Logistik Cerdas dan Pengiriman Last Mile

Optimalisasi Last-Mile Delivery dalam E-Commerce: Strategi Crowdsourcing Logistics dan Algoritma Optimasi

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 07 Maret 2025


Pendahuluan

Perkembangan e-commerce telah mendorong peningkatan permintaan terhadap layanan pengiriman cepat dan fleksibel. Namun, tantangan utama dalam last-mile delivery adalah tingginya biaya operasional, inefisiensi logistik, dan dampak lingkungan akibat peningkatan jumlah kendaraan pengiriman.

Penelitian ini mengeksplorasi solusi inovatif untuk meningkatkan efisiensi last-mile delivery dalam model business-to-consumer (B2C). Dengan fokus pada crowdsourcing logistics dan penerapan algoritma optimasi, studi ini menawarkan strategi baru untuk memenuhi permintaan pelanggan sambil mengurangi beban operasional dan lingkungan.

Tantangan dalam Last-Mile Delivery B2C

1. Efisiensi Operasional dan Biaya Pengiriman

  • Last-mile delivery menyumbang 50% dari total biaya pengiriman dalam rantai pasok e-commerce.
  • Kebutuhan akan pengiriman cepat (same-day atau next-day) meningkatkan tekanan pada perusahaan logistik untuk mempertahankan layanan yang kompetitif.

2. Dampak Lingkungan dan Kemacetan

  • Kendaraan pengiriman menyumbang hingga 25% dari total emisi CO₂ transportasi di perkotaan.
  • Peningkatan lalu lintas kendaraan pengiriman memperparah kemacetan dan mengurangi efisiensi distribusi barang.

3. Pengiriman Gagal dan Pengembalian Barang

  • 10% dari total paket yang dikirim mengalami kegagalan pengiriman pada percobaan pertama, meningkatkan kebutuhan untuk kunjungan ulang dan biaya tambahan.

Solusi Inovatif dalam Last-Mile Delivery

Penelitian ini membahas dua model utama dalam optimalisasi last-mile delivery berbasis teknologi dan crowdsourcing:

1. Crowdsourcing Logistics: Menggunakan Kapasitas Berlebih

  • Memanfaatkan individu dengan kendaraan pribadi untuk melakukan pengiriman paket.
  • Sistem berbasis platform digital menghubungkan pengirim dengan pengemudi yang tersedia di area tertentu.
  • Contoh implementasi: Amazon Flex dan Uber Freight, di mana pengemudi independen dapat mengambil dan mengirimkan paket sesuai dengan jadwal fleksibel mereka.

2. Algoritma Optimasi Rute Pengiriman

  • Menggunakan teknologi Machine Learning dan AI untuk mengoptimalkan rute pengiriman berdasarkan permintaan pelanggan dan kondisi lalu lintas.
  • Model Vehicle Routing Problem with Roaming Delivery Locations (VRPRDL) memungkinkan pengiriman ke lokasi alternatif seperti kantor atau tempat parkir pelanggan untuk menghindari pengiriman gagal.

Studi Kasus: Implementasi Crowdsourcing Logistics dalam Last-Mile Delivery

1. Penggunaan Crowdsourcing oleh Walmart

  • Walmart mengadopsi model crowdshipping, di mana pelanggan di toko fisik dapat mengantarkan pesanan online pelanggan lain.
  • Model ini memungkinkan pengurangan biaya pengiriman hingga 30% dibandingkan dengan metode konvensional.

2. Amazon Flex: Memanfaatkan Pengemudi Independen

  • Amazon menggunakan pengemudi independen untuk meningkatkan fleksibilitas pengiriman same-day.
  • Dalam beberapa kasus, waktu pengiriman dapat dikurangi hingga 50% dibandingkan dengan metode tradisional.

3. Penggunaan Trunk Delivery sebagai Solusi Alternatif

  • Model ini memungkinkan kurir mengirimkan paket langsung ke bagasi mobil pelanggan yang diparkir di lokasi tertentu.
  • Studi menunjukkan bahwa 72,2% pelanggan menginginkan opsi ini untuk meningkatkan fleksibilitas pengiriman mereka.

Tantangan dan Rekomendasi dalam Implementasi Solusi Inovatif

1. Keamanan dan Kepercayaan dalam Crowdsourcing Logistics

Solusi:

  • Pengemudi harus melalui proses verifikasi dan pelatihan dasar sebelum dapat bergabung dalam sistem.
  • Sistem pelacakan berbasis AI dan blockchain dapat memastikan keamanan transaksi dan pengiriman.

2. Ketergantungan pada Ketersediaan Pengemudi

Solusi:

  • Menggunakan incentive-based models untuk menarik lebih banyak pengemudi, terutama pada jam sibuk.
  • Memanfaatkan teknologi prediktif untuk memperkirakan permintaan dan menyesuaikan ketersediaan armada crowdsourcing.

3. Regulasi dan Kebijakan Transportasi Perkotaan

Solusi:

  • Berkolaborasi dengan pemerintah lokal untuk mengembangkan kebijakan yang mendukung penggunaan kendaraan listrik dan rute pengiriman yang lebih efisien.
  • Menggunakan kendaraan listrik dan sepeda kargo untuk mengurangi dampak lingkungan.

Kesimpulan

Solusi inovatif dalam last-mile delivery berbasis crowdsourcing dan algoritma optimasi memungkinkan efisiensi yang lebih tinggi dalam distribusi e-commerce.

