Hasil Survei WWF-Indonesia tentang Persepsi Milenial-Gen Z di Seluruh Indonesia terhadap Pelestarian Lingkungan Hidup dalam Visi dan Misi Setiap Calon Presiden pada Pemilu 2024
Isu pelestarian lingkungan hidup menjadi salah satu prioritas penting bagi generasi milenial dan Gen Z dalam memilih calon presiden dan wakil presiden pada Pemilu 2024. Oleh karena itu, perlu dipahami pandangan mereka terkait rencana kebijakan pelestarian lingkungan hidup para capres dan cawapres. Untuk mengetahui hal tersebut, Yayasan WWF-Indonesia melakukan survei terhadap milenial dan Gen Z di seluruh Indonesia, tujuan dari survei ini adalah untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam mengenai dukungan dan pilihan milenial dan Gen Z terhadap visi, kebijakan, dan komitmen capres dan cawapres yang merefleksikan preferensi dan kebutuhan mereka dalam konteks konservasi lingkungan. Survei ini disusun dengan tiga dimensi utama, yaitu opini atau penilaian terhadap pasangan calon, perilaku memilih, visi lingkungan hidup, dan misi pelestarian lingkungan hidup.
Survei dilakukan pada awal Desember 2023, dengan jumlah responden sebanyak 1365 orang generasi milenial dan Gen Z dengan rentang usia 17-30 tahun yang berdomisili di beberapa kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Jogjakarta, Surabaya, Bali, Medan, Jambi, Samarinda, Makassar, dan Jayapura. Profil responden adalah 63 persen perempuan dan sisanya laki-laki, dengan status sosial ekonomi menengah ke atas dengan mayoritas pendidikan minimal SMA hingga perguruan tinggi, mayoritas pekerjaan karyawan swasta dan mahasiswa.
Hasil survei isu lingkungan terbesar dan dampaknya terhadap kerusakan lingkungan
Survei menemukan bahwa ada lima isu lingkungan utama yang menurut generasi milenial dan Gen Z harus segera diatasi oleh para calon presiden dan wakil presiden mendatang. Mayoritas mengatakan bahwa sampah dan limbah plastik harus segera diatasi (81%), yang kedua adalah masalah penyediaan air bersih dan pembangunan kota hijau (69%), pembatasan polusi industri (66%) dan terakhir adalah perlindungan keanekaragaman hayati, flora dan fauna (58%). Hal ini membuktikan bahwa meskipun mayoritas responden adalah masyarakat perkotaan, mereka tetap menganggap konservasi keanekaragaman hayati itu penting.
Sebanyak 72% menyatakan bahwa mereka terkena dampak dari sampah dan limbah, mengalami sesak nafas akibat penurunan kualitas udara (68%), merasakan penurunan kualitas air (53%), dan 43% merasakan kerusakan ekosistem hutan atau laut.
Misi calon Presiden terkait lingkungan hidup dan pilihan yang disepakati
Pernyataan misi para calon presiden menarik bagi kaum muda, namun sebagian masih belum memahami apa yang mereka maksud. Dari hasil survei, 72% telah mempelajari sebagian visi dan misi masing-masing calon, 22% belum mempelajari sama sekali, dan sisanya 6% telah mempelajari secara lengkap. Ketika ditanya lebih lanjut mengapa mereka belum mempelajarinya, 44% menjawab tidak tahu sumber informasi yang tepat, 27% tidak punya waktu dan 15% menjawab informasi tidak mudah diakses. Pengembangan lebih lanjut dari hasil pertanyaan ini, diperoleh hasil bahwa 75% responden mengaku menemukan perlindungan lingkungan dalam visi dan misi kandidat, namun hampir 40% mengatakan visi dan misi tersebut tidak mudah dipahami.
Hasil survei menunjukkan secara umum 82% responden menyatakan akan memilih capres dan cawapres sesuai dengan visi dan misinya daripada iming-iming hadiah yang ditawarkan kandidat. Hal ini menjadi hal yang perlu digarisbawahi bahwa anak muda tidak mudah dijanjikan hadiah untuk meminta dukungan mereka. Selain itu, 88% setuju untuk memilih kandidat yang memprioritaskan dan menyelesaikan masalah lingkungan. Sebanyak 78% responden menyatakan akan memilih kandidat yang memiliki latar belakang, rekam jejak, dan pengalaman dalam mengelola lingkungan hidup.
Aditya Bayunanda, CEO Yayasan WWF-Indonesia mengatakan, "Kami senang melihat hasil survei ini yang menyatakan bahwa 97% anak muda akan mempertimbangkan untuk memilih calon yang mendukung pelestarian lingkungan, dan itu berarti isu lingkungan hidup menjadi perhatian anak muda. Sebanyak 75% mengaku mengetahui lingkungan hidup dalam visi dan misi para kandidat namun sebanyak 36% tidak memahami maknanya, sehingga ini merupakan kesempatan yang baik bagi para kandidat untuk lebih menjelaskan visi, misi, dan program kerja mereka, terutama yang berkaitan dengan pelestarian lingkungan hidup dan juga menyusun program-program yang konkret."
Sebanyak 86% responden ingin memilih calon presiden yang dapat menyelesaikan masalah lingkungan dan bencana. Misalnya, memulihkan ekosistem laut dan hutan, menanggulangi sampah dan limbah plastik, serta memiliki program mitigasi bencana yang kuat.
Pendapat mereka tentang sampah dan emisi karbon
Bagaimana dengan pengelolaan sumber daya alam dan limbah? Hasilnya mayoritas (93%) responden akan memilih capres dan cawapres yang dapat mengatasi pengurangan sampah plastik, 89% pengadaan air bersih seperti pembangunan IPAL, pembersihan sungai, pendistribusian air bersih, dan 84% memilih capres dan cawapres yang dapat mendorong percepatan implementasi energi baru terbarukan seperti angin, matahari, panas bumi dan lainnya.
Mayoritas responden memahami tentang emisi karbon, terbukti dengan 92% setuju untuk memilih capres yang memiliki program untuk mengurangi emisi karbon, membatasi polusi industri yang diikuti dengan kota hijau, industri hijau, dan memaksimalkan ruang terbuka hijau (91%). Namun berbanding terbalik, mempercepat implementasi kendaraan listrik untuk mengurangi emisi karbon mendapat jawaban rendah (73%), artinya tidak ada korelasi antara mengurangi emisi karbon dengan penggunaan kendaraan listrik.
Bagaimana Informasi Dipaparkan
Hasil survei juga menunjukkan dari mana generasi milenial dan Gen Z mendapatkan informasi. Hasilnya tidak mengejutkan, tetap saja media sosial mencapai angka yang tinggi (73%), ini merupakan data yang baik bagi para kandidat untuk mengkomunikasikan visi dan misi lingkungan hidup melalui media sosial. Data kedua adalah media online (56%) masih diakses untuk mendapatkan informasi, 51% dari youtube, dan 47% dari televisi. Namun yang paling efektif adalah media sosial (41%), televisi (14%) dan YouTube (13%), tatap muka hanya 12%, dan media online hanya 5%.
Yayasan WWF Indonesia mendorong para kandidat ini dalam debat dan kampanye yang tersisa untuk mengkomunikasikan program dan komitmennya kelak dalam menyelamatkan lingkungan dengan gaya komunikasi atau cara berkomunikasi milenial dan gen Z, lebih intensif, gencar, dan mudah dimengerti melalui media sosial dan lebih banyak menggunakan visual. Dan jika terpilih, berjanji untuk menjalankan visi dan misi lingkungan hidup dengan baik.
Disadur dari: www.wwf.id