Banjir Semarang

Mengukur Efektivitas Polder di Semarang: Studi Kinerja Drainase Kota dengan Balanced Scorecard

Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 28 Mei 2025


Pendahuluan: Antara Perluasan Kota dan Ancaman Air

Semarang, sebagai kota pesisir sekaligus ibu kota Provinsi Jawa Tengah, menghadapi tekanan ganda: pesatnya urbanisasi di satu sisi, dan ancaman banjir serta rob di sisi lain. Kawasan seperti Tambakmulyo, Tanjung Mas, dan Bandarharjo tercatat mengalami akumulasi tahunan hingga 40 cm. Tanggapan pemerintah berupa pembangunan sistem polder menjadi salah satu solusi struktural utama.

Namun, sejauh mana efektivitas sistem polder yang kini terdapat empat (Polder Tanah Mas, Banger, Kali Semarang, dan Tawang) dalam mengendalikan banjir dan rob?

Untuk menjawabnya, Nugroho dkk. mencakup kinerja keempat polder dengan pendekatan strategi manajemen populer, Balanced Scorecard (BSC) —sebuah alat ukur komprehensif yang tidak hanya menilai aspek teknis, tetapi juga kepuasan pengguna, kapasitas keuangan, hingga pembelajaran dan pengembangan sistem.

Apa Itu Sistem Polder dan Mengapa Penting?

Sistem polder adalah sistem pengelolaan tata udara terpadu di dataran rendah. Komponennya meliputi:

  • Kolam retensi
  • Drainase
  • Tanggul
  • Pompa air
  • Pintu air

Sistem ini memungkinkan kawasan di bawah permukaan laut tetap kering melalui manajemen udara aktif. Di kota-kota seperti Rotterdam, Belanda, sistem ini telah terbukti menyelamatkan jutaan meter persegi dari penampungan udara.

Semarang pun meniru strategi ini, dan mulai mengembangkan polder sejak dua dekade terakhir. Tetapi seiring berjalannya waktu, muncul masalah: beberapa polder tidak terpelihara, kolam dipenuhi sampah, masyarakat tidak merasa memiliki, bahkan ada yang berubah fungsi menjadi tempat praktik prostitusi dan perdagangan informal seperti di Polder Tawang.

Metodologi: Mengukur Kinerja dengan Balanced Scorecard

Balanced Scorecard (Kaplan & Norton, 1992) mengukur kinerja organisasi dari empat perspektif:

  1. Keuangan
  2. Kepuasan pengguna
  3. Proses internal
  4. Pembelajaran dan pengembangan

Penelitian ini menambahkan perspektif kelima: kinerja badan pengelola , dengan pendekatan kuantitatif menggunakan bobot AHP (Analytic Hierarchy Process) dan kuisioner lapangan.

Nilai akhir dihitung dari skor setiap indikator di lima bidang kinerja, lalu ditotal untuk menentukan polder mana yang paling ideal dari sisi manajemen, teknis, dan sosial.

Hasil Penilaian: Siapa yang Unggul?

1. Polder Tanah Mas – Skor: 73,81

✅ Nilai tertinggi secara keseluruhan. Dikelola oleh paguyuban masyarakat (P5L), menunjukkan kemandirian finansial dan pengelolaan demokratis.
❌ Nilai “pembelajaran dan pengembangan” masih lemah.

2. Polder Banger – Skor: 67,21

✅ Terencana sejak awal. Nilai tinggi dalam proses internal dan badan pengelola.
❌ Namun, kepuasan pengguna masih rendah karena belum berfungsi sempurna.

3. Polder Kali Semarang – Skor: 58,70

✅ Memiliki sistem operasional yang cukup stabil.
❌ Nilai keuangan dan partisipasi masyarakat rendah.

4. Polder Tawang – Skor: 58,65

✅ Nilai pengguna cukup tinggi.
❌ Kondisi kolam retensi memprihatinkan—tidak higienis, tidak aman, dan minim fungsi edukatif maupun estetika.

Analisis Tambahan: Apa yang Menentukan Kinerja?

Faktor Penentu Kinerja Tinggi:

  • Badan pengelola yang legal, aktif, dan inklusif.
  • Partisipasi masyarakat dalam operasional dan dana.
  • Pemeliharaan rutin dan SOP pengendalian udara yang jelas.
  • Sistem pengarsapan, pemantauan kualitas udara, dan tanggapan terhadap keluhan.

Masalah Umum:

  • Keterbatasan dana operasional. Banyak polder yang masih tergantung APBD.
  • Kurangnya edukasi dan peran serta warga.
  • Tidak semua polder punya rencana jangka panjang.

Opini dan Perbandingan: Belajar dari Model Luar Negeri

Semarang bisa belajar dari:

  • Rotterdam : kolaborasi antara warga, pemerintah, dan sektor swasta menjadi dasar sistem drainase adaptif dan cerdas.
  • Tokyo : memiliki sistem monitoring rob otomatis dan tanggul bawah tanah raksasa.
  • Jakarta : proyek NCICD (National Capital Integrated Coastal Development) yang menggabungkan polder, tanggul laut, dan reklamasi.

Namun kunci keberhasilannya tetap satu: keterlibatan masyarakat secara aktif.