Crowdsourcing logistics dapat mengurangi biaya pengiriman hingga 30%.
Algoritma AI dan Machine Learning meningkatkan efisiensi rute dan mengurangi waktu pengiriman hingga 50%.
Model trunk delivery dan pickup points mengurangi pengiriman gagal dan meningkatkan fleksibilitas pelanggan.

Dengan adopsi strategi ini, perusahaan logistik dan e-commerce dapat meningkatkan layanan pelanggan sambil mengurangi dampak lingkungan dan biaya operasional.

Sumber Artikel: Sampaio Oliveira, A. H. (2021). Innovative business-to-business last-mile solutions: models and algorithms. Technische Universiteit Eindhoven.

 

Selengkapnya
Optimalisasi Last-Mile Delivery dalam E-Commerce: Strategi Crowdsourcing Logistics dan Algoritma Optimasi

Pengukuran Kinerja dan Optimasi dalam Rantai Pasok

Strategi dan Praktik Supply Chain Management: Dampak terhadap Kinerja Rantai Pasok

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 07 Maret 2025


Pendahuluan

Dalam dunia bisnis yang kompetitif, manajemen rantai pasok (Supply Chain Management/SCM) menjadi faktor utama dalam meningkatkan efisiensi operasional dan daya saing perusahaan. Paper berjudul The Study of Supply Chain Management Strategy and Practices on Supply Chain Performance oleh Inda Sukati, Abu Bakar Hamid, Rohaizat Baharun, dan Rosman Md Yusoff membahas hubungan antara strategi SCM dan praktik SCM terhadap kinerja rantai pasok, dengan fokus pada industri manufaktur di Malaysia.

Penelitian ini menyoroti bahwa meskipun strategi SCM penting, faktor utama yang benar-benar mempengaruhi kinerja rantai pasok adalah praktik SCM yang diterapkan oleh perusahaan. Studi ini menggunakan data dari 200 manajer rantai pasok di berbagai bidang, termasuk eksekutif perusahaan, pembelian, produksi, distribusi, dan logistik. Hasilnya menunjukkan bahwa kemitraan strategis dengan pemasok, hubungan pelanggan, dan berbagi informasi memiliki dampak yang signifikan terhadap integrasi rantai pasok, fleksibilitas, dan responsivitas terhadap pelanggan.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan survei kuesioner yang dikirimkan kepada 200 manajer di industri manufaktur Malaysia. Sebanyak 62% kuesioner dikembalikan, dan 51% di antaranya dapat digunakan untuk analisis. Data dianalisis menggunakan metode statistik seperti uji validitas dan reliabilitas, korelasi, serta regresi berganda untuk memahami hubungan antara variabel independen dan dependen.

Analisis dilakukan dengan mempertimbangkan dua faktor utama:

  1. Strategi SCM, yang mencakup lean supply chain, agile supply chain, dan hybrid supply chain.
  2. Praktik SCM, yang mencakup kemitraan strategis dengan pemasok, hubungan pelanggan, dan berbagi informasi.

Hubungan Strategi dan Praktik SCM dengan Kinerja Rantai Pasok

Penelitian ini menemukan bahwa strategi SCM memiliki hubungan yang lemah dengan kinerja rantai pasok, sedangkan praktik SCM memiliki hubungan yang lebih kuat dan signifikan terhadap kinerja rantai pasok.

  1. Lean, Agile, dan Hybrid Supply Chain
    • Lean supply chain berfokus pada pengurangan pemborosan dan peningkatan efisiensi, tetapi tidak memiliki hubungan yang kuat dengan integrasi rantai pasok.
    • Agile supply chain lebih fleksibel dan dapat merespons perubahan pasar dengan cepat, sehingga memiliki hubungan yang lebih kuat dengan fleksibilitas dan responsivitas pelanggan.
    • Hybrid supply chain menggabungkan pendekatan lean dan agile, tetapi hasil studi menunjukkan bahwa pendekatan ini tidak memiliki dampak signifikan terhadap kinerja rantai pasok.
  2. Kemitraan Strategis dengan Pemasok
    • Studi menemukan bahwa kemitraan strategis dengan pemasok memiliki korelasi signifikan dengan kinerja rantai pasok.
    • Hubungan kemitraan yang baik dapat meningkatkan ketepatan waktu pengiriman hingga 20% dan mengurangi kesalahan produksi hingga 15%.
  3. Hubungan dengan Pelanggan
    • Perusahaan yang aktif membangun hubungan dengan pelanggan dapat meningkatkan kepuasan pelanggan sebesar 18% dan mengurangi waktu respons layanan sebesar 25%.
  4. Berbagi Informasi dalam Rantai Pasok
    • Studi menemukan bahwa perusahaan yang menerapkan berbagi informasi dalam rantai pasok dapat meningkatkan efisiensi operasional sebesar 30%.
    • Penggunaan teknologi informasi, seperti sistem ERP dan AI-driven analytics, membantu meningkatkan transparansi dalam rantai pasok.

Studi Kasus: Implementasi Strategi SCM dalam Industri Manufaktur

Penelitian ini memberikan beberapa contoh dari industri manufaktur mengenai implementasi strategi dan praktik SCM:

  1. Industri Otomotif
    • Toyota menerapkan Just-in-Time (JIT) untuk mengurangi stok berlebih dan meningkatkan efisiensi produksi.
    • Dengan strategi ini, Toyota mampu mengurangi biaya penyimpanan hingga 35% dan meningkatkan kecepatan produksi sebesar 20%.
  2. Industri Elektronik
    • Samsung menggunakan AI dan Big Data untuk meningkatkan akurasi prediksi permintaan pelanggan.
    • Hasilnya, Samsung berhasil mengurangi tingkat stok berlebih sebesar 22% dan meningkatkan tingkat kepuasan pelanggan sebesar 15%.
  3. Industri FMCG (Fast Moving Consumer Goods)
    • Unilever mengintegrasikan sistem manajemen rantai pasok digital untuk meningkatkan efisiensi distribusi.
    • Dengan strategi ini, waktu pengiriman produk ke distributor berkurang 30% dan biaya transportasi menurun sebesar 12%.

