Manajemen Pemasok
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 20 Juni 2025
Pendahuluan
Perkembangan teknologi telah mengubah cara perusahaan mengelola rantai pasokan mereka. Digital procurement, atau penggunaan teknologi digital dalam proses pengadaan, semakin banyak diadopsi oleh perusahaan untuk meningkatkan efisiensi operasional dan hubungan dengan pemasok.
Namun, sejauh mana digital procurement berdampak pada kepuasan pemasok (supplier satisfaction) dan keunggulan operasional (operative excellence) masih menjadi perdebatan. Studi ini, berdasarkan penelitian oleh Tommaso Liberale (2023), mengeksplorasi dampak digital procurement dalam industri kimia dan menguji apakah praktik digital procurement benar-benar meningkatkan kepuasan pemasok atau hanya memperbaiki efisiensi operasional perusahaan.
Metodologi Penelitian
Studi ini menggunakan pendekatan kuantitatif berbasis survei terhadap 119 pemasok di industri kimia. Data dianalisis menggunakan Partial Least Square Structural Equation Modelling (PLS-SEM) untuk mengevaluasi hubungan antara digital procurement, supplier satisfaction, dan operative excellence.
Temuan Utama
1. Digital Procurement Meningkatkan Operative Excellence tetapi Tidak Mempengaruhi Supplier Satisfaction
2. Preferred Customer Status (PCS) Bergantung pada Supplier Satisfaction
3. Profitabilitas dan Operative Excellence Tidak Secara Langsung Meningkatkan Supplier Satisfaction
4. Digital Capability Asymmetry Tidak Mempengaruhi Supplier Satisfaction
Implikasi dan Rekomendasi Strategis
Hasil penelitian ini memberikan beberapa wawasan penting bagi perusahaan yang ingin mengoptimalkan digital procurement dalam rantai pasokan mereka:
1. Fokus pada Hubungan Jangka Panjang dengan Pemasok
2. Gunakan Digital Procurement untuk Efisiensi, tetapi Jangan Lupakan Human Interaction
3. Digitalisasi Harus Disertai dengan Pengembangan Pemasok
4. Prioritaskan Keunggulan Operasional, tetapi Jangan Lupakan Faktor Non-Teknologi
Kesimpulan
Digital procurement memberikan manfaat besar dalam meningkatkan keunggulan operasional perusahaan, tetapi tidak secara langsung meningkatkan kepuasan pemasok. Faktor hubungan bisnis dan peluang pertumbuhan pemasok lebih berperan dalam meningkatkan supplier satisfaction, yang pada akhirnya menentukan apakah perusahaan dapat memperoleh status Preferred Customer.
Untuk mencapai manfaat maksimal dari digital procurement, perusahaan harus menggabungkan teknologi dengan strategi manajemen hubungan pemasok yang efektif. Dengan cara ini, mereka tidak hanya meningkatkan efisiensi operasional tetapi juga membangun rantai pasokan yang lebih stabil, kolaboratif, dan kompetitif di masa depan.
Sumber : Tommaso Liberale (2023). Digital Procurement in Buyer-Supplier Relationships: The Impact on Operative Excellence and Supplier Satisfaction. University of Twente.
Kebijakan Infrastruktur Air
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 20 Juni 2025
Pendahuluan
Pemindahan ibu kota Indonesia ke Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur bukan sekadar perpindahan fisik, melainkan lompatan menuju masa depan kota cerdas yang hijau, inklusif, dan berstandar internasional. Salah satu tantangan utama dalam mewujudkan visi ini adalah pengelolaan air bersih dan sumber daya air secara cerdas. Artikel ini mengupas secara kritis konsep smart city dan smart water management (SWM) yang diusulkan untuk IKN, mengaitkannya dengan tren global, serta mengulas studi kasus, angka-angka nyata, dan potensi implementasi di Indonesia.
Visi IKN: Kota Smart, Green, dan Berkelanjutan
IKN diharapkan menjadi kota modern, smart, dan berkelanjutan yang mengintegrasikan teknologi informasi, arsitektur modern, serta kearifan lokal. Salah satu target utama adalah memenuhi seluruh indikator Sustainable Development Goals (SDGs) dengan menekankan ruang terbuka hijau minimal 50% dari tata ruang kota, serta perlindungan kawasan bernilai konservasi tinggi1.
