Teknik Lingkungan

Kebijakan Lingkungan di Indonesia

Dipublikasikan oleh Syayyidatur Rosyida pada 22 Juni 2024


Magang kebijakan di Indonesia

Mulailah perjalanan yang mencerahkan dengan Magang Ilmu Lingkungan dan Kebijakan di Indonesia. Kesempatan ini menawarkan perpaduan unik antara penelitian ilmiah dan advokasi kebijakan di wilayah yang kaya akan keanekaragaman hayati dan tantangan lingkungan. Terlibat langsung dalam upaya konservasi dan perumusan kebijakan di salah satu tujuan wisata yang paling beragam secara ekologis di dunia.

Peserta magang di program ilmu dan kebijakan lingkungan kami di Indonesia dapat terlibat dalam berbagai tugas seperti:

  • Melakukan penelitian lapangan di berbagai ekosistem, termasuk hutan hujan, hutan bakau, dan habitat laut.
  • Membantu dalam analisis data lingkungan untuk menginformasikan keputusan kebijakan.
  • Berpartisipasi dalam program penjangkauan masyarakat untuk mempromosikan kesadaran dan keberlanjutan lingkungan.
  • Menyusun laporan dan ringkasan kebijakan tentang isu-isu lingkungan yang mempengaruhi Indonesia.
  • Berkolaborasi dengan LSM lokal dan lembaga pemerintah dalam proyek-proyek konservasi.

Melalui tanggung jawab ini, peserta magang akan mendapatkan pengalaman langsung dalam ilmu pengetahuan dan kebijakan lingkungan, mengembangkan keterampilan penelitian dan analisis yang berharga, dan berkontribusi pada upaya konservasi yang berarti di Indonesia.

Peran pekerjaan untuk magang ilmu pengetahuan dan kebijakan lingkungan di Indonesia

Asisten peneliti magang

Sebagai Asisten Peneliti Magang, Anda akan melakukan penelitian lapangan dan analisis data, memperoleh wawasan tentang dasar-dasar ilmiah dari upaya konservasi. Peran ini menawarkan pendalaman yang mendalam dalam penelitian lingkungan.

Pemagang analisis kebijakan

Pemagang Analisis Kebijakan akan fokus pada evaluasi kebijakan yang ada dan mengusulkan solusi baru untuk tantangan lingkungan. Peran ini menjembatani kesenjangan antara ilmu pengetahuan dan kebijakan, menawarkan pandangan yang komprehensif tentang advokasi lingkungan.

Magang penjangkauan masyarakat

Terlibat dengan komunitas lokal sebagai Magang Penjangkauan Masyarakat untuk mempromosikan praktik berkelanjutan dan pendidikan lingkungan. Peran ini sangat penting untuk menumbuhkan dukungan lokal untuk inisiatif konservasi.

Pemagang proyek keberlanjutan

Pemagang Proyek Keberlanjutan akan bekerja dalam pengembangan dan implementasi proyek yang bertujuan untuk meningkatkan keberlanjutan dalam industri dan komunitas lokal. Peserta magang ini memainkan peran kunci dalam upaya konservasi praktis.

Magang pendidikan lingkungan

Sebagai peserta magang Pendidikan Lingkungan, Anda akan mengembangkan dan melaksanakan program pendidikan di sekolah dan komunitas, meningkatkan kesadaran tentang masalah lingkungan dan metode konservasi.

Magang proyek konservasi

Pemagang Proyek Konservasi akan berpartisipasi dalam proyek konservasi yang sedang berlangsung, bekerja secara langsung dengan spesies yang terancam punah dan habitat yang terancam punah. Peran ini menawarkan pengalaman langsung di bidang konservasi.

Peran ini dirancang untuk memberikan pemahaman yang komprehensif tentang sektor lingkungan kepada peserta magang, yang menggabungkan penelitian ilmiah, analisis kebijakan, dan keterlibatan masyarakat untuk mendapatkan pengalaman magang yang menyeluruh.

