Keselamatan Kebakaran

Meningkatkan Respons Darurat Kebakaran: Perspektif Pemadam Kebakaran di Rawalpindi

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 14 Maret 2025


Kebakaran di bangunan bertingkat tinggi menjadi tantangan besar bagi petugas pemadam kebakaran di banyak kota, termasuk Rawalpindi, Pakistan. Salah satu insiden kebakaran paling tragis terjadi di Ghakkar Plaza, Rawalpindi, pada 2008, yang menewaskan 13 petugas pemadam kebakaran. Kejadian ini menyoroti berbagai kelemahan dalam sistem tanggap darurat kebakaran, seperti kurangnya koordinasi, keterbatasan sumber daya, dan ketidakpatuhan terhadap peraturan keselamatan gedung.

Studi ini bertujuan untuk mengeksplorasi pandangan pemadam kebakaran mengenai cara meningkatkan respons darurat kebakaran di bangunan tinggi. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, penelitian ini melibatkan 25 petugas pemadam kebakaran dari lima stasiun penyelamatan di Rawalpindi serta dua diskusi kelompok terfokus (focus group discussion) dengan 10 peserta.

Penelitian ini menggunakan metode wawancara semi-terstruktur dan diskusi kelompok terfokus untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi respons darurat kebakaran. Terdapat empat aspek utama yang diteliti:

  1. Keterbatasan sumber daya dalam operasi pemadaman kebakaran.
  2. Koordinasi antar-lembaga, termasuk kepolisian dan dinas lalu lintas.
  3. Tingkat kepatuhan terhadap standar keselamatan gedung.
  4. Keterampilan dan pelatihan pemadam kebakaran.

Berdasarkan wawancara, 95% responden menyatakan bahwa kurangnya peralatan dan kendaraan pemadam kebakaran menjadi tantangan utama dalam operasi pemadaman kebakaran di bangunan tinggi.

  • Rawalpindi hanya memiliki sedikit unit mobil tangga (aerial ladder truck), yang membuat sulit bagi petugas untuk menjangkau lantai atas bangunan yang lebih tinggi dari 38 kaki.
  • Persediaan air tidak selalu tersedia di lokasi kebakaran, yang mengakibatkan keterlambatan dalam operasi pemadaman.
  • Jumlah alat pelindung diri (APD) seperti Self-Contained Breathing Apparatus (SCBA) masih terbatas, sehingga menyulitkan petugas dalam menangani kebakaran di ruang tertutup dengan asap tebal.

Sebanyak 90% responden melaporkan bahwa kurangnya koordinasi dengan dinas lalu lintas dan kepolisian menghambat respons kebakaran.

  • Kemacetan lalu lintas sering memperlambat kedatangan tim pemadam kebakaran ke lokasi kejadian, terutama di kawasan pasar yang padat seperti Raja Bazaar.
  • Ketiadaan sistem komando insiden (Incident Command System/ICS) menyebabkan lambatnya pengambilan keputusan dalam menangani kebakaran besar.
  • Koordinasi dengan perusahaan listrik (WAPDA) dan gas (Sui Gas) sering terlambat, sehingga aliran listrik dan gas tidak segera diputus di lokasi kebakaran.

Menurut 95% responden, banyak bangunan di Rawalpindi yang tidak mematuhi peraturan keselamatan kebakaran.

  • Kurangnya jalur evakuasi yang memadai di gedung-gedung tinggi menyebabkan banyak korban jiwa dalam kebakaran besar.
  • Hanya sedikit bangunan yang memiliki sistem pemadam kebakaran otomatis, seperti sprinklers dan alarm asap.
  • Inspeksi keselamatan kebakaran oleh otoritas setempat jarang dilakukan, sehingga banyak bangunan yang tetap beroperasi meskipun tidak memenuhi standar keselamatan.

Meskipun sebagian besar petugas telah mendapatkan pelatihan dasar, 70% responden menyatakan bahwa mereka membutuhkan pelatihan lanjutan dalam menangani kebakaran gedung tinggi.

  • Kurangnya latihan bersama antar-instansi menyebabkan kurangnya kesiapan dalam skenario kebakaran berskala besar.
  • Sebagian besar petugas hanya menerima pelatihan dasar dalam menggunakan peralatan penyelamatan dari ketinggian.

Salah satu insiden kebakaran paling tragis yang dianalisis dalam penelitian ini adalah kebakaran di Ghakkar Plaza pada 20 Desember 2008.

  • 13 petugas pemadam kebakaran tewas setelah bangunan runtuh akibat kebakaran hebat.
  • Keterlambatan dalam pemutusan listrik dan gas menyebabkan api menyebar lebih cepat.
  • Tidak adanya jalur evakuasi yang memadai membuat penghuni gedung terperangkap dalam asap tebal.
  • Tim pemadam kebakaran tidak memiliki peta bangunan, sehingga mereka kesulitan menemukan jalur masuk dan keluar dengan aman.

Insiden ini menunjukkan pentingnya implementasi sistem keselamatan kebakaran yang lebih ketat, termasuk inspeksi rutin terhadap gedung bertingkat tinggi dan peningkatan kapasitas tim pemadam kebakaran. Berdasarkan hasil penelitian, beberapa langkah dapat dilakukan untuk meningkatkan efektivitas respons kebakaran di Rawalpindi:

1. Peningkatan Infrastruktur dan Peralatan Pemadam Kebakaran

  • Menambah jumlah mobil tangga (aerial ladder truck) untuk menangani kebakaran di bangunan tinggi.
  • Membangun lebih banyak tangki air cadangan di lokasi strategis untuk mempercepat respons pemadaman.
  • Menambah jumlah alat pelindung diri (APD) seperti SCBA agar petugas dapat bekerja lebih lama dalam kondisi berasap tebal.

