Design-Build: Evolusi Strategis dalam Dunia Infrastruktur AS
Selama lebih dari tiga dekade, badan transportasi di Amerika Serikat telah bereksperimen dengan berbagai metode pengadaan inovatif untuk merespons tekanan biaya, waktu, dan kualitas proyek jalan raya. Salah satu pendekatan paling menonjol adalah design-build (D-B), sebuah metode di mana proses desain dan konstruksi dipadukan dalam satu kontrak. Ini berbeda dari metode tradisional design-bid-build (D-B-B) yang memisahkan kontrak desain dan konstruksi.
Laporan ini disusun sebagai kewajiban legislatif di bawah TEA-21 (Transportation Equity Act for the 21st Century), khususnya Pasal 1307(f), untuk mengevaluasi efektivitas metode D-B. Hasil studi ini menjadi penentu utama bagi masa depan penggunaan D-B secara luas dalam proyek infrastruktur AS, khususnya di bawah skema SEP-14.
Fokus dan Ruang Lingkup Studi
Tujuan Studi
-
Menilai pengaruh D-B terhadap kualitas, biaya, dan waktu proyek.
-
Menentukan tingkat desain awal yang sesuai sebelum pelelangan D-B.
-
Menilai dampaknya terhadap pelaku usaha kecil.
-
Meneliti unsur subjektivitas dalam kontrak D-B.
-
Menyusun rekomendasi untuk penyempurnaan prosedur D-B.
Cakupan Studi
-
Proyek yang masuk dalam program SEP-14 (Special Experimental Project No. 14).
-
140 proyek D-B yang telah diselesaikan hingga akhir 2002.
-
Dibandingkan dengan 17 proyek D-B-B yang serupa untuk menilai kinerja.
Hasil Studi: D-B vs D-B-B, Siapa Lebih Unggul?
Dampak terhadap Durasi Proyek
-
Pengurangan durasi proyek secara rata-rata: 14%.
-
Untuk fase konstruksi saja, D-B menghemat waktu hingga 13% dibanding D-B-B.
-
Penyebabnya antara lain:
-
Proses desain dan konstruksi berlangsung paralel.
-
Eliminasi proses lelang kedua.
-
Desain yang lebih mudah dikonstruksi.
-
Contoh ilustratif:
Jika proyek jalan raya dengan pendekatan D-B-B membutuhkan waktu 24 bulan, pendekatan D-B dapat memangkas waktu menjadi sekitar 20,6 bulan.
Dampak terhadap Biaya Proyek
-
Secara umum, pengurangan biaya rata-rata: 2,6%, meski variasinya sangat besar.
-
Proyek D-B lebih sensitif terhadap modifikasi desain oleh pihak ketiga.
-
Jumlah change order lebih sedikit dibanding D-B-B, tetapi nilai per unitnya lebih tinggi karena ukuran proyek yang lebih besar.
Catatan:
-
Klaim proyek pada D-B hampir nol, sedangkan D-B-B cenderung menghasilkan lebih banyak klaim litigatif.
Dampak terhadap Kualitas Proyek
-
Tingkat kepuasan lembaga kontraktor D-B setara atau lebih tinggi dibanding D-B-B.
-
D-B lebih unggul dalam kepatuhan terhadap spesifikasi teknis dan standar mutu.
-
Kualitas proyek sangat bergantung pada:
-
Metode seleksi (best value > low bid),
-
Ukuran proyek (semakin besar, semakin cocok D-B),
-
Persentase desain awal (lebih rendah lebih baik untuk D-B).
-
Faktor Kunci Keberhasilan Proyek D-B
Tingkat Desain Awal (Preliminary Design)
-
Idealnya, desain awal yang selesai sebelum pelelangan D-B tidak melebihi 30%.
-
Hanya 27% desain yang selesai rata-rata sebelum kontrak D-B dibuat.
-
Alasannya? Semakin rendah persentase desain awal, semakin tinggi fleksibilitas dan kreativitas kontraktor dalam optimalisasi desain dan konstruksi.
Dampak pada Usaha Kecil
-
Tidak ditemukan bukti bahwa D-B mendiskriminasi pelaku usaha kecil.
-
Justru ada indikasi peningkatan partisipasi sebagai subkonsultan desain.
-
Namun, beban syarat kelayakan dan bonding sering menjadi penghalang untuk bertindak sebagai kontraktor utama.
Subjektivitas dalam Pemilihan Kontrak D-B
-
D-B memungkinkan seleksi berbasis best value, bukan hanya low bid.
-
Faktor-faktor yang dinilai mencakup:
-
Tim proyek,
-
Rencana manajemen mutu,
-
Pengalaman,
-
Inovasi desain.
-
-
Best value gaining popularity, karena lebih fleksibel dan mempertimbangkan kualitas dibanding hanya harga.
Rekomendasi FHWA untuk Masa Depan
Strategi Penerapan D-B yang Efektif
-
Gunakan kriteria performa, bukan spesifikasi teknis rigid.
-
Pertahankan desain awal <30% untuk memberi ruang inovasi.
-
Terapkan metode seleksi best value daripada lowest bid.
-
Sediakan pelatihan menyeluruh bagi kontraktor dan pengelola proyek.
Kembangkan dokumen panduan dan standar nasional (contoh: NCHRP).
Kritik & Implikasi Praktis
Kelebihan Studi:
-
Skala nasional, berbasis data proyek nyata.
-
Melibatkan lebih dari 60 proyek dan 30 negara bagian.
-
Memberikan peta jalan konkret untuk adopsi D-B.
Kekurangan:
-
Jumlah proyek D-B-B pembanding sangat terbatas.
-
Tidak menyertakan proyek pasca 2002, padahal tren D-B meningkat drastis setelahnya.
-
Belum menyentuh aspek keberlanjutan dan integrasi teknologi seperti BIM.
Penutup: Design-Build Sebagai Pilar Baru Infrastruktur Modern
Laporan ini memberikan dasar kuat bahwa metode design-build mampu menjadi tulang punggung pengadaan proyek jalan raya yang cepat, efisien, dan berkualitas di Amerika Serikat. Meski bukan tanpa tantangan, ketika dipilih dan dikelola secara bijak — terutama untuk proyek bernilai besar dan kompleks — D-B memberikan keunggulan kompetitif nyata.
Sebagaimana diungkapkan oleh Florida DOT:
“Tanpa design-build, kami tidak akan mampu merespons tuntutan stimulus ekonomi Presiden dan Gubernur. Program ini sangat bermanfaat.”
Bagi negara berkembang seperti Indonesia, di mana urgensi pembangunan infrastruktur begitu tinggi, temuan ini layak menjadi rujukan untuk mengadaptasi metode D-B dalam skala nasional — tentu dengan modifikasi kontekstual terhadap regulasi, sumber daya, dan kesiapan kelembagaan.
Sumber
Design-Build Effectiveness Study – As Required by TEA-21 Section 1307(f)
Federal Highway Administration (2006)
Tautan resmi: https://www.fhwa.dot.gov/programadmin/contracts/sep14a.htm