Disadur dari: www.internsinasia.com

Selengkapnya
Kebijakan Lingkungan di Indonesia

Teknik Lingkungan

Industri Kelapa Sawit di Indonesia: Antara Kontribusi Ekonomi dan Isu Kerusakan Lingkungan

Dipublikasikan oleh Syayyidatur Rosyida pada 21 Juni 2024


Industri kelapa sawit memiliki peran strategis dalam perekonomian Indonesia, menjadi tulang punggung pendapatan negara, dan secara signifikan mendorong kemajuan ekonomi di banyak desa. Namun, keberadaan kelapa sawit tidak terlepas dari tantangan lingkungan yang menuntut tindakan keberlanjutan.

Seperti yang InfoSAWIT kutip dari Palm Oil Analytic, sektor kelapa sawit di Indonesia memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian, sebagai komoditas ekspor terbesar, memperkuat neraca perdagangan dengan pemasukan sekitar US$ 20 miliar per tahun. Permintaan dunia menegaskan bahwa Indonesia memainkan peran utama dalam perdagangan minyak sawit dunia.

Industri kelapa sawit juga menyediakan lapangan kerja bagi jutaan masyarakat Indonesia, termasuk petani kecil dan buruh perkebunan. Selain itu, dengan membangun infrastruktur di desa-desa, seperti jalan dan sekolah, industri ini mendorong kemajuan dan mengurangi kemiskinan di desa-desa.

Namun, ada beberapa masalah yang mendesak tentang lingkungan, seperti penebangan hutan untuk penanaman kelapa sawit. Hal ini menyebabkan hilangnya habitat bagi spesies endemik, seperti orangutan, harimau, dan gajah. Konservasi keanekaragaman hayati menjadi hal yang mendesak untuk menjaga keseimbangan ekosistem.

"Alih fungsi lahan menjadi perkebunan monokultur akan mengancam keanekaragaman hayati dan kestabilan ekosistem. Hal ini tidak hanya berdampak pada flora dan fauna secara lokal, namun juga pada keberlanjutan ekosistem secara keseluruhan," tulis Palm Oil Oil Analytic.

Sementara itu, konservasi gambut menjadi perkebunan kelapa sawit secara signifikan akan meningkatkan emisi gas rumah kaca dan perubahan iklim secara global.

Untuk menghindari dampak buruk terhadap lingkungan, Indonesia telah melakukan beberapa hal untuk menuju praktik budidaya yang berkelanjutan.

Program sertifikasi seperti Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) merupakan hal yang signifikan untuk mendorong produksi kelapa sawit yang berkelanjutan secara sosial dan lingkungan. Negara-negara produsen yang mendapatkan sertifikat ini harus mematuhi standar-standar tertentu yang melindungi lingkungan dan masyarakat lokal.

Pemerintah Indonesia menerapkan peraturan dan kebijakan untuk mengendalikan deforestasi dan mendorong praktik-praktik berkelanjutan di industri kelapa sawit, termasuk banyak industri maju yang berkomitmen untuk menggunakan minyak kelapa sawit yang berkelanjutan melalui rantai pasoknya dengan mengedepankan prinsip-prinsip sosial dan lingkungan.

Industri kelapa sawit memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia, namun untuk memastikan keberlanjutan dalam jangka panjang, diperlukan hal-hal konkrit dan komitmen dari semua pihak untuk menjaga keseimbangan antara kemajuan ekonomi dan pelestarian lingkungan. (T2)

Disadur dari: en.infosawit.com

Selengkapnya
Industri Kelapa Sawit di Indonesia: Antara Kontribusi Ekonomi dan Isu Kerusakan Lingkungan

Teknik Lingkungan

CRI: Industri Nikel Indonesia Melanggar Hak Asasi Manusia dan Merusak Ekologi

Dipublikasikan oleh Syayyidatur Rosyida pada 21 Juni 2024


Sebuah kelompok advokasi yang berbasis di Amerika Serikat, Climate Rights International (CRI), merilis sebuah laporan berjudul 'Nickel Unearthed: The Human and Climate Costs of Indonesia's Nickel Industry', yang menyoroti bahwa industri nikel di Indonesia melanggar hak asasi manusia dan menyebabkan kerusakan lingkungan yang parah.

