Manajemen Pemasok

Dampak Digital Procurement terhadap Supplier Satisfaction dan Operative Excellence dalam Rantai Pasokan

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 20 Juni 2025


Pendahuluan

Perkembangan teknologi telah mengubah cara perusahaan mengelola rantai pasokan mereka. Digital procurement, atau penggunaan teknologi digital dalam proses pengadaan, semakin banyak diadopsi oleh perusahaan untuk meningkatkan efisiensi operasional dan hubungan dengan pemasok.

Namun, sejauh mana digital procurement berdampak pada kepuasan pemasok (supplier satisfaction) dan keunggulan operasional (operative excellence) masih menjadi perdebatan. Studi ini, berdasarkan penelitian oleh Tommaso Liberale (2023), mengeksplorasi dampak digital procurement dalam industri kimia dan menguji apakah praktik digital procurement benar-benar meningkatkan kepuasan pemasok atau hanya memperbaiki efisiensi operasional perusahaan.

Metodologi Penelitian

Studi ini menggunakan pendekatan kuantitatif berbasis survei terhadap 119 pemasok di industri kimia. Data dianalisis menggunakan Partial Least Square Structural Equation Modelling (PLS-SEM) untuk mengevaluasi hubungan antara digital procurement, supplier satisfaction, dan operative excellence.

Temuan Utama

1. Digital Procurement Meningkatkan Operative Excellence tetapi Tidak Mempengaruhi Supplier Satisfaction

  • Digital procurement berdampak positif pada operative excellence, meningkatkan efisiensi dan mengurangi kesalahan dalam rantai pasokan.
  • Tidak ada hubungan signifikan antara digital procurement dan supplier satisfaction, bertentangan dengan hipotesis awal penelitian.
  • Faktor utama yang meningkatkan supplier satisfaction adalah relational behavior dan growth opportunity, bukan teknologi digital semata.

2. Preferred Customer Status (PCS) Bergantung pada Supplier Satisfaction

  • Perusahaan dengan supplier satisfaction yang tinggi lebih mungkin mendapatkan status Preferred Customer (PCS), yaitu status eksklusif yang memungkinkan mereka menerima perlakuan istimewa dari pemasok.
  • Keuntungan dari PCS termasuk harga lebih kompetitif, akses lebih awal ke inovasi, serta ketahanan rantai pasokan yang lebih kuat.

3. Profitabilitas dan Operative Excellence Tidak Secara Langsung Meningkatkan Supplier Satisfaction

  • Profitabilitas tidak memiliki dampak signifikan terhadap supplier satisfaction, menunjukkan bahwa pemasok tidak hanya mempertimbangkan keuntungan finansial tetapi juga faktor hubungan dan kesempatan bisnis jangka panjang.
  • Operative excellence meningkatkan efisiensi tetapi tidak menjamin kepuasan pemasok, karena pemasok tetap mengutamakan hubungan bisnis yang stabil dan peluang pertumbuhan.

4. Digital Capability Asymmetry Tidak Mempengaruhi Supplier Satisfaction

  • Ketidakseimbangan kemampuan digital antara perusahaan dan pemasok tidak berdampak signifikan pada supplier satisfaction.
  • Hal ini menunjukkan bahwa kesuksesan digital procurement lebih bergantung pada strategi hubungan pemasok daripada kesiapan digital pemasok itu sendiri.

Implikasi dan Rekomendasi Strategis

Hasil penelitian ini memberikan beberapa wawasan penting bagi perusahaan yang ingin mengoptimalkan digital procurement dalam rantai pasokan mereka:

1. Fokus pada Hubungan Jangka Panjang dengan Pemasok

  • Meskipun digitalisasi meningkatkan efisiensi, perusahaan tetap perlu membangun hubungan yang kuat dengan pemasok untuk mendapatkan manfaat dari status Preferred Customer (PCS).
  • Relational behavior seperti komunikasi yang baik dan transparansi lebih berdampak dibanding sekadar adopsi teknologi baru.

2. Gunakan Digital Procurement untuk Efisiensi, tetapi Jangan Lupakan Human Interaction

  • Teknologi dapat meningkatkan kecepatan dan akurasi proses pengadaan, tetapi tanpa hubungan bisnis yang solid, pemasok tidak akan memberikan perlakuan istimewa.
  • Kombinasikan digital procurement dengan strategi SRM (Supplier Relationship Management) berbasis komunikasi dan kolaborasi.

3. Digitalisasi Harus Disertai dengan Pengembangan Pemasok

  • Membantu pemasok dalam meningkatkan kesiapan digital mereka dapat menciptakan rantai pasokan yang lebih tangguh dan adaptif.
  • Investasi dalam pelatihan digital bagi pemasok dapat meningkatkan sinergi antara perusahaan dan pemasok.

4. Prioritaskan Keunggulan Operasional, tetapi Jangan Lupakan Faktor Non-Teknologi

  • Digital procurement harus diterapkan bersama dengan strategi yang berorientasi pada kepuasan pemasok, seperti insentif kerja sama dan kontrak jangka panjang.
  • Pemasok cenderung lebih puas dengan klien yang menawarkan peluang pertumbuhan bisnis dibanding hanya fokus pada efisiensi operasional.

Kesimpulan

Digital procurement memberikan manfaat besar dalam meningkatkan keunggulan operasional perusahaan, tetapi tidak secara langsung meningkatkan kepuasan pemasok. Faktor hubungan bisnis dan peluang pertumbuhan pemasok lebih berperan dalam meningkatkan supplier satisfaction, yang pada akhirnya menentukan apakah perusahaan dapat memperoleh status Preferred Customer.

Untuk mencapai manfaat maksimal dari digital procurement, perusahaan harus menggabungkan teknologi dengan strategi manajemen hubungan pemasok yang efektif. Dengan cara ini, mereka tidak hanya meningkatkan efisiensi operasional tetapi juga membangun rantai pasokan yang lebih stabil, kolaboratif, dan kompetitif di masa depan.

Sumber : Tommaso Liberale (2023). Digital Procurement in Buyer-Supplier Relationships: The Impact on Operative Excellence and Supplier Satisfaction. University of Twente.