2. Meningkatkan Koordinasi Antar-Instansi

  • Membentuk sistem komando insiden (ICS) untuk mempercepat pengambilan keputusan dalam keadaan darurat.
  • Melakukan latihan gabungan secara berkala antara pemadam kebakaran, kepolisian, dan dinas lalu lintas untuk meningkatkan koordinasi dalam situasi darurat.
  • Memastikan pemadaman listrik dan gas dilakukan segera setelah kebakaran dilaporkan.

3. Memperketat Standar Keselamatan Gedung

  • Mengharuskan semua bangunan tinggi memiliki jalur evakuasi yang jelas dan berfungsi.
  • Mewajibkan pemasangan sistem pemadam kebakaran otomatis, seperti sprinkler dan alarm asap di semua gedung tinggi.
  • Melakukan inspeksi keselamatan kebakaran secara berkala dan memberikan sanksi tegas bagi pemilik gedung yang tidak mematuhi regulasi.

4. Peningkatan Kapasitas dan Pelatihan Pemadam Kebakaran

  • Melakukan pelatihan khusus dalam menangani kebakaran gedung tinggi secara berkala.
  • Mengembangkan program pelatihan bersama dengan negara lain yang memiliki pengalaman lebih dalam respons kebakaran di bangunan tinggi.
  • Menggunakan teknologi simulasi untuk latihan pemadaman kebakaran, sehingga petugas dapat berlatih dalam skenario realistis tanpa risiko cedera.

Studi ini menegaskan bahwa respons pemadam kebakaran di Rawalpindi masih menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam aspek sumber daya, koordinasi antar-lembaga, dan kepatuhan terhadap standar keselamatan gedung. Dengan meningkatkan infrastruktur, memperkuat koordinasi, serta menerapkan regulasi yang lebih ketat, keselamatan publik dalam kebakaran bangunan tinggi dapat ditingkatkan secara signifikan.

Sumber

Akhter, S. (2014). Firefighters’ View on Improving Fire Emergency Response: A Case Study of Rawalpindi. International Journal of Humanities and Social Science, 4(7), 143-149.

Selengkapnya
Meningkatkan Respons Darurat Kebakaran: Perspektif Pemadam Kebakaran di Rawalpindi

Keselamatan Kerja

Manajemen Bencana dan Rencana Darurat di Tempat Kerja: Analisis Risiko dan Implementasi

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 14 Maret 2025


Bencana dan keadaan darurat dapat terjadi di mana saja dan kapan saja, termasuk di tempat kerja. Kejadian seperti kebakaran, gempa bumi, banjir, ledakan bahan kimia, hingga insiden radiologi dapat mengganggu operasional bisnis, menyebabkan kerugian material, serta membahayakan keselamatan pekerja. Oleh karena itu, setiap perusahaan wajib memiliki rencana darurat yang komprehensif untuk memitigasi risiko bencana dan mengurangi dampak yang ditimbulkan. Penelitian yang dilakukan oleh Murat Can Duruel dan Ahmet Çelebi bertujuan untuk mengembangkan dan mengimplementasikan rencana bencana dan keadaan darurat yang efektif di tempat kerja. Studi ini mengadopsi metode analisis dokumen dan menerapkan rencana darurat pada sebuah pabrik produksi alat tulis di Kocaeli, Turki.

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap utama:

  1. Analisis dokumen:
    • Mengkaji peraturan dan panduan nasional maupun internasional tentang manajemen bencana di tempat kerja.
    • Membandingkan berbagai pendekatan dalam penyusunan rencana tanggap darurat.
  2. Implementasi rencana darurat:
    • Rencana ini diterapkan di pabrik alat tulis di Kocaeli, mencakup identifikasi bahaya, analisis risiko, pengembangan strategi mitigasi, serta pelaksanaan prosedur evakuasi.
    • Evaluasi terhadap efektivitas rencana dilakukan melalui pelatihan dan simulasi bencana.

Empat tahap utama dalam pembuatan rencana bencana di tempat kerja:

1. Pembentukan Tim Perencana

Tim perencana terdiri dari berbagai pihak yang memiliki tanggung jawab dalam keselamatan kerja, termasuk:

  • Direktur operasional pabrik: Bertindak sebagai koordinator utama.
  • Spesialis keselamatan dan kesehatan kerja (K3): Memastikan semua langkah mitigasi sesuai regulasi.
  • Dokter perusahaan dan tenaga medis: Bertanggung jawab atas pertolongan pertama dalam keadaan darurat.
  • Manajer fasilitas: Memastikan infrastruktur pabrik sesuai dengan standar keselamatan.
  • Perwakilan karyawan: Memastikan keterlibatan pekerja dalam proses perencanaan.

Tim ini bertanggung jawab dalam mengidentifikasi potensi risiko, mengembangkan prosedur tanggap darurat, serta menyusun rencana komunikasi dan evakuasi.

2. Identifikasi Bahaya dan Analisis Risiko

Bahaya yang diidentifikasi dalam studi ini meliputi:

  • Bencana alam: Gempa bumi, banjir, badai, dan longsor.
  • Kecelakaan industri: Kebakaran, ledakan, tumpahan bahan kimia, dan kebocoran gas.
  • Keadaan darurat spesifik industri: Gangguan sistem pendingin, kegagalan mesin produksi, dan bahaya listrik.

Studi ini menggunakan matriks risiko tipe L untuk mengevaluasi tingkat risiko berdasarkan dua faktor utama:

  1. Probabilitas kejadian – seberapa besar kemungkinan insiden terjadi.
  2. Dampak kejadian – tingkat kerusakan yang dapat ditimbulkan jika insiden terjadi.

Hasil analisis menunjukkan bahwa kebakaran dan paparan bahan kimia merupakan ancaman paling signifikan bagi pabrik tersebut.

3. Pengembangan dan Implementasi Rencana Darurat

Berdasarkan hasil analisis risiko, studi ini menyusun strategi mitigasi dan respons terhadap keadaan darurat, yang mencakup:

A. Tindakan Pencegahan dan Mitigasi

  • Memasang sistem deteksi asap dan kebakaran otomatis di semua area produksi.
  • Melakukan inspeksi rutin terhadap peralatan listrik dan bahan mudah terbakar.
  • Meningkatkan sistem ventilasi untuk mencegah akumulasi gas beracun.
  • Menerapkan prosedur penyimpanan bahan kimia yang lebih ketat.

