Wirausaha

Mengungkap Peta Jalan Baru: Model Kompetensi Kunci untuk Mengatasi Krisis Pengangguran Lulusan di Iran

Dipublikasikan oleh Hansel pada 16 September 2025


Di banyak negara berkembang, sebuah paradoks ekonomi yang memprihatinkan sedang terjadi. Meskipun perguruan tinggi menghasilkan ribuan lulusan setiap tahun, tingkat produktivitas nasional dan lapangan kerja yang produktif justru stagnan atau menurun. Fenomena ini menciptakan kesenjangan antara kurikulum akademis dan kebutuhan riil pasar kerja, yang pada gilirannya memicu krisis pengangguran terdidik. Situasi ini, seperti yang diungkap oleh sebuah studi mendalam dari Iran, adalah cerminan kegagalan sistem pendidikan dalam mempersiapkan lulusan untuk dunia yang terus berubah. Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam International Journal of Pediatrics mencoba membedah masalah ini dan menawarkan sebuah peta jalan konkret melalui model kompetensi yang dirancang khusus untuk wirausahawan di bidang ilmu pendidikan.

 

Mengapa Krisis Lulusan Terdidik Ini Penting Hari Ini?

Latar belakang penelitian ini melukiskan gambaran yang serius, bukan hanya untuk Iran, tetapi untuk setiap masyarakat yang bergantung pada inovasi dan sumber daya manusia terdidik. Paper ini mencatat bahwa meskipun Iran diberkahi dengan populasi yang berbakat dan sumber daya alam yang melimpah, produksi nasionalnya berada pada tingkat yang rendah. Banyak perusahaan berada di ambang kebangkrutan karena produktivitas yang minim dan permintaan yang lemah, sementara posisi negara di pasar global sangat lemah.1

Masalah ini diperparah oleh kebijakan yang tidak koheren dalam pengembangan kewirausahaan. Penelitian ini secara tajam mengkritik kurangnya pola yang terstruktur dalam pendidikan kewirausahaan di tingkat pendidikan tinggi di Iran, yang dianggap terfragmentasi dan tidak terorganisir dengan baik.1 Ini menunjukkan bahwa permasalahan bukanlah kurangnya talenta, melainkan kurangnya sistem yang tepat untuk mengembangkan dan menyalurkan talenta tersebut. Ada kesenjangan nyata antara apa yang diajarkan di universitas dan keterampilan yang dibutuhkan oleh pasar kerja.1 Akibatnya, kurikulum yang ada tidak berhasil mengembangkan kompetensi yang diperlukan bagi para lulusan, yang kemudian menyebabkan pemborosan biaya dan mengurangi efektivitas kerja mereka saat memasuki dunia profesional.1

Fenomena ini, yang secara eksplisit diuraikan dalam penelitian ini, adalah cerita nyata di balik data pengangguran. Ini adalah sebuah rantai sebab-akibat yang dimulai dari kurikulum yang tidak relevan, menghasilkan lulusan yang tidak siap, yang berujung pada krisis ekonomi dan sosial. Dengan menyoroti Iran sebagai studi kasus, laporan ini mengajak pembaca untuk merenungkan masalah serupa yang mungkin terjadi di lingkungan mereka sendiri, menjadikan temuan ini relevan secara universal.

 

Membongkar Model Kompetensi: Sebuah Peta Jalan Menuju Inovasi

Dalam upaya untuk mengatasi masalah fundamental ini, penelitian yang bersifat campuran (kualitatif dan kuantitatif) ini berfokus pada perancangan sebuah Model Kompetensi untuk mahasiswa dan lulusan bidang Manajemen dan Perencanaan Pendidikan.1 Penelitian ini tidak sekadar mengumpulkan data, tetapi juga membangun sebuah kerangka kerja yang solid.