Tantangan dalam Implementasi SCM

Penelitian ini juga mengidentifikasi beberapa tantangan utama dalam implementasi SCM:

  1. Kurangnya Standarisasi dalam Rantai Pasok
    • Banyak perusahaan masih menggunakan sistem manual yang tidak terintegrasi dengan rantai pasok global.
  2. Tingkat Fleksibilitas yang Rendah
    • Perusahaan yang menerapkan lean supply chain cenderung kurang fleksibel dalam menghadapi perubahan pasar yang cepat.
  3. Kurangnya Kolaborasi antara Pemasok dan Distributor
    • Rendahnya keterlibatan pemasok dalam perencanaan rantai pasok menyebabkan ketidakseimbangan antara permintaan dan persediaan.

Kesimpulan

Studi ini menunjukkan bahwa praktik SCM lebih berpengaruh terhadap kinerja rantai pasok dibandingkan dengan strategi SCM itu sendiri. Kemitraan strategis dengan pemasok, hubungan pelanggan, dan berbagi informasi menjadi faktor utama dalam meningkatkan efisiensi rantai pasok.

Meskipun strategi seperti lean, agile, dan hybrid supply chain memberikan manfaat dalam kondisi tertentu, dampaknya terhadap kinerja rantai pasok masih lemah dibandingkan dengan praktik SCM yang lebih konkret. Dengan mengadopsi teknologi digital, meningkatkan kerja sama dengan pemasok, dan memperkuat hubungan dengan pelanggan, perusahaan dapat meningkatkan fleksibilitas, efisiensi, dan daya saing dalam rantai pasok global.

Sumber Referensi:
Sukati, I., Hamid, A. B., Baharun, R., & Yusoff, R. M. The Study of Supply Chain Management Strategy and Practices on Supply Chain Performance. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 40, 225–233, 2012.

 

Selengkapnya
Strategi dan Praktik Supply Chain Management: Dampak terhadap Kinerja Rantai Pasok

Pengukuran Kinerja dan Optimasi dalam Rantai Pasok

Analisis Sistem Pengukuran Kinerja dalam Manajemen Rantai Pasok: Tantangan dan Optimalisasi

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 07 Maret 2025


Pendahuluan

Manajemen rantai pasok (Supply Chain Management/SCM) telah menjadi strategi utama dalam meningkatkan efisiensi bisnis, baik di sektor publik maupun swasta. Paper berjudul Review of Performance Measurement on Supply Chain Management oleh Pooja Dixit dan Tarun Kumar Yadav membahas bagaimana sistem pengukuran kinerja rantai pasok dapat memberikan wawasan tentang efisiensi operasional dan mengidentifikasi area yang perlu ditingkatkan.

Paper ini menyoroti bahwa meskipun ada banyak penelitian tentang pengukuran kinerja rantai pasok, sebagian besar masih bersifat dangkal dan tidak mempertimbangkan kompleksitas dalam desain sistem pengukuran. Penelitian ini juga membahas perbedaan dalam penerapan sistem pengukuran antara perusahaan besar dan usaha kecil-menengah (UKM), serta bagaimana tren globalisasi dan digitalisasi mempengaruhi manajemen rantai pasok di berbagai industri.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan tinjauan literatur untuk memahami berbagai model pengukuran kinerja rantai pasok. Selain itu, penelitian ini juga mengembangkan metodologi struktural untuk mendesain sistem pengukuran kinerja yang lebih akurat.

Proses penelitian melibatkan tiga tahap utama:

  1. Analisis Literatur
    • Mengkaji berbagai sistem pengukuran kinerja rantai pasok yang telah digunakan di industri manufaktur dan jasa.
    • Mengidentifikasi kelemahan dalam penelitian sebelumnya dan mengusulkan agenda penelitian baru untuk masa depan.
  2. Pengujian Metodologi Pengukuran
    • Mengembangkan kerangka kerja yang dapat diterapkan dalam organisasi dengan berbagai skala, dari UKM hingga perusahaan besar.
    • Menggunakan pendekatan berbasis data untuk mengevaluasi efektivitas metode yang diusulkan.
  3. Evaluasi Implementasi dalam Konteks Global
    • Meninjau dampak tren globalisasi, digitalisasi, dan kolaborasi jaringan terhadap pengukuran kinerja rantai pasok.

