Geolokasi dan Sistem Komunikasi
3. Manajemen Otomatis dan Robotik
a. Rover AXEL
Digunakan untuk menjelajahi dan memantau area sepanjang 3 km di terowongan Maddalena yang sebelumnya tidak dapat diakses sejak 2017 karena suhu >45°C. Rover ini membawa kamera, sensor gas, dan alat ukur.
b. Rangka Baja Otomatis (Automatic Ribs)
Diterapkan di proyek Bologna–Florence dan TELT, sistem ini:
c. Sensor Anti-tabrakan
4. Perangkat Pribadi Pintar dan Pelatihan Imersif
a. Smart PPE (Personal Protective Equipment)
Pakaian dan helm dilengkapi sensor yang bisa:
b. Exoskeletons
Meskipun masih terbatas, eksoskeleton pasif dan aktif sedang dikembangkan untuk:
c. VR/AR untuk Pelatihan dan Simulasi
Studi Kasus Nyata: Proyek TELT Lyon–Turin
Proyek kereta cepat sepanjang 270 km ini (57,5 km terowongan bawah tanah) menjadi laboratorium inovasi OS&H. Teknologi yang diuji mencakup:
Tantangan dan Harapan Masa Depan
Walaupun berbagai teknologi telah diterapkan, integrasi penuh dalam sistem prediktif masih menjadi tantangan besar, khususnya:
Namun, adopsi teknologi seperti sistem RFID dan pelatihan berbasis VR menunjukkan dampak langsung terhadap penurunan kecelakaan.
Kesimpulan: Masa Depan OS&H Dimulai dari Sekarang
Transformasi digital dalam konstruksi bawah tanah bukan lagi wacana masa depan, melainkan kebutuhan mendesak hari ini. Studi ini menegaskan bahwa:
Dunia konstruksi bawah tanah sedang bergerak menuju masa depan di mana keselamatan tidak hanya diupayakan, tetapi dirancang sejak awal dengan cerdas.
Sumber: Sorlini, A.; Maxia, L.; Patrucco, M.; Pira, E. Occupational Safety and Health Improvements through Innovative Technologies in Underground Construction Sites: Main Trends and Some Case Histories. Infrastructures 2023, 8, 104.
Sertifikasi Profesi dan Tenaga Kerja
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 06 Mei 2025
Pendahuluan: Mengapa Produktivitas Tenaga Kerja Jadi Isu Sentral?
Dalam industri konstruksi, tenaga kerja merupakan elemen vital yang memengaruhi langsung durasi, kualitas, dan biaya proyek. Namun, masalah klasik seperti keterlambatan proyek dan pembengkakan anggaran seringkali berakar pada rendahnya produktivitas tenaga kerja. Artikel karya Mustaqim T. dan Arif S. Pane ini mengangkat tema tersebut dengan fokus pada proyek pembangunan gedung, memberikan gambaran mendalam tentang faktor-faktor yang memengaruhi kinerja pekerja dan bagaimana upaya peningkatan dapat diterapkan secara nyata.
Tujuan Penelitian dan Konteks Proyek
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur produktivitas tenaga kerja secara kuantitatif dan mengidentifikasi faktor-faktor penyebab rendahnya kinerja. Studi dilakukan di proyek pembangunan gedung Universitas Negeri Medan dengan metode kuantitatif deskriptif. Fokus utama adalah pada pekerjaan bekisting, pembesian, dan pengecoran kolom yang secara umum membutuhkan keterampilan dan koordinasi tinggi di lapangan.
Metodologi: Mengupas Produktivitas dengan Data Lapangan
Pengumpulan data dilakukan melalui:
Observasi langsung terhadap 30 pekerja di 10 hari kerja
Penggunaan metode kuantifikasi produktivitas satuan output/jam kerja
Wawancara dengan mandor dan pengawas lapangan
Metodologi ini relevan dan aplikatif untuk diterapkan dalam proyek serupa karena menyajikan hasil konkret berdasarkan aktivitas kerja harian.
Dari hasil wawancara dan observasi, penyebab rendahnya produktivitas antara lain:
Minimnya pelatihan kerja
Kurangnya pengawasan langsung
Peralatan kerja tidak optimal
Kedisiplinan dan kehadiran pekerja yang fluktuatif
Koordinasi antartim yang belum optimal
Kondisi ini menggambarkan bahwa produktivitas bukan hanya soal kemampuan teknis, tapi juga manajerial dan motivasional.