 

Selengkapnya
Dampak Digital Procurement terhadap Supplier Satisfaction dan Operative Excellence dalam Rantai Pasokan

Kebijakan Infrastruktur Air

Membangun IKN Sebagai Kota Cerdas: Strategi Smart City & Smart Water Management untuk Masa Depan Berkelanjutan

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 20 Juni 2025


Pendahuluan

Pemindahan ibu kota Indonesia ke Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur bukan sekadar perpindahan fisik, melainkan lompatan menuju masa depan kota cerdas yang hijau, inklusif, dan berstandar internasional. Salah satu tantangan utama dalam mewujudkan visi ini adalah pengelolaan air bersih dan sumber daya air secara cerdas. Artikel ini mengupas secara kritis konsep smart city dan smart water management (SWM) yang diusulkan untuk IKN, mengaitkannya dengan tren global, serta mengulas studi kasus, angka-angka nyata, dan potensi implementasi di Indonesia.

Visi IKN: Kota Smart, Green, dan Berkelanjutan

IKN diharapkan menjadi kota modern, smart, dan berkelanjutan yang mengintegrasikan teknologi informasi, arsitektur modern, serta kearifan lokal. Salah satu target utama adalah memenuhi seluruh indikator Sustainable Development Goals (SDGs) dengan menekankan ruang terbuka hijau minimal 50% dari tata ruang kota, serta perlindungan kawasan bernilai konservasi tinggi1.

Tantangan Air Bersih di IKN: Fakta & Angka

Ketersediaan Sumber Air

Berdasarkan data Balai Wilayah Sungai Kalimantan III, terdapat enam infrastruktur utama sumber air baku di Kalimantan Timur, seperti Waduk Manggar (kapasitas 14,2 juta m³), Waduk Barnacle (2,43 juta m³), hingga Intake Sungai Mahakam (0,02 juta m³). Total potensi air baku dari lima infrastruktur eksisting adalah 4.827 liter/detik. Pemerintah juga membangun Waduk Sepaku-Semoi (2.500 liter/detik) dan merencanakan tujuh infrastruktur baru, termasuk Waduk Batu Lepek (14.500 liter/detik)1.

Kualitas Air Permukaan

Hasil pengujian kualitas air Sungai Mahakam menunjukkan kondisi yang memprihatinkan:

  • TSS: 62–231 mg/L (standar: 50 mg/L)
  • BOD: 3,72–16,5 mg/L (standar: 2 mg/L)
  • COD: 12,14–33,49 mg/L (standar: 10 mg/L)
  • DO: 2,03–3,56 mg/L (standar: 6 mg/L)
  • Fe: 1,19–4,36 mg/L (standar: 0,3 mg/L)
  • Koliform total: hingga 30.000.000/mL (standar: 1.000/mL)

Angka-angka ini menunjukkan bahwa kualitas air mentah di IKN jauh di bawah standar air minum, sehingga diperlukan sistem pengelolaan air yang sangat canggih dan terintegrasi1.

Potensi Banjir dan Keterbatasan Air Tanah

Wilayah IKN rentan terhadap banjir, terutama di kawasan Sepaku, Samboja, dan Muara Jawa akibat deforestasi serta aktivitas pertambangan. Potensi air tanah juga terbatas, dengan debit rata-rata hanya 0,7 liter/detik di beberapa titik, dan kualitas yang buruk (tinggi Fe, bahkan asin di kedalaman tertentu)1.

Konsep Smart City: Pilar Transformasi Urban

Smart city bukan sekadar kota digital, tetapi kota yang mengintegrasikan teknologi, masyarakat, dan lingkungan untuk menciptakan ekosistem urban yang efisien, inklusif, dan berkelanjutan. Model smart city menurut Supangkat (2018) mencakup tiga pilar: smart economy, smart society, dan smart environment. Sementara Leimiller dan O'Mara (2013) menekankan pentingnya integrasi enam sektor: energi, integrasi sistem, layanan publik, mobilitas, bangunan, dan air1.

Smart Water Management: Solusi Inovatif untuk Kota Masa Depan

Definisi & Manfaat SWM

Smart Water Management (SWM) adalah pendekatan pengelolaan air berbasis teknologi mutakhir seperti IoT, sensor, dan sistem kontrol otomatis untuk memastikan efisiensi, kualitas, dan keberlanjutan air di tingkat kota. SWM menawarkan manfaat utama:

  • Deteksi kebocoran secara real-time
  • Monitoring kualitas air online
  • Optimalisasi operasi dan pemeliharaan
  • Penghematan biaya dan energi
  • Peningkatan pengalaman pelanggan1

Studi Kasus Implementasi SWM

1. Smart Water Grid (SWG)

SWG menggabungkan teknologi sensor, komunikasi dua arah, dan sistem kontrol otomatis (misal: SCADA) untuk memantau dan mengendalikan distribusi air secara efisien. Sensus (2012) membagi smart meter dalam lima lapisan, mulai dari sensor hingga software analitik real-time. Dengan SWG, kebocoran air yang sebelumnya bisa berlangsung bertahun-tahun dapat dideteksi dalam hitungan jam, mengurangi Non-Revenue Water (NRW) yang di Indonesia rata-rata mencapai 32,8%1.

2. Flood Early Warning System (FEWS)

FEWS diimplementasikan untuk meminimalisasi kerugian akibat banjir. Sistem ini memanfaatkan data real-time dan prediksi cuaca untuk memberikan peringatan dini, seperti yang telah sukses diuji di DKI Jakarta melalui J-FEWS. Output FEWS meliputi prediksi curah hujan, tinggi muka air, hingga estimasi waktu banjir tiba, sehingga masyarakat dan pemerintah dapat melakukan evakuasi lebih cepat1.

3. Water Quality Online Monitoring (OnLimo)

OnLimo adalah sistem monitoring kualitas air secara online dan real-time, menggunakan sensor yang terintegrasi dengan data logger dan software. Sistem ini sudah diimplementasikan di PDAM Pontianak dan Kutai Kartanegara, serta mampu memberikan early warning jika terjadi pencemaran air di sumber air baku maupun outlet limbah industri1.

Strategi Implementasi di IKN: Langkah-Langkah Kunci

Tahapan Penerapan Smart City & SWM

  1. Pembentukan Tim Kebijakan Smart City
    Melibatkan semua pemangku kepentingan untuk menyusun visi bersama.
  2. Studi Kebutuhan dan Sinkronisasi Dokumen
    Menyusun master plan dan blueprint smart city yang terintegrasi dengan dokumen hukum dan perencanaan pembangunan.
  3. Sosialisasi dan Edukasi
    Melibatkan masyarakat, pemerintah daerah, dan pelaku industri dalam proses transformasi digital.
  4. Penerapan Roadmap dan Inovasi Berkelanjutan
    Mengadopsi teknologi baru dan melakukan evaluasi berkala untuk meningkatkan performa smart city dan SWM1.