Peneliti CRI, Krista Shennum, mendesak pemerintah Indonesia untuk memastikan bahwa pertambangan nikel, peleburan, dan semua kegiatan terkait tidak menyebabkan kerusakan lingkungan yang serius atau yang dapat dicegah serta pelanggaran hak asasi manusia lainnya terhadap masyarakat yang terkena dampak, terutama masyarakat adat.

Dalam laporan tersebut, Krista mengatakan bahwa pembangunan dan pengoperasian kawasan industri Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) dan pertambangan nikel di Halmahera, Maluku Utara, telah menghancurkan kehidupan masyarakat adat dan anggota masyarakat pedesaan lainnya serta menyebabkan kerusakan yang signifikan terhadap lingkungan hidup setempat.

"Setidaknya 5.331 hektar hutan tropis telah ditebang dalam konsesi pertambangan nikel di Halmahera, yang mengakibatkan hilangnya sekitar 2,04 metrik ton gas rumah kaca yang sebelumnya tersimpan dalam bentuk karbon," ujar Krista dalam sebuah konferensi pers di Jakarta Pusat, 17 Januari lalu.

Dampak lingkungan lainnya adalah polusi udara karena IWIP masih menggunakan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) off-grid atau pembangkit listrik tenaga batu bara. Penduduk setempat juga kehilangan akses terhadap air bersih dan mata pencaharian mereka sebagai nelayan. 

Laporan CRI didasarkan pada wawancara dengan 45 orang yang tinggal di sekitar tambang nikel, konsesi, atau kawasan industri. Selain isu lingkungan, Krista menemukan indikasi pelanggaran HAM berupa perampasan tanah dalam proses pembebasan lahan oleh perusahaan.

"Ada dugaan aparat keamanan datang pada dini hari untuk memaksa warga menjual tanah mereka," tambahnya.

Krista menyayangkan bahwa hal ini terjadi di sebuah kawasan industri dimana nikel yang diproduksi dikirim ke produsen baterai kendaraan listrik. Ia menyebutkan bahwa transisi dari kendaraan berbahan bakar minyak ke kendaraan listrik adalah bagian penting dari transisi energi. Oleh karena itu, kegiatan yang merusak lingkungan tidak boleh menjadi bagian dari gerakan ini.

"Perusahaan-perusahaan otomotif global yang memasok nikel dari Indonesia, seperti Tesla, Ford, dan Volkswagen, harus mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa nikel yang digunakan dalam kendaraan listrik mereka tidak melanggar hak asasi manusia dan merusak lingkungan," tegas peneliti CRI tersebut.

Disadur dari: en.tempo.co

Selengkapnya
CRI: Industri Nikel Indonesia Melanggar Hak Asasi Manusia dan Merusak Ekologi

Teknik Lingkungan

Melacak Jejak Pembiayaan: Dampak Lingkungan dan Sosial Industri Nikel di Indonesia

Dipublikasikan oleh Syayyidatur Rosyida pada 21 Juni 2024


Abstrak

Indonesia merupakan negara dengan cadangan nikel dan produksi bijih nikel terbesar di dunia, yaitu mencapai 42,3 persen dari total cadangan nikel dunia. Potensi yang tinggi ini juga berdampak pada peningkatan perekonomian negara, seperti Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari royalti nikel yang meningkat 8 kali lipat pada Mei 2022 dengan nilai Rp 4,18 triliun dibandingkan PNBP royalti nikel tahun 2015 sebesar Rp 531 miliar. Namun, hal ini tidak sebanding dengan eksternalitas negatif yang ditimbulkan dari aktivitas industri nikel, seperti kerusakan lingkungan, pelanggaran HAM, potensi korupsi, sengketa lahan, dan penggusuran lahan masyarakat.

Laporan penelitian "Melacak Jejak Pembiayaan: Dampak Lingkungan dan Sosial Industri Nikel di Indonesia" merupakan hasil penelitian mendalam yang mengulas pemberitaan media terkait aktivitas industri nikel melalui metode analisis isi media, serta aliran pembiayaan industri nikel di Indonesia selama tahun 2009 - 2015 (sebelum Perjanjian Paris) dan 2016 - 2023 (setelah Perjanjian Paris) dengan metode penelusuran aliran pembiayaan (Follow the Money).