Perbandingan dengan Studi Lain
Studi ini sejalan dengan temuan Fiqra Afrian dkk. (2022) mengenai rendahnya produktivitas pekerja pada pekerjaan dinding bata ringan akibat kurangnya perencanaan tenaga kerja dan monitoring yang lemah. Demikian pula, penelitian Adebowale & Agumba (2021) menyebutkan bahwa faktor manajemen proyek, termasuk komunikasi dan logistik, merupakan variabel signifikan dalam mendorong produktivitas kerja.
Relevansi Industri: Tantangan dan Solusi Praktis
Tantangan Umum di Proyek Konstruksi:
Tenaga kerja tidak terampil banyak digunakan demi menekan biaya.
Ketidaksesuaian antara perencanaan waktu dan realisasi di lapangan.
Absennya sistem evaluasi kinerja individual secara berkala.
Solusi yang Disarankan Berdasarkan Temuan Penelitian:
Peningkatan Pelatihan: Pelatihan singkat pra-proyek untuk menstandarkan teknik kerja dasar.
Reward System: Sistem insentif berbasis produktivitas nyata (misalnya: bonus harian berdasarkan target capaian).
Perbaikan Koordinasi: Penambahan pengawas lapangan dan perbaikan komunikasi vertikal/horizontal dalam proyek.
Pemanfaatan Teknologi: Penggunaan aplikasi monitoring kerja harian (contoh: penggunaan time tracker sederhana).
Kritik dan Catatan untuk Penelitian
Meskipun penelitian ini menyajikan data konkret dan metode observasional yang baik, terdapat beberapa hal yang bisa ditingkatkan:
Keterbatasan Sampel: Hanya dilakukan pada satu proyek dan dalam waktu pengamatan relatif singkat (10 hari).
Aspek Kualitatif Minim: Penilaian terhadap motivasi, kepuasan kerja, atau faktor psikososial belum dieksplorasi.
Tidak Ada Simulasi Produktivitas Alternatif: Misalnya, simulasi dampak jika satu faktor (misal pelatihan) ditingkatkan 50%.
Namun demikian, artikel ini memberikan fondasi kuat bagi pengembangan studi lebih lanjut, terutama yang mengintegrasikan pendekatan multidisiplin (manajemen proyek + psikologi kerja).
Studi Kasus Industri: Pembelajaran dari Proyek MRT Jakarta
Sebagai perbandingan, proyek MRT Jakarta dikenal sebagai salah satu proyek dengan kontrol produktivitas tenaga kerja yang ketat. Di proyek tersebut, dilakukan:
Briefing pagi setiap hari selama 15 menit
Penilaian mingguan terhadap setiap kelompok kerja
Insentif kolektif berbasis kinerja mingguan
Dengan sistem ini, waktu penyelesaian pekerjaan struktur bisa ditekan 20% lebih cepat dibandingkan proyek sejenis.
Jika pendekatan serupa diterapkan pada proyek seperti yang diteliti dalam paper ini, potensi peningkatan efisiensi dapat ditingkatkan secara signifikan.
Kesimpulan: Pentingnya Intervensi Manajerial untuk Produktivitas Optimal
Produktivitas tenaga kerja adalah tolok ukur utama dalam keberhasilan proyek konstruksi. Penelitian oleh Mustaqim T. dan Arif S. Pane mengungkap bahwa pencapaian tenaga kerja masih berada di bawah standar nasional, terutama karena faktor manajemen, motivasi, dan kurangnya dukungan teknis. Untuk mencapai target efisiensi dan kualitas, intervensi berbasis pelatihan, motivasi, dan manajemen proyek perlu segera diterapkan. Industri konstruksi Indonesia dapat mengambil pelajaran berharga dari temuan ini untuk menghadapi tantangan masa depan yang semakin kompleks dan kompetitif.
Sumber
Mustaqim T., Arif S. Pane. Kinerja Produktivitas Tenaga Kerja pada Proyek Pembangunan Gedung. Jurnal Ilmiah Teknik Sipil dan Arsitektur. Tersedia di: https://ejurnal.untag-smd.ac.id/index.php/TEK/article/view/4631