Pada fase kualitatif, tim peneliti menggunakan teknik Delphi dan wawancara mendalam dengan 23 profesor, wirausahawan, dan lulusan yang dipilih secara sengaja ( purposeful sampling) hingga data yang dikumpulkan mencapai titik jenuh.1 Proses ini menghasilkan identifikasi awal yang komprehensif. Selanjutnya, pada fase kuantitatif, model yang telah diidentifikasi diverifikasi dengan menggunakan persamaan struktural, melibatkan 125 responden yang dipilih melalui metode sampel yang tersedia (available sampling).1

Hasil dari pendekatan ganda ini sangat signifikan: model tersebut berhasil mengidentifikasi 6 kompetensi utama dan 42 sub-kompetensi yang spesifik untuk kewirausahaan di bidang ilmu pendidikan.1 Lebih dari sekadar daftar keterampilan, temuan ini menyajikan sebuah wawasan fundamental bahwa kewirausahaan bukanlah sekadar sifat bawaan atau bakat, melainkan sebuah perilaku yang dapat dibentuk, dilatih, dan dikembangkan melalui pendidikan yang terstruktur.1 Ini merupakan perubahan paradigma penting, dari pandangan pasif yang menunggu bakat muncul, menjadi pendekatan proaktif yang secara sistematis menciptakan para inovator. Model yang dihasilkan ini juga memiliki aplikasi praktis yang luas, mulai dari penilaian kebutuhan individu hingga evaluasi efektivitas kurikulum secara keseluruhan.1

 

Menembus Jargon Statistik: Mengapa Angka Ini Penting?

Sebuah laporan jurnalistik yang kredibel harus mampu menerjemahkan data teknis menjadi narasi yang mudah dipahami. Paper ini menyajikan serangkaian uji statistik yang ketat untuk memvalidasi modelnya, dan angka-angka ini memberikan kisah yang kuat tentang keandalan penelitian.

Keandalan dan Validitas Penelitian

  • Keandalan Instrumen: Kuesioner yang digunakan memiliki nilai Cronbach's Alpha sebesar 0.852.1 Angka ini jauh di atas standar minimum 0.7 yang diterima secara umum. Dalam bahasa yang sederhana, ini seperti hasil tes yang menunjukkan bahwa termometer yang digunakan untuk mengukur suhu pasien memberikan hasil yang sangat konsisten setiap kali digunakan, menjamin konsistensi pengukuran.
  • Signifikansi Pertanyaan: Hasilnya juga menunjukkan bahwa koefisien beban faktor (factor loads) dari semua item kompetensi lebih besar dari 0.4.1 Nilai ini menunjukkan bahwa setiap pertanyaan dalam survei benar-benar berkontribusi secara signifikan dalam mengukur kompetensi yang dituju. Angka ini seolah-olah membuktikan bahwa setiap baut yang dipasang pada sebuah jembatan benar-benar menopang strukturnya dan tidak ada yang sekadar hiasan, menegaskan bahwa setiap elemen dalam model memiliki peran yang krusial.
  • Validitas Konvergen: Validitas konvergen, yang diukur dengan Average Variance Extracted (AVE), menunjukkan nilai lebih besar dari 0.5.1 Nilai ini memastikan bahwa semua indikator yang berbeda dalam model benar-benar mengukur satu konsep yang sama. Ini seperti sebuah kompas yang semua jarumnya secara meyakinkan menunjuk ke utara, mengonfirmasi validitas arahnya.

Serangkaian uji statistik yang ketat ini berfungsi sebagai bukti kuat bahwa model kompetensi yang diusulkan valid, andal, dan siap untuk diterapkan. Narasi di balik angka-angka ini adalah narasi kredibilitas—bahwa model ini tidak dibangun di atas asumsi yang lemah, melainkan di atas fondasi metodologi yang kokoh.

 

Dua Kompetensi Kunci yang Paling Menonjol

Di antara enam kompetensi utama yang diidentifikasi, analisis kuantitatif menemukan bahwa dua di antaranya memiliki bobot yang jauh lebih besar dalam menentukan kesuksesan seorang wirausahawan di bidang ilmu pendidikan.1

  1. Manajemen Pembelajaran dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Manage Learning and Human Resource Development - MLHRD): Kompetensi ini mencakup sub-kompetensi krusial seperti patologi dan pengembangan rencana jangka panjang, penilaian kebutuhan organisasi, manajemen talenta, serta perancangan dan manajemen proyek pendidikan.1
  2. Pembuatan Kebijakan dan Manajemen Profesional Bisnis Pendidikan dan Pembelajaran (Policies and Management of Business Education and Learning - PMBEL): Kompetensi ini mencakup aspek-aspek seperti kebijakan pendidikan, pemasaran layanan, manajemen keuangan, dan manajemen risiko bisnis pendidikan.1

Temuan ini sangatlah penting. Ini menyingkap sebuah pola yang mungkin mengejutkan bagi banyak pihak: kewirausahaan di sektor pendidikan bukanlah sekadar tentang memiliki ide kreatif untuk sebuah aplikasi belajar atau jasa les privat. Model ini menunjukkan bahwa kesuksesan terletak pada pemahaman mendalam tentang ekosistem pembelajaran itu sendiri dan kemampuan untuk mengelola bisnis di dalamnya. Seorang wirausahawan pendidikan yang sukses harus mampu merancang layanan pembelajaran yang baru (seperti klub jurnal atau program mentoring), mengelola talenta, dan bahkan memengaruhi kebijakan pendidikan.