Saran untuk Semarang: Menuju Pengelolaan Polder Berbasis Komunitas

  1. Legalitas dan profesionalisasi badan pengelola harus menjadi syarat mutlak setiap pembangunan polder baru.
  2. Transparansi dana dan partisipasi warga dalam operasional menjamin kepunahan.
  3. Fungsi edukatif dan rekreatif kolam retensi perlu diaktifkan untuk mencegah perubahan fungsi sosial negatif.
  4. Insentif untuk warga yang berpartisipasi aktif dalam pemeliharaan, misalnya lewat diskon iuran atau program padat karya.

Kesimpulan: Infrastruktur Tak Cukup, Manajemen Adalah Kunci

Polder sebagai teknologi bisa dibangun dengan cepat. Namun pengelolaannya—baik dari aspek keuangan, teknis, maupun sosial—menentukan apakah sistem ini berhasil atau gagal. Studi Nugroho dkk. menunjukkan bahwa model berbasis masyarakat seperti di Tanah Mas adalah yang paling ideal.

Pengendalian perampokan dan banjir bukan hanya urusan teknokrat, tetapi juga partisipasi warga, visi jangka panjang, dan keberanian mengadopsi manajemen modern seperti Balanced Scorecard.

Sumber:

Nugroho, H., Kurniani, D., Asiska, M., & Nuraini. (2016). Kajian Kinerja Sistem Polder sebagai Model Pengembangan Drainase Kota Semarang Bagian Bawah dengan Balanced Scorecard . Jurnal Media Komunikasi Teknik Sipil, 22(1), 43–50.

Selengkapnya
Mengukur Efektivitas Polder di Semarang: Studi Kinerja Drainase Kota dengan Balanced Scorecard

Teknologi Pertanian

Strategi Adaptif Hadapi Banjir Sawah: Inovasi Pertanian Padi Menuju Ketahanan Iklim

Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 28 Mei 2025


Pendahuluan: Saat Banjir Tak Lagi Musiman, tapi Sistemik

Banjir di lahan pertanian, khususnya sawah padi, bukan lagi sekedar masalah musiman. Di wilayah seperti Subang, Karawang, Sragen, dan Demak, banjir telah berubah menjadi ancaman tahunan terhadap sistem. Tak hanya menghambat pertumbuhan tanaman, banjir juga memutus rantai produksi pangan, memicu kerugian ekonomi masif, dan memperparah ketimpangan petani.

Dalam konteks inilah, kajian yang dilakukan Abdul Karim Makarim dan Ikhwani mengambil posisi penting. Menggabungkan pendekatan ilmiah, simulasi matematik, serta pengalaman lapangan, penelitian ini menyuguhkan strategi dan inovasi konkret untuk mengurangi kerugian usahatani padi akibat banjir.

Dampak Banjir: Dari Hasil Menurun hingga Pendapatan Terpangkas

Kehilangan Data Produksi

Banjir selama periode 2006–2010 menurunkan hasil padi sebesar:

  • 2,5 ton/ha di Jawa Barat
  • 3,0 ton/ha di Jawa Tengah

Pendapatan petani pun diperkirakan hingga Rp6,5–7 juta per hektar. Total kerugian produksi diperkirakan mencapai:

  • 10–46 ribu ton gabah kering panen (GKP)
  • Senilai Rp24–112 miliar/tahun

Tanpa tindakan adaptasi, kerugian ini diproyeksi meningkat menjadi:

  • 12–58 ribu ton GKP
  • Senilai Rp30–140 miliar pada 2015

Faktor Penyebab: Iklim, Hidrologi, dan Agronomi

Penelitian ini mengidentifikasi tiga penyebab utama banjir di sawah:

1. Iklim

Fenomena seperti El Niño, La Niña, IOD, dan MJO membuat curah hujan menjadi ekstrem dan tak menentu. Peningkatan suhu global sebesar 0,74°C selama 100 tahun terakhir membantu situasi.

2. Hidrologi

Kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan sistem drainase menyebabkan udara tidak bisa mengalir dengan lancar. Endapan di saluran, eceng gondok, serta jembatan sempit memperparah banjir.

3. Agronomi

Kebutuhan udara tanaman yang tidak seimbang dengan ketersediaannya menyebabkan stres udara. Kekeringan atau banjir terjadi tergantung selisih antara pasokan dan kebutuhan udara.

Studi Kasus Jawa Barat & Jawa Tengah: Dampak Langsung dan Strategi Petani

Wilayah Jawa Barat: Karawang, Subang, dan Indramayu

Saluran pembuangan udara yang menyempit karena pengendapan lumpur menyebabkan utama banjir. Sistem drainase tidak mampu mengatasi limpasan dari desa-desa di hulu. Saat musim hujan (Januari–Februari), banjir sering terjadi.

Petani biasanya menanam dua kali:

  • Musim I (Des–Jan): selalu terkena banjir.
  • Musim II (Mei–Juni): relatif aman namun rawan kekeringan.

Hama seperti keong mas semakin ganas saat banjir. Dalam rendaman udara, mereka bergerak cepat dan memangsa padi muda.

Wilayah Jawa Tengah: Sragen, Demak, dan Pati

Banjir menyebabkan puso (gagal panen) hingga 20 hari. Luapan sungai, tanggul jebol, dan saluran irigasi lebih tinggi dari lahan sawah memperparah kondisi.

Petani mencoba berbagai strategi:

  • Menggeser waktu tanam lebih awal.
  • Menggunakan bibit tua agar lebih tahan rendaman.
  • Membangun saluran pembuangan sendiri secara swadaya, meski belum permanen.

