Evaluasi SMK3 di Proyek Konstruksi: Studi Kasus Gedung A Universitas Muhammadiyah Kendari

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj

06 Mei 2025, 11.56

pexels.com

Pendahuluan: Menyoal Urgensi SMK3 di Sektor Konstruksi

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah isu krusial dalam sektor konstruksi, terutama di Indonesia yang kerap mencatatkan tingginya angka kecelakaan kerja. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 50 Tahun 2012 menetapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) sebagai standar wajib di setiap proyek. Namun, implementasi di lapangan kerap kali jauh dari ideal.

Makalah yang disusun oleh Hardin dan tim ini mengambil studi kasus pada Proyek Pembangunan Gedung A Universitas Muhammadiyah Kendari, guna mengevaluasi seberapa jauh penerapan SMK3 dilaksanakan secara efektif. Hasilnya memunculkan perdebatan menarik: apakah regulasi sudah cukup kuat ataukah pelaksanaannya yang masih lemah?

Kerangka Evaluasi: SMK3 Menurut PP No. 50 Tahun 2012

Sistem Manajemen K3 yang diatur dalam PP No. 50 Tahun 2012 memiliki 166 kriteria yang dibagi ke dalam beberapa elemen kunci:

  • Komitmen dan Kebijakan

  • Perencanaan

  • Pelaksanaan

  • Evaluasi dan Tindakan Perbaikan

  • Dokumentasi dan Catatan

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif, dengan teknik pengumpulan data berupa observasi lapangan, wawancara langsung dengan pelaksana proyek, dan dokumentasi. Penilaian dilakukan dengan mengukur tingkat penerapan tiap kriteria dalam proyek.

Hasil Utama: Tingkat Penerapan SMK3 Hanya 66,36%

Dari total 166 kriteria yang dievaluasi, tingkat penerapan di proyek pembangunan gedung tersebut mencapai 66,36%, yang berarti masuk dalam kategori "cukup baik". Namun, angka ini masih menunjukkan bahwa ada hampir 34% elemen SMK3 yang belum diterapkan dengan baik, termasuk beberapa aspek fundamental seperti:

  • Kurangnya pelatihan formal bagi tenaga kerja

  • Tidak adanya struktur organisasi K3 yang jelas

  • Minimnya pelaporan dan dokumentasi kecelakaan

Studi Kasus Nyata: Proyek Gedung A Universitas Muhammadiyah Kendari

Proyek ini menjadi representasi umum proyek skala menengah di Indonesia. Dengan durasi pelaksanaan 180 hari dan melibatkan puluhan pekerja, proyek ini seharusnya menjadi contoh ideal penerapan SMK3. Namun, berdasarkan observasi peneliti:

  • Tidak semua pekerja dilengkapi Alat Pelindung Diri (APD)

  • Tidak tersedia tim khusus K3 di lapangan

  • Tidak dilakukan audit internal berkala

Masalah-masalah tersebut memperkuat hipotesis bahwa kendala utama bukan pada regulasi, tetapi pada komitmen manajemen proyek dan minimnya pengawasan.

Kritik & Komparasi: Apa Kata Penelitian Lain?

Studi ini sejalan dengan temuan dalam penelitian serupa oleh Iqbal (2021), yang menyatakan bahwa rata-rata implementasi SMK3 di proyek konstruksi swasta Indonesia hanya mencapai 60–70%. Hal ini diperparah dengan rendahnya literasi K3 di kalangan pekerja dan mandor.

Berbeda dengan proyek-proyek besar milik BUMN yang sering diaudit oleh lembaga independen, proyek kampus ini tidak menunjukkan adanya proses pengawasan yang terstruktur. Dengan kata lain, tidak ada paksaan berarti untuk mematuhi PP No. 50 Tahun 2012.

Tantangan Lapangan: Mengapa SMK3 Sulit Diterapkan?

Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya penerapan SMK3 antara lain:

1. Kurangnya SDM Terlatih

  • Banyak proyek tidak mempekerjakan petugas K3 bersertifikat.

  • Pekerja tidak diberi pelatihan rutin atau simulasi evakuasi darurat.

2. Biaya Tambahan

  • Penerapan SMK3 dianggap menambah biaya proyek, sehingga dihindari oleh kontraktor kecil.

3. Lemahnya Penegakan Hukum

  • Tidak ada sanksi konkret bagi pelanggaran implementasi K3 di banyak daerah.

Rekomendasi: Meningkatkan Efektivitas Penerapan SMK3

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis lapangan, beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk memperkuat penerapan SMK3:

  • Audit Wajib & Berkala
    Lakukan pemeriksaan eksternal dan independen setiap 3 bulan.

  • Insentif untuk Kontraktor Patuh
    Pemerintah daerah bisa memberikan insentif pajak atau prioritas tender kepada kontraktor yang terbukti menerapkan SMK3 secara penuh.

  • Penguatan Peran Pengawas Lapangan
    Supervisi harus difungsikan bukan hanya sebagai pengawas teknis, tetapi juga pengawas keselamatan.

  • Digitalisasi Laporan K3
    Gunakan sistem pelaporan berbasis aplikasi untuk memudahkan monitoring harian.

Opini Penulis: Saatnya SMK3 Jadi Standar Etika, Bukan Sekadar Regulasi

Penelitian ini menyentil persoalan mendasar dalam dunia konstruksi Indonesia: kesehatan dan keselamatan kerja masih dianggap beban, bukan kebutuhan. Padahal, banyak negara seperti Jepang dan Jerman menjadikan K3 sebagai budaya perusahaan.

Indonesia harus mulai membangun narasi bahwa SMK3 adalah bentuk etika kerja profesional. Bukan hanya demi menurunkan angka kecelakaan kerja, tetapi juga untuk membangun ekosistem konstruksi yang modern, manusiawi, dan berkelanjutan.

Penutup: Membangun Kesadaran, Bukan Sekadar Kepatuhan

Evaluasi yang dilakukan pada proyek pembangunan Gedung A Universitas Muhammadiyah Kendari menunjukkan adanya kesenjangan antara regulasi dan praktik di lapangan. Meski tingkat implementasinya cukup baik, namun masih banyak ruang untuk perbaikan, terutama dalam hal pelatihan, pengawasan, dan dokumentasi.

Studi ini penting sebagai pengingat bahwa pembangunan yang berkualitas bukan hanya soal desain dan anggaran, tapi juga soal keselamatan manusia yang terlibat di dalamnya.

Sumber Asli Artikel

Hardin, Muh. Chaiddir Hajia, & La Ode Asrun. (2022). Evaluasi Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Berdasarkan PP No. 50 Tahun 2012 Pada Proyek Pembangunan Gedung A Universitas Muhammadiyah Kendari. Jurnal Karya Teknik Sipil, 11(1), 15-23.
Tautan resmi: https://ojs.unsultra.ac.id/index.php/jkteksipil/article/view/3624