Pertanian
Dipublikasikan oleh Nadia Pratiwi pada 14 Mei 2024
Percobaan pada hewan (bahasa Inggris: animal testing) merupakan kegiatan yang melibatkan hewan sebagai objek dari percobaan. Beberapa istilah yang berkaitan dengan uji coba hewan antara lain eksperimen pada hewan, penelitian pada hewan, uji coba in-vivo dan vivisection. Uji coba hewan dilakukan pada penelitian dasar dan terapan (biomedis), pengujian obat-obatan, pengujian zat-zat biologis, serta bertujuan sebagai sarana pendidikan. Hewan yang dapat dijadikan sebagai objek pengujian adalah hewan yang bebas dari mikroorganisme patogen, memiliki reaksi imunitas yang baik, kepekaan pada suatu penyakit, dan performa atau anatomi tubuh hewan percobaan dikaitkan dengan sistem genetiknya. Hewan yang banyak digunakan pada percobaan ialah mencit (Mus musculus) sekitar 40%, tikus putih (Rattus norvegicus), kelinci (Oryclolagus cunucilus), hamster, dan primata.
Terdapat konsep 3Rs yaitu replacement (penggantian), reduction (pengurangan), dan refinement (perbaikan) sebagai parameter penggunaan hewan dalam penelitian. Uji coba pada hewan perlu dilakukan sesuai etik antara lain cara memperoleh hewan percobaan, transportasi, perkandangan, kondisi lingkungan, makanan, perawatan, pengawasan oleh dokter hewan, dan teknik pelaksanaan uji coba dengan anastesi agar tidak menimbulkan rasa nyeri.
Tujuan
Berikut ini adalah beberapa tujuan dari dilakukannya animal testing yaitu sebagai berikut:
Teknis
Biasanya hewan yang digunakan pada animal testing merupakan hewan utuh atau hanya bagian tertentu dari tubuh hewan tersebut. Namun demikian, tidak jarang juga hewan hidup sehat digunakan sebagai objek penderita. Berikut ini adalah salah satu contoh langkah-langkah animal testing untuk mengetahui potensi bahan atau produk dalam menimbulkan komedo/jerawat (comedogemity):
Larangan pengadaan
Meskipun uji coba hewan ini memiliki tujuan yang baik berupa memastikan bahwa produk yang diproduksi dari suatu industri aman bagi kulit, tetapi beberapa negara melarang hal tersebut. Animal testing dianggap menjadi salah satu metode pengujian yang bertentangan dengan bioetika. Mereka mendorong supaya lembaga-lembaga penelitian menemukan metode pengujian yang lebih ramah dan beretika.
Pihak yang banyak menentang uji coba hewan yaitu Lembaga swadaya Masyarakat (LSM) lingkungan hidup dan kelompok pecinta satwa. Seperti dimaklumi, uji coba hewan menggunakan hewan sebagai objek penderitanya.Tak jarang hewan yang digunakan dalam penelitian tersebut dibunuh guna menghindari interaksi terhadap hewan lainnya. Hewan-hewan yang biasanya digunakan dalam animal testing yaitu hewan-hewan pengerat seperti tikus, kelinci, dan marmut. Hewan-hewan tersebut diperoleh dari pembiakan atau penangkaran. Selain hewan pengerat, hewan-hewan dari kelompok karnivora dan primata juga sering digunakan dalam animal testing. Hewan golongan ini pada umumny amasih banyak yang diperoleh dari alam liar.
Ada beberapa alasan para penggiat LSM lingkungan hidup dan kelompok pecinta satwa melarang uji coba hewan untuk menguji keamanan produk:
Sumber: https://id.wikipedia.org/
Pertanian
Dipublikasikan oleh Nadia Pratiwi pada 13 Mei 2024
Peternakan sapi telah menjadi kegiatan yang dilakukan oleh manusia selama ribuan tahun. Di berbagai bagian dunia, sapi digunakan sebagai sumber makanan, tenaga kerja, dan bahan bakar. Di Indonesia, sapi merupakan sumber utama protein hewani yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kemajuan zaman, peternakan sapi telah mengalami banyak perubahan dan perkembangan teknologi. Saat ini, terdapat dua jenis peternakan sapi yang berbeda, yakni peternakan sapi konvensional dan peternakan sapi modern. Dalam artikel ini, akan dibahas perbedaan antara kedua jenis peternakan sapi tersebut serta kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Bagian I: Peternakan Sapi Konvensional
Peternakan sapi konvensional merupakan bentuk peternakan sapi yang mengandalkan metode-metode tradisional dalam proses budidaya. Di Indonesia, peternakan sapi konvensional masih umum ditemui, terutama di daerah pedesaan. Berikut adalah beberapa karakteristik dari peternakan sapi konvensional:
Peternakan sapi konvensional biasanya memanfaatkan lahan alami sebagai tempat pemeliharaan sapi. Sapi dibiarkan bebas berkeliaran di padang rumput atau hutan untuk mencari makanan sendiri. Ini merupakan perbedaan dengan peternakan sapi modern yang menggunakan kandang atau ladang sebagai tempat pemeliharaan sapi.
Sapi yang dipelihara dalam peternakan sapi konvensional diberi makanan alami berupa rumput, daun, atau kulit kayu sebagai pakan utama mereka. Mereka dibiarkan mencari makan sendiri di sekitar peternakan atau di lahan yang disediakan oleh peternak.