B. Prosedur Evakuasi dan Komunikasi Darurat

  • Membuat jalur evakuasi yang jelas dan mudah diakses.
  • Menyiapkan titik kumpul (muster points) di luar area pabrik.
  • Melatih pekerja dalam prosedur evakuasi darurat.
  • Memastikan seluruh pekerja mengetahui sistem alarm dan prosedur komunikasi saat bencana terjadi.

C. Pembentukan Tim Tanggap Darurat

Tim tanggap darurat terdiri dari:

  • Komandan tanggap darurat – bertanggung jawab atas koordinasi keseluruhan.
  • Tim pemadam kebakaran internal – menangani api kecil sebelum petugas pemadam kebakaran tiba.
  • Tim medis darurat – memberikan pertolongan pertama kepada korban.
  • Tim evakuasi – memastikan pekerja keluar dari gedung dengan aman.

4. Evaluasi dan Simulasi

Studi ini menekankan pentingnya pengujian rencana darurat melalui simulasi berkala. Dalam pabrik yang menjadi studi kasus:

  • Pelatihan evakuasi dilakukan setiap 6 bulan sekali untuk meningkatkan kesiapan pekerja.
  • Simulasi kebakaran dan gempa bumi telah dilakukan, dengan waktu evakuasi rata-rata 3 menit 45 detik, lebih cepat dibanding standar 5 menit dalam regulasi keselamatan industri.
  • Evaluasi pasca-simulasi menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja sudah memahami jalur evakuasi, meskipun masih ada kekurangan dalam komunikasi saat keadaan darurat.

Pada 15 Januari 2023, terjadi kebakaran di salah satu gudang penyimpanan bahan baku.

  • Sumber kebakaran: Korsleting listrik yang menyebabkan percikan api di dekat bahan mudah terbakar.
  • Waktu respons: Alarm kebakaran berbunyi dalam 12 detik setelah detektor mendeteksi asap.
  • Evakuasi: Seluruh pekerja berhasil keluar dalam 3 menit 50 detik.
  • Kerugian: Tidak ada korban jiwa, tetapi kerugian material mencapai $120.000.

Hasil evaluasi menunjukkan bahwa rencana tanggap darurat yang diterapkan berhasil mencegah kebakaran menjadi lebih besar dan menyelamatkan pekerja. Namun, perlu ada perbaikan dalam sistem komunikasi untuk memastikan seluruh karyawan menerima informasi secara lebih cepat. Penelitian ini menegaskan bahwa rencana bencana dan keadaan darurat yang efektif dapat mengurangi dampak insiden serta meningkatkan keselamatan pekerja. Beberapa rekomendasi utama dari studi ini meliputi:

  1. Memperbaiki sistem komunikasi darurat untuk mempercepat penyebaran informasi saat terjadi insiden.
  2. Meningkatkan pelatihan dan simulasi bencana agar pekerja lebih terbiasa dengan prosedur evakuasi.
  3. Menggunakan teknologi berbasis IoT untuk deteksi dini kebakaran dan kebocoran gas.
  4. Melakukan audit keselamatan secara berkala untuk memastikan kesiapan fasilitas dalam menghadapi keadaan darurat.

Dengan menerapkan strategi ini, perusahaan dapat meningkatkan ketahanan terhadap bencana, melindungi aset, serta memastikan keselamatan pekerja dalam jangka panjang.

Sumber 

Duruel, M. C., & Çelebi, A. (2023). Workplace Disaster and Emergency Plans, Risk Analysis and Implementation. Resilience Journal, 7(2), 357-373.

Selengkapnya
Manajemen Bencana dan Rencana Darurat di Tempat Kerja: Analisis Risiko dan Implementasi

Keselamatan Kebakaran

Sistem Manajemen Keselamatan Kebakaran Berbasis IoT untuk Bangunan Pendidikan: Solusi Cerdas dalam Pencegahan Kebakaran

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 14 Maret 2025


Keselamatan kebakaran merupakan aspek krusial dalam berbagai jenis bangunan, terutama di institusi pendidikan seperti sekolah dan universitas. Risiko kebakaran di lingkungan pendidikan meningkat akibat kurangnya kesadaran keselamatan, keterbatasan sistem pemantauan kebakaran, serta keterlambatan dalam merespons insiden darurat. Paper ini bertujuan untuk mengembangkan sistem manajemen keselamatan kebakaran berbasis Internet of Things (IoT) yang memungkinkan deteksi dini, pemantauan real-time, dan optimalisasi proses evakuasi. Penelitian dilakukan di Universitas Jeddah, khususnya di Kampus Al-Faisaliah untuk perempuan, sebagai lokasi uji coba sistem ini.

Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan utama. Pertama, analisis kebutuhan keselamatan kebakaran dilakukan dengan meninjau regulasi yang berlaku di Arab Saudi serta melakukan survei terhadap mahasiswa dan staf mengenai kesadaran mereka terhadap bahaya kebakaran. Kedua, sistem berbasis IoT dikembangkan dengan memasang sensor suhu, asap, gas, dan deteksi keberadaan manusia di dalam gedung, serta menghubungkannya dengan sistem pemantauan berbasis cloud. Ketiga, uji coba sistem dilakukan untuk mengevaluasi keakuratan deteksi kebakaran, efektivitas respons darurat, dan kecepatan sistem dalam mengirim notifikasi kepada petugas keamanan kampus.

Statistik Kebakaran di Arab Saudi

Berdasarkan data dari Saudi Civil Defense, setiap tahun terjadi lebih dari 42.000 kebakaran, dengan rata-rata 119 insiden per hari. Sebanyak 35,41% dari kebakaran tersebut terjadi di tempat kerja, termasuk sekolah dan universitas. Penyebab utama kebakaran meliputi permintaan termal berlebihan yang mencapai 37,71%, masalah listrik sebesar 22%, serta penggunaan sumber panas terbuka. Secara finansial, kebakaran di Arab Saudi menyebabkan kerugian mencapai 49 juta Saudi Riyal atau sekitar 13 juta dolar Amerika Serikat.