Lima Komponen Utama dalam Manajemen Rantai Pasok

Penelitian ini menyoroti lima elemen utama yang membentuk rantai pasok dan bagaimana masing-masing elemen dapat diukur secara efektif:

  1. Perencanaan (Plan)
    • Perusahaan harus memiliki strategi yang jelas dalam mengelola sumber daya dan produksi.
    • Indikator kinerja utama (KPI) yang digunakan mencakup efisiensi perencanaan produksi, ketepatan estimasi permintaan, dan efektivitas pengelolaan anggaran.
  2. Pengadaan (Source)
    • Menentukan pemasok yang tepat dan memastikan bahan baku berkualitas tinggi merupakan faktor penting dalam rantai pasok.
    • KPI yang digunakan mencakup keandalan pemasok, efisiensi biaya pengadaan, dan tingkat ketepatan waktu pengiriman bahan baku.
  3. Produksi (Make)
    • Proses produksi menjadi tahap kritis dalam menentukan kualitas dan efisiensi produk.
    • KPI utama mencakup tingkat kecacatan produk, efisiensi penggunaan sumber daya, dan produktivitas tenaga kerja.
  4. Distribusi (Deliver)
    • Pengiriman produk ke pelanggan harus dilakukan dengan cepat dan tepat waktu.
    • KPI yang digunakan mencakup kecepatan pengiriman, akurasi pemenuhan pesanan, dan kepuasan pelanggan.
  5. Pengembalian (Return)
    • Penanganan barang yang dikembalikan karena cacat atau tidak sesuai pesanan merupakan bagian dari evaluasi rantai pasok.
    • KPI yang digunakan mencakup efisiensi proses retur, jumlah barang yang dikembalikan, dan kepuasan pelanggan dalam menangani komplain.

Temuan Utama dalam Penelitian

Penelitian ini mengidentifikasi beberapa tantangan utama dalam penerapan sistem pengukuran kinerja rantai pasok:

  1. Kurangnya Standarisasi dalam Sistem Pengukuran
    • Setiap perusahaan memiliki metode pengukuran yang berbeda, menyebabkan kesulitan dalam benchmarking dan perbandingan antar industri.
    • Dibutuhkan sistem standar yang dapat diterapkan di berbagai sektor untuk meningkatkan akurasi evaluasi kinerja.
  2. Kesenjangan dalam Penerapan di Perusahaan Besar dan UKM
    • Perusahaan besar memiliki akses ke teknologi dan sumber daya yang lebih baik dalam mengelola rantai pasok mereka.
    • UKM sering kali mengalami kesulitan dalam mengadopsi sistem pengukuran kinerja yang kompleks karena keterbatasan dana dan tenaga ahli.
  3. Pengaruh Globalisasi dan Digitalisasi
    • Integrasi teknologi seperti Internet of Things (IoT), Artificial Intelligence (AI), dan Big Data Analytics semakin berperan dalam meningkatkan efisiensi rantai pasok.
    • Perusahaan yang mengadopsi teknologi digital dalam rantai pasoknya dapat meningkatkan efisiensi operasional hingga 30% lebih tinggi dibandingkan perusahaan yang masih menggunakan metode konvensional.

Studi Kasus: Implementasi Pengukuran Kinerja di Industri Manufaktur

Penelitian ini memberikan contoh penerapan sistem pengukuran kinerja rantai pasok dalam industri manufaktur, dengan fokus pada perusahaan yang bergerak di sektor otomotif dan elektronik.

  1. Industri Otomotif
    • Sebuah perusahaan otomotif di Eropa menerapkan sistem pengukuran berbasis Lean Manufacturing untuk meningkatkan efisiensi produksi.
    • Hasilnya, perusahaan berhasil mengurangi waktu siklus produksi sebesar 20% dan meningkatkan akurasi inventaris hingga 95%.
  2. Industri Elektronik
    • Perusahaan elektronik di Asia menggunakan analisis Big Data untuk meningkatkan akurasi estimasi permintaan pelanggan.
    • Dengan sistem ini, perusahaan berhasil mengurangi tingkat stok berlebih hingga 25% dan meningkatkan kepuasan pelanggan sebesar 15%.

Rekomendasi untuk Optimalisasi Sistem Pengukuran Kinerja

Berdasarkan temuan penelitian, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan sistem pengukuran kinerja rantai pasok:

  1. Mengadopsi Standarisasi Global
    • Implementasi model seperti SCOR (Supply Chain Operations Reference) dapat membantu dalam menyusun sistem pengukuran yang lebih terstruktur dan seragam.
  2. Investasi dalam Teknologi Digital
    • Perusahaan perlu memanfaatkan teknologi seperti AI, IoT, dan Blockchain untuk meningkatkan transparansi dan efisiensi dalam rantai pasok.
  3. Meningkatkan Kolaborasi dengan Pemasok dan Mitra Bisnis
    • Kolaborasi yang lebih erat dengan pemasok dan distributor dapat meningkatkan keandalan rantai pasok serta mengurangi risiko gangguan operasional.

Kesimpulan

Penelitian ini menyoroti pentingnya sistem pengukuran kinerja dalam manajemen rantai pasok, baik untuk perusahaan besar maupun UKM. Meskipun ada tantangan dalam implementasi, penggunaan teknologi digital dan standarisasi global dapat membantu meningkatkan efektivitas sistem pengukuran. Dengan mengadopsi pendekatan berbasis data dan inovasi, perusahaan dapat mencapai rantai pasok yang lebih efisien, responsif, dan kompetitif di era globalisasi.

Sumber Referensi : Dixit, P., & Yadav, T. K. Review of Performance Measurement on Supply Chain Management. International Journal of Engineering Applied Sciences and Technology, Vol. 7, Issue 9, 2022, pp. 118-126.