Analisis Kritis & Opini

Kelebihan Konsep SWM untuk IKN

  • Efisiensi Operasional: Integrasi SWM berpotensi menurunkan NRW, menghemat biaya energi dan bahan kimia, serta meningkatkan cakupan layanan air bersih.
  • Mitigasi Risiko Bencana: FEWS dan OnLimo memperkuat sistem mitigasi banjir dan pencemaran air, sangat relevan untuk wilayah tropis dengan curah hujan tinggi.
  • Transparansi & Keterbukaan Data: Sistem monitoring real-time meningkatkan transparansi pengelolaan air dan mempercepat respons terhadap masalah.

Tantangan dan Kritik

  • Investasi Awal Tinggi: Implementasi SWM dan smart city memerlukan investasi besar dalam infrastruktur, SDM, dan teknologi.
  • Kesiapan SDM: Diperlukan pelatihan intensif bagi operator dan pengelola agar mampu mengoperasikan sistem canggih seperti SCADA dan IoT.
  • Konektivitas & Keamanan Data: Infrastruktur digital harus didukung jaringan internet yang andal dan sistem keamanan siber yang kuat.

Perbandingan dengan Studi Lain

Konsep SWM di IKN sejalan dengan tren global, seperti proyek smart water di Singapura (PUB) dan Barcelona, yang berhasil menurunkan NRW hingga di bawah 10% melalui smart metering dan data analytics. Namun, tantangan geografis dan sosial di Indonesia membutuhkan penyesuaian khusus, terutama dalam hal edukasi masyarakat dan adaptasi teknologi lokal.

Relevansi dengan Tren Industri & Masa Depan

Transformasi IKN menjadi kota cerdas dengan SWM bukan hanya solusi teknis, tetapi juga bagian dari revolusi industri 4.0 di sektor tata kelola kota dan sumber daya alam. Implementasi SWM akan membuka peluang kolaborasi antara pemerintah, startup teknologi, dan universitas untuk mengembangkan solusi berbasis IoT, big data, dan AI di bidang air dan lingkungan.

Rekomendasi & Nilai Tambah

  • Kolaborasi Multistakeholder: Libatkan sektor swasta, universitas, dan masyarakat dalam pengembangan dan pemeliharaan sistem SWM.
  • Peningkatan Literasi Digital: Edukasi masyarakat tentang manfaat smart city dan SWM agar tercipta budaya hemat air dan responsif terhadap peringatan dini.
  • Pengembangan Teknologi Lokal: Dorong inovasi teknologi berbasis kebutuhan lokal untuk mengurangi ketergantungan pada produk impor.

Kesimpulan

Mewujudkan IKN sebagai kota cerdas dan berkelanjutan sangat bergantung pada keberhasilan implementasi smart water management. Studi kasus dan angka-angka nyata dari Kalimantan Timur menegaskan perlunya sistem pengelolaan air berbasis teknologi untuk mengatasi tantangan kualitas, kuantitas, dan risiko bencana. Dengan strategi yang tepat, kolaborasi lintas sektor, dan edukasi berkelanjutan, IKN dapat menjadi model kota masa depan yang hijau, inklusif, dan resilien.

Sumber  : Hernaningsih, T., Said, N. I., Yudo, S., Wahyono, H. D., Widayat, W., & Rifai, A. (2023). Application of the concept of smart city and smart water management for the new capital city. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 1201(1), 012103.

Selengkapnya
Membangun IKN Sebagai Kota Cerdas: Strategi Smart City & Smart Water Management untuk Masa Depan Berkelanjutan

Manajemen Pemasok

Peran Komitmen Manajemen Puncak terhadap Green Purchasing dan Kinerja Perusahaan dalam Industri Hotel

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 20 Juni 2025


Pendahuluan

Industri perhotelan berperan penting dalam ekonomi dan pariwisata, tetapi juga menjadi salah satu kontributor utama pencemaran lingkungan. Oleh karena itu, banyak hotel mulai mengadopsi praktik green purchasing sebagai bagian dari strategi mereka untuk mengurangi dampak lingkungan.

Studi ini, yang dilakukan oleh Novia Chandra Tanuwijaya, Zeplin Jiwa Husada Tarigan, dan Hotlan Siagian, menganalisis bagaimana komitmen manajemen puncak memengaruhi kinerja perusahaan melalui green purchasing dan Supplier Relationship Management (SRM) pada hotel bintang tiga di Surabaya.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode survei terhadap 71 hotel bintang tiga di Surabaya, dengan tingkat respons 86% (61 hotel mengembalikan kuesioner secara valid). Data dianalisis menggunakan Partial Least Square (PLS) untuk mengevaluasi hubungan antara komitmen manajemen, green purchasing, SRM, dan kinerja perusahaan.

Temuan Utama

1. Komitmen Manajemen Puncak Meningkatkan SRM dan Kinerja Perusahaan

  • Komitmen manajemen berpengaruh positif terhadap SRM dengan koefisien jalur sebesar 0,544 (p = 0,000).
  • Komitmen manajemen juga berpengaruh langsung terhadap kinerja perusahaan dengan koefisien jalur 0,281 (p = 0,025).
  • Namun, komitmen manajemen tidak secara signifikan memengaruhi green purchasing (p = 0,055).

2. SRM Berperan Kunci dalam Green Purchasing dan Kinerja Perusahaan

  • SRM berpengaruh positif terhadap green purchasing dengan koefisien jalur sebesar 0,391 (p = 0,012).
  • SRM juga berdampak positif terhadap kinerja perusahaan, dengan koefisien jalur sebesar 0,377 (p = 0,018).
  • Hotel dengan hubungan pemasok yang lebih baik cenderung lebih mudah mengadopsi praktik green purchasing dan meningkatkan kinerja operasional mereka.