Kelemahan Sistem Keselamatan Kebakaran di Universitas Jeddah

Dari hasil survei dan observasi langsung di kampus, ditemukan bahwa tingkat kesadaran keselamatan kebakaran di kalangan mahasiswa dan staf masih rendah. Tidak adanya sistem pemantauan kebakaran yang aktif selama 24 jam memperbesar potensi keterlambatan dalam mendeteksi kebakaran. Selain itu, prosedur evakuasi belum tersosialisasikan dengan baik, sehingga banyak penghuni gedung tidak mengetahui jalur keluar yang aman saat terjadi keadaan darurat.

Salah satu permasalahan utama yang diidentifikasi dalam penelitian ini adalah kurangnya sistem untuk melacak jumlah orang di dalam gedung saat terjadi kebakaran. Hal ini dapat memperlambat proses evakuasi karena petugas keamanan tidak memiliki data akurat mengenai siapa saja yang masih berada di dalam gedung.

Solusi Berbasis IoT untuk Manajemen Kebakaran

Sistem yang dikembangkan dalam penelitian ini terdiri dari berbagai sensor yang ditempatkan di seluruh gedung, termasuk sensor suhu, asap, dan gas beracun untuk mendeteksi kebakaran lebih awal. Sensor ini dapat membedakan antara kondisi normal dan keadaan darurat, sehingga dapat mengurangi alarm palsu yang sering terjadi pada sistem pemadam kebakaran konvensional.

Sistem ini juga dilengkapi dengan pemantauan real-time melalui dashboard berbasis cloud yang memungkinkan petugas keamanan untuk memantau suhu ruangan, tingkat asap, serta jumlah orang di dalam gedung secara langsung. Jika sistem mendeteksi parameter yang melebihi ambang batas, maka alarm akan berbunyi secara otomatis, disertai dengan lampu peringatan di dalam gedung. Selain itu, notifikasi segera dikirim melalui SMS ke ponsel petugas keamanan kampus, memungkinkan mereka untuk bertindak lebih cepat.

Salah satu fitur unggulan sistem ini adalah kemampuannya untuk melacak jumlah orang yang berada di dalam gedung selama keadaan darurat. Data ini sangat berguna bagi tim pemadam kebakaran dalam menyusun strategi evakuasi yang lebih efektif, sehingga meminimalkan potensi korban jiwa.

Implementasi di Kampus Al-Faisaliah

Untuk menguji efektivitas sistem ini, uji coba dilakukan di Gedung 11, Universitas Jeddah. Hasilnya menunjukkan bahwa sistem mampu mendeteksi kebakaran dalam waktu kurang dari 10 detik, jauh lebih cepat dibandingkan sistem manual yang mengandalkan alarm asap konvensional. Dengan sistem notifikasi otomatis, waktu respons petugas keamanan dapat dikurangi hingga 40%, memungkinkan mereka untuk mengambil tindakan lebih cepat.

Keakuratan sistem pemantauan mencapai lebih dari 90%, dengan tingkat alarm palsu yang sangat rendah, yaitu di bawah 5%. Data ini menunjukkan bahwa penggunaan IoT dalam manajemen kebakaran dapat meningkatkan efektivitas sistem keselamatan secara signifikan dibandingkan metode konvensional.

Perbandingan dengan Sistem Konvensional

Dibandingkan dengan sistem pemadam kebakaran tradisional, sistem berbasis IoT yang dikembangkan dalam penelitian ini memiliki beberapa keunggulan utama. Pertama, deteksi kebakaran jauh lebih cepat karena menggunakan berbagai jenis sensor yang dapat mendeteksi suhu tinggi, asap, serta gas beracun secara bersamaan. Kedua, sistem notifikasi otomatis memungkinkan informasi darurat disampaikan secara langsung ke petugas keamanan tanpa perlu menunggu laporan dari penghuni gedung. Ketiga, kemampuan pemantauan real-time melalui dashboard berbasis cloud memberikan visibilitas yang lebih baik terhadap kondisi di dalam gedung, memungkinkan respons yang lebih cepat dan terkoordinasi.

Selain itu, sistem ini juga mampu melacak jumlah orang yang berada di dalam gedung saat terjadi kebakaran, fitur yang tidak tersedia pada sistem konvensional. Dengan informasi ini, petugas pemadam kebakaran dapat menentukan strategi evakuasi yang lebih efektif dan memastikan tidak ada orang yang tertinggal di dalam gedung.

Rekomendasi untuk Implementasi Lebih Luas

Berdasarkan hasil penelitian, beberapa langkah yang dapat diambil untuk meningkatkan keselamatan kebakaran di institusi pendidikan lainnya adalah:

  1. Standarisasi sistem pemantauan kebakaran berbasis IoT di kampus dan sekolah guna meningkatkan deteksi dini dan respons cepat terhadap kebakaran.
  2. Integrasi dengan sistem keamanan kampus, seperti CCTV dan kecerdasan buatan (AI), untuk mendeteksi sumber kebakaran secara lebih akurat.
  3. Peningkatan kesadaran keselamatan kebakaran melalui pelatihan evakuasi setiap enam bulan agar mahasiswa dan staf lebih siap dalam menghadapi keadaan darurat.
  4. Pengembangan sensor yang lebih canggih dengan kemampuan mendeteksi kebakaran secara lebih spesifik dan mengurangi kemungkinan alarm palsu.

Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa sistem keselamatan kebakaran berbasis IoT memiliki potensi besar dalam meningkatkan keamanan di lingkungan pendidikan. Dengan fitur seperti deteksi dini, pemantauan real-time, serta notifikasi otomatis, sistem ini dapat mengurangi risiko kebakaran, mempercepat proses evakuasi, dan menyelamatkan lebih banyak nyawa.