Peternakan sapi konvensional biasanya tidak mengadopsi teknologi modern seperti mesin pengaduk pakan, peralatan pengontrol suhu, atau teknologi lainnya yang dapat mempercepat dan memudahkan proses budidaya sapi.
1. Kelebihan Peternakan Sapi Konvensional
Peternakan sapi tradisional memiliki biaya yang lebih murah daripada peternakan sapi modern. Hal ini dikarenakan peternakan sapi tradisional tidak memerlukan peralatan dan teknologi modern untuk mengelola peternakan.
Sapi yang dirawat di peternakan sapi tradisional diberikan pakan alami seperti rumput, daun, atau kulit kayu. Jenis pakan alami ini dianggap lebih sehat bagi sapi maupun manusia.
Peternakan sapi tradisional menghindari penggunaan teknologi modern yang berlebihan sehingga lebih memperhatikan lingkungan. Sapi diberikan kebebasan untuk mencari makan sendiri di sekitar peternakan dan membutuhkan sedikit lahan.
2. Kekurangan Peternakan Sapi Konvensional
Peternakan sapi tradisional umumnya menghasilkan produksi yang lebih rendah dibandingkan dengan peternakan sapi modern. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti penggunaan teknologi modern yang kurang serta kurangnya perawatan yang optimal terhadap sapi.
Sapi yang dirawat di peternakan sapi tradisional memiliki kualitas yang bervariasi. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti jenis pakan yang diberikan dan kurangnya perawatan yang optimal.
Peternakan sapi tradisional seringkali kurang memenuhi standar sanitasi dan kesehatan yang memadai. Hal ini meningkatkan risiko sapi dan manusia terkena penyakit dan infeksi.
Bagian II: Peternakan Sapi Modern
Peternakan sapi modern merujuk pada jenis peternakan sapi yang mengadopsi teknologi modern dalam kegiatan budidaya sapi. Peternakan sapi modern umumnya terdapat di daerah perkotaan atau di negara-negara maju. Berikut adalah beberapa ciri khas dari peternakan sapi modern:
Sapi yang dikembangkan di peternakan sapi modern biasanya ditempatkan di kandang atau ladang. Tujuan utamanya adalah untuk mempermudah pengawasan dan perawatan sapi.
Sapi yang dirawat di peternakan sapi modern diberikan pakan buatan yang terdiri dari jagung, kedelai, atau tepung tulang sebagai pakan utama. Jenis pakan buatan ini disesuaikan dengan kebutuhan nutrisi sapi.
Peternakan sapi modern memanfaatkan teknologi modern seperti mesin pengaduk pakan, alat pengendali suhu, dan berbagai teknologi lainnya untuk mempercepat dan mempermudah proses budidaya sapi.
1. Kelebihan Peternakan Sapi Modern
Peternakan sapi modern memiliki potensi menghasilkan produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan peternakan sapi konvensional. Hal ini disebabkan oleh penggunaan teknologi modern dan perawatan yang optimal terhadap sapi.
Sapi yang dirawat di peternakan sapi modern umumnya memiliki kualitas yang lebih konsisten. Hal ini dikarenakan penggunaan pakan buatan yang disesuaikan dengan kebutuhan nutrisi sapi.
Peternakan sapi modern menerapkan standar sanitasi dan kesehatan yang tinggi. Hal ini menjaga keamanan sapi dan manusia dari penyakit dan infeksi.
2. Kekurangan Peternakan Sapi Modern
Peternakan sapi modern membutuhkan biaya yang lebih tinggi dibandingkan dengan peternakan sapi konvensional. Hal ini disebabkan oleh penggunaan teknologi modern dan perawatan yang lebih intensif terhadap sapi.
Peternakan sapi modern umumnya memerlukan lahan yang lebih luas dan menghasilkan limbah yang lebih banyak. Dampaknya dapat merugikan lingkungan sekitar peternakan, seperti pencemaran air dan udara.
Peternakan sapi modern sering kali menerapkan praktik-praktik yang tidak berkelanjutan, seperti menggunakan pakan buatan yang mengandung bahan-bahan tidak ramah lingkungan dan penggunaan antibiotik secara berlebihan. Dampaknya dapat mengurangi kualitas lingkungan dan mengancam keberlanjutan usaha peternakan.
Sebagai seorang penulis, pendapat saya adalah bahwa peternakan sapi modern memiliki potensi sebagai solusi untuk mengatasi masalah kelangkaan daging sapi di masa depan. Namun, saya juga menyadari bahwa peternakan sapi konvensional memainkan peran penting dalam memenuhi kebutuhan pangan di banyak daerah, terutama di daerah pedesaan.
Dalam konteks ini, saya yakin bahwa peternakan sapi modern memberikan alternatif yang positif bagi peternakan sapi konvensional. Penerapan teknologi modern dapat membantu meningkatkan produksi daging sapi serta meningkatkan kualitas sapi yang dihasilkan. Namun, penting untuk melakukannya dengan mempertimbangkan aspek keberlanjutan dan kesehatan lingkungan.
Selain itu, diperlukan upaya untuk meningkatkan kualitas peternakan sapi konvensional. Pemerintah dan organisasi terkait dapat memberikan dukungan berupa pelatihan dan penyediaan teknologi sederhana yang dapat membantu peternak sapi konvensional meningkatkan produksi dan kualitas sapi mereka.