3. Green Purchasing Berkontribusi pada Kinerja Perusahaan

  • Green purchasing berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan dengan koefisien jalur 0,226 (p = 0,028).
  • Hotel yang memilih pemasok berdasarkan kriteria ramah lingkungan, meminimalkan limbah, dan membeli produk dengan sertifikasi hijau cenderung memiliki efisiensi biaya lebih baik dan citra perusahaan yang lebih positif.

Implikasi dan Strategi Optimal

Berdasarkan temuan penelitian, beberapa strategi utama yang dapat diterapkan oleh hotel dalam meningkatkan kinerja mereka melalui green purchasing dan SRM adalah:

1. Meningkatkan Komitmen Manajemen terhadap Green Purchasing

  • Mengedukasi manajemen tentang manfaat green purchasing, baik dari sisi keberlanjutan maupun efisiensi operasional.
  • Mengalokasikan anggaran khusus untuk inisiatif hijau, seperti produk ramah lingkungan dan sertifikasi hijau.

2. Mengembangkan Hubungan yang Lebih Kuat dengan Pemasok

  • Membangun kerja sama jangka panjang dengan pemasok yang berkomitmen pada praktik ramah lingkungan.
  • Menerapkan sistem evaluasi pemasok berdasarkan kepatuhan mereka terhadap standar keberlanjutan.

3. Menggunakan Teknologi untuk Meningkatkan Efisiensi Green Purchasing

  • Mengadopsi sistem ERP dan Supplier Relationship Management (SRM) berbasis digital untuk meningkatkan transparansi dan pengelolaan rantai pasokan.
  • Menggunakan platform e-procurement untuk memudahkan pencarian pemasok yang memenuhi standar lingkungan.

4. Menghubungkan Green Purchasing dengan Strategi Bisnis Hotel

  • Menggunakan praktik ramah lingkungan sebagai keunggulan kompetitif, misalnya melalui pemasaran hotel hijau kepada pelanggan yang peduli lingkungan.
  • Mengoptimalkan efisiensi energi dan limbah untuk meningkatkan profitabilitas jangka panjang.

Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa komitmen manajemen puncak berperan penting dalam meningkatkan hubungan dengan pemasok (SRM) dan kinerja perusahaan. Namun, SRM-lah yang menjadi faktor kunci dalam mendorong green purchasing dan akhirnya meningkatkan kinerja perusahaan.

Hotel yang ingin meningkatkan daya saing mereka sebaiknya tidak hanya fokus pada efisiensi operasional, tetapi juga memperkuat hubungan dengan pemasok dan mengintegrasikan praktik green purchasing sebagai bagian dari strategi bisnis mereka.

Sumber : Novia Chandra Tanuwijaya, Zeplin Jiwa Husada Tarigan, Hotlan Siagian (2021). The Effect of Top Management Commitment on Firm Performance through Green Purchasing and Supplier Relationship Management in 3-Star Hotel Industry in Surabaya. Petra Christian University.

Selengkapnya
Peran Komitmen Manajemen Puncak terhadap Green Purchasing dan Kinerja Perusahaan dalam Industri Hotel

Manajemen Pemasok

Meningkatkan Kinerja Pengadaan melalui Hubungan Pembeli-Pemasok: Studi Empiris di Tanzania

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 20 Juni 2025


Pendahuluan

Procurement atau pengadaan memiliki peran krusial dalam mendukung kinerja organisasi, baik di sektor publik maupun swasta. Pengadaan mencakup hingga 18,42% dari Produk Domestik Bruto (PDB) global dan menyumbang sekitar 70% dari total pengeluaran organisasi. Meskipun penting, banyak perusahaan masih menghadapi tantangan dalam meningkatkan efisiensi pengadaan, terutama dalam menjaga hubungan jangka panjang dengan pemasok.

Studi ini, yang dilakukan oleh Honest F. Kimario, Leonada R. Mwagike, dan Alex R. Kira, meneliti bagaimana kepercayaan, komitmen, dan komunikasi dalam hubungan pembeli-pemasok berpengaruh terhadap kinerja pengadaan. Dengan fokus pada perusahaan manufaktur di Tanzania, penelitian ini memberikan wawasan tentang strategi optimal dalam membangun hubungan pemasok yang efektif.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan analisis sintesis kualitatif dengan pendekatan homotetik, serta didukung oleh teori Transaction Cost Economics dan Resource Dependence Theory. Data dikumpulkan dari berbagai studi empiris dan dianalisis berdasarkan empat tema utama dalam hubungan pembeli-pemasok.

Temuan Utama

1. Kepercayaan sebagai Faktor Utama dalam Hubungan Pembeli-Pemasok

  • Kepercayaan meningkatkan orientasi jangka panjang dalam hubungan pemasok, memungkinkan kolaborasi yang lebih erat dan meningkatkan efisiensi pengadaan.
  • Tingkat kepercayaan tinggi dikaitkan dengan peningkatan akurasi pengiriman dan stabilitas pasokan.
  • Hubungan yang dibangun dengan kepercayaan lebih rentan terhadap gangguan jika pemasok tidak memenuhi ekspektasi, menekankan pentingnya evaluasi berkala.

2. Peran Komitmen dalam Memperkuat Hubungan Jangka Panjang

  • Komitmen tinggi antara pembeli dan pemasok berkontribusi pada peningkatan kinerja pengadaan sebesar 20% melalui pengurangan biaya transaksi dan peningkatan stabilitas pasokan.
  • Investasi dalam hubungan jangka panjang memungkinkan perusahaan mendapatkan harga lebih kompetitif dan akses lebih awal terhadap inovasi pemasok.
  • Hubungan jangka panjang membutuhkan dukungan dalam bentuk kontrak berbasis kinerja dan program pelatihan pemasok.

3. Komunikasi yang Efektif sebagai Katalisator Kinerja Pengadaan

  • Komunikasi terbuka dan transparan memungkinkan deteksi lebih cepat terhadap potensi masalah dalam rantai pasokan.
  • Perusahaan yang menggunakan sistem komunikasi digital mengalami peningkatan efisiensi hingga 25% dalam proses pengadaan.
  • Frekuensi komunikasi yang lebih tinggi dikaitkan dengan pengurangan keterlambatan pengiriman dan peningkatan kepuasan pemasok.