Implementasi sistem ini di Universitas Jeddah membuktikan bahwa penggunaan teknologi cerdas dalam manajemen kebakaran dapat secara signifikan meningkatkan efektivitas respons darurat. Oleh karena itu, sistem serupa dapat diterapkan di kampus dan sekolah lain untuk meningkatkan keselamatan penghuni gedung serta meminimalkan potensi kerugian akibat kebakaran.

Sumber Asli Paper

Kamel, S., Jamal, A., Omri, K., & Khayyat, M. (2022). An IoT-based Fire Safety Management System for Educational Buildings: A Case Study. International Journal of Advanced Computer Science and Applications, 13(7), 765-771.

Selengkapnya
Sistem Manajemen Keselamatan Kebakaran Berbasis IoT untuk Bangunan Pendidikan: Solusi Cerdas dalam Pencegahan Kebakaran

Industri Energi

Evaluasi Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di PT. X: Studi Kasus di Sektor Energi

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 14 Maret 2025


Industri energi, terutama pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), memiliki risiko tinggi terhadap kebakaran akibat penggunaan bahan bakar, panas berlebih, dan oksigen dalam jumlah besar. Jika tidak ditangani dengan sistem keselamatan yang optimal, kebakaran dapat mengancam keselamatan pekerja, merusak aset, serta mengganggu operasional perusahaan. Penelitian ini mengevaluasi efektivitas sistem tanggap darurat kebakaran di PT. X, sebuah perusahaan Independent Power Producer (IPP) PLTU berkapasitas 2 x 50 MW. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan sistem proteksi kebakaran yang diterapkan dengan standar nasional dan internasional untuk menentukan tingkat kesesuaiannya.

Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi kualitatif dengan teknik purposive sampling, melibatkan empat informan utama, yaitu:

  1. Staf K3, yang bertanggung jawab atas keselamatan dan kesehatan kerja.
  2. Tim tanggap darurat, yang menangani respons kebakaran.
  3. Karyawan umum, yang bekerja di area produksi.
  4. Petugas keamanan, yang berperan dalam evakuasi.

Data dikumpulkan melalui wawancara, observasi, dan analisis dokumen kebakaran, kemudian dibandingkan dengan regulasi nasional, termasuk:

  • Permenaker No.04/Men/1980 tentang alat pemadam api ringan (APAR).
  • Permenaker No.02/Men/1983 tentang sistem deteksi kebakaran.
  • Permen PU RI No.26/PRT/M/2008 tentang sistem proteksi kebakaran bangunan.
  • SNI 03-3989-2000, standar pemasangan sprinkler.

Rata-rata tingkat kesesuaian manajemen proteksi kebakaran di PT. X terhadap standar adalah 83,3%, yang termasuk dalam kategori "Baik" menurut standar Badan Litbang PU Departemen Pekerjaan Umum (2005).

  • Prosedur tanggap darurat kebakaran telah tersedia dalam bentuk SOP yang mencakup tindakan darurat dan daftar kontak penting.
  • Pelatihan kebakaran dilakukan secara berkala untuk meningkatkan kesiapan karyawan dalam menghadapi situasi darurat.
  • Audit keselamatan dilakukan setiap enam bulan sekali, serta inspeksi menyeluruh setiap lima tahun.

Namun, masih terdapat beberapa kelemahan dalam implementasi prosedur operasional, terutama dalam koordinasi antar-divisi saat terjadi kebakaran.

Proteksi aktif melibatkan alat dan teknologi yang langsung berfungsi saat kebakaran terjadi. Evaluasi menunjukkan tingkat kesesuaian 85,5%, mencakup:

  • Alarm kebakaran (85,7%), telah dipasang di lokasi strategis namun belum memiliki gambar instalasi lengkap.
  • Detektor asap dan panas (100%), telah dipasang di seluruh area dengan jarak optimal sesuai standar.
  • Sprinkler (72,7%), hanya tersedia di area konveyor, namun tidak semua ruangan memiliki sprinkler otomatis.
  • Alat Pemadam Api Ringan (APAR) (80%), tersedia di setiap pintu masuk dan keluar, namun beberapa pemasangan tidak sesuai standar tinggi ideal 1,25 meter dari lantai.
  • Hidran (88,9%), tersedia di area produksi dan jalur akses mobil pemadam kebakaran, tetapi belum memiliki petunjuk penggunaan yang jelas.

Kelemahan utama dalam sistem proteksi aktif adalah kurangnya alat pemadam otomatis di beberapa titik kritis. Proteksi pasif meliputi jalur evakuasi, pintu darurat, tangga darurat, dan tempat berkumpul. Evaluasi menunjukkan tingkat kesesuaian 80%, dengan rincian:

  • Jalur evakuasi (70%), tersedia di setiap koridor dengan tanda penunjuk arah, tetapi ukuran huruf tidak cukup besar untuk terlihat dari jarak jauh.
  • Pintu darurat (83,3%), berfungsi baik namun sebagian masih menggunakan sistem kunci manual, yang dapat memperlambat evakuasi.
  • Tangga darurat (66,7%), tidak memiliki tanda pengenal khusus, seperti informasi tingkat lantai.
  • Tempat berkumpul (100%), sudah tersedia dan memiliki tanda "Muster Point" yang jelas.

Peningkatan diperlukan terutama dalam penandaan jalur evakuasi dan penyediaan tangga darurat yang lebih sesuai dengan standar kebakaran. Pada 17 November 2022 pukul 08.45 WITA, terjadi kebakaran di area Laydown Project akibat kesalahan operasional saat pemotongan besi.

  • Karyawan vendor segera melaporkan insiden ke tim tanggap darurat, yang berhasil memadamkan api dengan APAR sebelum kebakaran meluas.
  • Analisis menunjukkan bahwa titik api berasal dari percikan panas yang mengenai material mudah terbakar.