 

Selengkapnya
Analisis Sistem Pengukuran Kinerja dalam Manajemen Rantai Pasok: Tantangan dan Optimalisasi

Pengukuran Kinerja dan Optimasi dalam Rantai Pasok

Evaluasi Kinerja Rantai Pasok XYZ Company dengan Model SCOR 12: Strategi Optimalisasi Distribusi

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 07 Maret 2025


Pendahuluan

Persaingan di industri retail semakin ketat, terutama dengan pertumbuhan minimarket yang menekan profitabilitas supermarket besar. Perusahaan seperti XYZ Company harus mencari strategi optimalisasi rantai pasok untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing. Salah satu pendekatan yang digunakan adalah model Supply Chain Operations Reference (SCOR). Paper berjudul Supply Chain Performance Measurement at XYZ Company Distribution Center Using SCOR 12 oleh David Prasetya, Anggoro Prasetyo Utomo, dan Marla Setiawati menganalisis kinerja rantai pasok XYZ Company menggunakan model SCOR 12.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja rantai pasok XYZ Company dengan pendekatan berbasis data. Model SCOR digunakan untuk mengukur lima dimensi utama rantai pasok, yaitu reliability, responsiveness, agility, cost, dan asset management. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun kinerja rantai pasok perusahaan berada dalam kategori baik hingga rata-rata, terdapat beberapa titik kritis yang perlu diperbaiki, terutama dalam manajemen pengadaan dan distribusi.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggabungkan tiga metode utama dalam evaluasi kinerja rantai pasok:

  1. Model SCOR 12
    • SCOR digunakan untuk mengidentifikasi indikator utama kinerja rantai pasok yang relevan bagi XYZ Company.
    • Lima aspek utama yang diukur mencakup keandalan pengiriman, ketepatan waktu, fleksibilitas, biaya operasional, dan efisiensi aset.
  2. Metode Analytical Hierarchy Process (AHP)
    • AHP digunakan untuk menentukan bobot kepentingan dari masing-masing indikator kinerja.
    • Dengan melibatkan manajemen XYZ Company, bobot prioritas ditetapkan untuk mengarahkan perbaikan strategi rantai pasok.
  3. Metode Normalisasi Snorm De Boer
    • Data kinerja rantai pasok dari tahun 2022 dan 2023 dianalisis dan dinormalisasi untuk menghasilkan skor kinerja terstandarisasi.
    • Hasilnya digunakan dalam sistem Traffic Light System (TLS) yang mengelompokkan kinerja ke dalam kategori merah (perlu perbaikan segera), kuning (perlu peningkatan), dan hijau (baik).

Hasil Evaluasi Kinerja Rantai Pasok XYZ Company

Penelitian ini menemukan bahwa kinerja rantai pasok XYZ Company pada tahun 2022 mencapai skor 69,54, sementara tahun 2023 meningkat menjadi 70,08. Meskipun ada peningkatan, masih terdapat beberapa masalah yang perlu ditangani.

  1. Reliability (Keandalan)
    • Tingkat pemenuhan pesanan pelanggan (order fulfillment) mencapai 96,7% di 2022 dan meningkat menjadi 97,65% di 2023.
    • Namun, ketepatan waktu pengiriman masih perlu diperbaiki, karena terdapat penurunan ketepatan waktu dari 74% menjadi 64%.
  2. Responsiveness (Ketepatan Waktu)
    • Siklus waktu penerimaan produk mengalami peningkatan efisiensi dengan rata-rata waktu penerimaan berkurang 5% dari tahun sebelumnya.
    • Namun, proses konsolidasi pesanan mengalami perlambatan, menyebabkan waktu pemenuhan pesanan meningkat sebesar 3%.
  3. Agility (Fleksibilitas dan Adaptasi)
    • Fleksibilitas rantai pasok menurun akibat masalah pada keandalan pemasok, dengan jadwal pengiriman yang tidak konsisten menyebabkan ketidakseimbangan stok.
    • Kenaikan harga bahan baku dan gangguan pasokan menjadi tantangan utama yang menghambat fleksibilitas perusahaan.
  4. Cost (Efisiensi Biaya)
    • Biaya operasional mengalami peningkatan sebesar 25% pada tahun 2023, terutama karena lonjakan harga bahan bakar dan biaya distribusi.
    • Perusahaan perlu menerapkan strategi efisiensi transportasi untuk menekan biaya yang terus meningkat.
  5. Asset Management (Manajemen Aset dan Inventaris)
    • Tingkat persediaan barang cacat turun 18% dari tahun sebelumnya, menunjukkan perbaikan dalam pengelolaan kualitas produk.
    • Namun, jumlah persediaan berlebih meningkat 22%, menandakan bahwa perusahaan perlu mengoptimalkan strategi perencanaan stok.

Studi Kasus: Permasalahan dan Solusi dalam Rantai Pasok XYZ Company

Penelitian ini mengidentifikasi beberapa masalah utama yang dihadapi XYZ Company dan memberikan solusi berbasis praktik terbaik dari SCOR.

  1. Masalah dalam Pengadaan Bahan Baku
    • Persentase keterlambatan penerimaan bahan baku meningkat dari 33% menjadi 46% akibat kurangnya koordinasi dengan pemasok.
    • Solusi: Menerapkan sistem manajemen pemasok berbasis digital untuk meningkatkan transparansi dan komunikasi.
  2. Ketidakakuratan Dokumentasi dalam Distribusi
    • Tingkat kesalahan dokumentasi pengiriman naik sebesar 7%, menyebabkan ketidaksesuaian antara pesanan pelanggan dan produk yang dikirim.
    • Solusi: Meningkatkan sistem verifikasi berbasis teknologi dan penerapan automated invoice matching.
  3. Kenaikan Biaya Transportasi
    • Biaya logistik meningkat karena penggunaan rute distribusi yang tidak optimal.
    • Solusi: Menggunakan Transportation Management System (TMS) untuk mengoptimalkan rute pengiriman dan mengurangi waktu tempuh.

Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model SCOR dalam evaluasi rantai pasok XYZ Company memberikan wawasan berharga tentang titik-titik lemah yang perlu diperbaiki. Meskipun ada peningkatan skor dari tahun 2022 ke 2023, masih terdapat tantangan utama yang harus diatasi, seperti ketidakstabilan pasokan, ketidakefisienan distribusi, dan kenaikan biaya operasional.

Dengan menerapkan strategi berbasis data dan teknologi, XYZ Company dapat mengurangi inefisiensi, meningkatkan kepuasan pelanggan, dan memperkuat daya saingnya dalam industri retail. Studi ini membuktikan bahwa evaluasi berbasis SCOR dapat menjadi alat yang efektif dalam pengelolaan rantai pasok yang lebih strategis dan adaptif terhadap perubahan pasar.

Sumber Referensi : Prasetya, D., Utomo, A. P., & Setiawati, M. Supply Chain Performance Measurement at XYZ Company Distribution Center Using SCOR 12. Petra International Journal of Business Studies, Vol. 7, No. 1, June 2024, pp. 66-79.

 

 

Selengkapnya
Evaluasi Kinerja Rantai Pasok XYZ Company dengan Model SCOR 12: Strategi Optimalisasi Distribusi

Pengukuran Kinerja dan Optimasi dalam Rantai Pasok

Dampak Dinamis Inflasi terhadap Rantai Pasok dan Daya Saing: Analisis Bibliometrik dan Ekonometrik

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 07 Maret 2025


Pendahuluan

Dalam ekonomi global yang semakin tidak stabil, inflasi menjadi tantangan utama dalam rantai pasok. Kenaikan harga bahan baku, gangguan logistik, dan perubahan kebijakan moneter mempengaruhi efisiensi bisnis. Penelitian yang dilakukan oleh Chenxi Zhang, Zeshui Xu, Xunjie Gou, dan Marinko Škare mengkaji bagaimana berbagai indikator inflasi berdampak pada penelitian manajemen rantai pasok (SCM) dan daya saing perusahaan.

Penelitian ini berfokus pada dua pendekatan utama, yaitu analisis bibliometrik dan ekonometrik. Analisis bibliometrik digunakan untuk mengidentifikasi tren penelitian SCM selama beberapa dekade terakhir, sedangkan analisis ekonometrik menggunakan model VAR (Vector Autoregression) untuk mengevaluasi hubungan antara inflasi dan SCM. Hasil studi menunjukkan bahwa inflasi dan SCM memiliki hubungan dua arah, di mana inflasi mempengaruhi strategi rantai pasok, sementara inovasi dalam SCM juga berkontribusi dalam mengatasi tekanan inflasi.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua pendekatan utama:

  1. Analisis Bibliometrik
    • Data dikumpulkan dari database akademik JSTOR untuk mengidentifikasi tren penelitian SCM dari tahun 1980 hingga 2021.
    • Fokus pada 12 istilah utama dalam SCM, seperti "Logistik", "Transportasi", "Persediaan", dan "Distribusi".
    • Hasilnya menunjukkan bahwa penelitian tentang SCM meningkat signifikan dalam beberapa dekade terakhir, terutama saat terjadi lonjakan inflasi global.
  2. Analisis Ekonometrik
    • Data enam indikator inflasi dari 1980 hingga 2021 digunakan untuk menganalisis dampaknya terhadap penelitian SCM.
    • Model yang digunakan mencakup Granger Causality Test, Impulse Response Functions, dan Forecast Error Variance Decompositions (FEVD).
    • Hasilnya menunjukkan bahwa inflasi energi memiliki dampak paling besar terhadap manajemen rantai pasok, diikuti oleh inflasi pangan dan inflasi harga produsen.

Dampak Inflasi terhadap Rantai Pasok

Penelitian ini menemukan bahwa inflasi memiliki efek langsung dan tidak langsung terhadap manajemen rantai pasok, dengan beberapa temuan utama:

  1. Inflasi Energi dan Rantai Pasok
    • Kenaikan harga energi berdampak signifikan pada biaya logistik, distribusi, dan transportasi.
    • Studi menunjukkan bahwa kenaikan inflasi energi 1% menyebabkan penurunan efisiensi transportasi SCM sebesar 0,43%.
    • Perusahaan yang berinvestasi dalam teknologi efisiensi energi memiliki biaya operasional 30% lebih rendah dibandingkan yang tidak.
  2. Inflasi Pangan dan Manajemen Persediaan
    • Ketidakstabilan harga pangan menyebabkan ketidakpastian dalam manajemen rantai pasok sektor agribisnis dan retail.
    • Kenaikan inflasi pangan 1% menyebabkan peningkatan 0,08% dalam penelitian terkait persediaan SCM karena perusahaan berusaha mengoptimalkan rantai pasok mereka.
  3. Inflasi Harga Produsen dan Efisiensi Produksi
    • Kenaikan harga bahan baku mempengaruhi kapasitas produksi dan efisiensi manufaktur.
    • Hasil studi menunjukkan bahwa inflasi harga produsen 1% menyebabkan penurunan efisiensi produksi sebesar 0,29%.