Tantangan Air Bersih di IKN: Fakta & Angka
Ketersediaan Sumber Air
Berdasarkan data Balai Wilayah Sungai Kalimantan III, terdapat enam infrastruktur utama sumber air baku di Kalimantan Timur, seperti Waduk Manggar (kapasitas 14,2 juta m³), Waduk Barnacle (2,43 juta m³), hingga Intake Sungai Mahakam (0,02 juta m³). Total potensi air baku dari lima infrastruktur eksisting adalah 4.827 liter/detik. Pemerintah juga membangun Waduk Sepaku-Semoi (2.500 liter/detik) dan merencanakan tujuh infrastruktur baru, termasuk Waduk Batu Lepek (14.500 liter/detik)1.
Kualitas Air Permukaan
Hasil pengujian kualitas air Sungai Mahakam menunjukkan kondisi yang memprihatinkan:
Angka-angka ini menunjukkan bahwa kualitas air mentah di IKN jauh di bawah standar air minum, sehingga diperlukan sistem pengelolaan air yang sangat canggih dan terintegrasi1.
Potensi Banjir dan Keterbatasan Air Tanah
Wilayah IKN rentan terhadap banjir, terutama di kawasan Sepaku, Samboja, dan Muara Jawa akibat deforestasi serta aktivitas pertambangan. Potensi air tanah juga terbatas, dengan debit rata-rata hanya 0,7 liter/detik di beberapa titik, dan kualitas yang buruk (tinggi Fe, bahkan asin di kedalaman tertentu)1.
Konsep Smart City: Pilar Transformasi Urban
Smart city bukan sekadar kota digital, tetapi kota yang mengintegrasikan teknologi, masyarakat, dan lingkungan untuk menciptakan ekosistem urban yang efisien, inklusif, dan berkelanjutan. Model smart city menurut Supangkat (2018) mencakup tiga pilar: smart economy, smart society, dan smart environment. Sementara Leimiller dan O'Mara (2013) menekankan pentingnya integrasi enam sektor: energi, integrasi sistem, layanan publik, mobilitas, bangunan, dan air1.
Smart Water Management: Solusi Inovatif untuk Kota Masa Depan
Definisi & Manfaat SWM
Smart Water Management (SWM) adalah pendekatan pengelolaan air berbasis teknologi mutakhir seperti IoT, sensor, dan sistem kontrol otomatis untuk memastikan efisiensi, kualitas, dan keberlanjutan air di tingkat kota. SWM menawarkan manfaat utama:
Studi Kasus Implementasi SWM
1. Smart Water Grid (SWG)
SWG menggabungkan teknologi sensor, komunikasi dua arah, dan sistem kontrol otomatis (misal: SCADA) untuk memantau dan mengendalikan distribusi air secara efisien. Sensus (2012) membagi smart meter dalam lima lapisan, mulai dari sensor hingga software analitik real-time. Dengan SWG, kebocoran air yang sebelumnya bisa berlangsung bertahun-tahun dapat dideteksi dalam hitungan jam, mengurangi Non-Revenue Water (NRW) yang di Indonesia rata-rata mencapai 32,8%1.
2. Flood Early Warning System (FEWS)
FEWS diimplementasikan untuk meminimalisasi kerugian akibat banjir. Sistem ini memanfaatkan data real-time dan prediksi cuaca untuk memberikan peringatan dini, seperti yang telah sukses diuji di DKI Jakarta melalui J-FEWS. Output FEWS meliputi prediksi curah hujan, tinggi muka air, hingga estimasi waktu banjir tiba, sehingga masyarakat dan pemerintah dapat melakukan evakuasi lebih cepat1.
3. Water Quality Online Monitoring (OnLimo)
OnLimo adalah sistem monitoring kualitas air secara online dan real-time, menggunakan sensor yang terintegrasi dengan data logger dan software. Sistem ini sudah diimplementasikan di PDAM Pontianak dan Kutai Kartanegara, serta mampu memberikan early warning jika terjadi pencemaran air di sumber air baku maupun outlet limbah industri1.
Strategi Implementasi di IKN: Langkah-Langkah Kunci
Tahapan Penerapan Smart City & SWM
Analisis Kritis & Opini
Kelebihan Konsep SWM untuk IKN
Tantangan dan Kritik
Perbandingan dengan Studi Lain
Konsep SWM di IKN sejalan dengan tren global, seperti proyek smart water di Singapura (PUB) dan Barcelona, yang berhasil menurunkan NRW hingga di bawah 10% melalui smart metering dan data analytics. Namun, tantangan geografis dan sosial di Indonesia membutuhkan penyesuaian khusus, terutama dalam hal edukasi masyarakat dan adaptasi teknologi lokal.