Ini adalah sebuah pernyataan yang menantang: para peneliti menemukan bahwa wirausahawan pendidikan yang paling sukses adalah mereka yang tidak hanya kreatif, tetapi juga menguasai aspek strategis dan manajerial dari bisnis pendidikan. Ini membedakan mereka dari wirausahawan biasa, karena produk mereka adalah pengetahuan dan pengalaman, yang membutuhkan pemahaman yang lebih dalam tentang cara orang belajar dan bagaimana mengelola proses tersebut secara profesional.

 

Meninjau Kritik Realistis dan Prospek Masa Depan

Meskipun model ini menawarkan solusi yang menjanjikan, paper ini secara jujur mengakui beberapa keterbatasan dalam penelitiannya. Studi ini berfokus secara spesifik pada konteks Iran, dan sampel yang digunakan, meskipun valid untuk tujuan penelitian, terbatas pada populasi tertentu.1 Ini menunjukkan bahwa meskipun model ini terbukti efektif dalam konteks Iran, penerapannya di negara lain mungkin memerlukan penyesuaian yang cermat.

Namun, keterbatasan ini bukanlah kelemahan, melainkan sebuah titik awal yang berharga. Model ini dapat berfungsi sebagai cetak biru yang dapat diadaptasi oleh negara-negara lain yang menghadapi tantangan serupa dalam mengatasi ketidaksesuaian antara pendidikan tinggi dan kebutuhan pasar kerja. Laporan ini juga menyoroti kelemahan yang ada dalam sistem pendidikan tinggi di Iran, seperti kurangnya dukungan kebijakan dan hubungan yang lemah antara universitas dan industri.1

Dengan menggabungkan analisis ini, laporan ini menyarankan sebuah peta jalan yang konkret untuk reformasi. Kurikulum di seluruh tingkatan, mulai dari sarjana hingga doktoral, harus direvisi agar berfokus pada pengembangan kompetensi yang relevan.1 Pemerintah dan institusi pendidikan harus memprioritaskan pendidikan kewirausahaan dengan menambahkan program pelatihan, mengadakan lokakarya, dan mempromosikan budaya yang menghargai inovasi. Yang terpenting, diperlukan hubungan yang lebih erat antara akademisi dan industri, sehingga universitas dapat memahami kebutuhan sumber daya manusia di masyarakat dan industri dapat berpartisipasi dalam mendukung proses pendidikan, baik secara finansial maupun informasional.1

 

Dampak Nyata dan Potensi Transformasi

Jika rekomendasi dari penelitian ini diterapkan secara sistematis, model kompetensi ini memiliki potensi untuk mengubah lanskap pendidikan dan ketenagakerjaan secara fundamental. Temuan ini dapat menjadi katalis untuk perubahan kurikulum yang akan memperkuat integrasi teori dan praktik, serta mengurangi kesenjangan keterampilan yang telah lama menghantui pasar tenaga kerja. Dalam kurun waktu lima tahun, penerapan model ini secara luas bisa mengurangi tingkat pengangguran terdidik dan memicu gelombang inovasi di sektor pendidikan, yang pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan.

Sumber Artikel:

Shojaei, A. A., & Golshahie, T. G. (2020). Designing a competency model for educational employee students and graduates in management and educational planning. Journal of Pediatric Perspectives8(3), 11049-11062.

Selengkapnya
Mengungkap Peta Jalan Baru: Model Kompetensi Kunci untuk Mengatasi Krisis Pengangguran Lulusan di Iran

Wirausaha

Mengurai Paradoks Retensi Karyawan di Sektor Konstruksi: Peran Kerja Tangkas dan Niat Kewirausahaan