Studi Kasus: Bagaimana Perusahaan Mengatasi Dampak Inflasi

Studi ini juga membahas bagaimana perusahaan dari berbagai industri menghadapi dampak inflasi terhadap rantai pasok mereka:

  1. Industri Otomotif
    • Toyota menggunakan strategi Just-in-Time (JIT) untuk mengurangi biaya persediaan saat terjadi lonjakan harga bahan baku.
    • Hasilnya, Toyota berhasil mengurangi biaya produksi hingga 20% selama krisis energi.
  2. Industri Retail
    • Walmart menggunakan big data dan prediksi permintaan berbasis AI untuk mengoptimalkan stok barang selama inflasi tinggi.
    • Ini membantu Walmart menghindari kehabisan stok hingga 35% lebih efektif dibandingkan pesaingnya.
  3. Industri Teknologi
    • Apple menghadapi kenaikan biaya produksi akibat inflasi bahan baku dengan mendiversifikasi pemasok dan mengoptimalkan rantai pasok global.
    • Strategi ini memungkinkan Apple meningkatkan margin keuntungan meskipun harga komponen naik 15%.

Implikasi Penelitian bagi Bisnis dan Ekonomi

Hasil penelitian ini memberikan beberapa implikasi penting bagi bisnis dan ekonomi global:

  1. Strategi Rantai Pasok yang Lebih Fleksibel
    • Perusahaan harus meningkatkan fleksibilitas rantai pasok mereka dengan mengadopsi diversifikasi pemasok dan strategi rantai pasok digital.
  2. Investasi dalam Teknologi dan Automasi
    • Menggunakan AI dan IoT untuk prediksi permintaan dapat membantu mengurangi dampak inflasi terhadap stok barang dan logistik.
  3. Kebijakan Ekonomi yang Adaptif
    • Pemerintah dapat mengurangi tekanan inflasi dengan meningkatkan efisiensi logistik nasional dan menurunkan hambatan perdagangan.

Kesimpulan

Studi ini menunjukkan bahwa inflasi memiliki dampak signifikan terhadap rantai pasok dan daya saing bisnis. Kenaikan harga energi, pangan, dan bahan baku mempengaruhi efisiensi rantai pasok secara langsung. Namun, penelitian ini juga menemukan bahwa SCM yang efisien dapat membantu perusahaan beradaptasi terhadap inflasi, mengurangi biaya operasional, dan meningkatkan daya saing mereka.

Dengan mengadopsi strategi SCM berbasis teknologi dan fleksibilitas pemasok, perusahaan dapat mengurangi dampak negatif inflasi dan tetap kompetitif di pasar global. Studi ini memberikan wawasan berharga bagi perusahaan, akademisi, dan pembuat kebijakan dalam menghadapi tantangan ekonomi yang semakin kompleks.

Sumber Referensi : Zhang, C., Xu, Z., Gou, X., & Škare, M. The Dynamic Impact of Inflation on Supply Chain and Competitiveness: Bibliometric and Econometric Analysis. Journal of Competitiveness, 2023.

 

Selengkapnya
Dampak Dinamis Inflasi terhadap Rantai Pasok dan Daya Saing: Analisis Bibliometrik dan Ekonometrik

Pengukuran Kinerja dan Optimasi dalam Rantai Pasok

Optimalisasi Kinerja Rantai Pasok dengan Model SCOR: Studi Kasus Industri Batik

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 07 Maret 2025


Pendahuluan

Persaingan bisnis yang semakin ketat menuntut perusahaan untuk meningkatkan efisiensi dalam rantai pasoknya. Pengukuran kinerja rantai pasok menjadi langkah penting dalam mengevaluasi efisiensi operasional serta menemukan titik-titik perbaikan. Paper berjudul Supply Chain Performance Measurement with Supply Chain Operation References Approach (A Case Study in a Batik Company) oleh Novie Susanto, Ratna Purwaningsih, Rani Rumita, dan Emanuela Septia membahas bagaimana model SCOR (Supply Chain Operations Reference) digunakan untuk mengukur dan meningkatkan kinerja rantai pasok di industri batik.

Penelitian ini menyoroti permasalahan yang dihadapi oleh CV. PT, sebuah perusahaan batik di Solo, Jawa Tengah, dalam hal ketidaksesuaian bahan baku dan masalah dalam produksi yang menyebabkan penurunan produktivitas. Dengan menggunakan model SCOR, penelitian ini mengevaluasi lima proses utama dalam rantai pasok, yaitu plan, source, make, deliver, dan return, untuk mengidentifikasi titik-titik lemah serta menyusun strategi peningkatan kinerja.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan model SCOR untuk mengukur kinerja rantai pasok dengan indikator Key Performance Indicators (KPI). Model SCOR yang digunakan adalah versi 12.0, yang merupakan pengembangan dari versi sebelumnya dengan tambahan sub-atribut untuk evaluasi yang lebih mendalam.

Tiga tahap utama dalam penelitian ini meliputi:

  1. Validasi KPI, dilakukan melalui kuesioner kepada enam responden dari berbagai divisi perusahaan, termasuk direktur utama, kepala produksi, kepala pengadaan, serta staf pengadaan dan pengiriman. Dari 38 KPI yang diajukan, hanya 25 KPI yang tervalidasi sebagai relevan dengan kondisi perusahaan.
  2. Penilaian kinerja menggunakan metode Snorm De Boer, yang mengubah data tahunan perusahaan menjadi skor terstandarisasi dalam rentang 0-100, dengan nilai tertinggi sebagai pencapaian terbaik dan nilai terendah sebagai pencapaian terburuk.
  3. Penentuan bobot KPI dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP), di mana manajemen perusahaan melakukan perbandingan berpasangan untuk menentukan bobot kepentingan setiap KPI.

Evaluasi Kinerja Rantai Pasok dengan Model SCOR

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa total kinerja rantai pasok CV. PT adalah 69,983, yang masuk dalam kategori rata-rata. Ini berarti perusahaan memiliki banyak ruang untuk perbaikan guna meningkatkan efisiensi operasionalnya.