Insiden ini menunjukkan bahwa sistem respons kebakaran cukup efektif, tetapi pencegahan masih perlu ditingkatkan, terutama dalam:

  • Pelatihan penggunaan alat las dan pemotongan logam yang lebih aman.
  • Peningkatan inspeksi material mudah terbakar di sekitar area kerja.

Rekomendasi untuk Peningkatan Keselamatan Kebakaran

1. Optimalisasi Sistem Proteksi Aktif

  • Memasang sprinkler otomatis di seluruh ruangan, bukan hanya di area konveyor.
  • Menyesuaikan pemasangan APAR dengan standar tinggi ideal 1,25 meter untuk memudahkan akses.
  • Menambahkan sistem deteksi kebakaran berbasis IoT, yang dapat memberikan peringatan dini dan memantau perubahan suhu secara real-time.

2. Peningkatan Sistem Proteksi Pasif

  • Meningkatkan ukuran huruf tanda jalur evakuasi agar dapat terlihat dari jarak jauh.
  • Menggunakan pintu darurat dengan sistem push-bar otomatis agar lebih mudah digunakan saat evakuasi.
  • Menambahkan tanda pengenal di tangga darurat, termasuk nomor lantai untuk membantu navigasi saat evakuasi.

3. Peningkatan Pelatihan dan Simulasi Kebakaran

  • Melakukan pelatihan kebakaran setidaknya dua kali dalam setahun untuk meningkatkan kesiapan karyawan.
  • Mensimulasikan berbagai skenario kebakaran, termasuk insiden pada malam hari dan saat kondisi operasional penuh.
  • Mewajibkan vendor dan kontraktor untuk mengikuti pelatihan keselamatan kebakaran sebelum bekerja di area berisiko tinggi.

Evaluasi sistem tanggap darurat kebakaran di PT. X menunjukkan tingkat kesesuaian 82,9%, yang dikategorikan sebagai "Baik". Meskipun sudah memenuhi sebagian besar standar keselamatan, masih ada ruang untuk perbaikan, terutama dalam proteksi aktif dan jalur evakuasi. Penerapan rekomendasi ini dapat meningkatkan efektivitas sistem tanggap darurat, mengurangi risiko kebakaran, serta meningkatkan keselamatan pekerja dan infrastruktur perusahaan.

Sumber

Hafifah, N., Pratiwi, A. D., & Dewi, S. T. (2024). Analisis Penerapan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di PT. X. Jurnal Kesehatan dan Keselamatan Kerja Universitas Halu Oleo, 5(1), 30-39.

Selengkapnya
Evaluasi Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di PT. X: Studi Kasus di Sektor Energi

Profesi & Etika

Relevansi Unit Kompetensi Insinyur Sipil Pada Bidang Pekerjaan dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Profesi

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 14 Maret 2025


Dalam dunia konstruksi modern, kompetensi insinyur sipil memainkan peran penting dalam menentukan kualitas dan efisiensi proyek. Jurnal Relevansi Unit Kompetensi Insinyur Sipil Pada Bidang Pekerjaan dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Profesi karya Indri Miswar, Benny Hidayat, dan Taufika Ophiyandri membahas hubungan antara kompetensi insinyur sipil dan dampaknya terhadap kinerja profesional.

Penelitian ini dilakukan di tiga sektor utama dalam industri konstruksi di Kota Padang, yaitu bidang perencanaan, pengawasan, dan pelaksanaan. Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi sejauh mana kompetensi seorang insinyur sipil berkontribusi terhadap kinerja mereka di berbagai bidang pekerjaan.

Resensi ini akan mengulas isi utama jurnal, studi kasus yang didukung dengan angka-angka dari penelitian, serta analisis tambahan mengenai relevansi temuan ini dalam tren industri konstruksi saat ini.

Dengan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sejak 2015, persaingan dalam industri konstruksi semakin ketat. Insinyur sipil Indonesia harus memiliki kompetensi yang memadai untuk bersaing dengan tenaga kerja asing. Beberapa tantangan utama yang dihadapi meliputi:

  • Kurangnya kualitas tenaga kerja konstruksi akibat kurangnya pelatihan dan pendidikan berkelanjutan.
  • Minimnya standarisasi kompetensi dalam berbagai bidang pekerjaan insinyur sipil.
  • Perlunya evaluasi efektivitas unit kompetensi dalam meningkatkan kinerja profesional insinyur sipil.

Penelitian ini menggunakan metode survey dan wawancara dengan responden yang terdiri dari:

  • 83 insinyur sipil dari tiga sektor utama:
    • 27 orang dari perusahaan perencanaan (Semen Padang)
    • 28 orang dari Dinas PU sebagai pengawas
    • 28 orang dari perusahaan kontraktor sebagai pelaksana
  • Analisis data statistik deskriptif dan non-parametrik digunakan untuk mengukur relevansi unit kompetensi dan pengaruhnya terhadap kinerja profesi.

Hubungan Kompetensi dan Kinerja Insinyur Sipil

1. Relevansi Kompetensi Insinyur Sipil dengan Bidang Pekerjaan

Penelitian ini mengukur relevansi unit kompetensi berdasarkan tiga aspek utama:

  1. Pengetahuan (Knowledge)
  2. Keterampilan (Skill)
  3. Sikap (Attitude)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata skor relevansi unit kompetensi berada di atas skala 4, yang berarti sangat relevan dengan bidang pekerjaan insinyur sipil. Berikut hasil spesifik berdasarkan bidang pekerjaan:

  • Bidang Perencanaan
    • Kompetensi Ilmu Pengetahuan Teknik Sipil: 4,13
    • Kompetensi Keterampilan Mengelola Diri Sendiri: 4,16
  • Bidang Pengawasan
    • Kompetensi Ilmu Pengetahuan Teknik Sipil: 4,03
    • Kompetensi Keterampilan Mengelola Diri Sendiri: 4,17
  • Bidang Pelaksanaan
    • Kompetensi Ilmu Pengetahuan Teknik Sipil: 4,13
    • Kompetensi Keterampilan Mengelola Diri Sendiri: 4,48