Penelitian ini menemukan bahwa pemberitaan media di sektor industri nikel lebih banyak didominasi oleh pemberitaan dari sisi ekonomi, yaitu baterai kendaraan listrik dan industri hilir nikel. Sayangnya, dampak negatif yang ditimbulkan oleh industri ini belum mendapat perhatian media arus utama, seperti isu pemenuhan hak-hak masyarakat adat, hak-hak perempuan, dan FPIC. Isu-isu tersebut lebih banyak diberitakan oleh media investigasi, seperti Tirto, Mongabay, Tempo, dan Project Multatuli.

Di sisi lain, aktor-aktor di tingkat pemerintah atau pembuat kebijakan lebih banyak mengungkapkan wacana terkait isu-isu ekonomi, seperti penerimaan negara, hilirisasi industri nikel, bahkan baterai kendaraan listrik, sementara isu-isu terkait hak asasi manusia dan lingkungan hidup dari aktivitas industri ini justru lebih banyak digaungkan oleh aktor-aktor yang berasal dari organisasi masyarakat sipil.

Dari sisi aliran pembiayaan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aliran investasi di sektor hulu nikel didominasi oleh investor dari Tiongkok. Investasi ini dilakukan secara terpusat di provinsi-provinsi yang kaya akan cadangan nikel, yaitu di Sulawesi dan Pulau Halmahera (Maluku Utara). Menariknya, keuntungan dari aliran pembiayaan ini kembali lagi ke negara asal investor, yaitu China, sehingga multiplier effect nikel di Indonesia sebenarnya hanya bersifat semu.

Disadur dari: repository.theprakarsa.org

Selengkapnya
Melacak Jejak Pembiayaan: Dampak Lingkungan dan Sosial Industri Nikel di Indonesia

Teknik Lingkungan

Indonesia Mendorong Investasi Hijau Untuk Pembangunan Berkelanjutan

Dipublikasikan oleh Syayyidatur Rosyida pada 21 Juni 2024


Pemerintah Indonesia mendorong investasi hijau untuk mendukung peralihan energi bersih dan mengurangi emisi karbon demi pembangunan berkelanjutan, menurut seorang pejabat di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Berbicara dalam sebuah seminar di Jakarta, Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari KLHK, Agus Justianto, menyoroti pentingnya peralihan ke energi bersih sebagai sebuah jalan bagi pembangunan berkelanjutan di Indonesia.

Untuk mendukung pembangunan berkelanjutan, pemerintah memperkuat aspek perencanaan dan pengendalian, salah satunya melalui sistem informasi lingkungan Amdalnet.

Analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) merupakan salah satu syarat penting dalam pemenuhan izin usaha.

Justianto menjelaskan bahwa pemerintah juga sedang menjajaki cara-cara untuk meningkatkan nilai ekonomi karbon dalam mengelola emisi gas rumah kaca dalam pembangunan nasional.

Pasar karbon dan instrumen yang menggunakan nilai ekonomi karbon akan menjadi bagian dari upaya untuk mengatasi masalah perubahan iklim.

Ia menekankan perlunya menciptakan ekosistem ekonomi karbon yang transparan, berintegritas, inklusif, dan berkeadilan.

"Tentu saja tantangan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup akan terus berkembang," ujar Justianto.

Oleh karena itu, Indonesia perlu mempersiapkan diri dalam hal teknologi, investasi, dan tata kelola untuk memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan, tambahnya.

Di sektor kehutanan, katanya, KLHK juga memastikan tata kelola yang baik dengan menerapkan Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK).

Jumlah perusahaan yang tersertifikasi SVLK meningkat dari 2.742 di tahun 2017 menjadi 5.461 di tahun 2023.