4. Tantangan dalam Meningkatkan Hubungan Pembeli-Pemasok

Meskipun manfaat hubungan pembeli-pemasok telah terbukti, penelitian ini juga mengidentifikasi beberapa hambatan utama:

  • Ketidakpastian pasokan akibat faktor eksternal seperti fluktuasi harga bahan baku dan regulasi pemerintah.
  • Kurangnya sistem evaluasi pemasok yang komprehensif, yang menghambat transparansi dan kinerja rantai pasokan.
  • Komitmen rendah dari pemasok yang hanya berorientasi pada keuntungan jangka pendek, menghambat kesinambungan hubungan bisnis.

Implikasi dan Strategi Optimal

Berdasarkan temuan penelitian, ada beberapa strategi utama yang dapat diterapkan untuk meningkatkan hubungan pembeli-pemasok dan kinerja pengadaan:

1. Meningkatkan Transparansi melalui Digitalisasi

  • Menggunakan Supplier Relationship Management (SRM) berbasis teknologi untuk meningkatkan transparansi dan berbagi data real-time.
  • Mengintegrasikan Enterprise Resource Planning (ERP) dengan sistem pengadaan digital untuk memantau performa pemasok secara berkala.

2. Membangun Komitmen Jangka Panjang dengan Pemasok Strategis

  • Menawarkan kontrak jangka panjang yang berbasis kinerja untuk meningkatkan kepatuhan pemasok terhadap standar kualitas.
  • Menerapkan program loyalitas pemasok, termasuk insentif bagi pemasok yang mencapai target pengiriman dan kualitas.

3. Meningkatkan Komunikasi dan Kolaborasi dengan Pemasok

  • Mengadakan forum diskusi rutin antara tim pengadaan dan pemasok untuk meningkatkan pemahaman bersama tentang kebutuhan dan ekspektasi.
  • Menggunakan platform digital untuk mempercepat pertukaran informasi dan memperbaiki proses koordinasi dalam rantai pasokan.

4. Diversifikasi Pemasok untuk Mengurangi Risiko Pasokan

  • Mengembangkan strategi multi-sourcing untuk mengurangi ketergantungan pada satu pemasok utama.
  • Menganalisis kinerja pemasok secara rutin untuk mengidentifikasi area perbaikan dan peluang kolaborasi baru.

Kesimpulan

Studi ini membuktikan bahwa hubungan pembeli-pemasok yang dikelola dengan baik dapat meningkatkan kinerja pengadaan secara signifikan. Kepercayaan, komitmen, dan komunikasi adalah faktor utama yang memengaruhi efektivitas hubungan pembeli-pemasok.

Untuk meningkatkan efisiensi pengadaan, perusahaan harus mengadopsi teknologi digital, memperkuat hubungan jangka panjang dengan pemasok strategis, serta menerapkan komunikasi yang lebih terbuka dan kolaboratif. Dengan strategi yang tepat, perusahaan dapat meminimalkan risiko dalam rantai pasokan, mengurangi biaya operasional, dan meningkatkan daya saing di pasar global.

Sumber : Honest F. Kimario, Leonada R. Mwagike, Alex R. Kira (2021). Buyer-Supplier Relationships and Its Influence on the Procurement Performance: Insights from Empirical Analysis. Journal of Co-operative and Business Studies (JCBS).

Selengkapnya
Meningkatkan Kinerja Pengadaan melalui Hubungan Pembeli-Pemasok: Studi Empiris di Tanzania

Sumber Daya Air

Tinjauan Terkini Diplomasi Air

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 20 Juni 2025


Diplomasi Air sebagai Kunci Masa Depan Sumber Daya Global

Di tengah meningkatnya tekanan terhadap sumber daya air akibat pertumbuhan penduduk, perubahan iklim, dan persaingan lintas sektor, diplomasi air kini menjadi salah satu instrumen strategis dalam tata kelola sumber daya global. Paper “A State-of-the-Art Review of Water Diplomacy” karya Zareie dkk. (2021) menawarkan tinjauan komprehensif mengenai konsep, tantangan, dan solusi diplomasi air di tingkat lokal dan transboundary (lintas negara), sekaligus menyoroti relevansi pendekatan inovatif ini dalam mencegah konflik dan mendorong kerjasama berkelanjutan.

Artikel ini mengulas isi utama paper tersebut secara kritis, mengaitkan dengan tren global, studi kasus nyata, serta memberikan opini dan perbandingan dengan literatur lain, agar lebih mudah dipahami dan relevan untuk pembaca luas.

Konsep Dasar: Air sebagai Sumber Daya Vital dan Kompleksitas Diplomasi

Air: Sumber Daya Terbatas, Kebutuhan Tak Terbatas

Air menempati posisi sentral dalam sistem sosial, ekonomi, dan ekologi. Meski 80% permukaan bumi tertutup air, hanya 1% yang layak dikonsumsi manusia. Menurut UNESCO, sekitar 20% populasi dunia tidak memiliki akses air minum yang aman, dan hampir 60% diprediksi akan mengalami kelangkaan air pada 2025 jika tren konsumsi saat ini berlanjut1.

Kebutuhan air tidak hanya untuk konsumsi domestik (8% dari total air tawar), tetapi juga industri (59% di negara maju, 8% di negara berkembang), dan pertanian—yang menyerap sekitar 70-75% air tawar global. Untuk menghasilkan 1 kg gandum dibutuhkan 1.000 liter air, sementara 1 kg daging sapi memerlukan hingga 43.000 liter air. Dengan pertumbuhan penduduk dan urbanisasi, tekanan terhadap air semakin besar, memperbesar potensi konflik antar sektor dan negara1.

Studi Kasus Konflik dan Kerjasama Air Lintas Negara

1. Sungai Euphrates-Tigris: Konflik dan Ketidakpastian

Sungai Euphrates dan Tigris melintasi Turki, Suriah, dan Irak, dengan Turki menyumbang 90% aliran sungai utama. Sejak 1960-an, pembangunan bendungan dan irigasi unilateral oleh Turki menimbulkan ketegangan dengan Suriah dan Irak, yang bergantung pada aliran air untuk pertanian dan kebutuhan domestik. Meski upaya kerjasama dilakukan sejak 2000-an, hingga kini belum tercapai kesepakatan formal yang mengikat1.