Relevansi dengan Tren Industri & Masa Depan
Transformasi IKN menjadi kota cerdas dengan SWM bukan hanya solusi teknis, tetapi juga bagian dari revolusi industri 4.0 di sektor tata kelola kota dan sumber daya alam. Implementasi SWM akan membuka peluang kolaborasi antara pemerintah, startup teknologi, dan universitas untuk mengembangkan solusi berbasis IoT, big data, dan AI di bidang air dan lingkungan.
Rekomendasi & Nilai Tambah
Kesimpulan
Mewujudkan IKN sebagai kota cerdas dan berkelanjutan sangat bergantung pada keberhasilan implementasi smart water management. Studi kasus dan angka-angka nyata dari Kalimantan Timur menegaskan perlunya sistem pengelolaan air berbasis teknologi untuk mengatasi tantangan kualitas, kuantitas, dan risiko bencana. Dengan strategi yang tepat, kolaborasi lintas sektor, dan edukasi berkelanjutan, IKN dapat menjadi model kota masa depan yang hijau, inklusif, dan resilien.
Sumber : Hernaningsih, T., Said, N. I., Yudo, S., Wahyono, H. D., Widayat, W., & Rifai, A. (2023). Application of the concept of smart city and smart water management for the new capital city. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 1201(1), 012103.
Manajemen Pemasok
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 20 Juni 2025
Pendahuluan
Industri perhotelan berperan penting dalam ekonomi dan pariwisata, tetapi juga menjadi salah satu kontributor utama pencemaran lingkungan. Oleh karena itu, banyak hotel mulai mengadopsi praktik green purchasing sebagai bagian dari strategi mereka untuk mengurangi dampak lingkungan.
Studi ini, yang dilakukan oleh Novia Chandra Tanuwijaya, Zeplin Jiwa Husada Tarigan, dan Hotlan Siagian, menganalisis bagaimana komitmen manajemen puncak memengaruhi kinerja perusahaan melalui green purchasing dan Supplier Relationship Management (SRM) pada hotel bintang tiga di Surabaya.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode survei terhadap 71 hotel bintang tiga di Surabaya, dengan tingkat respons 86% (61 hotel mengembalikan kuesioner secara valid). Data dianalisis menggunakan Partial Least Square (PLS) untuk mengevaluasi hubungan antara komitmen manajemen, green purchasing, SRM, dan kinerja perusahaan.
Temuan Utama
1. Komitmen Manajemen Puncak Meningkatkan SRM dan Kinerja Perusahaan
2. SRM Berperan Kunci dalam Green Purchasing dan Kinerja Perusahaan
3. Green Purchasing Berkontribusi pada Kinerja Perusahaan
Implikasi dan Strategi Optimal
Berdasarkan temuan penelitian, beberapa strategi utama yang dapat diterapkan oleh hotel dalam meningkatkan kinerja mereka melalui green purchasing dan SRM adalah:
1. Meningkatkan Komitmen Manajemen terhadap Green Purchasing
2. Mengembangkan Hubungan yang Lebih Kuat dengan Pemasok
3. Menggunakan Teknologi untuk Meningkatkan Efisiensi Green Purchasing
4. Menghubungkan Green Purchasing dengan Strategi Bisnis Hotel
Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan bahwa komitmen manajemen puncak berperan penting dalam meningkatkan hubungan dengan pemasok (SRM) dan kinerja perusahaan. Namun, SRM-lah yang menjadi faktor kunci dalam mendorong green purchasing dan akhirnya meningkatkan kinerja perusahaan.
Hotel yang ingin meningkatkan daya saing mereka sebaiknya tidak hanya fokus pada efisiensi operasional, tetapi juga memperkuat hubungan dengan pemasok dan mengintegrasikan praktik green purchasing sebagai bagian dari strategi bisnis mereka.
Sumber : Novia Chandra Tanuwijaya, Zeplin Jiwa Husada Tarigan, Hotlan Siagian (2021). The Effect of Top Management Commitment on Firm Performance through Green Purchasing and Supplier Relationship Management in 3-Star Hotel Industry in Surabaya. Petra Christian University.