Disadur dari: en.antaranews.com

Selengkapnya
Indonesia Mendorong Investasi Hijau Untuk Pembangunan Berkelanjutan

Teknik Lingkungan

Indonesia: Proyek Nikel Besar yang Mengakibatkan Kerusakan Iklim, Hak Asasi Manusia, dan Lingkungan

Dipublikasikan oleh Syayyidatur Rosyida pada 20 Juni 2024


Sebuah kompleks industri nikel bernilai miliaran dolar di Maluku Utara dan pertambangan nikel di dekatnya melanggar hak-hak masyarakat setempat, termasuk Masyarakat Adat, menyebabkan deforestasi yang signifikan, polusi udara dan air, dan mengeluarkan sejumlah besar gas rumah kaca dari pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU), demikian ungkap Climate Rights International dalam laporan dan video yang dirilis hari ini. 

Laporan setebal 124 halaman tersebut berjudul "Nikel Digali: Kerugian Manusia dan Iklim dari Industri Nikel Indonesia," Climate Rights International mewawancarai 45 orang yang tinggal di sekitar operasi peleburan di Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) dan tambang-tambang nikel di dekatnya di pulau Halmahera. Penduduk setempat menjelaskan bagaimana perusahaan-perusahaan tersebut, berkoordinasi dengan polisi dan militer Indonesia, telah terlibat dalam perampasan tanah, pemaksaan, dan intimidasi terhadap masyarakat adat dan masyarakat lainnya, yang mengalami ancaman serius dan berpotensi mengancam kehidupan tradisional mereka.  

Sebagian besar nikel yang diproses di IWIP dan di tempat lain di Indonesia diekspor untuk memenuhi permintaan nikel yang terus meningkat untuk digunakan dalam teknologi energi terbarukan, termasuk baterai untuk kendaraan listrik.  

"Transisi dari mobil bertenaga gas ke kendaraan listrik merupakan bagian penting dari transisi global dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan, tetapi industri mineral penting yang sedang berkembang tidak boleh melanggengkan praktik-praktik yang kejam dan berbahaya bagi lingkungan seperti yang telah dilakukan selama beberapa dekade oleh industri ekstraktif," ujar Krista Shennum, Peneliti di Climate Rights International. "Produsen mobil global yang memasok nikel dari Indonesia, termasuk Tesla, Ford, dan Volkswagen, harus mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa nikel yang digunakan dalam kendaraan listrik mereka tidak mendorong pelanggaran hak asasi manusia dan lingkungan." 

Indonesia merupakan produsen nikel terbesar di dunia, memasok 48 persen dari permintaan global pada tahun 2022. Di seluruh negeri, kawasan industri nikel besar-besaran, seperti IWIP, sedang dibangun untuk memproses bijih nikel. Meskipun tujuan dari transisi kendaraan listrik adalah untuk mengurangi jejak karbon dari industri otomotif, peleburan di kawasan industri nikel, termasuk IWIP, memiliki jejak karbon yang sangat besar, demikian ungkap Climate Rights International. Alih-alih menggunakan tenaga surya dan angin terbarukan yang melimpah, IWIP telah membangun setidaknya lima pembangkit listrik tenaga batu bara sejak tahun 2018, dengan rencana total dua belas pembangkit listrik tenaga batu bara baru. Pembangkit-pembangkit tersebut akan menyediakan energi sekitar 3,78 gigawatt per tahun dengan membakar batu bara berkualitas rendah dari Kalimantan, yang merupakan jumlah batu bara yang lebih banyak daripada yang digunakan Spanyol atau Brasil dalam satu tahun. 

Penambangan nikel di daerah tersebut juga merupakan pendorong yang signifikan terhadap deforestasi dan hilangnya keanekaragaman hayati. Setidaknya 5.331 hektar hutan tropis telah ditebang di dalam konsesi pertambangan nikel di Halmahera, dengan total kehilangan sekitar 2,04 metrik ton gas rumah kaca (CO2e) yang sebelumnya tersimpan dalam bentuk karbon di dalam hutan-hutan tersebut.  