Dipublikasikan oleh Timothy Rumoko pada 15 September 2025


Latar Belakang Teoretis

Industri konstruksi, sebuah sektor yang menuntut kolaborasi intensif dan sering kali menghilangkan keseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan, menghadapi tantangan kronis dalam mempertahankan talenta, terutama di kalangan generasi baru. Karya Norawit Sang-rit dan Bhumiphat Gilitwala yang berjudul, "The factors affecting employee retention in construction-related small-medium enterprises," secara tajam menginvestigasi permasalahan ini dalam konteks spesifik Usaha Kecil Menengah (UKM) di Krung Thep Maha Nakhon (Bangkok), Thailand. Latar belakang masalah yang diangkat adalah adanya pergeseran fundamental dalam ekspektasi kerja, di mana karyawan generasi baru (Milenial dan Gen Z) lebih menyukai lingkungan kerja yang tangkas (agile) dan transparan, sebuah kontras yang tajam dengan pola pikir konservatif dan hierarkis yang sering kali masih dianut oleh para senior.

Kerangka teoretis penelitian ini dibangun untuk membedah dinamika kompleks ini dengan menguji sebuah model yang mengintegrasikan beberapa variabel kunci. Penulis memposisikan Retensi Karyawan sebagai variabel dependen utama, yang dipengaruhi secara langsung oleh Kerja Tangkas dan Niat Kewirausahaan. Sementara itu, Kerja Tangkas itu sendiri dipandang sebagai hasil dari dua anteseden penting: Saling Ketergantungan Tugas dan Penghargaan dan Pengakuan. Dengan demikian, hipotesis yang mendasari studi ini adalah bahwa dengan memahami hubungan kausal antar variabel-variabel ini, para manajer dapat memperoleh wawasan yang lebih dalam mengenai faktor-faktor yang benar-benar mendorong karyawan untuk bertahan di industri yang penuh tuntutan ini.

Metodologi dan Kebaruan

Penelitian ini mengadopsi pendekatan kuantitatif yang kuat, dengan menggunakan Regresi Linear Berganda (Multiple Linear Regression - MLR) sebagai teknik analisis utama untuk menguji serangkaian hipotesis yang telah dirumuskan. Pengumpulan data primer dilakukan melalui penyebaran kuesioner daring yang dirancang dengan cermat, yang terdiri dari pertanyaan demografis dan item-item pengukuran variabel menggunakan skala Likert.

Populasi target adalah para profesional yang bekerja di UKM terkait konstruksi di wilayah Krung Thep. Dengan menggunakan teknik judgement sampling, peneliti berhasil mengumpulkan sampel sebanyak 386 responden yang valid. Untuk memastikan keandalan instrumen, uji reliabilitas menggunakan Cronbach's alpha dilakukan pada tahap uji coba (pilot test) dan pada sampel akhir, dengan hasil yang menunjukkan bahwa kuesioner tersebut dapat diterima untuk analisis lebih lanjut.

Kebaruan dari karya ini tidak terletak pada variabel-variabelnya secara individual, yang sebagian besar telah mapan dalam literatur manajemen. Sebaliknya, kontribusi utamanya adalah pada sintesis dan validasi empiris dari model spesifik ini dalam konteks yang sering kali kurang terwakili dalam penelitian akademis: UKM di sektor konstruksi negara berkembang. Dengan secara eksplisit menghubungkan konsep-konsep modern seperti "kerja tangkas" dan "niat kewirausahaan" dengan retensi, penelitian ini memberikan sebuah perspektif yang relevan dengan dinamika tenaga kerja saat ini.

Temuan Utama dengan Kontekstualisasi

Analisis data kuantitatif menghasilkan serangkaian temuan yang memberikan wawasan bernuansa mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi retensi karyawan.

  1. Anteseden dari Kerja Tangkas:

    • Saling Ketergantungan Tugas (H2): Ditemukan bahwa saling ketergantungan tugas memiliki pengaruh yang signifikan secara statistik terhadap kerja tangkas (p < 0.05). Namun, temuan yang paling menarik dan agak kontra-intuitif adalah bahwa hubungan ini bersifat negatif (B = -0.228). Ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi tingkat ketergantungan antar tugas, semakin rendah persepsi terhadap kerja tangkas. Hal ini mungkin mencerminkan bahwa dalam praktik, ketergantungan yang tinggi dapat menciptakan friksi atau birokrasi yang justru menghambat fleksibilitas.

    • Penghargaan dan Pengakuan (H3): Sebaliknya, penghargaan dan pengakuan ditemukan memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap kerja tangkas (B = 0.279). Temuan ini sejalan dengan teori motivasi klasik, yang menegaskan bahwa pengakuan atas kontribusi individu mendorong lingkungan kerja yang lebih dinamis dan kolaboratif.