Manajemen Pemasok
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 20 Juni 2025
Pendahuluan
Procurement atau pengadaan memiliki peran krusial dalam mendukung kinerja organisasi, baik di sektor publik maupun swasta. Pengadaan mencakup hingga 18,42% dari Produk Domestik Bruto (PDB) global dan menyumbang sekitar 70% dari total pengeluaran organisasi. Meskipun penting, banyak perusahaan masih menghadapi tantangan dalam meningkatkan efisiensi pengadaan, terutama dalam menjaga hubungan jangka panjang dengan pemasok.
Studi ini, yang dilakukan oleh Honest F. Kimario, Leonada R. Mwagike, dan Alex R. Kira, meneliti bagaimana kepercayaan, komitmen, dan komunikasi dalam hubungan pembeli-pemasok berpengaruh terhadap kinerja pengadaan. Dengan fokus pada perusahaan manufaktur di Tanzania, penelitian ini memberikan wawasan tentang strategi optimal dalam membangun hubungan pemasok yang efektif.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan analisis sintesis kualitatif dengan pendekatan homotetik, serta didukung oleh teori Transaction Cost Economics dan Resource Dependence Theory. Data dikumpulkan dari berbagai studi empiris dan dianalisis berdasarkan empat tema utama dalam hubungan pembeli-pemasok.
Temuan Utama
1. Kepercayaan sebagai Faktor Utama dalam Hubungan Pembeli-Pemasok
2. Peran Komitmen dalam Memperkuat Hubungan Jangka Panjang
3. Komunikasi yang Efektif sebagai Katalisator Kinerja Pengadaan
4. Tantangan dalam Meningkatkan Hubungan Pembeli-Pemasok
Meskipun manfaat hubungan pembeli-pemasok telah terbukti, penelitian ini juga mengidentifikasi beberapa hambatan utama:
Implikasi dan Strategi Optimal
Berdasarkan temuan penelitian, ada beberapa strategi utama yang dapat diterapkan untuk meningkatkan hubungan pembeli-pemasok dan kinerja pengadaan:
1. Meningkatkan Transparansi melalui Digitalisasi
2. Membangun Komitmen Jangka Panjang dengan Pemasok Strategis
3. Meningkatkan Komunikasi dan Kolaborasi dengan Pemasok
4. Diversifikasi Pemasok untuk Mengurangi Risiko Pasokan
Kesimpulan
Studi ini membuktikan bahwa hubungan pembeli-pemasok yang dikelola dengan baik dapat meningkatkan kinerja pengadaan secara signifikan. Kepercayaan, komitmen, dan komunikasi adalah faktor utama yang memengaruhi efektivitas hubungan pembeli-pemasok.
Untuk meningkatkan efisiensi pengadaan, perusahaan harus mengadopsi teknologi digital, memperkuat hubungan jangka panjang dengan pemasok strategis, serta menerapkan komunikasi yang lebih terbuka dan kolaboratif. Dengan strategi yang tepat, perusahaan dapat meminimalkan risiko dalam rantai pasokan, mengurangi biaya operasional, dan meningkatkan daya saing di pasar global.
Sumber : Honest F. Kimario, Leonada R. Mwagike, Alex R. Kira (2021). Buyer-Supplier Relationships and Its Influence on the Procurement Performance: Insights from Empirical Analysis. Journal of Co-operative and Business Studies (JCBS).
Sumber Daya Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 20 Juni 2025
Diplomasi Air sebagai Kunci Masa Depan Sumber Daya Global
Di tengah meningkatnya tekanan terhadap sumber daya air akibat pertumbuhan penduduk, perubahan iklim, dan persaingan lintas sektor, diplomasi air kini menjadi salah satu instrumen strategis dalam tata kelola sumber daya global. Paper “A State-of-the-Art Review of Water Diplomacy” karya Zareie dkk. (2021) menawarkan tinjauan komprehensif mengenai konsep, tantangan, dan solusi diplomasi air di tingkat lokal dan transboundary (lintas negara), sekaligus menyoroti relevansi pendekatan inovatif ini dalam mencegah konflik dan mendorong kerjasama berkelanjutan.
Artikel ini mengulas isi utama paper tersebut secara kritis, mengaitkan dengan tren global, studi kasus nyata, serta memberikan opini dan perbandingan dengan literatur lain, agar lebih mudah dipahami dan relevan untuk pembaca luas.