Angka Kunci:

  • Turki: 90% kontribusi aliran Euphrates
  • Suriah: 10%
  • Tidak ada perjanjian formal pengelolaan bersama hingga kini

2. Sungai Nil: Kerjasama dan Tantangan Baru

Basin Sungai Nil melibatkan 11 negara, dengan inisiatif Nile Basin Initiative (NBI) sejak 1999 yang berhasil meningkatkan kepercayaan dan kerjasama teknis. Namun, sejak 2007, perbedaan kepentingan antara negara hulu (Ethiopia) dan hilir (Mesir, Sudan) membuat negosiasi buntu, terutama terkait pembangunan Grand Ethiopian Renaissance Dam (GERD)1.

Angka Kunci:

  • 11 negara berbagi Sungai Nil
  • NBI didirikan 1999, namun negosiasi terhenti sejak 2007
  • Ethiopia, Sudan, dan Mesir menandatangani framework agreement pada 2015, namun implementasi masih menjadi tantangan

3. Sungai Helmand: Diplomasi Mandek di Asia Tengah

Konflik antara Afghanistan dan Iran atas Sungai Helmand dan Harirud telah berlangsung sejak 1870-an. Pada 1973, kedua negara sepakat Afghanistan mengalirkan 22 m³/s ke Iran, namun perjanjian ini tidak sepenuhnya dijalankan akibat perubahan politik di kedua negara1.

Dimensi Baru: Virtual Water dan Perdagangan Global

Konsep virtual water—air yang “terkandung” dalam produk pangan atau industri yang diperdagangkan antar negara—menjadi solusi inovatif untuk mengatasi kelangkaan air. Negara-negara Timur Tengah, misalnya, mengimpor produk pangan yang banyak membutuhkan air (seperti gandum, jagung) untuk menghemat air domestik. Volume perdagangan virtual water global naik dari 403 km³ (1965) menjadi 1.415 km³ (2010), dengan pertumbuhan rata-rata 2,7% per tahun1.

Studi Kasus:

  • China, dengan hanya 6% cadangan air dunia namun 20% populasi global, mengimpor produk intensif air (sereal, kedelai) dan mengekspor produk padat karya (sayur, buah)1.
  • Amerika Serikat adalah eksportir virtual water terbesar, dengan lahan irigasi naik dari 7,7 juta acre (1900) menjadi 58 juta acre (2017).

Hukum Internasional dan Tata Kelola Air Lintas Negara

Kerangka Hukum: Dari Harmon Doctrine ke Helsinki Rules

Dua doktrin utama:

  • Harmon Doctrine: Negara hulu bebas memanfaatkan air tanpa mempedulikan negara hilir.
  • Territorial Integrity Doctrine: Negara hulu tidak boleh merugikan negara hilir.

Helsinki Rules (1966) dan Konvensi PBB 1997 menjadi tonggak penting, menekankan penggunaan yang adil dan wajar, serta prinsip no-harm1.

Studi Kasus: European Water Framework Directive (WFD)

Uni Eropa sukses menerapkan WFD yang menekankan pengelolaan berbasis basin, kualitas air, dan partisipasi publik. Di Jerman, WFD berhasil meningkatkan perencanaan dan kualitas air sungai lintas negara1.

Manajemen Terpadu dan Diplomasi Air: Kunci Keberhasilan

Integrated Water Resources Management (IWRM) menjadi pendekatan utama, dengan bukti nyata penghematan air hingga 21,5% di lokasi yang menerapkan IWRM1. Namun, tantangan terbesar adalah kompleksitas institusi, perbedaan kapasitas negara, dan minimnya kerangka kerjasama di negara berkembang.

Perbandingan: Negara Maju vs Berkembang

  • Negara maju (Eropa, Amerika Utara): 4 basin lintas negara diatur oleh 175 perjanjian, kerjasama lebih stabil.
  • Negara berkembang (Afrika, Asia): 12 basin diatur oleh 34 perjanjian, seringkali rapuh dan kurang efektif1.

Faktor Penyebab Konflik dan Solusi Diplomasi Air

Penyebab Konflik:

  • Keterbatasan kuantitas, kualitas, dan waktu penggunaan air
  • Perubahan batas sungai (misal San Juan antara Kosta Rika-Nikaragua)
  • Ketimpangan kekuasaan hulu-hilir
  • Faktor domestik: politik, ekonomi, sosial

Solusi Diplomasi Air:

  • Negosiasi dan perjanjian berbasis sains dan keadilan
  • Perdagangan virtual water untuk mengurangi tekanan domestik
  • Capacity building dan pelatihan negosiasi
  • Penguatan hukum internasional dan adaptasi kebijakan lokal

Analisis Kritis dan Opini

Kekuatan Paper:

  • Komprehensif, mengulas aspek teoretis dan praktis diplomasi air
  • Studi kasus nyata dan data kuantitatif yang relevan
  • Menyoroti peran virtual water sebagai solusi inovatif

Kritik dan Tantangan:

  • Implementasi di negara berkembang masih lemah akibat keterbatasan institusi dan politik
  • Peran aktor non-negara (LSM, komunitas lokal) kurang dieksplorasi secara mendalam
  • Perubahan iklim sebagai pendorong utama krisis air belum dibahas secara detail

Perbandingan dengan Literatur Lain:

Penelitian Wolf et al. (2005) dan Susskind & Islam (2012) menekankan pentingnya trust-building dan data sharing sebagai prasyarat kerjasama. Paper ini sudah menyinggung, namun belum mendalami mekanisme trust-building lintas negara.

Tren Global: Diplomasi Air di Era Perubahan Iklim

  • Multi-track Diplomacy: Kombinasi jalur formal dan informal, melibatkan pemerintah, LSM, dan komunitas lokal.
  • Data Sharing: Platform bersama untuk monitoring dan early warning.
  • Pendekatan Adaptif: Fleksibilitas dalam perjanjian dan tata kelola untuk menghadapi ketidakpastian iklim.

Rekomendasi dan Implikasi Kebijakan

  1. Perkuat Kerangka Hukum dan Institusi: Negara berkembang perlu meniru praktik baik negara maju dalam membangun perjanjian lintas negara.
  2. Dorong Perdagangan Virtual Water: Diversifikasi sumber pangan dan produk untuk mengurangi tekanan pada sumber air domestik.
  3. Investasi pada Capacity Building: Pelatihan negosiator, penguatan data sharing, dan keterlibatan multi-aktor.
  4. Adaptasi terhadap Perubahan Iklim: Fleksibilitas dalam perjanjian dan pengelolaan berbasis risiko.