Secara keseluruhan, saya meyakini bahwa peternakan sapi modern dan peternakan sapi konvensional memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Namun, kedua jenis peternakan ini dapat berjalan berdampingan dan saling melengkapi untuk memenuhi kebutuhan pangan yang semakin meningkat di masa depan. (Dosen Universitas Teknokrat Indonesia, Pakar Sistem Tertanam, Tim Kelompok Keilmuan IoT dan Sistem Tertanam)
Sumber: https://teknokrat.ac.id/
Pertanian
Dipublikasikan oleh Nadia Pratiwi pada 13 Mei 2024
Etologi atau Ilmu perilaku hewan adalah suatu cabang ilmu zoologi yang mempelajari perilaku atau tingkah laku hewan, mekanisme serta faktor-faktor penyebabnya.
Sepanjang sejarah telah banyak naturalis yang mempelajari aneka aspek tingkah laku hewan, berakar pada penelitian-penelitian Charles Darwin (1809-1882). Namun disiplin ilmu etologi modern dianggap lahir sekitar tahun 1930-an atas penilitian-penilitian yang dilakukan ornitologis asal Belanda, Nikolaas Tinbergen (1907-1988), dan ornitologis asal Austria, Konrad Lorenz (1903-1989) serta zoologis Karl von Frisch (1886-1982). Atas jerih payahnya, ketiga peneliti ini kemudian dianugerahi Hadiah Nobel dalam Fisiologi dan Kedokteran pada tahun 1973.
Etologi merupakan kombinasi antara pekerjaan laboratorium dan pengamatan di lapangan, yang memiliki keterkaitan yang kuat dengan disiplin ilmu-ilmu tertentu seperti neuroanatomi, ekologi, dan evolusi. Seorang ahli perilaku hewan cenderung menaruh minat pada proses terjadinya sebuah perilaku dari pada kelompok hewan tertentu, dan sering kali mempelajari satu jenis perilaku, seperti agresi, pada sejumlah spesies yang tidak berkerabat.
Etologi adalah bidang yang berkembang pesat. Sejak awal abad ke-21, para peneliti telah memeriksa kembali dan mencapai kesimpulan baru dalam banyak aspek komunikasi hewan, emosi, budaya, pembelajaran, dan seksualitas yang telah lama dipahami oleh komunitas ilmiah. Bidang-bidang baru, seperti neuroetologi, juga mulai berkembang.
Etimologi dan terminologi
Istilah etologi diturunkan dari bahasa Yunani, yaitu kata ethos (ήθος) yang berarti "kebiasaan", seperti kata etis dan etika. lalu kata -logia (-λογία) yang berarti "ilmu mengenai-". Pertama kali istilah ini diperkenalkan dalam bahasa Inggris oleh mirmekolog asal Amerika William Morton Wheeler pada 1902.
Meski tidak diterima dalam kalangan akademisi, John Stuart Mill dalam bukunya Sistem Logika, Ratiosinatif dan Induktif (1843) mendefinisikan Etologi sebagai "ilmu pembentukan karakter" yang akan menjadi ilmu tentang sifat manusia yang tidak dapat disediakan oleh Psikologi.
Dia menyarankan psikologi akan menjadi ilmu untuk menemukan hukum pikiran universal, sedangkan Etologi akan menjadi ilmu yang menjelaskan pikiran individu atau karakter menurut hukum umum disediakan oleh Psikologi. Etologi juga akan memiliki hukumnya sendiri, tetapi mereka akan menjadi turunan; yaitu, mereka akan disimpulkan dari hukum-hukum universal Psikologi.[5] Studi semacam ini kemudian dikenal sebagai Psikologi Komparatif.
Sejarah
Karena dianggap sebagai bagian dari biologi, para ahli perilaku hewan mengkhususkan perhatian mereka kepada evolusi perilaku dan pemahamannya terkait dengan seleksi alam. Charles Darwin dianggap sebagai etologis modern pertama, dia menulis The Expression of the Emotions in Man and Animals (1872) yang memberikan pengaruh kepada para etologis. Dia menyalurkan minatnya dalam perilaku dengan mendorong muridnya George Romanes, yang menyelidiki pembelajaran dan kecerdasan hewan menggunakan metode antropomorfik, kognitivisme anekdot, yang tidak mendapatkan dukungan masyarakat ilmiah.
Etologis periode awal lain, seperti Eugène Marais, Charles O. Whitman, Oskar Heinroth, Wallace Craig, dan Julian Huxley, berkonsentrasi pada perilaku naluriah atau alami yang terjadi pada semua anggota spesies dalam keadaan tertentu. Permulaan mereka dalam mempelajari perilaku spesies baru adalah dengan menyusun etogram (deskripsi jenis perilaku umum beserta frekuensi kemunculannya). Ini memberikan database perilaku kumulatif yang objektif, yang dapat diperiksa dan ditambahkan oleh peneliti selanjutnya.
Karena penelitian Konrad Lorenz dan Nikolaas Tinbergen, etologi berkembang pesat di Eropa selama tahun-tahun menjelang Perang Dunia II. Setelah perang, Tinbergen pindah ke Universitas Oxford dan etologi menjadi lebih kuat di Inggris, dengan pengaruh tambahan dari William Thorpe, Robert Hinde, dan Patrick Bateson di Sub-departemen Perilaku Hewan di Universitas Cambridge. Pada periode ini pula, etologi mulai berkembang pesat di Amerika Utara.