Masyarakat Adat memiliki hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dalam hal-hal yang akan mempengaruhi hak-hak mereka, termasuk hak untuk melakukan persetujuan atas dasar informasi di awal tanpa paksaan (Padiatapa) sebelum menyetujui proyek apa pun yang mempengaruhi tanah, wilayah, atau sumber daya mereka. Namun, Masyarakat Adat berulang kali mengatakan bahwa mereka tidak diberitahu tentang tujuan pembebasan lahan atau rincian lain dari proyek tersebut oleh perusahaan pertambangan atau peleburan nikel.  

Masyarakat yang tinggal di Halmahera Tengah dan Timur telah lama bergantung pada sumber daya alam untuk menghidupi diri mereka dan keluarga mereka sebagai nelayan tradisional, petani, pembuat sagu, dan pemburu. Laporan tersebut mendokumentasikan bagaimana industri nikel merusak hutan, mengambil alih lahan pertanian, degradasi sumber daya air tawar, dan merusak perikanan, sehingga sulit, bahkan tidak mungkin, untuk meneruskan cara-cara hidup tradisional.  

Menurut Max Sigoro, seorang nelayan Sawai berusia 51 tahun dari desa pesisir Gemaf, di luar IWIP,  

"Sebelum adanya pertambangan, stok ikan melimpah, lautnya jernih. Sekarang, saya tidak bisa menangkap ikan di dekat [IWIP]. Airnya kotor, dan pihak keamanan mengusir kami. Polusi air berasal dari pertambangan. Ada minyak di dalam air dari mesin-mesin. Selain itu, air panas dari pembangkit listrik juga mencemari laut. Terkadang airnya berwarna kemerahan. Kami biasanya mendayung perahu dekat dengan pantai untuk mencari ikan, sekarang kami harus pergi lebih jauh." 

Peta Indonesia. Kotak merah di sekitar Halmahera.

Operasi penambangan dan peleburan nikel mengancam hak penduduk setempat untuk mendapatkan air minum yang aman dan bersih, karena kegiatan industri dan deforestasi mencemari saluran air yang menjadi tumpuan masyarakat setempat untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka, demikian ungkap Climate Rights International. Anggota masyarakat juga khawatir bahwa banjir yang semakin sering terjadi berkaitan dengan deforestasi yang dilakukan oleh perusahaan pertambangan nikel.  

Kurangnya transparansi atau penyediaan informasi dasar oleh perusahaan dan pemerintah Indonesia memperburuk situasi. Anggota masyarakat mengalami kesulitan untuk mengakses informasi tentang konsekuensi dari polusi industri terhadap kesehatan mereka. Baik IWIP maupun pemerintah Indonesia tidak menyediakan informasi yang dapat diakses oleh publik mengenai kualitas udara dan air bagi penduduk setempat.   

Tanggung jawab pemerintah 

Climate Rights International menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk memperkuat hukum dan peraturan untuk meminimalkan dampak penambangan dan pemurnian nikel terhadap masyarakat, termasuk masyarakat adat. Pemerintah juga harus memerintahkan perusahaan-perusahaan, serta aparat keamanan pemerintah dan swasta, untuk mengakhiri semua ancaman dan intimidasi terhadap penduduk setempat yang menentang kegiatan di IWIP atau operasi pertambangan terkait.  

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral harus sepenuhnya menilai, memantau, dan menyelidiki dugaan pencemaran lingkungan dan membuat temuan-temuan dari penyelidikan tersebut tersedia untuk umum dan dapat diakses oleh publik. Kementerian Agraria dan Tata Ruang harus segera mengakui tanah adat masyarakat adat dan memastikan bahwa perusahaan pertambangan dan pemurnian nikel menghormati hak-hak masyarakat lokal dan masyarakat adat. Pemerintah juga harus segera menghentikan perizinan semua pembangkit listrik tenaga batu bara baru, termasuk pembangkit listrik tenaga batu bara yang digunakan untuk memasok listrik ke kawasan industri.   

Tanggung jawab perusahaan 

Kerugian terhadap masyarakat lokal dan lingkungan disebabkan oleh aktivitas puluhan perusahaan domestik dan asing yang bergerak di bidang pertambangan dan pemurnian nikel di Halmahera Tengah dan Timur, termasuk IWIP.   