Konsep Dasar: Air sebagai Sumber Daya Vital dan Kompleksitas Diplomasi
Air: Sumber Daya Terbatas, Kebutuhan Tak Terbatas
Air menempati posisi sentral dalam sistem sosial, ekonomi, dan ekologi. Meski 80% permukaan bumi tertutup air, hanya 1% yang layak dikonsumsi manusia. Menurut UNESCO, sekitar 20% populasi dunia tidak memiliki akses air minum yang aman, dan hampir 60% diprediksi akan mengalami kelangkaan air pada 2025 jika tren konsumsi saat ini berlanjut1.
Kebutuhan air tidak hanya untuk konsumsi domestik (8% dari total air tawar), tetapi juga industri (59% di negara maju, 8% di negara berkembang), dan pertanian—yang menyerap sekitar 70-75% air tawar global. Untuk menghasilkan 1 kg gandum dibutuhkan 1.000 liter air, sementara 1 kg daging sapi memerlukan hingga 43.000 liter air. Dengan pertumbuhan penduduk dan urbanisasi, tekanan terhadap air semakin besar, memperbesar potensi konflik antar sektor dan negara1.
Studi Kasus Konflik dan Kerjasama Air Lintas Negara
1. Sungai Euphrates-Tigris: Konflik dan Ketidakpastian
Sungai Euphrates dan Tigris melintasi Turki, Suriah, dan Irak, dengan Turki menyumbang 90% aliran sungai utama. Sejak 1960-an, pembangunan bendungan dan irigasi unilateral oleh Turki menimbulkan ketegangan dengan Suriah dan Irak, yang bergantung pada aliran air untuk pertanian dan kebutuhan domestik. Meski upaya kerjasama dilakukan sejak 2000-an, hingga kini belum tercapai kesepakatan formal yang mengikat1.
Angka Kunci:
2. Sungai Nil: Kerjasama dan Tantangan Baru
Basin Sungai Nil melibatkan 11 negara, dengan inisiatif Nile Basin Initiative (NBI) sejak 1999 yang berhasil meningkatkan kepercayaan dan kerjasama teknis. Namun, sejak 2007, perbedaan kepentingan antara negara hulu (Ethiopia) dan hilir (Mesir, Sudan) membuat negosiasi buntu, terutama terkait pembangunan Grand Ethiopian Renaissance Dam (GERD)1.
Angka Kunci:
3. Sungai Helmand: Diplomasi Mandek di Asia Tengah
Konflik antara Afghanistan dan Iran atas Sungai Helmand dan Harirud telah berlangsung sejak 1870-an. Pada 1973, kedua negara sepakat Afghanistan mengalirkan 22 m³/s ke Iran, namun perjanjian ini tidak sepenuhnya dijalankan akibat perubahan politik di kedua negara1.
Dimensi Baru: Virtual Water dan Perdagangan Global
Konsep virtual water—air yang “terkandung” dalam produk pangan atau industri yang diperdagangkan antar negara—menjadi solusi inovatif untuk mengatasi kelangkaan air. Negara-negara Timur Tengah, misalnya, mengimpor produk pangan yang banyak membutuhkan air (seperti gandum, jagung) untuk menghemat air domestik. Volume perdagangan virtual water global naik dari 403 km³ (1965) menjadi 1.415 km³ (2010), dengan pertumbuhan rata-rata 2,7% per tahun1.
Studi Kasus:
Hukum Internasional dan Tata Kelola Air Lintas Negara
Kerangka Hukum: Dari Harmon Doctrine ke Helsinki Rules
Dua doktrin utama:
Helsinki Rules (1966) dan Konvensi PBB 1997 menjadi tonggak penting, menekankan penggunaan yang adil dan wajar, serta prinsip no-harm1.
Studi Kasus: European Water Framework Directive (WFD)
Uni Eropa sukses menerapkan WFD yang menekankan pengelolaan berbasis basin, kualitas air, dan partisipasi publik. Di Jerman, WFD berhasil meningkatkan perencanaan dan kualitas air sungai lintas negara1.
Manajemen Terpadu dan Diplomasi Air: Kunci Keberhasilan
Integrated Water Resources Management (IWRM) menjadi pendekatan utama, dengan bukti nyata penghematan air hingga 21,5% di lokasi yang menerapkan IWRM1. Namun, tantangan terbesar adalah kompleksitas institusi, perbedaan kapasitas negara, dan minimnya kerangka kerjasama di negara berkembang.