Lorenz, Tinbergen, dan von Frisch bersama-sama dianugerahi Hadiah Nobel dalam Fisiologi atau Kedokteran pada tahun 1973 untuk karya mereka dalam mengembangkan etologi.
Etologi menjadi disiplin ilmu yang terpandang, dan memiliki sejumlah jurnal yang membahas perkembangan dalam subjek tersebut, seperti Animal Behaviour, Animal Welfare, Applied Animal Behaviour Science, Animal Cognition, Behaviour, Behavioral Ecology and Ethology: International Journal of Behavioural Biology. Pada tahun 1972, International Society for Human Ethology didirikan untuk mempromosikan pertukaran pengetahuan dan pendapat tentang perilaku manusia yang diperoleh dengan menerapkan prinsip dan metode etologis dan menerbitkan jurnal mereka, The Human Ethology Bulletin.
Pada tahun 1972, etologis Inggris John H. Crook membedakan 'etologi komparatif' dari 'etologi sosial', dan berpendapat bahwa sebagian besar etologi yang ada sejauh ini benar-benar etologi komparatif—memeriksa hewan sebagai individu—sementara di masa depan, ahli etologi perlu berkonsentrasi pada perilaku kelompok sosial hewan dan struktur sosial di dalamnya.
Pada tahun 1975, Edward O. Wilson mengeluarkan buku Sociobiology: The New Synthesis, dan sejak saat itu studi tingkah laku meletakkan perhatian lebih pada aspek sosial. Hal ini juga didorong oleh Darwinisme yang lebih kuat, tetapi lebih canggih, yang diasosiasikan dengan E.O. Wilson, Robert Trivers, dan W.D. Hamilton. Perkembangan terkait ekologi perilaku juga telah membantu mengubah etologi. Selain itu, pemulihan hubungan yang substansial dengan psikologi komparatif telah terjadi, sehingga studi ilmiah modern tentang perilaku menawarkan spektrum pendekatan yang lebih mulus: dari kognisi hewan hingga psikologi komparatif yang lebih tradisional, etologi, sosiobiologi, dan ekologi perilaku. Pada tahun 2020, Dr. Tobias Starzak dan Profesor Albert Newen dari Institut Filsafat II di Universitas Ruhr Bochum mendalilkan bahwa hewan mungkin memiliki 'kepercayaan'.
Kaitan dengan psikologi komparatif
Etologi dapat dibedakan dengan psikologi komparatif, yang juga mempelajari perilaku hewan dalam konteks dan kaidah psikologi. Sedangkan etologi memandang studi perilaku hewan dalam konteks dari apa yang dikenal tentang anatomi dan fisiologi hewan yang cenderung mengikuti kaidah biologi. Lebih lanjut, psikolog komparatif awal berkonsentrasi pada studi pembelajaran dan cenderung memahami perilaku dalam keadaan buatan, sedangkan para etolog awal berkonsentrasi pada perilaku dalam keadaan alami, cenderung menggambarkannya secara naluriah.
Kedua pendekatan ini saling melengkapi alih-alih bersaing, tetapi mereka memberikan perspektif yang berbeda dan kadang berbeda pendapat mengenai hal yang substansial. Ditambah lagi dengan fakta bahwa selama abad ke-20 psikologi komparatif berkembang paling kuat di Amerika Utara dan etologi lebih kuat di Eropa sehingga menimbulkan berbeda fondasi filsafat dalam kedua studi itu. Dari sudut pandang praktis, psikolog komparatif awal berkonsentrasi untuk memperoleh pengetahuan luas tentang perilaku spesies yang sangat sedikit. Para etolog lebih tertarik untuk memahami perilaku di berbagai spesies untuk memfasilitasi perbandingan berprinsip di seluruh kelompok taksonomi. Para ahli etologi lebih banyak menggunakan perbandingan lintas spesies seperti itu daripada yang para psikolog komparatif.
Insting
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata 'insting' mengenai zoologi diartikan sebagai "Kecenderungan pada tingkah laku yang diwarisi dari nenek moyang dan kebiasaan pada binatang jenis tertentu tanpa pengalaman sebelumnya atau tanpa tujuan yang mendasar"
Langkah penting yang dikaitkan dengan Konrad Lorenz, walau kemungkinan lebih kepada gurunya, Oskar Heinroth, ialah pengenalan pola tindakan tetap. Lorenz mempopulerkan hal ini sebagai respons naluriah yang akan terjadi dengan keterandalan disebabkan stimulus yang dikenali yang disebut stimulus penanda atau "stimulus pelepas". Pola tindakan tetap sekarang dianggap sebagai urutan perilaku naluriah yang relatif tidak berubah di dalam spesies dan hampir pasti berjalan sampai selesai.
Lorenz mengidentifikasi 6 karakteristik pola tindakan tetap, yaitu; stereotip, kompleks, karakteristik spesies, dilepaskan, dipicu, dan tidak bergantung pada pengalaman. Terdapat 4 pengecualian kondisi dari pola tindakan tetap, yaitu; ambang toleransi respon yang menurun, terlalu lama tidak dirilis, perilaku displacement, respon yang bertingkat.