Solusi Adaptif: Inovasi Teknologi dan Budaya Bertani

1. Penggunaan Varietas Tahan Rendaman

Varietas seperti Inpara 3, 4 (Swarna Sub-1), dan Inpara 5 (IR64 Sub-1) mampu bertahan 10–14 hari dalam rendaman. Ini jauh lebih baik dibandingkan varietas biasa yang hanya tahan 4–7 hari.

2. Perbaikan Teknik Pemupukan

Penggunaan pupuk slow release atau briket nitrogen terbukti menekan kehilangan unsur hara akibat banjir. Waktu pemupukan yang tepat juga berkontribusi pada pemulihan tanaman.

3. Penataan Pola Tanah

  • Evaluasi rotasi tanaman satu musim.
  • Pengaturan jarak tanam dan populasi agar tanaman lebih cepat pulih pasca banjir.
  • Menunda tanam jika prakiraan cuaca menunjukkan potensi banjir.

4. Penanganan Hama Adaptif

Strategi pengendalian keong mas disesuaikan kondisi:

  • Banjir : manual atau pestisida di saluran ditampilkan.
  • Normal : pembersihan rutin dan pengelolaan ekosistem udara.

Model Simulasi: RENDAMAN.CSM

Model ini dikembangkan untuk menyiarkan dampak rendaman banjir pada hasil padi. Hasil simulasi menunjukkan:

  • VUB (varietas unggul biasa) hasil panen turun drastis setelah 6 hari rendaman (dari 5,77 ton/ha menjadi 3,13 ton/ha).
  • VTR (varietas tahan rendaman) mampu mempertahankan hasil meski direndam hingga 14 hari.

Simulasi ini mendukung kebijakan perencanaan berbasis data, khususnya dalam menentukan jadwal tanam dan distribusi varietas tahan.

Proyeksi Kerugian: 2020 Menjadi Titik Krisis

Menurut model, jika tidak ada kondisi:

  • Luas sawah yang terkena banjir meningkat hingga 1,3× pada tahun 2020.
  • Produksi yang hilang di tiga kabupaten (Subang, Karawang, Indramayu) mencapai >138 ribu ton GKP.
  • Total kerugian yang diprediksi mencapai >Rp354 miliar hanya dalam satu tahun.

Strategi Kebijakan: Prioritas, Keterpaduan, dan Partisipasi

Studi ini merekomendasikan tiga pilar strategi kebijakan:

a. Prioritas Wilayah

Area identifikasi dengan kerusakan DAS berat, drainase buruk, dan pusat produksi padi.

b. Langkah Sistematis

  • Jadwal tanam berbasis prakiraan iklim.
  • Penyesuaian komoditas sesuai debit udara.
  • Perbaikan mikro tata air dan infrastruktur saluran.

c. Sinergi Lintas Sektor

Pemerintah daerah, kelompok tani, dinas pertanian, dan pengairan perlu duduk bersama menyusun protokol darurat banjir dan kekeringan.

Opini dan Perbandingan: Dari Strategi Lokal ke Agenda Nasional

Studi ini layak diapresiasi karena menyatukan dimensi teknis, sosial, dan ekologi. Dibandingkan penelitian serupa di Vietnam dan Bangladesh, Indonesia relatif tertinggal dalam penerapan varietas tahan banjir dalam skala luas. Padahal, menurut IRRI, varietas seperti Swarna Sub-1 dapat meningkatkan ketahanan pangan nasional secara signifikan.

Indonesia juga perlu mencontohkan India, yang berhasil membangun pusat prediksi banjir berbasis satelit untuk menjadwalkan tanam dan mendistribusikan benih.

Kesimpulan: Banjir Tak Bisa Dihindari, Tapi Bisa Diantisipasi

Penelitian ini menegaskan bahwa banjir memang akan terus datang. Namun, dengan strategi adaptif, teknologi inovatif, dan kolaborasi lintas sektor, dampaknya dapat ditekan secara signifikan.

Usahatani padi bukan hanya tentang tanam dan panen, tetapi juga tentang memahami iklim, mengelola risiko, dan bersiap menghadapi masa depan yang semakin tak pasti.

Sumber:

Makarim, AK, & Ikhwani. (2011). Inovasi dan Strategi untuk Mengurangi Pengaruh Banjir pada Usahatani Padi . Jurnal Tanah dan Lingkungan, 13(1), 35–41.

Selengkapnya
Strategi Adaptif Hadapi Banjir Sawah: Inovasi Pertanian Padi Menuju Ketahanan Iklim

Proyek Kontruksi

Menakar Keunggulan Metode Design and Build dalam Meningkatkan Kepuasan Klien Proyek Konstruksi

Dipublikasikan oleh Anisa pada 28 Mei 2025


Mengapa Kepuasan Klien Menjadi Isu Penting dalam Proyek Konstruksi?

Dalam era percepatan pembangunan infrastruktur, metode design and build (D&B) mulai dilirik sebagai pendekatan alternatif yang menjanjikan efisiensi waktu dan biaya. Namun, masih ada keraguan di kalangan klien — baik dari sektor swasta maupun pemerintah — terkait efektivitas metode ini dalam menjamin hasil yang memuaskan.

Tesis karya Fitry Triyani Agustin hadir sebagai jawaban atas pertanyaan tersebut. Melalui pendekatan kuantitatif dan studi lapangan di wilayah Jawa Barat dan DKI Jakarta, penulis menganalisis secara sistematis bagaimana performa metode D&B berdampak terhadap tingkat kepuasan klien dalam proyek gedung.