Perbandingan: Negara Maju vs Berkembang
Faktor Penyebab Konflik dan Solusi Diplomasi Air
Penyebab Konflik:
Solusi Diplomasi Air:
Analisis Kritis dan Opini
Kekuatan Paper:
Kritik dan Tantangan:
Perbandingan dengan Literatur Lain:
Penelitian Wolf et al. (2005) dan Susskind & Islam (2012) menekankan pentingnya trust-building dan data sharing sebagai prasyarat kerjasama. Paper ini sudah menyinggung, namun belum mendalami mekanisme trust-building lintas negara.
Tren Global: Diplomasi Air di Era Perubahan Iklim
Rekomendasi dan Implikasi Kebijakan
Diplomasi Air sebagai Pilar Pembangunan Berkelanjutan
Diplomasi air bukan sekadar alat negosiasi, tetapi fondasi penting bagi pembangunan berkelanjutan, perdamaian, dan ketahanan pangan di era global. Dengan mengintegrasikan sains, hukum, ekonomi, dan diplomasi, serta belajar dari studi kasus lintas negara, dunia dapat menghindari “perang air” dan beralih ke era kerjasama yang saling menguntungkan. Paper ini menjadi rujukan penting bagi pembuat kebijakan, akademisi, dan praktisi yang ingin memahami dan mengembangkan diplomasi air di masa depan.
Sumber Artikel
A state-of-the-art review of water diplomacy, Soheila Zareie, Omid Bozorg-Haddad, Hugo A. Loáiciga, Environment, Development and Sustainability, 23(2):2337–2357, 2021.
Sumber Daya Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 20 Juni 2025
Air, Diplomasi, dan Pentingnya Analisis Kekuatan
Diplomasi air lintas negara telah lama menjadi isu strategis di dunia yang semakin bergejolak akibat perubahan iklim, pertumbuhan penduduk, dan kebutuhan ekonomi yang meningkat. Namun, satu aspek yang sering terabaikan dalam literatur maupun praktik diplomasi air adalah peran kekuatan (power)—baik yang bersifat struktural, material, maupun ideasional—dalam membentuk hasil negosiasi dan pola interaksi antarnegara. Paper “Power in Water Diplomacy” oleh Sumit Vij, Jeroen Warner, dan Anamika Barua (Water International, 2020) mengajak pembaca untuk menelaah ulang bagaimana kekuatan, dalam berbagai bentuknya, menjadi faktor penentu dalam diplomasi air lintas batas, sekaligus membuka ruang bagi pendekatan yang lebih realistis dan adaptif dalam pengelolaan sumber daya air bersama1.
Artikel ini akan mengulas secara kritis isi paper tersebut, memperkaya dengan studi kasus nyata, angka-angka relevan, serta membandingkan dengan tren dan literatur global terkini. Dengan gaya bahasa populer dan struktur SEO-friendly, resensi ini diharapkan mampu menjangkau pembaca luas dan memberikan nilai tambah bagi diskursus diplomasi air di era kontemporer.
Mengapa Kekuatan Penting dalam Diplomasi Air?
Air bukan sekadar sumber daya ekonomi atau lingkungan, melainkan juga sumber kekuatan politik, simbol budaya, dan bahkan alat negosiasi strategis. Paper ini menyoroti bahwa hampir semua interaksi lintas batas terkait air—baik konflik maupun kerja sama—selalu dipengaruhi oleh dinamika kekuatan antaraktor, baik negara maupun non-negara12.
Tiga Wajah Air dalam Diplomasi:
Perbedaan persepsi ini membuat diplomasi air menjadi sangat kompleks dan penuh nuansa kekuatan, baik yang tampak (hard power) maupun yang tersembunyi (soft power)1.
Studi Kasus: Asimetri Kekuatan di Sungai Brahmaputra dan Mekong
1. Sungai Brahmaputra: Status Quo dan Non-decision Making
Salah satu studi kasus utama dalam paper ini adalah interaksi antara India, Bangladesh, dan China di basin Sungai Brahmaputra. India sebagai negara hulu memiliki posisi geografis yang kuat, mampu mengontrol aliran air melalui pembangunan bendungan dan infrastruktur lainnya. Namun, alih-alih menggunakan kekuatan ini secara agresif, India justru memilih mempertahankan status quo, karena menyadari adanya “kerentanan hegemonik”—yakni potensi backlash politik dan diplomatik jika bertindak sepihak12.