Pola tindakan tetap telah diamati pada banyak spesies, tetapi terutama pada ikan dan burung. Studi klasik oleh Konrad Lorenz dan Niko Tinbergen melibatkan perilaku kawin ikan stickleback jantan dan perilaku pengambilan telur angsa greylag. Oskar Heinroth kenyakan melakukan pengamatan pada Anatidae sebagai studi kasusnya.
Salah satu studi populer tentang hal ini juga dilakukan Karl von Frish mengenai "Tarian Kibasan" (Waggle Dance) atau "Bahasa Tari" yang diamati pada lebah madu. Dengan melakukan tarian ini, lebah pekerja dapat berbagi informasi tentang arah dan jarak ke petak bunga yang menghasilkan nektar dan serbuk sari, ke sumber air, atau ke lokasi sarang baru dengan anggota koloni lainnya.
Pembelajaran
Habituasi adalah bentuk pembelajaran yang sederhana dan terjadi di banyak taksa hewan. Ini adalah proses di mana hewan berhenti merespons stimulus. Seringkali, responsnya adalah perilaku bawaan. Pada dasarnya, hewan itu belajar untuk tidak menanggapi stimulus yang tidak relevan. Stimulus diberikan secara terus-menerus maka respon yang dihasilkan akan mengalami penurunan, tidak akan berasosiasi dengan respon tertentu.
Meskipun terjadi penurunan respon pada proses habituasi, efek yang ditimbulkan tidak membahayakan bagi makhluk. Hal ini dikarenakan saat stimulus terus-menerus diberikan pada makhluk tersebut, maka ia akan menyesuaikan diri dengan baik, sehingga respon tidak ditampilkan dan stimulus akan diabaikan.
Pembelajaran asosiatif dalam perilaku hewan adalah setiap proses pembelajaran di mana respons baru dikaitkan dengan stimulus tertentu. Studi pertama pembelajaran asosiatif dilakukan oleh ahli fisiologi Rusia Ivan Pavlov, yang mengamati bahwa anjing yang dilatih untuk mengasosiasikan makanan dengan bunyi bel akan mengeluarkan air liur saat mendengar bel.
Perakaman memungkinkan anakan untuk membedakan anggota spesies mereka sendiri, penting untuk keberhasilan reproduksi. Jenis pembelajaran penting ini hanya berlangsung dalam jangka waktu yang sangat terbatas. Lorenz mengamati bahwa anak burung seperti angsa dan ayam mengikuti induknya secara spontan hampir dari hari pertama setelah mereka menetas, dan dia menemukan bahwa respons ini dapat ditiru oleh stimulus yang berubah-ubah jika telur diinkubasi secara artifisial dan stimulus diberikan. selama periode kritis yang berlanjut selama beberapa hari setelah menetas.
Imitasi adalah perilaku tingkat lanjut di mana seekor hewan mengamati dan secara tepat meniru perilaku hewan lain. Peniruan merupakan proses kognisi untuk melakukan tindakan maupun aksi seperti yang dilakukan oleh model dengan melibatkan indra sebagai penerima stimulus dan pemasangan kemampuan persepsi untuk mengolah informasi dari stimulus dengan kemampuan aksi. Proses ini melibatkan kemampuan kognisi tahap tinggi karena tidak hanya melibatkan bahasa namun juga pemahaman terhadap pemikiran orang lain. Spesies monyet menghabiskan banyak waktu dengan para peniru bahkan lebih suka terlibat dengan mereka, meski disediakan opsi untuk melakukan aktifitas yang sama tanpa diikuti oleh para peniru. Imitasi telah diamati dalam penelitian terbaru tentang simpanse, mereka tidak hanya meniru tindakan individu lain, ketika diberi pilihan, simpanse lebih suka meniru tindakan simpanse yang lebih tua dari pada simpanse muda yang berperingkat lebih rendah.
Berkawanan
Beberapa spesies hewan, termasuk manusia, cenderung hidup berkawanan. Ukuran kawanan adalah aspek utama dari lingkungan sosial mereka. Kehidupan sosial mungkin merupakan strategi bertahan hidup yang kompleks dan efektif. Ini dapat dianggap sebagai semacam simbiosis di antara individu-individu dari spesies yang sama: suatu masyarakat terdiri dari sekawanan individu yang termasuk dalam spesies yang sama yang hidup dalam aturan yang jelas tentang pengelolaan makanan, pembagian peran, dan ketergantungan timbal balik.
Ketika ahli biologi yang tertarik pada teori evolusi pertama kali mulai meneliti perilaku sosial, beberapa pertanyaan yang tampaknya tidak dapat dijawab muncul, seperti bagaimana kelahiran kasta steril, seperti pada lebah, dapat dijelaskan melalui mekanisme evolusi yang menekankan keberhasilan reproduksi sebanyak mungkin individu, atau mengapa, di antara hewan yang hidup dalam kelompok kecil seperti tupai, seseorang akan mempertaruhkan nyawanya sendiri untuk menyelamatkan anggota kelompok lainnya. Perilaku ini mungkin merupakan contoh altruisme. Tentu saja, tidak semua perilaku bersifat altruistik, seperti yang ditunjukkan oleh tabel di bawah ini. Misalnya, perilaku balas dendam pada satu titik diklaim telah diamati secara eksklusif pada Homo sapiens. Namun, spesies lain telah dilaporkan pendendam termasuk simpanse, serta laporan anekdot dari unta pendendam.