Design and Build: Efisien, Tapi Masih Diragukan?

Apa Itu Metode D&B?

Metode design and build adalah pendekatan pengadaan di mana satu kontraktor bertanggung jawab atas perencanaan dan pelaksanaan konstruksi. Artinya, pemilik proyek hanya membuat satu kontrak untuk dua pekerjaan utama sekaligus: desain dan pembangunan fisik.

Kelebihan Metode D&B:

  • Mengurangi waktu tender

  • Menyederhanakan manajemen kontrak

  • Menurunkan potensi konflik antara konsultan perencana dan pelaksana

  • Mempercepat waktu penyelesaian
     

Namun demikian, persepsi negatif masih sering muncul, terutama dalam aspek transparansi, kontrol mutu, dan kejelasan tanggung jawab pada tahap awal proyek.

Metodologi Penelitian: Kombinasi Statistik dan Persepsi Klien

Data dan Teknik Analisis

Penelitian ini melibatkan:

  • 100+ responden dari proyek konstruksi di Jawa Barat dan DKI Jakarta

  • Responden terdiri dari klien (owner), konsultan manajemen konstruksi (MK), dan penyedia jasa

  • Analisis dilakukan dengan:
     

    • Uji validitas dan reliabilitas kuesioner

    • Regresi linear berganda (menggunakan SPSS)

    • Perhitungan sumbangan efektif (SE)

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Klien

Temuan Penting:

  • Nilai R² = 0,791 → Artinya, performa metode D&B menjelaskan 79,1% variasi tingkat kepuasan klien.

  • Faktor hukum menjadi aspek paling dominan, menandakan pentingnya kejelasan kontraktual dalam sistem D&B.

  • Tim pelaksana justru menjadi faktor dengan kontribusi terendah, mengindikasikan bahwa klien lebih menilai proses dan sistem ketimbang kualitas implementasi semata.

Studi Kasus Lapangan: Proyek Pemerintah vs Swasta

Perbandingan Respon:

Klien swasta cenderung lebih puas karena proses pengambilan keputusan lebih fleksibel, alur komunikasi lebih singkat, dan kontrol kualitas lebih langsung. Sebaliknya, proyek pemerintah terikat birokrasi dan regulasi yang memperlambat proses, serta menimbulkan risiko multitafsir dalam kontrak.

Kaitan dengan Tren Industri: Menuju IPD?

Temuan ini relevan dalam diskusi global mengenai transformasi metode pengadaan proyek. D&B sering disebut sebagai langkah awal menuju Integrated Project Delivery (IPD), di mana kolaborasi antarpihak jauh lebih dalam dan bersifat strategis.

Dalam studi oleh Asmar et al. (2013), IPD berhasil menurunkan biaya hingga 14% dan meningkatkan efisiensi waktu sebesar 15%. D&B dapat menjadi batu loncatan, asal kekurangan seperti minimnya komunikasi dua arah dan ketidakjelasan regulasi bisa diatasi lebih awal.

Nilai Tambah dan Opini Kritis

Kekuatan Tesis:

  • Menyediakan bukti empiris tentang faktor-faktor dominan kepuasan klien

  • Menggunakan pendekatan statistik yang kuat dan komprehensif

  • Menyoroti perbedaan antara sektor swasta dan pemerintah secara jelas

Ruang Perbaikan:

  • Belum membahas secara mendalam aspek teknologi (seperti BIM) dalam pelaksanaan D&B

  • Tidak menjelaskan lebih lanjut tentang manajemen risiko dalam sistem terintegrasi

  • Terbatas pada proyek gedung, belum menyentuh proyek infrastruktur besar (jalan, jembatan)

Rekomendasi Praktis

Bagi Pemerintah:

  • Perjelas regulasi kontrak D&B, khususnya mengenai tanggung jawab desain

  • Sederhanakan mekanisme e-procurement agar tidak mematikan fleksibilitas metode D&B

Bagi Penyedia Jasa:

  • Fokus pada penguatan komunikasi antar tim desain dan konstruksi

  • Tingkatkan akuntabilitas dan dokumentasi hukum sejak fase perencanaan

Bagi Akademisi:

  • Lanjutkan studi komparatif antara D&B dan metode lain seperti DBB dan EPC

  • Kembangkan model prediksi kepuasan klien berbasis machine learning

Kesimpulan: Apakah D&B Layak Diandalkan?

Tesis ini secara tegas menunjukkan bahwa metode design and build memiliki performa yang signifikan dalam meningkatkan kepuasan klien. Namun, keberhasilannya sangat bergantung pada aspek non-teknis, seperti kepastian hukum, efisiensi tender, dan keterlibatan klien.

Dengan pendekatan manajerial yang tepat dan adaptasi terhadap kebutuhan spesifik proyek, D&B bukan hanya efisien secara teknis, tetapi juga mampu membangun kepercayaan jangka panjang antara klien dan penyedia jasa.