  2. Determinan dari Retensi Karyawan:

    • Niat Kewirausahaan (H1a): Ditemukan bahwa niat kewirausahaan memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap retensi karyawan (B = 0.328). Temuan ini pada awalnya tampak paradoksal, namun dapat diinterpretasikan bahwa karyawan yang memiliki ambisi wirausaha cenderung bertahan lebih lama di sebuah perusahaan untuk menyerap pengetahuan dan pengalaman sebanyak mungkin sebelum memulai bisnis mereka sendiri.

    • Kerja Tangkas (H4): Kerja tangkas juga ditemukan memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap retensi karyawan (B = 0.357). Ini mengonfirmasi bahwa lingkungan kerja yang fleksibel, berpusat pada manusia, dan memungkinkan pengambilan keputusan yang cepat sangat dihargai oleh para profesional konstruksi dan menjadi faktor pendorong yang kuat bagi mereka untuk tetap tinggal.

Secara kontekstual, model ini menunjukkan bahwa untuk mempertahankan karyawan, perusahaan tidak hanya perlu menciptakan lingkungan kerja yang tangkas, tetapi juga harus menyadari dan bahkan mungkin memfasilitasi ambisi kewirausahaan dari para staf mereka.

Keterbatasan dan Refleksi Kritis

Penulis secara eksplisit mengakui bahwa penelitian ini memiliki keterbatasan karena kendala waktu, yang menyebabkan fokus hanya pada retensi karyawan secara umum tanpa membedah lebih dalam dinamika antar generasi. Sebagai refleksi kritis, penggunaan judgement sampling membatasi kemampuan untuk menggeneralisasi temuan ini ke seluruh populasi industri konstruksi di Thailand. Selain itu, sifat penelitian yang bersifat cross-sectional hanya dapat mengidentifikasi korelasi, bukan kausalitas definitif dari waktu ke waktu. Temuan yang paling provokatif—yaitu hubungan negatif antara saling ketergantungan tugas dan kerja tangkas—memerlukan investigasi kualitatif lebih lanjut untuk membongkar mekanisme di baliknya.

Implikasi Ilmiah di Masa Depan

Secara praktis, implikasi dari penelitian ini sangat jelas bagi departemen Sumber Daya Manusia dan para manajer proyek. Temuan ini memberikan argumen berbasis bukti untuk memprioritaskan implementasi praktik kerja tangkas dan mengembangkan sistem penghargaan dan pengakuan yang adil. Lebih jauh lagi, alih-alih memandang niat kewirausahaan sebagai ancaman, perusahaan dapat mempertimbangkan untuk mengembangkan program "intrapreneurship" yang memungkinkan karyawan untuk menyalurkan ide-ide inovatif mereka di dalam struktur perusahaan, sehingga mengubah potensi "risiko kepergian" menjadi "peluang inovasi".

Untuk penelitian di masa depan, karya ini membuka beberapa jalan. Penulis menyarankan studi lebih lanjut mengenai hubungan antara pendapatan, tingkat pendidikan, dan niat kewirausahaan. Selain itu, penelitian kualitatif melalui studi kasus mendalam dapat memberikan pemahaman yang lebih kaya mengenai bagaimana dinamika kerja tangkas dan saling ketergantungan tugas benar-benar terwujud di lapangan. Studi longitudinal yang melacak sekelompok karyawan dari waktu ke waktu juga akan sangat berharga untuk memvalidasi hubungan kausal yang diusulkan dalam model ini.

Sumber

Sang-rit, N., & Gilitwala, B. (2024). The factors affecting employee retention in construction-related small-medium enterprises situating in Krung Thep Maha Nakhon. Rajagiri Management Journal, 18(2), 106-124.(https://doi.org/10.1108/RAMJ-03-2023-0061)

Selengkapnya
Mengurai Paradoks Retensi Karyawan di Sektor Konstruksi: Peran Kerja Tangkas dan Niat Kewirausahaan

Wirausaha

Kemenperin Tingkatkan Populasi IKM Inovatif dengan Cara Latih Ribuan Wirausaha Baru

Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 17 Februari 2025


Kementerian Perindustrian melalui Direktorat Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) terus meningkatkan kemampuan wirausaha baru(WUB)sektor industri kecil dan menengah (IKM) agar semakin tumbuh dan berdaya saing dalam memproduksi barang dan jasa. Para IKM terus dilatih oleh Kemenperin untuk meningkatkan kreativitas dan inovasi, serta memperkuat keterampilan teknis, khususnya dalam penggunaan teknologi informasi untuk mengembangkan usahanya.