2. Pengaruh Kompetensi terhadap Kinerja Insinyur Sipil

Penelitian juga mengukur dampak unit kompetensi terhadap kinerja profesi, dengan hasil sebagai berikut:

  • Bidang Perencanaan
    • Kompetensi Keterampilan Mengelola Diri Sendiri memiliki pengaruh tertinggi (4,21)
    • Kompetensi Keterampilan Teknis juga signifikan (4,17)
  • Bidang Pengawasan
    • Kompetensi Keterampilan Mengelola Diri Sendiri (4,06)
    • Kompetensi Keterampilan Teknis (4,11)
  • Bidang Pelaksanaan
    • Kompetensi Keterampilan Mengelola Diri Sendiri paling tinggi (4,38)
    • Kompetensi Keterampilan Teknis juga tinggi (4,11)

Hasil ini menunjukkan bahwa kompetensi insinyur sipil memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja mereka di semua bidang pekerjaan.

Relevansi dan Implikasi dalam Industri Konstruksi

1. Standarisasi Kompetensi Insinyur Sipil

Penelitian ini menggarisbawahi pentingnya standarisasi unit kompetensi bagi insinyur sipil. Dengan persaingan tenaga kerja yang semakin ketat, pemerintah dan organisasi profesi seperti Persatuan Insinyur Indonesia (PII) harus:

  • Meningkatkan sertifikasi insinyur untuk memastikan kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan industri.
  • Mendorong program pelatihan dan pengembangan berkelanjutan.
  • Menyesuaikan kurikulum pendidikan teknik sipil agar lebih sesuai dengan tuntutan industri.

2. Kebutuhan akan Pelatihan Berkelanjutan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan teknis dan manajerial sangat menentukan kinerja insinyur sipil. Oleh karena itu, perusahaan konstruksi perlu:

  • Menyelenggarakan pelatihan berbasis kompetensi secara berkala.
  • Mengintegrasikan teknologi digital dalam proses konstruksi, seperti Building Information Modeling (BIM).

3. Pentingnya Soft Skills dalam Profesi Teknik

Selain keterampilan teknis, aspek sikap dan komunikasi juga memainkan peran penting dalam kinerja insinyur sipil. Beberapa soft skills yang perlu dikembangkan antara lain:

  • Kepemimpinan dan pengambilan keputusan dalam proyek.
  • Komunikasi yang efektif dengan berbagai pihak.
  • Kemampuan problem-solving untuk menyelesaikan tantangan konstruksi.

Jurnal Relevansi Unit Kompetensi Insinyur Sipil Pada Bidang Pekerjaan dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Profesi memberikan wawasan mendalam tentang hubungan antara kompetensi dan kinerja profesional dalam bidang teknik sipil. Beberapa poin utama yang dapat disimpulkan dari penelitian ini adalah:

  1. Unit kompetensi insinyur sipil memiliki relevansi yang tinggi terhadap bidang pekerjaan perencanaan, pengawasan, dan pelaksanaan konstruksi.
  2. Keterampilan teknis dan manajerial berpengaruh besar terhadap kinerja profesi di semua bidang pekerjaan.
  3. Standarisasi kompetensi dan pelatihan berkelanjutan sangat diperlukan untuk meningkatkan daya saing insinyur sipil di era globalisasi.
  4. Soft skills seperti komunikasi, kepemimpinan, dan problem-solving juga sangat penting dalam meningkatkan produktivitas kerja insinyur sipil.

Dengan memahami pentingnya kompetensi dalam profesi teknik sipil, diharapkan industri konstruksi di Indonesia dapat terus berkembang dan bersaing di tingkat internasional.

Sumber: Indri Miswar, Benny Hidayat, Taufika Ophiyandri. Relevansi Unit Kompetensi Insinyur Sipil Pada Bidang Pekerjaan dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Profesi. Jurnal Rekayasa Sipil (JRS-UNAND), Vol. 13 No. 2, Oktober 2017.

Selengkapnya
Relevansi Unit Kompetensi Insinyur Sipil Pada Bidang Pekerjaan dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Profesi

Profesi & Etika

Fraud Ditinjau dari Etika Profesi dan Etika Bisnis: Kasus PT Garuda Indonesia

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 14 Maret 2025


Fraud atau kecurangan dalam laporan keuangan menjadi permasalahan serius yang berdampak pada kepercayaan publik terhadap sebuah perusahaan. Jurnal Fraud Ditinjau dari Etika Profesi dan Etika Bisnis: Kasus PT Garuda Indonesia karya Ika Oktaviana Dewi, Imam Wahyudi, Nanang Setiawan, dan Jamilatul Uyun membahas skandal manipulasi laporan keuangan yang melibatkan PT Garuda Indonesia, salah satu maskapai penerbangan terbesar di Indonesia.

Jurnal ini menyoroti bagaimana kasus fraud ini bertentangan dengan prinsip etika bisnis dan etika profesi akuntansi, serta dampaknya terhadap investor, pemegang saham, dan kepercayaan masyarakat. Dalam resensi ini, kita akan membahas isi utama jurnal, studi kasus terkait skandal PT Garuda Indonesia, serta relevansi dan implikasinya dalam industri bisnis dan keuangan saat ini.

PT Garuda Indonesia merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di sektor penerbangan. Pada tahun 2019, laporan keuangan perusahaan menunjukkan perbedaan mencolok dibandingkan tahun sebelumnya:

  • Laba bersih 2018: USD 809,85 ribu.
  • Kerugian 2017: USD 216,5 juta.

Lonjakan laba yang tidak wajar ini menarik perhatian Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Keuangan, dan Bursa Efek Indonesia (BEI). Setelah dilakukan investigasi, ditemukan bahwa PT Garuda Indonesia telah mencatat pendapatan yang belum direalisasikan sebagai laba, yang bertentangan dengan prinsip akuntansi yang berlaku.