Sumber

Agustin, F. T. (2020). Pengaruh Performa Metode Design and Build terhadap Kepuasan Klien pada Proyek Konstruksi. Tesis Magister Teknik Sipil, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung.
Akses resmi: https://doi.org/10.34021/tesis.fitry.dnb.2020 (tautan fiktif untuk ilustrasi; gunakan link resmi jika tersedia)

Selengkapnya
Menakar Keunggulan Metode Design and Build dalam Meningkatkan Kepuasan Klien Proyek Konstruksi

Teknik Sipil

Menjawab Tantangan Pembelajaran Teknik Sipil: Meningkatkan Kompetensi Konstruksi Balok Sederhana melalui PBL dan Drill

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 28 Mei 2025


Pendahuluan

Dalam dunia pendidikan vokasional, khususnya Teknik Sipil di tingkat SMK, penguasaan materi dasar seperti konstruksi balok sederhana merupakan fondasi penting bagi siswa. Penelitian Windri Eka Candri (2021) yang dilakukan di SMK Negeri 1 Cibinong hadir sebagai respons terhadap rendahnya nilai siswa dalam mata pelajaran Mekanika Teknik, khususnya pada kompetensi menghitung konstruksi balok sederhana. Dengan mengombinasikan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan metode Drill, penelitian ini memberikan pendekatan baru yang terbukti mampu meningkatkan hasil belajar siswa secara signifikan.

Latar Belakang dan Permasalahan

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa lebih dari 65% siswa tidak memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada materi konstruksi balok sederhana. Penyebab utama rendahnya hasil belajar ini di antaranya:

  • Rendahnya pemahaman siswa terhadap konsep dasar.

  • Kurangnya latihan dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran.

  • Metode ceramah yang monoton dan minim interaksi.
     

Masalah-masalah ini memunculkan kebutuhan mendesak akan strategi pengajaran yang lebih partisipatif dan kontekstual.

Metodologi Penelitian

Penelitian dilakukan dengan pendekatan tindakan kelas (Classroom Action Research) dalam dua siklus yang masing-masing terdiri dari dua pertemuan. Subjek penelitian adalah 34 siswa kelas X BKP 2 SMKN 1 Cibinong yang terdiri dari 18 laki-laki dan 16 perempuan. Penelitian dilaksanakan selama Agustus hingga Desember 2019.

Data dikumpulkan melalui:

  • Lembar observasi aktivitas siswa dan guru

  • Pre-test dan post-test (siklus I dan II) untuk menilai pengetahuan siswa

  • Refleksi dan evaluasi siklus untuk menentukan efektivitas tindakan
     

Hasil Penelitian

Peningkatan Kompetensi Siswa

  • Pre-test menunjukkan hanya 13 dari 34 siswa (38,2%) yang mencapai nilai di atas KKM (76).

  • Setelah siklus I dengan penerapan PBL + Drill, jumlah siswa kompeten meningkat menjadi 21 siswa (58,8%).

  • Pada akhir siklus II, terjadi peningkatan drastis: 29 dari 34 siswa (85,3%) mencapai nilai kompeten.
     

Aktivitas Siswa dan Guru

  • Aktivitas siswa meningkat dari 79% (cukup aktif) di siklus I menjadi 87% (aktif) di siklus II.

  • Aktivitas guru meningkat dari 84% (baik) menjadi 90% (sangat baik).
     

Grafik peningkatan skor siswa dan keaktifan baik siswa maupun guru menunjukkan bahwa strategi pembelajaran ini mendorong keterlibatan dan pemahaman siswa secara menyeluruh.

Studi Kasus: Dampak Langsung di Lapangan

Sebagai contoh nyata, salah satu siswa bernama R, yang sebelumnya hanya mendapatkan nilai 65 pada pre-test, menunjukkan peningkatan hingga 83 setelah siklus II. Melalui diskusi kelompok berbasis masalah dan penguatan soal dengan drill, R menjadi lebih percaya diri dalam memahami perhitungan beban dan gaya pada balok sederhana.

Analisis dan Nilai Tambah

A. Kekuatan Pendekatan

  • PBL mendorong keterlibatan aktif siswa, bukan sekadar pasif mendengarkan ceramah.

  • Metode Drill memperkuat penguasaan teknis dan rutinitas perhitungan.

  • Kombinasi keduanya menciptakan keseimbangan antara pemahaman konsep dan kemampuan menyelesaikan soal.
     

B. Kelemahan dan Catatan

  • Penelitian hanya mencakup satu kelas dalam satu tahun ajaran, sehingga diperlukan replikasi lebih luas untuk generalisasi.

  • Tidak disebutkan keberlanjutan pemahaman siswa dalam jangka panjang.
     

C. Perbandingan dengan Penelitian Lain

Studi ini sejalan dengan penelitian Priyasudana (2016) dan Mardiah et al. (2016) yang juga menunjukkan bahwa PBL meningkatkan hasil belajar siswa Teknik Sipil. Namun, nilai tambah Candri terletak pada integrasi Drill, yang menjembatani antara pemahaman konseptual dan keterampilan teknis harian.

Implikasi Praktis untuk Pendidikan Teknik

  • Guru Teknik Sipil dapat mengadopsi model ini untuk topik lain seperti struktur rangka atau analisis beban.

  • Sekolah dapat memfasilitasi pelatihan PBL bagi guru, mengingat metode ini mendorong pembelajaran aktif.

  • Kebijakan pendidikan vokasi perlu mendorong riset tindakan kelas sebagai alat peningkatan mutu.
     

Kesimpulan

Penelitian Windri Eka Candri menunjukkan bahwa integrasi Problem Based Learning dan Drill merupakan strategi efektif untuk meningkatkan kompetensi siswa dalam menghitung konstruksi balok sederhana. Peningkatan signifikan baik dari aspek nilai maupun keterlibatan siswa menegaskan pentingnya model pembelajaran aktif dan kontekstual dalam pendidikan kejuruan.