“Ditjen IKMA Kemenperin secara rutin melaksanakan bimbingan teknis dan pendampingan kepada WUB IKM di berbagai daerah agar mereka bisa naik kelas jadi pelaku IKM yang inovatif. Program ini bertujuan meningkatkan perhatian WUB IKM terhadap legalitas usaha melalui perizinan berusaha yang kini dapat diakses dengan mudah melalui laman Online Single Submission (OSS),” kata Direktur Jenderal IKMA Kemenperin, Reni Yanita di Jakarta, Senin (18/7).

Ditjen IKMA Kemenperin memiliki dua program utama dalam rangka meningkatkan populasi IKM melalui kewirausahaan. Pertama, bagi calon wirausaha baru yang belum lama merintis usaha, Ditjen IKMA terus menggelar pelatihan WUB melalui program santripreneur, pelatihan WUB di daerah tertinggal, perbatasan, terluar, dan atau pascabencana. Kedua, pendampingan WUB yang bersinergi dengan kementerian dan lembaga lain termasuk dekonsentrasi.

“Hingga triwulan 2022, Ditjen IKMA telah melatih 12.700 wirausaha baru dan memfasilitasi 3.648 wirausaha baru industri kecil dengan legalitas usaha. Sementara itu, program penumbuhan WUB tahun 2021 berhasil melatih 6.258 WUB dan memberikan fasilitasi legalitas usaha kepada 3.048 WUB,” ungkap Reni.

Setelah melalui program dasar pelatihan WUB, Ditjen IKMA juga memfasilitasi pelaku IKM dalam program peningkatan daya saing melalui beragam pendampingan, perluasan akses pasar, pameran, dan awarding.

Menurut Reni, program tersebut penting untuk mendongkrak kemampuan sektor IKM yang selama ini berkontribusi besar dalam perekonomian nasional. “Saat ini jumlah unit usaha IKM mencapai 4,4 juta unit usaha atau 99,7% dari total unit usaha industri, dengan menyerap tenaga kerja sebanyak 10,36 juta orang atau 66,25% dari total tenaga kerja industri, IKMmampu berkontribusi sebesar 21,47% dari total nilai output industri nasional,” sebutnya.

Setelah dua tahun dihadapkan olehpandemi Covid-19, ekonomi Indonesia terus berangsur pulih. Tingkat konsumsi masyarakat yang kini kembali meningkat turut menggiatkan aktivitas IKM dalam memproduksi barang maupun jasa.

“Dengan kreativitas, WUB IKM bisa memanfaatkan dan mengolah sumber kekayaan alam menjadi produk berkualitas. Terlebih, akses teknologi informasi yang terus berkembang memudahkan WUB IKM dalam proses produksi, hingga mengenalkan dan memasarkan produknya,” tutur Reni.

Sementara itu, Direktur  IKM Logam, Mesin, Elektronika dan Alat Angkut Kemenperin, Dini Hanggandari mengemukakan, Ditjen IKMA juga telah menyelenggarakan Bimbingan Teknis WUB IKM di Provinsi Maluku untuk meningkatkan wawasan dan keterampilan teknis serta menguatkan jejaring antar IKM. Bimbingan Teknis WUB IKM di Provinsi Maluku ini menyasar WUB IKM di bidang ikan asap cair, daur ulang limbah, kerajinan plastik, perbaikan elektronik, pengolahan daging ikan, dan anyaman lidi.

Selain itu,servis ponsel, reparasi mesin kapal angkutan, pangan berbasis hasil laut, anyaman daun lontar, dan perbaikan mesin motor tempel. Bimtek tersebut digelar di empat kabupaten dan kota di Provinsi Maluku dengan topik sesuai potensi komoditas di masing-masing daerah.

Demikian Siaran Pers ini untuk disebarluaskan.

Sumber: kemenperin.go.id

Selengkapnya
Kemenperin Tingkatkan Populasi IKM Inovatif dengan Cara Latih Ribuan Wirausaha Baru

Wirausaha

Fenomena Mengejutkan! Usaha Sepatu Cibaduyut Berguguran, Gulung Tikar, Kenapa?

Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 17 Februari 2025


Jakarta, CNBC Indonesia - Kejayaan Cibaduyut, Bandung sebagai sentra industri sepatu perlahan kian memudar. Saat ini, banyak pedagang yang terpaksa gulung tikar karena menurunnya penjualan. Pantauan CNBC Indonesia di lokasi pada akhir pekan kemarin, banyak toko sepatu yang kini telah tutup.