IWIP merupakan perusahaan patungan dari tiga perusahaan swasta yang berkantor pusat di Republik Rakyat Tiongkok: Tsingshan Holding Group, Huayou Cobalt, dan Zhenshi Holding Group. Selain ketiga pemegang saham ini, semakin banyak perusahaan yang telah mengumumkan rencana untuk membangun fasilitas industri di dalam IWIP untuk memproduksi bahan nikel yang dibutuhkan untuk baterai EV.  

Eramet dan BASF telah mengumumkan rencana untuk membangun fasilitas pemurnian nikel dan kobalt, yang disebut Sonic Bay, yang akan menghasilkan 67.000 ton nikel dan 7.500 ton kobalt per tahun. Selain itu, POSCO telah mengumumkan rencana pembangunan pabrik senilai $441 juta di IWIP dengan kapasitas produksi 52.000 metrik ton nikel olahan per tahun, yang cukup untuk sekitar satu juta mobil listrik.  

Tiga pemangku kepentingan utama di IWIP - Tsingshan, Huayou, dan Zhenshi - harus segera mengambil langkah untuk memperbaiki polusi air dan udara yang disebabkan oleh operasi mereka, dan perusahaan pertambangan nikel harus membuang limbah tambang dengan benar untuk meminimalkan pencemaran lingkungan. Baik IWIP maupun perusahaan pertambangan nikel harus memberikan kompensasi yang penuh dan adil kepada seluruh anggota masyarakat, termasuk Masyarakat Adat, atas tanah mereka dan memastikan bahwa Masyarakat Adat dapat memberikan persetujuan atas dasar informasi di awal tanpa paksaan (FPIC) secara penuh sebagaimana diatur dalam hukum hak asasi manusia internasional.  Perusahaan juga harus terlibat dalam mediasi dengan masyarakat yang terkena dampak di sekitar IWIP mengenai cara terbaik untuk memperbaiki kerugian yang telah disebabkan oleh operasi yang sedang berlangsung.  

Perusahaan-perusahaan kendaraan listrik seperti Tesla, Ford, dan Volkswagen yang memiliki kontrak untuk memasok nikel dari Indonesia, termasuk dari perusahaan-perusahaan yang beroperasi di IWIP, harus segera menggunakan pengaruhnya untuk mendorong para pemasok untuk mengatasi kerugian terhadap masyarakat dan lingkungan setempat, dan jika perlu, menangguhkan pembelian nikel dari perusahaan-perusahaan yang bertanggung jawab atas pelanggaran-pelanggaran tersebut. 

Adlun Fikri, seorang aktivis Sawai berusia 29 tahun dari Sagea, menyimpulkan kepada Climate Rights International tentang apa yang dirasakan oleh penduduk setempat tentang IWIP dan pertambangan terkait: 

"Di daerah hulu tempat mereka menambang, mereka merusak hutan, menghancurkan hutan, dan menyebabkan pelanggaran hak asasi manusia. Penduduk lokal di sini menanggung biaya untuk ambisi global [nol karbon]. Orang-orang Barat menikmati kendaraan listrik, dan sementara itu kami mendapatkan dampak negatifnya." 

"Membangun pembangkit listrik tenaga batu bara baru untuk mendukung operasi pengolahan nikel dan menggunduli hutan di wilayah yang begitu luas untuk pertambangan nikel adalah solusi iklim yang salah dan tidak dapat diterima," ujar Shennum. "Perusahaan-perusahaan kendaraan listrik harus memastikan rantai pasokan mineral penting mereka bebas dari bahan bakar fosil, dan pemerintah asing - termasuk Amerika Serikat dan negara-negara anggota Uni Eropa - harus memberikan dukungan keuangan untuk transisi energi Indonesia, termasuk untuk menonaktifkan pembangkit listrik tenaga batu bara ini." 

Disadur dari: cri.org

Selengkapnya
Indonesia: Proyek Nikel Besar yang Mengakibatkan Kerusakan Iklim, Hak Asasi Manusia, dan Lingkungan
« First Previous page 2 of 9 Next Last »