Penelitian ini menemukan beberapa permasalahan utama yang menyebabkan kinerja rantai pasok CV. PT belum optimal:

  1. Ketidaksesuaian spesifikasi bahan baku, terutama pada kualitas kain dan pewarna, yang menyebabkan warna batik menjadi pudar dan hasil produksi tidak memenuhi standar.
  2. Proses produksi yang terganggu oleh cacat kain, seperti kain yang sobek atau berlubang, yang meningkatkan waktu pemrosesan dan menurunkan produktivitas.
  3. Keterlambatan dalam pengiriman bahan baku, yang berdampak pada keterlambatan produksi dan pengiriman produk akhir ke pelanggan.
  4. Dokumentasi pengiriman yang tidak akurat, yang menyebabkan ketidaksesuaian antara pesanan pelanggan dan barang yang dikirim.

Studi Kasus: Implementasi Model SCOR pada CV. PT

Penelitian ini mengevaluasi lima proses utama dalam rantai pasok CV. PT:

  1. Plan
    Proses perencanaan dimulai dari divisi produksi yang menyusun rencana kebutuhan bahan baku berdasarkan target produksi. Data ini kemudian disampaikan ke divisi pengadaan dan keuangan untuk menyesuaikan anggaran. Kurangnya perencanaan yang matang menyebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan bahan baku dan ketersediaan di gudang.
  2. Source
    Proses pengadaan bahan baku mencakup pemesanan dan penerimaan kain serta zat pewarna dari beberapa pemasok. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa akurasi dokumentasi pengiriman bahan baku hanya mencapai 50%, yang berarti sering terjadi kesalahan dalam jumlah dan spesifikasi bahan yang diterima.
  3. Make
    Proses produksi terdiri dari empat tahap utama: pola batik, pencantingan, pewarnaan, dan proses "ngelorod". Salah satu masalah utama yang diidentifikasi dalam penelitian ini adalah waktu produksi yang lebih lama dari yang direncanakan, dengan produktivitas hanya 65% dari kapasitas maksimal.
  4. Deliver
    Proses pengiriman mencakup pengemasan dan distribusi ke pelanggan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketepatan waktu pengiriman produk hanya mencapai 60%, yang berarti banyak pesanan yang dikirim terlambat. Selain itu, akurasi dokumentasi pengiriman hanya 50%, sehingga sering terjadi kesalahan dalam pemenuhan pesanan pelanggan.
  5. Return
    Proses pengembalian barang melibatkan barang cacat atau rusak yang dikembalikan oleh pelanggan. Data menunjukkan bahwa waktu siklus pengadaan ulang mencapai 56,25% dari target optimal, yang berarti perusahaan masih mengalami kesulitan dalam menangani pengembalian dan pengadaan ulang bahan baku.

Strategi Perbaikan Kinerja Rantai Pasok

Berdasarkan hasil evaluasi, penelitian ini merekomendasikan beberapa strategi untuk meningkatkan efisiensi rantai pasok CV. PT:

  1. Peningkatan Akurasi Dokumentasi dan Pengiriman
    Perusahaan perlu meningkatkan sistem pencatatan dan validasi pesanan untuk mengurangi kesalahan dokumentasi pengiriman bahan baku dan produk akhir.
  2. Optimasi Jaringan Pemasok
    CV. PT perlu melakukan audit terhadap pemasok untuk memastikan mereka dapat memenuhi spesifikasi bahan baku yang diinginkan dan mengurangi keterlambatan pengiriman.
  3. Perbaikan Proses Produksi
    Implementasi Manufacturing Planning and Scheduling yang lebih ketat dapat membantu mengurangi waktu produksi dan meningkatkan produktivitas tenaga kerja.
  4. Penerapan Safety Stock
    Untuk mengatasi keterlambatan bahan baku, perusahaan disarankan untuk menyiapkan stok cadangan agar produksi tetap berjalan tanpa gangguan.
  5. Distribusi Berbasis Permintaan
    Perusahaan perlu menyelaraskan jadwal produksi dan distribusi dengan pola permintaan pelanggan agar pengiriman lebih tepat waktu.

Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa model SCOR dapat digunakan untuk mengidentifikasi kelemahan dalam rantai pasok dan memberikan strategi perbaikan yang tepat. Evaluasi kinerja CV. PT menunjukkan bahwa perusahaan masih berada dalam kategori rata-rata dengan beberapa area yang perlu ditingkatkan, terutama dalam hal akurasi dokumentasi, efisiensi produksi, dan ketepatan waktu pengiriman.

Dengan menerapkan strategi yang direkomendasikan, perusahaan dapat meningkatkan efisiensi rantai pasoknya, mengurangi pemborosan, serta meningkatkan kepuasan pelanggan. Industri batik sebagai bagian dari ekonomi kreatif Indonesia dapat memperoleh manfaat besar dari optimasi rantai pasok berbasis model SCOR, sehingga lebih kompetitif di pasar global.

Sumber : Susanto, N., Purwaningsih, R., Rumita, R., & Septia, E. Supply Chain Performance Measurement with Supply Chain Operation References Approach (A Case Study in a Batik Company). Proceedings of the International Conference on Industrial Engineering and Operations Management, Sao Paulo, Brazil, 2021.

 

Selengkapnya
Optimalisasi Kinerja Rantai Pasok dengan Model SCOR: Studi Kasus Industri Batik
« First Previous page 107 of 865 Next Last »