Empat Pertanyaan Tinbergen
Pada tahun 1963, Nikolaas Tinbergen menerbitkan sebuah makalah berjudul 'On the aims and methods of ethology', yang meletakkan dasar bagaimana melakukan penelitian di bidang perilaku hewan yang terbilang baru. Kontribusi abadi dari makalah ini adalah bahwa di dalamnya Tinbergen merumuskan empat pendekatan yang berbeda, meskipun agak saling terkait, untuk mempelajari perilaku hewan, atau empat jenis pertanyaan berbeda yang dapat kita ajukan tentang perilaku yang diamati.
Fungsi (Adaptasi)
Mengapa hewan melakukan perilaku tersebut? Bagaimana caranya perilaku tersebut mempengaruhi kebugaran hewan (dalam hal kesintasan dan reproduksi)?
Contoh:
Evolusi (Filogeni)
Bagaimana perilaku tersebut berkembang? Bagaimana seleksi alam merubah perilaku tersebut selama masa evolusinya? Biasanya jawaban pertanyaan ini dicari dengan melakukan perbandingan dengan spesies yang berkerabat dekat dengan hewan tersebut.
Contoh:
Penyebab (Mekanisme)
Contoh:
Perkembangan (Ontogeni)
Bagaimana perilaku berkembang selama kehidupan? Dalam hal apa pengalaman dan pembelajaran mempengaruhi perilaku tersebut?
Contoh:
Keempat pertanyaan tersebut dipahami melalui dua pendekatan yang berbeda. Pertanyaan (1) dan (2) memberikan pembahasan yang pamungkas atau bersifat evolusioner. Mereka memberikan jawaban dengan sudut pandang yang luas untuk membahas mengapa sebuah perilaku berkembang. Pertanyaan (3) dan (4) cenderung memberikan pembahasan yang taktis. Mereka memberikan jawaban berdasarkan mekanisme langsung atas mengapa hewan tersebut melakukannya. Untuk mendapatkan pemahaman penuh apa pengorbanan, manfaat, dan kendala yang telah membentuk perilaku tertentu, kedua pendekatan jawaban harus didapatkan.
Catatan
Sumber: https://id.wikipedia.org/
Pertanian
Dipublikasikan oleh Nadia Pratiwi pada 13 Mei 2024
Pandemi memaksa bangsa Indonesia untuk menggunakan teknologi e-commerce sehingga orang tidak perlu keluar rumah dan mengurangi penyebaran COVID-19. Hal ini telah diterapkan pada dunia kedokteran manusia, yaitu melalui telemedicine. Pasien dapat berkonsultasi dengan mudah tanpa perlu pergi ke layanan kesehatan secara langsung. World Health Organization (WHO) (2010) mendefinisikan telemedicine sebagai healing at a distance yang berarti penyembuhan dari jauh. WHO juga menyatakan terdapat empat elemen yang berhubungan erat dengan telemedicine, di antaranya: 1) bertujuan untuk memberikan dukungan klinis, 2) dimaksudkan untuk mengatasi hambatan geografis dan menghubungkan pengguna yang tidak berada di lokasi fisik yang sama, 3) melibatkan penggunaan berbagai jenis teknologi informasi dan komunikasi, dan 4) bertujuan untuk meningkatkan kesehatan. Pada bidang kesehatan manusia, pelayanan telemedicine diselenggarakan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine Antar Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Menurut Pasal 1 Ayat 1 Permenkes 20/2019, telemedicine adalah pemberian pelayanan kesehatan jarak jauh oleh profesional kesehatan dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, meliputi pertukaran informasi diagnosis, pengobatan, pencegahan penyakit dan cedera, penelitian dan evaluasi, dan pendidikan berkelanjutan penyedia layanan kesehatan untuk kepentingan peningkatan kesehatan individu dan masyarakat.
American Veterinary Medical Association (AVMA) menggolongkan telemedicine bersama teleconsulting, telemonitoring, teleadvice, teletriage, serta electronic prescribing sebagai subkategori dari telehealth. Telehealth merupakan istilah yang menjelaskan seluruh cakupan penggunaan teknologi untuk menyampaikan informasi kesehatan, edukasi, dan perawatan secara jarak jauh. Menurut kebijakan yang ditetapkan oleh AVMA, telemedicine di kedokteran hewan hanya dapat dilakukan bila sudah terbentuk Veterinarian-Client-Patient Relationship (VCPR) atau hubungan antara Dokter Hewan-Klien-Pasien. Selain itu, dasar hukum pelaksanaan telemedicine di Amerika Serikat juga diatur oleh hukum di setiap negara bagian. Telemedicine untuk dokter hewan di Indonesia meskipun masih belum banyak dikenal masyarakat, namun telah ada dalam praktiknya. Dokter hewan dalam mengaplikasikan telemedicine tentunya memiliki tantangan tersendiri, pada bagian pemeriksaan misalnya, dokter hewan tidak bisa secara langsung menilai kondisi pasiennya melainkan hanya dari keterangan pemilik hewan. Tidak hanya itu, bidang kerja dokter hewan yang luas juga menjadi faktor unik dalam pelaksanaan telemedicine.