Bangladesh, di sisi lain, memilih strategi “wait and see” sambil memperkuat kapasitas teknis dan diplomasi, menunggu momentum yang tepat untuk negosiasi lebih lanjut. Situasi ini menciptakan apa yang disebut sebagai “non-decision making”—di mana tidak adanya keputusan besar justru merupakan hasil dari kalkulasi kekuatan dan kepentingan masing-masing pihak.
Angka Kunci:
2. Sungai Mekong: Paradigma Baru Diplomasi China
Studi lain menyoroti perubahan pendekatan China di Sungai Mekong. Sebagai negara hulu, China secara tradisional memiliki kekuatan besar, namun dalam beberapa tahun terakhir mulai menginisiasi kerjasama multilateral melalui Mekong-Lancang Cooperation (MLC), didorong oleh kepentingan geopolitik (Belt and Road Initiative) dan tekanan dari negara-negara hilir seperti Thailand, Laos, Kamboja, dan Vietnam1.
Angka Kunci:
Dimensi Kekuatan dalam Diplomasi Air: Lebih dari Sekadar Geografi
Paper ini menekankan bahwa kekuatan dalam diplomasi air tidak hanya soal posisi geografis (hulu vs hilir), tetapi juga mencakup:
Studi tentang Sungai Rhine di Eropa, misalnya, menunjukkan bahwa negara hilir seperti Belanda dapat memanfaatkan kekuatan institusional dan ekonomi untuk menegosiasikan hak navigasi dan lingkungan, meski secara geografis kurang menguntungkan1.
Studi Kasus Lain: Peran Aktor Non-Negara dan Track II Diplomacy
Paper ini juga mengangkat peran penting aktor non-negara dalam diplomasi air, terutama ketika diplomasi formal (Track I) menemui jalan buntu. Contoh nyata adalah inisiatif Ecopeace di Jordan River Basin, yang berhasil membangun kapasitas desalinasi dan pertukaran energi antara Israel, Yordania, dan Palestina melalui diplomasi informal (Track II)1.
Di Columbia River Basin (AS-Kanada), keterlibatan LSM, universitas, dan komunitas lokal dalam proses negosiasi terbukti meningkatkan transparansi dan kualitas keputusan, meski secara hukum tidak wajib dilibatkan13.
Dinamika “Non-decision Making” dan Status Quo: Ketika Tidak Ada Keputusan Adalah Keputusan
Salah satu kontribusi utama paper ini adalah pengenalan konsep “non-decision making” dalam diplomasi air lintas batas. Dalam banyak kasus, negara-negara memilih untuk tidak mengambil keputusan besar demi menjaga stabilitas atau melindungi kepentingan domestik. Hal ini terlihat jelas di basin Brahmaputra dan kawasan Amerika Tengah, di mana status quo dijaga melalui kombinasi kekuatan material dan ideasional, serta pengaruh aktor eksternal seperti Uni Eropa1.
Kritik dan Analisis: Kekuatan, Kepercayaan, dan Tantangan Masa Depan
A. Kelebihan Paper
B. Tantangan dan Kritik
Tren Global: Dari Power Politics ke Water Diplomacy Kolaboratif
Literatur dan praktik terbaru menunjukkan pergeseran dari paradigma power politics menuju diplomasi air yang lebih kolaboratif dan inklusif, dengan menekankan:
Rekomendasi untuk Diplomasi Air Masa Depan
Menata Ulang Diplomasi Air di Era Ketidakpastian
“Power in Water Diplomacy” menawarkan lensa baru untuk memahami diplomasi air lintas negara: bukan sekadar soal kerjasama atau konflik, tetapi tentang bagaimana kekuatan—dalam berbagai bentuknya—membentuk, menghambat, atau justru membuka peluang bagi solusi inovatif dan damai. Dengan belajar dari berbagai studi kasus dan mengadopsi pendekatan yang lebih realistis, diplomasi air dapat menjadi katalis perdamaian dan pembangunan berkelanjutan, asalkan kekuatan diakui, dikelola, dan diarahkan untuk kepentingan bersama.
Sumber Artikel
Power in water diplomacy, Sumit Vij, Jeroen Warner & Anamika Barua, Water International, 45:4, 249-253, DOI: 10.1080/02508060.2020.1778833.