Diplomasi Air sebagai Pilar Pembangunan Berkelanjutan

Diplomasi air bukan sekadar alat negosiasi, tetapi fondasi penting bagi pembangunan berkelanjutan, perdamaian, dan ketahanan pangan di era global. Dengan mengintegrasikan sains, hukum, ekonomi, dan diplomasi, serta belajar dari studi kasus lintas negara, dunia dapat menghindari “perang air” dan beralih ke era kerjasama yang saling menguntungkan. Paper ini menjadi rujukan penting bagi pembuat kebijakan, akademisi, dan praktisi yang ingin memahami dan mengembangkan diplomasi air di masa depan.

Sumber Artikel 

A state-of-the-art review of water diplomacy, Soheila Zareie, Omid Bozorg-Haddad, Hugo A. Loáiciga, Environment, Development and Sustainability, 23(2):2337–2357, 2021.

Selengkapnya
Tinjauan Terkini Diplomasi Air

Sumber Daya Air

Membaca Ulang Peran Kekuatan dalam Diplomasi Air Lintas Batas

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 20 Juni 2025


Air, Diplomasi, dan Pentingnya Analisis Kekuatan

Diplomasi air lintas negara telah lama menjadi isu strategis di dunia yang semakin bergejolak akibat perubahan iklim, pertumbuhan penduduk, dan kebutuhan ekonomi yang meningkat. Namun, satu aspek yang sering terabaikan dalam literatur maupun praktik diplomasi air adalah peran kekuatan (power)—baik yang bersifat struktural, material, maupun ideasional—dalam membentuk hasil negosiasi dan pola interaksi antarnegara. Paper “Power in Water Diplomacy” oleh Sumit Vij, Jeroen Warner, dan Anamika Barua (Water International, 2020) mengajak pembaca untuk menelaah ulang bagaimana kekuatan, dalam berbagai bentuknya, menjadi faktor penentu dalam diplomasi air lintas batas, sekaligus membuka ruang bagi pendekatan yang lebih realistis dan adaptif dalam pengelolaan sumber daya air bersama1.

Artikel ini akan mengulas secara kritis isi paper tersebut, memperkaya dengan studi kasus nyata, angka-angka relevan, serta membandingkan dengan tren dan literatur global terkini. Dengan gaya bahasa populer dan struktur SEO-friendly, resensi ini diharapkan mampu menjangkau pembaca luas dan memberikan nilai tambah bagi diskursus diplomasi air di era kontemporer.

Mengapa Kekuatan Penting dalam Diplomasi Air?

Air bukan sekadar sumber daya ekonomi atau lingkungan, melainkan juga sumber kekuatan politik, simbol budaya, dan bahkan alat negosiasi strategis. Paper ini menyoroti bahwa hampir semua interaksi lintas batas terkait air—baik konflik maupun kerja sama—selalu dipengaruhi oleh dinamika kekuatan antaraktor, baik negara maupun non-negara12.

Tiga Wajah Air dalam Diplomasi:

  • Barang Ekonomi: Air sebagai komoditas yang bisa diperdagangkan atau dikelola untuk kepentingan ekonomi.
  • Barang Politik: Air sebagai instrumen kekuasaan dan negosiasi antarnegara.
  • Barang Budaya: Air sebagai simbol identitas, tradisi, dan nilai-nilai masyarakat.

Perbedaan persepsi ini membuat diplomasi air menjadi sangat kompleks dan penuh nuansa kekuatan, baik yang tampak (hard power) maupun yang tersembunyi (soft power)1.

Studi Kasus: Asimetri Kekuatan di Sungai Brahmaputra dan Mekong

1. Sungai Brahmaputra: Status Quo dan Non-decision Making

Salah satu studi kasus utama dalam paper ini adalah interaksi antara India, Bangladesh, dan China di basin Sungai Brahmaputra. India sebagai negara hulu memiliki posisi geografis yang kuat, mampu mengontrol aliran air melalui pembangunan bendungan dan infrastruktur lainnya. Namun, alih-alih menggunakan kekuatan ini secara agresif, India justru memilih mempertahankan status quo, karena menyadari adanya “kerentanan hegemonik”—yakni potensi backlash politik dan diplomatik jika bertindak sepihak12.

Bangladesh, di sisi lain, memilih strategi “wait and see” sambil memperkuat kapasitas teknis dan diplomasi, menunggu momentum yang tepat untuk negosiasi lebih lanjut. Situasi ini menciptakan apa yang disebut sebagai “non-decision making”—di mana tidak adanya keputusan besar justru merupakan hasil dari kalkulasi kekuatan dan kepentingan masing-masing pihak.

Angka Kunci:

  • Sungai Brahmaputra mengalir sepanjang 2.900 km, melintasi Tibet (China), India, dan Bangladesh, dengan lebih dari 130 juta orang bergantung pada airnya.
  • India telah merencanakan lebih dari 150 proyek bendungan di wilayah Arunachal Pradesh, namun banyak yang tertunda akibat tekanan domestik dan internasional.

2. Sungai Mekong: Paradigma Baru Diplomasi China

Studi lain menyoroti perubahan pendekatan China di Sungai Mekong. Sebagai negara hulu, China secara tradisional memiliki kekuatan besar, namun dalam beberapa tahun terakhir mulai menginisiasi kerjasama multilateral melalui Mekong-Lancang Cooperation (MLC), didorong oleh kepentingan geopolitik (Belt and Road Initiative) dan tekanan dari negara-negara hilir seperti Thailand, Laos, Kamboja, dan Vietnam1.

Angka Kunci:

  • Lebih dari 60 juta orang di kawasan Mekong bergantung pada sungai ini untuk pertanian, perikanan, dan air minum.
  • China telah membangun 11 bendungan besar di hulu Mekong, memicu kekhawatiran negara-negara hilir terkait fluktuasi debit air dan ekosistem.

Dimensi Kekuatan dalam Diplomasi Air: Lebih dari Sekadar Geografi

Paper ini menekankan bahwa kekuatan dalam diplomasi air tidak hanya soal posisi geografis (hulu vs hilir), tetapi juga mencakup:

  • Kekuatan Material: Infrastruktur, teknologi, dan kapasitas ekonomi untuk mengelola atau mengubah aliran air.
  • Kekuatan Ideasional: Kemampuan membentuk narasi, framing isu, dan mempengaruhi opini publik atau komunitas internasional.
  • Kekuatan Institusional: Peran lembaga-lembaga regional/multilateral, serta aturan main yang disepakati bersama.
  • Kekuatan Non-Negara: Peran LSM, komunitas lokal, dan sektor swasta dalam membangun kepercayaan atau menekan pemerintah.