Keuntungan
Tentunya penerapan telemedicine menawarkan beberapa keuntungan. Salah satunya ialah menekan risiko penyebaran COVID-19 di lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan hewan. Jalur penularan ini dapat terjadi baik di klinik, rumah sakit, puskeswan maupun lingkungan fasilitas kesehatan hewan lainnya. Tidak hanya risiko penularan antara dokter hewan dan klien di ruang pemeriksaan, ruang tunggu juga berpotensi sebagai lokasi penyebaran COVID-19 antara klien satu dan yang lainnya. Perlu diperhatikan bahwa selain berinteraksi dengan tim pelayan kesehatan hewan (dokter hewan, paramedis dan resepsionis), pada masa pandemi ini klien berisiko terpapar penyakit dari lingkungan umum di luar kediamannya. Pelayanan kesehatan hewan melalui telemedicine akan menekan risiko penyebaran COVID-19 karena klien tidak perlu berinteraksi secara langsung dengan dokter hewan dan timnya. Klien juga dapat menerima layanan kesehatan tanpa meninggalkan tempat tinggalnya. Dengan ini, potensi penyebaran COVID-19 dapat ditekan melalui pengalihan metode pelayanan kesehatan hewan dari langsung menjadi tidak langsung.
Lebih lanjut, penerapan telemedicine juga berpotensi meningkatkan pelayanan kesehatan hewan di Indonesia. Meskipun menempati peringkat tinggi untuk total penduduk, jumlah dokter hewan di Indonesia berdasarkan CIVAS (2019) berkisar di angka 13.000 yang berarti masih jauh dari cukup. Persebaran profesi ini juga belum merata, dilihat dari fakta bahwa enam dari sebelas perguruan tinggi dengan program kedokteran hewan terletak di pulau Jawa. Dokter hewan merupakan tenaga kesehatan yang berkualifikasi untuk memberikan pelayanan kesehatan pada hewan, meliputi: hewan kesayangan, ternak besar, unggas, satwa liar, satwa akuatik, dan sebagainya. Tidak terbatas pada praktik mandiri, dokter hewan memiliki peran penting di masyarakat melalui sektor pemerintahan, swasta, konservasi dan lainnya. Ketimpangan proporsi antara jumlah, persebaran dan kebutuhan dokter hewan di Indonesia menyebabkan rendahnya aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan kesehatan hewan yang berkualitas.
Aksesibilitas yang rendah cenderung mendorong pemilik hewan atau klien untuk mencari solusi dari sumber yang lebih mudah dijumpai. Alih-alih berkonsultasi dengan dokter hewan, media sosial seringkali menjadi referensi bagi para pemilik hewan. Apabila tidak berlandaskan sumber yang dapat dipertanggungjawabkan, informasi dari media sosial akan menyebabkan misinformasi yang dapat berkembang menjadi miskonsepsi. Kesalahan informasi dan kesalahan pemahaman tentang kesehatan hewan dapat membahayakan keselamatan dan kesejahteraan hewan tersebut. Interaksi antara masyarakat dan dokter hewan cenderung lebih rendah ketika akses pelayanan kesehatan hewan tidak mudah didapat. Akibatnya, masyarakat tidak terbiasa dengan konsep mengunjungi tenaga kesehatan hewan profesional ketika hewannya sakit, terlebih lagi untuk tindakan preventif seperti vaksinasi. Dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, telemedicine dapat meningkatkan aksesibilitas pelayanan kesehatan hewan untuk masyarakat. Pemilik hewan dapat menghubungi dokter hewan melalui berbagai jalur komunikasi untuk mendapatkan informasi yang dapat dipercaya. Oleh sebab itu, keselamatan dan kesejahteraan hewan akan lebih terjamin.
Tantangan
Berbagai keuntungan di atas tidak dapat serta-merta diraih tanpa adanya halang rintang mengingat dokter hewan merupakan profesi penyedia jasa kesehatan yang unik dengan bidang kerja yang sangat luas serta beragam. Beberapa tantangan tersebut di antaranya:
1. Sulitnya menegakkan diagnosis tanpa pemeriksaan secara langsung.
Diagnosis merupakan aspek esensial dalam pelayanan kesehatan. Berbekal diagnosis yang tepat, seorang dokter dapat menentukan prognosis dan rencana terapi yang sesuai. Proses diagnostik klinik meliputi pengumpulan anamnesis serta pemeriksaan fisik yang menyeluruh (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi, membaui, mengukur) diikuti dengan pemeriksaan laboratorium klinik dan alat diagnostik lain untuk peneguhan diagnosis. Telemedicine membatasi kemampuan dokter untuk melakukan pemeriksaan fisik kepada pasien, sehingga diagnosis melalui metode ini hanya dapat ditentukan berdasarkan informasi verbal yang disampaikan.
Perbedaan mendasar antara kedokteran manusia dan kedokteran hewan terletak pada subjek pasien yang dilayani. Manusia dapat mengkomunikasikan keluhannya secara langsung kepada dokter, sedangkan hewan tidak demikian. Saat melakukan telemedicine, dokter hewan mengandalkan keterangan klien sebagai satu-satunya sumber informasi kondisi pasien. Perlu digaris bawahi, klien pada umumnya tidak memiliki kualifikasi untuk mengidentifikasi kelainan anatomis dan fisiologis. Akibatnya, klien berpotensi menyampaikan informasi yang tidak selaras dengan keadaan pasien sebenarnya. Problematika ini dapat menyebabkan kesalahan diagnosis. Oleh sebab itu, dokter hewan harus melakukan proses diagnostik klinik secara utuh yang tidak dapat dijalankan melalui telemedicine.
