Mengapa Isu Keberlanjutan dalam Perencanaan Proyek Begitu Krusial?
Dalam dunia konstruksi modern, tekanan untuk menjalankan proyek secara efisien dan bertanggung jawab terhadap lingkungan semakin tinggi. Di tengah krisis iklim dan urbanisasi yang cepat, pendekatan konstruksi berkelanjutan bukan hanya tren, tapi sebuah keniscayaan. Khususnya pada tahap perencanaan — di mana visi proyek dirumuskan — keputusan yang diambil akan menentukan seberapa ramah lingkungan dan inklusif hasil akhirnya.
Dalam konteks inilah skripsi Nur Afifah Tri Ramadhani Surahman mengambil posisi penting. Melalui studi pada proyek Polder Green Garden di Jakarta, peneliti mengevaluasi seberapa dalam prinsip keberlanjutan tertanam dalam perencanaan proyek design and build, dan bagaimana kriteria keberlanjutan tersebut diprioritaskan dengan pendekatan Analytic Hierarchy Process (AHP).
Polder Green Garden: Proyek Strategis Pengendali Banjir
Polder Green Garden bukan sembarang proyek. Ia dibangun sebagai solusi sistemik atas banjir yang kerap melanda kawasan Kedoya Utara, Jakarta Barat, terutama saat luapan Kali Angke dan Mookervart tak lagi terbendung. Dengan sistem drainase tertutup dan pompa raksasa, polder ini menjadi bagian dari infrastruktur krusial ibukota.
Namun yang menarik, pembangunan polder ini tidak hanya ditujukan untuk fungsi teknis, tetapi juga mulai mengadopsi prinsip-prinsip keberlanjutan dalam desainnya — mulai dari partisipasi masyarakat hingga konservasi sumber daya.
Metodologi: Menyusun Hirarki Prioritas Keberlanjutan
Mengapa AHP?
Analytic Hierarchy Process (AHP) dipilih sebagai metode karena mampu memetakan kompleksitas pengambilan keputusan multikriteria. Melalui perbandingan berpasangan (pairwise comparison), AHP memudahkan peneliti menentukan prioritas dari berbagai aspek sosial, lingkungan, dan ekonomi secara kuantitatif.
Sumber Data
-
Sumber primer: Kuesioner kepada para profesional proyek
-
Sumber sekunder: Regulasi seperti Permen PUPR No. 9 Tahun 2021 tentang Konstruksi Berkelanjutan
Hasil: Apa yang Paling Penting dalam Perencanaan Berkelanjutan?
Dari hasil AHP, bobot terbesar justru berasal dari aspek yang selama ini sering diabaikan: Kenyamanan dan Kesehatan (0.40). Artinya, desain proyek yang memperhatikan kualitas udara, pencahayaan, aksesibilitas, dan kenyamanan pengguna menempati prioritas tertinggi.
Catatan Penting:
-
Sub-kriteria seperti konservasi air, energi, dan partisipasi masyarakat memiliki bobot yang kecil (0.01–0.02).
-
Namun, meskipun bobotnya kecil, elemen-elemen ini tetap wajib hadir untuk mencapai triple bottom line keberlanjutan: sosial, ekonomi, dan lingkungan.
Tinjauan Kritis: Apakah Sudah Cukup?
Kelebihan Penelitian:
-
Menggunakan AHP untuk memetakan prioritas keberlanjutan secara kuantitatif
-
Berbasis pada proyek nyata dengan tantangan kompleks (banjir perkotaan)
-
Memperhatikan peraturan nasional dan lokal dalam sektor konstruksi berkelanjutan
Kritik dan Saran:
-
Belum menyentuh aspek digital seperti BIM untuk mendukung keputusan berbasis data
-
Perlu studi lanjutan pada fase implementasi dan operasional (post-occupancy)
-
Disarankan menambahkan dimensi resilience terhadap perubahan iklim, bukan sekadar keberlanjutan
Implikasi Nyata: Apa yang Bisa Diambil dari Studi Ini?
Bagi Pemerintah:
-
Harus memperkuat regulasi teknis dalam pengadaan D&B agar menekankan aspek keberlanjutan
-
Perlu mendorong integrasi perencanaan partisipatif dalam proyek-proyek publik
Bagi Profesional:
-
Tim perencana harus mulai menjadikan kenyamanan pengguna dan interaksi sosial sebagai bagian dari KPI proyek
-
Manajemen proyek harus menggunakan AHP atau metode serupa untuk memprioritaskan sumber daya
Bagi Dunia Akademik:
-
Studi ini membuka jalan bagi riset kuantitatif lanjutan tentang keberlanjutan berbasis fase proyek
-
Menawarkan model aplikatif berbasis data untuk mengevaluasi aspek non-teknis dalam proyek infrastruktur
Perbandingan dengan Studi Lain
Penelitian ini menguatkan temuan dari Aghimien et al. (2019) yang menunjukkan bahwa keberlanjutan dalam tahap perencanaan jauh lebih menentukan daripada implementasi teknis semata. Namun skripsi ini melangkah lebih jauh dengan memasukkan konteks lokal (Jakarta) dan skenario aktual (pengendalian banjir), menjadikannya sangat relevan bagi tata kota tropis.
Kesimpulan: Perencanaan adalah Pondasi Keberlanjutan
Keberlanjutan dalam proyek konstruksi bukan hanya soal panel surya atau toilet hemat air. Ia harus dimulai dari perencanaan — ketika keputusan besar tentang orientasi bangunan, desain tapak, material, dan sistem utilitas diambil.
Melalui penelitian ini, jelas bahwa proyek design and build seperti Polder Green Garden tidak hanya bisa efisien secara teknis, tapi juga dapat mengadopsi nilai-nilai keberlanjutan yang kuat sejak awal. Asalkan, prioritasnya diletakkan pada apa yang benar-benar penting: manusia, lingkungan, dan nilai ekonomi jangka panjang.
Sumber
Surahman, N. A. T. R. (2023). Penerapan Konstruksi Berkelanjutan pada Tahapan Perencanaan pada Kontrak Rancang dan Bangun (Studi Kasus: Proyek Polder Green Garden Wilayah DKI Jakarta). Skripsi, Universitas Hasanuddin.