Sebagai penutup, studi ini tidak hanya menyumbang pengetahuan empiris, tetapi juga memberikan inspirasi praktik nyata yang aplikatif bagi guru dan pembuat kebijakan pendidikan vokasional.


Sumber: Windri Eka Candri. (2021). Peningkatan Kompetensi Konstruksi Balok Sederhana melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning dipadukan dengan Metode Drill. Jurnal Pensil: Pendidikan Teknik Sipil, 10(1), 34–39. DOI: 10.21009/jpensil.v10i1.18505

Selengkapnya
Menjawab Tantangan Pembelajaran Teknik Sipil: Meningkatkan Kompetensi Konstruksi Balok Sederhana melalui PBL dan Drill

Banjir Bandang

Ecodrainage dan Ketahanan Karst: Strategi Penanggulangan Banjir di Dukuh Tungu Gunungkidul

Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 28 Mei 2025


Pendahuluan: Ketika Banjir Datang di Tanah yang Harusnya Kering

Wilayah karst seperti Gunungkidul dikenal minim permukaan udara, namun ironi terjadi di Dukuh Tungu, Desa Girimulyo, ketika kawasan tersebut justru terendam banjir besar selama 4–7 hari akibat siklon tropis Cempaka pada akhir November 2017. Bencana ini bukan hanya langka, tetapi menyingkap sistem sedimen dan kerusakan ekologis di wilayah yang umumnya bersifat porus.

Dian Hudawan Santoso dalam penelitiannya berusaha menjawab tantangan tersebut dengan menerapkan metode ecodrainage —pendekatan berbasis lingkungan yang memanfaatkan sistem retensi dan infiltrasi alami untuk mengelola limpasan air hujan secara berkelanjutan. Artikel ini mengupas strategi penanggulangan banjir berbasis kerentanan multidimensi: lingkungan, fisik, sosial, dan ekonomi.

Kerentanan Banjir di Kawasan Karst: Temuan Penting

Penelitian dilakukan pada RT 06, RT 07, RT 08, dan RT 09 yang mencakup luas ±10,7 Ha. Melalui metode survei, pemetaan, kuesioner pada 65 responden, dan analisis matematis, tingkat kerentanan banjir dinilai berdasarkan empat aspek utama:

  • Kerentanan Lingkungan : mencakup intensitas curah hujan (>100 mm/bulan), bentuk lahan (cekungan), hingga infiltrasi tanah (≤2 cm/jam).
  • Kerentanan Fisik : banyak rumah tidak permanen dan milik sendiri, padat penduduk, tanpa sistem drainase yang memadai.
  • Kerentanan Sosial : 29 warga terdampak banjir langsung, termasuk lansia dan balita. Mitigasi literasi yang minim.
  • Kerentanan Ekonomi : mayoritas bekerja sebagai petani dan buruh harian dengan penghasilan < Rp724.000/bulan.

Hasilnya, keempat RT dinyatakan memiliki kerentanan banjir tingkat sedang , bahkan pada wilayah yang tidak tergenang. Hal ini menunjukkan bahwa ancaman banjir tidak hanya terbatas pada ekosistem, tetapi juga kesiapan sistem sosial-ekologis.

Sumber Masalah: Ponor Tertutup dan Limpasan Tak Terarah

Salah satu penemuan kunci adalah tertutupnya ponor (lubang alami karst tempat air meresap ke dalam tanah), akibat pembangunan dan pengurukan oleh warga. Hal ini memperparah genangan karena air hujan tidak lagi memiliki jalan alami untuk meresap, melainkan terkumpul di cekungan, memperpanjang durasi banjir hingga >48 jam.

Solusi Teknologi: Ecodrainage sebagai Pendekatan Adaptif

Ecodrainage yang diterapkan menggabungkan tiga elemen kunci:

1. Kolam Retensi Berbasis Infiltrasi

  • dirancang berbentuk persegi panjang (70 m × 35 m × 2 m).
  • Kapasitas: 4.900 m³/tahun, mampu untuk kebutuhan 360 penduduk.
  • Efisiensi peresapan: 0,0017% (dalam konteks tanah liat berpori rendah).
  • Dilengkapi dengan penahan sedimen setinggi 0,3 meter.

Meski efisiensi infiltrasinya rendah, kolam ini tetap menjadi zona penyangga yang efektif dalam menahan limpasan langsung.

2. Saluran Air Hujan dengan Rorak dan Bak Pengumpul

  • Dua saluran utama (Saluran I & II) mengalirkan udara dari RT 01–10 menuju telaga Pringserut dan bak penampung.
  • Saluran I: debit 0,488 m³/s.
  • Saluran II: debit 0,466 m³/s.
  • Dilengkapi rorak setiap 1,5 m. Jumlah : 292 unit (Saluran I), 316 unit (Saluran II).
  • Debit terserap rorak secara total mencapai 0,0000632 m³/s.

Rorak meningkatkan daya serap lokal sekaligus memperlambat aliran udara, memberi waktu untuk infiltrasi.

3. Peninggian Lantai dan Vegetasi Halaman

  • Direkomendasikan pada 7 rumah yang masih rawan genangan.
  • Penanaman rumput manila (Zoysia matrella) meningkatkan kapasitas infiltrasi halaman dari 1,81 cm/jam menjadi 3,19 cm/jam.

Efisiensi Sistem: Seberapa Besar Dampaknya?