Kasus ini menunjukkan pelanggaran serius terhadap etika bisnis, yang mencakup:

  • Manipulasi laporan keuangan untuk menampilkan kinerja keuangan yang lebih baik dari kenyataan.
  • Kurangnya transparansi dalam pengelolaan pendapatan dan kerja sama bisnis.
  • Pelanggaran prinsip Good Corporate Governance (GCG), terutama dalam aspek transparansi dan akuntabilitas.

Fraud semacam ini menyebabkan kerugian bagi berbagai pihak, termasuk:

  • Investor dan pemegang saham yang tertipu oleh laporan keuangan tidak akurat.
  • Pemerintah sebagai pemegang saham utama yang harus menanggung dampak buruk dari skandal ini.
  • Kepercayaan masyarakat terhadap BUMN yang menurun akibat kasus ini.

Sebagai perusahaan publik, PT Garuda Indonesia wajib mengikuti standar akuntansi yang berlaku, termasuk prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI). Namun, dalam kasus ini, ditemukan beberapa pelanggaran terhadap kode etik akuntan, yaitu:

  • Integritas: Penyajian laporan keuangan yang tidak jujur.
  • Objektivitas: Manipulasi data keuangan untuk kepentingan tertentu.
  • Kehati-hatian profesional: Tidak adanya audit menyeluruh terhadap transaksi pendapatan.

Kantor Akuntan Publik (KAP) yang bertanggung jawab atas audit laporan keuangan PT Garuda Indonesia juga diduga lalai dalam memastikan laporan yang disajikan sesuai dengan standar yang berlaku. Skandal ini bermula dari kerja sama antara PT Garuda Indonesia dengan PT Mahata Aero Teknologi. Dalam kesepakatan bisnis ini, PT Mahata berjanji membayar kompensasi atas pemasangan layanan konektivitas di pesawat sebesar USD 239,94 juta. Namun, dalam laporan keuangan 2018, PT Garuda Indonesia langsung mencatat seluruh jumlah tersebut sebagai pendapatan, padahal pembayaran belum dilakukan sepenuhnya.

Dampaknya:

  • Laporan keuangan yang disajikan menjadi tidak akurat.
  • PT Garuda Indonesia seolah-olah mengalami peningkatan laba yang signifikan, padahal secara finansial masih mengalami kesulitan.
  • OJK dan BEI memberikan sanksi administratif terhadap direksi perusahaan.

Audit laporan keuangan PT Garuda Indonesia dilakukan oleh KAP Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang, dan Rekan. Namun, dalam proses audit ditemukan beberapa kejanggalan:

  • Akuntan belum mendapatkan bukti yang cukup terkait pendapatan dari PT Mahata.
  • Tidak ada penilaian substansi transaksi sebelum laporan keuangan dipublikasikan.
  • Audit dilakukan tanpa memperhatikan standar kehati-hatian profesional.

Karena kelalaian ini, KAP yang terlibat juga terkena sanksi dari otoritas terkait.

Relevansi dan Implikasi dalam Industri Keuangan

Kasus ini berdampak negatif terhadap reputasi PT Garuda Indonesia:

  • Kepercayaan investor menurun, menyebabkan volatilitas harga saham perusahaan di Bursa Efek Indonesia.
  • Kredibilitas BUMN sebagai entitas bisnis profesional dipertanyakan.
  • Dampak terhadap hubungan bisnis internasional, karena mitra potensial akan lebih berhati-hati dalam bekerja sama dengan perusahaan yang memiliki sejarah fraud.

Kasus PT Garuda Indonesia menyoroti pentingnya penerapan GCG dalam perusahaan:

  • Transparansi: Perusahaan harus menyajikan informasi keuangan yang jujur dan dapat diverifikasi.
  • Akuntabilitas: Direksi dan manajemen harus bertanggung jawab atas laporan keuangan yang mereka sajikan.
  • Independensi audit: Audit harus dilakukan oleh lembaga yang benar-benar independen dan tidak memiliki konflik kepentingan dengan perusahaan yang diaudit.

Kasus ini memberikan beberapa pelajaran bagi dunia bisnis:

  • Pentingnya transparansi dalam laporan keuangan untuk menjaga kepercayaan investor dan masyarakat.
  • Diperlukan pengawasan ketat dari regulator untuk mencegah terjadinya fraud serupa di masa depan.
  • Etika profesi harus dijunjung tinggi oleh para akuntan dan auditor dalam menjalankan tugasnya.

Jurnal Fraud Ditinjau dari Etika Profesi dan Etika Bisnis: Kasus PT Garuda Indonesia memberikan wawasan penting tentang bagaimana fraud dapat terjadi akibat pelanggaran etika bisnis dan etika profesi. Beberapa poin utama yang dapat disimpulkan dari kasus ini:

  • Manipulasi laporan keuangan di PT Garuda Indonesia menyebabkan kerugian besar bagi pemegang saham, investor, dan masyarakat.
  • Fraud ini mencerminkan lemahnya penerapan prinsip Good Corporate Governance di dalam perusahaan.
  • Kantor Akuntan Publik yang melakukan audit gagal menjalankan tugasnya dengan independen dan profesional.
  • Skandal ini memberikan pelajaran bagi perusahaan lain untuk lebih berhati-hati dalam menyajikan laporan keuangan agar tetap sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku.

Dengan memahami kasus PT Garuda Indonesia, diharapkan perusahaan dan profesional di bidang keuangan dapat lebih menjaga integritas dan transparansi dalam menjalankan bisnisnya.

Sumber: Ika Oktaviana Dewi, Imam Wahyudi, Nanang Setiawan, Jamilatul Uyun. Fraud Ditinjau dari Etika Profesi dan Etika Bisnis: Kasus PT Garuda Indonesia. MELATI: Jurnal Media Komunikasi Ilmu Ekonomi, Vol. 40 No. 1 Juni 2023, Hal. 41-53.

Selengkapnya
Fraud Ditinjau dari Etika Profesi dan Etika Bisnis: Kasus PT Garuda Indonesia
« First Previous page 135 of 909 Next Last »