Studi tentang Sungai Rhine di Eropa, misalnya, menunjukkan bahwa negara hilir seperti Belanda dapat memanfaatkan kekuatan institusional dan ekonomi untuk menegosiasikan hak navigasi dan lingkungan, meski secara geografis kurang menguntungkan1.

Studi Kasus Lain: Peran Aktor Non-Negara dan Track II Diplomacy

Paper ini juga mengangkat peran penting aktor non-negara dalam diplomasi air, terutama ketika diplomasi formal (Track I) menemui jalan buntu. Contoh nyata adalah inisiatif Ecopeace di Jordan River Basin, yang berhasil membangun kapasitas desalinasi dan pertukaran energi antara Israel, Yordania, dan Palestina melalui diplomasi informal (Track II)1.

Di Columbia River Basin (AS-Kanada), keterlibatan LSM, universitas, dan komunitas lokal dalam proses negosiasi terbukti meningkatkan transparansi dan kualitas keputusan, meski secara hukum tidak wajib dilibatkan13.

Dinamika “Non-decision Making” dan Status Quo: Ketika Tidak Ada Keputusan Adalah Keputusan

Salah satu kontribusi utama paper ini adalah pengenalan konsep “non-decision making” dalam diplomasi air lintas batas. Dalam banyak kasus, negara-negara memilih untuk tidak mengambil keputusan besar demi menjaga stabilitas atau melindungi kepentingan domestik. Hal ini terlihat jelas di basin Brahmaputra dan kawasan Amerika Tengah, di mana status quo dijaga melalui kombinasi kekuatan material dan ideasional, serta pengaruh aktor eksternal seperti Uni Eropa1.

Kritik dan Analisis: Kekuatan, Kepercayaan, dan Tantangan Masa Depan

A. Kelebihan Paper

  • Pendekatan Realistis: Berbeda dengan literatur yang terlalu menekankan “kerjasama ideal”, paper ini mengajak pembaca untuk memahami realitas kekuatan dan kepentingan dalam diplomasi air.
  • Studi Kasus Beragam: Dari Asia Selatan, Asia Tenggara, Timur Tengah, hingga Amerika, memberikan gambaran komprehensif tentang variasi pola kekuatan.
  • Konsep Inovatif: “Non-decision making” dan analisis multi-level games memperkaya pemahaman tentang dinamika negosiasi air lintas batas.

B. Tantangan dan Kritik

  • Keterbatasan Peran Hukum Internasional: Hanya satu sengketa air (Hungaria-Slowakia) yang pernah dibawa ke Mahkamah Internasional, menunjukkan lemahnya daya paksa hukum global dalam isu air1.
  • Kurangnya Fokus pada Trust-building: Meski kekuatan penting, literatur terbaru menekankan bahwa kepercayaan (trust) adalah prasyarat kerjasama jangka panjang4. Paper ini kurang mengeksplorasi mekanisme trust-building secara mendalam.
  • Dampak Perubahan Iklim: Tantangan baru seperti perubahan pola curah hujan dan kekeringan ekstrem belum banyak dibahas, padahal sangat relevan untuk masa depan diplomasi air.

Tren Global: Dari Power Politics ke Water Diplomacy Kolaboratif

Literatur dan praktik terbaru menunjukkan pergeseran dari paradigma power politics menuju diplomasi air yang lebih kolaboratif dan inklusif, dengan menekankan:

  • Multi-track Diplomacy: Menggabungkan jalur formal (negara) dan informal (LSM, komunitas, sektor swasta) untuk membuka ruang dialog meski negosiasi resmi macet5.
  • Joint Fact-finding dan Data Sharing: Kesepakatan berbasis data bersama meningkatkan kepercayaan dan mengurangi kecurigaan, seperti pada Indus Waters Treaty antara India-Pakistan yang diakui sebagai model sukses diplomasi air6.
  • Pendekatan Adaptif: Mendorong inovasi teknologi (desalinasi, efisiensi irigasi) dan tata kelola adaptif untuk menghadapi ketidakpastian iklim dan pertumbuhan penduduk3.

Rekomendasi untuk Diplomasi Air Masa Depan

  1. Analisis Kekuatan sebagai Titik Awal: Setiap negosiasi air harus diawali dengan pemetaan kekuatan aktor, baik negara maupun non-negara.
  2. Perkuat Trust-building: Investasi pada mekanisme peningkatan kepercayaan (joint monitoring, data sharing, konsultasi publik) sangat penting untuk keberlanjutan kerjasama4.
  3. Keterlibatan Multi-level dan Multi-aktor: Libatkan pemerintah daerah, LSM, dan komunitas lokal dalam setiap tahap negosiasi.
  4. Adaptasi terhadap Perubahan Iklim: Diplomasi air harus responsif terhadap risiko baru, seperti kekeringan, banjir, dan degradasi kualitas air.
  5. Inovasi Tata Kelola: Kembangkan kerangka hukum dan institusi yang lebih fleksibel, mampu beradaptasi dengan dinamika kekuatan dan kebutuhan bersama.

Menata Ulang Diplomasi Air di Era Ketidakpastian

“Power in Water Diplomacy” menawarkan lensa baru untuk memahami diplomasi air lintas negara: bukan sekadar soal kerjasama atau konflik, tetapi tentang bagaimana kekuatan—dalam berbagai bentuknya—membentuk, menghambat, atau justru membuka peluang bagi solusi inovatif dan damai. Dengan belajar dari berbagai studi kasus dan mengadopsi pendekatan yang lebih realistis, diplomasi air dapat menjadi katalis perdamaian dan pembangunan berkelanjutan, asalkan kekuatan diakui, dikelola, dan diarahkan untuk kepentingan bersama.

Sumber Artikel

Power in water diplomacy, Sumit Vij, Jeroen Warner & Anamika Barua, Water International, 45:4, 249-253, DOI: 10.1080/02508060.2020.1778833.

Selengkapnya
Membaca Ulang Peran Kekuatan dalam Diplomasi Air Lintas Batas
« First Previous page 34 of 1.107 Next Last »