Salah satu pedagang Sri Nilawati mengaku banyak rekannya yang kini tutup karena penjualan sudah jauh menurun, terutama jika membandingkannya dengan beberapa tahun lalu sebelum pandemi. Kondisi ini sangat terlihat jelas dari deretan toko di Cibaduyut banyak yang tertutup rapat.

"Tutup semua, pada gulung tikar. Ada mungkin setengahnya kurang," kata Sri kepada CNBC Indonesia, akhir pekan lalu.
Keputusan para pedagang untuk menutup tokonya karena penjualan tidak sebanding dengan modal. Untuk menyewa lapak di salah satu sudut Cibaduyut membutuhkan uang yang tidak sedikit. Misalnya saja untuk ukuran sekitar 4m2, pedagang harus merogoh kocek belasan hingga puluhan juta per tahunnya.

"Jauh bedanya, dulu lumayan, minggu hari gini bisa dapat Rp 3 juta - Rp 5 juta, sekarang boro-boro Rp 100 ribu aja untung, menurun jauh. Terakhir ramai 2019 sebelum covid. Sekarang sehari kadang ya penglaris kadang cuma dapat Rp 20 ribu karena orang luar kota nggak boleh masuk," sebut Sri.

Dengan pendapatan sebesar itu, banyak yang akhirnya tidak kuat lagi menahan beban. Apalagi, pedagang juga harus menyiapkan biaya lain seperti listrik hingga biaya operasional. Meskipun pandemi, sebagian pedagang tidak mendapat keringanan biaya.

"Saya mengontrak Rp 15 juta setahun. Dulu sama sekarang sama aja biayanya. Karenanya banyak yang jualan online. Tapi saya nggak karena belum bisa," ujar Sri yang sudah berjualan sepatu di Cibaduyut sejak 2004.

Sumber: www.cnbcindonesia.com

Selengkapnya
Fenomena Mengejutkan! Usaha Sepatu Cibaduyut Berguguran, Gulung Tikar, Kenapa?

Wirausaha

Ayo Telusuri Sejarah Kultur Sepatu Cibaduyut di BSS 3.0

Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 11 Februari 2025


KOMPAS.com - Kota Bandung memiliki sejarah cukup panjang terkait sepatu. Salah satunya ditandai dengan sentra industri sepatu Cibaduyut. 

Sejarah sepatu di Cibaduyut dimulai pada zaman Belanda tepatnya tahun 1920 saat beberapa warga di sana bekerja di sebuah pabrik di Kota Bandung. 

Setelah memiliki keterampilan membuat sepatu, satu per satu mereka keluar dan membangun sendiri bisnis mereka di rumahnya. 
Lama-kelamaan, jumlah perajin bertambah banyak. Cibaduyut pun dikenal orang sebagai tempat orang mencari sepatu murah. 
Bahkan, Museum Rekor Dunia Indonesia (Muri) pernah menganugerahkan Cibaduyut sebagai kawasan terpanjang khusus sentra industri sepatu. 

Sebab, di jalan sepanjang dua kilometer ini, toko maupun kios industri sepatu berjejer dengan rapi. Berjalannya waktu, nama Cibaduyut mulai tenggelam. Banyaknya produk sepatu impor dengan harga yang sangat murah, membuat bisnis sepatu Cibaduyut "ngos-ngosan". Bahkan, patung sepatu sebagai ciri khasnya pun telah hilang terkena proyek pembangunan fly over. Kabarnya, patung tersebut kini disimpan menanti proyek fly over rampung. Cerita soal Cibaduyut ini diangkat Bandung Sneaker Season (BSS) 3.0. BSS mengupas sejarah kultur sepatu Bandung di Cibaduyut, melalui kolaborasi berbentuk video. "Dikenal sebagai sentra bengkel pembuatan sepatu, nama Cibaduyut justru tenggelam, dipandang sebelah mata." Demikian kata blogger sneaker, Isser James yang ikut terlibat sebagai director video teaser. Dalam video ini, Isser memvisualisasikan Cibaduyut sebagai industri kreatif lokal. Bagaimana kehidupan para perajin di sana. "Ketika datang ke Cibaduyut, saya melihat mereka bukan hanya jualan produk, tetapi mereka bengkel untuk brand lain," ujar Isser di sela-sela BSS 3.0 di Bandung, belum lama ini.