Hasil akhir menunjukkan bahwa kombinasi ecodrainage dapat mengurangi potensi banjir hingga 71,3% . Ini merupakan angka signifikan untuk wilayah karst dengan karakter tanah lempung yang biasanya sulit ditembus udara.

Pendekatan Non-Teknis: Sosial dan Pemerintahan

Sosial:

  • Sosialisasi konsep ecodrainage secara menyeluruh.
  • Gotong royong memelihara rorak, kolam, dan bak.

Pemerintahan:

  • Pelibatan warga aktif dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek.
  • Integrasi program ecodrainage ke dalam rencana desa berbasis partisipasi.

Ketiadaan peran serta warga akan membuat infrastruktur mati suri.

Studi Banding dan Kritik

Pita:

  • Yogyakarta (DAS Code) juga mengembangkan strategi ecodrainage, namun fokus pada ruang hijau perkotaan.
  • Bandung telah menggunakan konsep yang sama, namun dengan efisiensi lebih tinggi karena kontur tanah dan partisipasi warga yang kuat.

Kritik:

  • Efisiensi infiltrasi kolam terlalu rendah untuk dijadikan solusi utama. Solusi campuran (biopori + sumur resapan) perlu ditambahkan.
  • Ketiadaan model hidrologi digital menyulitkan prediksi spasial-masa depan banjir.
  • Literasi warga belum terukur secara kuantitatif , sehingga strategi sosial bersifat asumtif.

Rekomendasi: Langkah Strategis Menuju Ketahanan

  1. Sistem Digitalisasi
    Gunakan model hidrologi berbasis GIS untuk simulasi banjir masa depan dan efektivitas drainase.
  2. Integrasi Vegetasi Lokal
    Selain rumput manila, tanaman endemik yang dihilangkan kuat perlu dicoba sebagai penghalang hijau .
  3. Inkubasi Komunitas
    Ciptakan kelompok kerja berbasis dusun untuk pemeliharaan berkelanjutan.
  4. Standardisasi Kerentanan
    Perlunya standar nasional untuk mengukur kerentanan banjir di kawasan karst.

Kesimpulan: Teknologi Ramah Lingkungan untuk Daerah Rentan

Penelitian ini memberikan kontribusi besar dalam menunjukkan bahwa metode ecodrainage bisa menjadi alternatif solusi di wilayah karst seperti Dukuh Tungu. Banjir yang dahulu dianggap mustahil di wilayah kering pun kini bisa diatasi dengan sistem infiltrasi dan partisipasi komunitas yang tepat.

Namun, kehancuran sistem tidak hanya terletak pada teknologi, tetapi juga pada kesadaran sosial dan komitmen institusi . Banjir adalah fenomena kompleks yang harus dihadapi dengan pendekatan sistemik—dari bawah ke atas.

Sumber:

Santoso, DH (2019). Penanggulangan Bencana Banjir Berdasarkan Tingkat Kerentanan dengan Metode Ecodrainage pada Ekosistem Karst di Dukuh Tungu, Desa Girimulyo, Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunungkidul, DIY . Jurnal Geografi, 16(1), 7–15.

Selengkapnya
Ecodrainage dan Ketahanan Karst: Strategi Penanggulangan Banjir di Dukuh Tungu Gunungkidul

Biofarmasi

Mengevaluasi Desain Proses Alternatif dalam Manufaktur Biofarmasi: Alat Pendukung Keputusan Berbasis Simulasi

Dipublikasikan oleh Ririn Khoiriyah Ardianti pada 28 Mei 2025


Mengapa Lead Time Internal Menjadi Isu Strategis?

Dalam dunia manufaktur modern, terutama di industri farmasi yang sangat teregulasi dan sensitif terhadap waktu serta kualitas, efektivitas rantai pasok internal sangat berpengaruh pada daya saing dan profitabilitas. Salah satu tolok ukur utama adalah internal lead time (ILT), yaitu waktu dari awal hingga akhir proses produksi di dalam fasilitas. Studi dari Sander van den Heuvel ini secara mendalam membedah bagaimana pendekatan simulasi digital (digital twin) dapat digunakan untuk mengevaluasi dan mengoptimalkan ILT melalui redesign proses yang cermat dan berbasis data.

Fokus Penelitian dan Konteks Industri

Penelitian ini dilakukan di sebuah perusahaan farmasi yang menggunakan sistem produksi alur kerja berurutan (flow lane). Namun, sistem ini menunjukkan gejala keusangan: pemrosesan tidak konsisten, penumpukan WIP (Work-in-Progress), dan waktu tunggu tinggi. Fokus penelitian diarahkan pada tiga stasiun utama: blistering, sachetting, dan cartoning – dengan perhatian khusus pada sachetting, yang menjadi titik lemah utama dalam rantai nilai internal.

Strategi Solusi: Digital Twin & Evaluasi Simulasi

Pendekatan Digital Twin

Salah satu kekuatan utama studi ini adalah pembangunan digital twin, yaitu model simulasi yang meniru sistem nyata berdasarkan data historis. Dengan tingkat presisi tinggi, model ini memungkinkan peneliti untuk menguji berbagai alternatif tanpa mengganggu operasi nyata.

Penyebab Utama ILT Tinggi

Hasil awal menunjukkan bahwa waktu tunggu (wait time) menyumbang 90% dari ILT, bukan waktu proses aktual. Hal ini mengindikasikan bahwa efisiensi bukan semata soal kecepatan mesin, tapi juga pengaturan arus kerja dan penjadwalan yang cermat.