Isser menjelaskan, kolaborasi ini sebagai bentuk marketing dan belajar bersama mengenai perkembangan sejarah sepatu. Sebab dalam obrolannya di lapangan, produsen Cibaduyut memiliki kekurangan tidak mengetahui caranya menjual produk.

Teaser video yang ditayangkan di acara BSS ini mengundang minat para pecinta sneaker yang hadir. Bahkan, ada sebagian dari mereka yang tidak mengetahui hal tersebut. "Baru tahu tentang cerita Cibaduyut ini," tutur salah satu pengunjung, Jeremi. Event BSS digelar selama tiga hari (22-24 April 2022). Diramaikan 70 UMKM sneaker dan apparel serta berbagai komunitas. Ada Scooter, Custom Motorbike, Motor Classic, Skate, BMX, Quad, Inline, Hip Hop, Mural, Tamiya, dan Sneakers, membuat acara ini meriah. 

Pengunjung pun selalu terlihat asik memilih sepatu dan apparel yang diinginkan. Setelah selesai berbelanja mereka melihat aksi para komunitas. Sejumlah jenis sepatu yang kerap jadi incaran pun diperlihatkan di ajang tersebut. 

Sebut saja Vans Authentic 44 DX, Air Jordan 1 Low Bred Toe, Converse Chuck Taylor All Star Crater Knit High, Air Jordan 1 Mid SE Diamond, Nike Woman Air Jordan 1 Mid To My First Coach, dan juga Adidas Ultraboost 22 Running Shoes. Perwakilan penyelenggara BSS dari Maks Promotor, Aga Wirasembada mengatakan, BSS 3.0 kali ini hanya menargetkan 15.000 pengunjung dalam tiga hari. Lebih rendah dibanding sebelum pandemi. 

"Di tahun pertama pengunjung BSS mencapai 21.000, tahun selanjutnya 25.000, tahun ketiga vakum karena pandemi, dan pada 2021 hanya 7.000," ucap dia. Sementara itu, Brand Promotion Koordinator LAzone, Bonny Sari Tresno mengatakan, UMKM, budaya,  dan style anak zaman sekarang di BSS merepresentasikan kebutuhan masyarakat. Bonny mengungkapkan, setiap tahun ada karakter yang berbeda sehingga selalu ada perubahan yang dimunculkan dalam event BSS.

Sumber: lifestyle.kompas.com
 

 

Selengkapnya
Ayo Telusuri Sejarah Kultur Sepatu Cibaduyut di BSS 3.0

Wirausaha

Apa Itu Persaingan Usaha/Bisnis?

Dipublikasikan oleh Mochammad Reichand Qolby pada 27 Januari 2023


Persaingan Bisnis Menurut Para Ahli

1. Marbun (2003)

Persaingan usaha atau bisnis adalah usaha-usaha dari dua pihak/lebih perusahaan yang masing-masing bergiat memperoleh pesanan dengan menawarkan harga/syarat yang paling menguntungkan. 

2. August von Hayek

Persaingan dalam ekonomi terkait dengan mekanisme pasar terhadap harga-harga. Menurutnya secara singkat, sistem harga mentransfer informasi dengan cara yang paling singkat dan sederhana antara produsen dan konsumen. 

3. Dr. Rainer Adam

Persaingan adalah suatu mekanisme yang efektif dan efisien yang bertujuan untuk menemukan solusi-solusi baru atas masalah-masalah baru dan tantangan-tantangan baru yang selalu muncul dalam dunia ekonomi.

Teori Terhadap Persaingan Bisnis

1. Persaingan Sehat / Healthy Competition

    Persaingan bisnis secara sehat merupakan sebuah bisnis yang berlangsung dengan tidak adanya tindakan kriminal, persaingan          sehat ini menjamin untuk mengedepankan terhadap etika bisnis dalam berkompetisi.

2. Persaingan tidak sehat / cut troat competition

    Persaingan tidak sehat menggambarkan terjadinya penggunaan aktivitas terhadap perebutan pasar dengan menggunakan segala cara untuk menyaingi bisnis. Tujuannya ada salah satu pembisnis dapat menguasai pasar dan memiliki keuntungan yang banyak dengan tidak memikirkan pembisnis lainnya.

 

Sumber : majoo.id

 

 

Selengkapnya
Apa Itu Persaingan Usaha/Bisnis?
page 1 of 1