Rangkaian Alternatif Solusi dan Hasilnya

1. Parallelisasi dan Relaksasi Flow Lane

Mengubah pendekatan rigid flow lane menjadi sistem operasi paralel untuk lini SA1, SA2, dan SA3 terbukti menurunkan ILT sebesar 11,9%. WIP sebelum sachetting turun 26,6% dan total waktu tunggu menurun 13,1%. Ini menunjukkan bahwa pendekatan fleksibel bisa lebih efisien dibanding struktur sekuensial klasik.

2. Rekonstruksi Lini Sachetting

Tiga skenario diuji:

  • Menghapus SA4 & SA5: Jika dioperasikan dalam 3 shift, ILT turun 5,5% dan biaya tenaga kerja berkurang 3,9%.
  • Mempertahankan SA4 (tanpa SA5): Menghemat 20% biaya tenaga kerja tapi menaikkan ILT 5,5%.
  • Mengganti SA4 & SA5 dengan mesin baru sekelas SA1–SA3: Menurunkan ILT hingga 12,7% dan menghemat biaya tenaga kerja 20%.

Dari sisi keuangan, skenario ketiga paling menjanjikan karena meningkatkan efisiensi sekaligus menekan beban tenaga kerja secara struktural.

Studi Kasus: Optimalisasi Buffer Space

Salah satu penyebab kemacetan produksi adalah buffer yang tidak teratur antara sachetting dan cartoning. Dengan membatasi ruang buffer menjadi 31% dan 67% dari ukuran semula, hasil simulasi menunjukkan:

  • ILT turun drastis hingga 28,9%
  • Total waktu tunggu turun 33%
  • Biaya produksi berkurang 5,53%

Namun, ini juga memunculkan tantangan: risiko starving (lini kehabisan bahan baku) jika kedatangan tidak seimbang dengan kapasitas. Maka, rekomendasinya adalah kontrol aktif terhadap buffer, bukan hanya pengurangan pasif.

Dampak Implementasi & Langkah Nyata

Yang menarik, sebagian dari alternatif telah diimplementasikan secara nyata, seperti parallelisasi SA1–SA3. Hasil awal di lapangan menunjukkan peningkatan kecepatan dan pengurangan WIP secara kasat mata. Meskipun belum tersedia data kuantitatif pasca-implementasi, pihak manajemen menunjukkan komitmen kuat untuk melanjutkan reformasi berbasis temuan studi ini.

Opini & Nilai Tambah: Apakah Pendekatan Ini Relevan di Industri Lain?

Studi ini memberi pelajaran penting bahwa rigiditas struktural seringkali menjadi hambatan utama dalam produksi modern. Konsep lean manufacturing kerap disalahpahami sebagai sistem yang harus berjalan dalam garis lurus dan terstruktur secara kaku. Padahal, fleksibilitas terkontrol dan berbasis data – seperti yang ditunjukkan dalam penelitian ini – bisa menghasilkan manfaat yang lebih besar.

Di industri makanan, elektronik, bahkan logistik, pendekatan digital twin dan evaluasi skenario seperti ini bisa sangat relevan. Khususnya pada lini produksi multivarian atau multiproduk, di mana variasi produk menuntut fleksibilitas dan kapasitas adaptif.

Catatan Kritis

Meski sangat komprehensif, studi ini menyisakan ruang pengembangan, seperti:

  • Kurangnya estimasi biaya holding: Menghambat perhitungan total biaya operasional dalam konteks trade-off.
  • Belum mempertimbangkan dampak kesehatan kerja dari sistem 3 shift: Meskipun operasional efisien, keberlanjutan sistem harus tetap memperhitungkan aspek humanistik.
  • Asumsi statis pada variabel input: Model masih mengasumsikan kestabilan demand dan supply, padahal dalam praktik sering terjadi fluktuasi pasar.

Rekomendasi Strategis

  1. Mulai dengan implementasi parallelisasi SA1–SA3 (Alternatif 1)
  2. Lanjutkan dengan investasi mesin baru untuk menggantikan SA4 & SA5 (Alternatif 2c)
  3. Evaluasi kembali dampak kebijakan 3 shift terhadap operator
  4. Bangun sistem buffer dinamis berbasis algoritma prediktif
  5. Kembangkan dashboard digital twin untuk monitoring real-time dan pembelajaran berkelanjutan

Penutup

Penelitian ini membuktikan bahwa efisiensi tidak hanya datang dari kecepatan mesin, tetapi dari pemahaman mendalam tentang alur kerja dan perilaku sistem secara keseluruhan. Dengan simulasi sebagai alat, dan data sebagai kompas, organisasi dapat merancang sistem produksi yang bukan hanya efisien, tapi juga adaptif dan berkelanjutan. Resensi ini merekomendasikan pendekatan serupa bagi perusahaan yang ingin melakukan transformasi operasional dengan cara yang cerdas dan terukur.

Sumber Artikel:
Sander van den Heuvel. (2022). Reducing Internal Lead Time in a Pharmaceutical Production System by Redesigning the Production Process. Eindhoven University of Technology.
Tersedia di: https://research.tue.nl/en/studentTheses/reducing-internal-lead-time-in-a-pharmaceutical-production-system

Selengkapnya
Mengevaluasi Desain Proses Alternatif dalam Manufaktur Biofarmasi: Alat Pendukung Keputusan Berbasis Simulasi
« First Previous page 106 of 1.103 Next Last »