2. Adanya risiko penyalahgunaan obat hewan dan rekam medis pasien.
Seiring zaman, cara-cara dalam melancarkan kejahatan pun turut berkembang. Kebutuhan yang semakin meningkat juga menimbulkan banyak fenomena sosial. Hadirnya telemedicine juga dapat membuka peluang kejahatan baru, dalam hal ini penyalahgunaan obat hewan dan rekam medis pasien. Penyalahgunaan ini dapat berupa pemberian dosis obat yang tidak sesuai diagnosis dokter hewan, perdagangkan obat hewan tanpa pengawasan, pembocoran data rekam medis pasien dan lain-lain. Hal ini juga dipengaruhi oleh sistem keamanan dan keselamatan data dari platform telemedicine yang digunakan. Maka dari itu batasan-batasan serta platform yang akan digunakan dalam telemedicine untuk praktik dokter hewan harus dikaji lebih dalam.
3. Perlu regulasi yang mengatur tata laksana telemedicine di bidang veteriner
Regulasi yang tegas dan mengikat dibutuhkan untuk menjamin keamanan pasien, klien dan dokter hewan yang menggunakan layanan telemedicine. Pelaksanaan telemedicine untuk bidang kesehatan manusia di Indonesia diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine antar Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Permenkes ini mengatur mulai cakupan pelayanan telemedicine, pihak penyelenggara, pihak pemberi konsultasi, pihak peminta konsultasi, hak dan kewajiban tiap-tiap pihak, hingga pembinaan dan pengawasan pelaksanaannya.
Regulasi tersebut nantinya akan berfungsi sebagai jaminan perlindungan bagi pasien, klien dan dokter hewan. Sebagai negara yang telah lebih dulu mengatur telemedicine di bidang veteriner, Amerika Serikat dapat dijadikan sebagai salah satu referensi. Menurut kebijakan AVMA, layanan telemedicine untuk praktik dokter hewan hanya dapat dilaksanakan apabila telah terbentuk Veterinarian-Client-Patient Relationship (VCPR) atau hubungan antara dokter hewan-klien-pasien yang berarti dokter hewan pernah secara langsung menangani pasien tersebut. Berbekal VCPR, dokter hewan diharapkan telah memiliki data yang memadai untuk melayani konsultasi, menetapkan diagnosa dan memberikan terapi. Tanpa VCPR, kecuali dalam kasus gawat darurat, dokter hewan tidak diperkenankan untuk menentukan diagnosis dan terapi yang spesifik. Selain regulasi etika yang ditetapkan oleh AVMA, pelaksanaan telemedicine untuk praktik dokter hewan di Amerika Serikat juga telah diatur oleh hukum yang berlaku di masing-masing negara bagian.
Pada praktiknya, layanan telemedicine sudah banyak dilakukan oleh dokter hewan di Indonesia. Produk perkembangan teknologi komunikasi seperti WhatsApp menyediakan fitur text message dan video call yang marak digunakan klien untuk berkonsultasi serta digunakan dokter hewan untuk melakukan follow up. Namun keterbatasan jumlah dan tidak meratanya persebaran dokter hewan menjadi kendala tersendiri bagi Indonesia dalam menerapkan sistem telemedicine yang berdasar pada VCPR.
Sumber: https://unair.ac.id/
Pertanian
Dipublikasikan oleh Nadia Pratiwi pada 13 Mei 2024
Geliat startup di Indonesia sampai saat ini terbilang semakin berkembang pesat dari tahun ke tahunnya. Menariknya, perkembangan startup tersebut bergerak di berbagai bidang, tidak terkecuali startup peternakan dan pertanian. Adanya kesadaran dari generasi muda Indonesia terhadap pentingnya pasokan ketersediaan pangan memicu kreativitas yang sangat luar biasa.
Berawal dari sebuah masalah yang dihadapi para peternak dan petani. Kemudian memicu kaum milenial sehingga memberikan sumbangsih ide, gagasan, dan inovasi untuk menjawab masalah yang ada. Berikut ini beberapa penjelasan mengenai contoh-contoh startup peternakan dan pertanian di Indonesia.
Daftar Startup Peternakan
1. Angon
Angon merupakan startup bidang peternakan di Indonesia yang termasuk unique marketplace di mana seseorang bisa melakukan jual beli dan beternak secara online. Berlokasi di Semarang, angon memulai debutnya dalam bidang startup peternakan sejak 28 Oktober 2016. Bergerak di bidang jasa peternakan online, angon berusaha menghubungkan peternak rakyat dengan masyarakat yang menginginkan beternak tetapi tidak memiliki lahan, waktu dan keterampilan khusus beternak.
Adapun jenis ternak yang dikelola yaitu berupa sapi, kambing dan domba. Cara kerjanya melalui aplikasi angon yang telah tersedia di Play Store. Di mana nantinya pengguna hanya perlu membeli ternak melalui aplikasi, sedangkan mitra peternak rakyat sebagai tempat penitipan sementara sebelum ternak tersebut diambil member.
Menurut keterangan di website resminya angon.id, sampai saat ini kurang lebih sudah ada 11.000 hewan ternak yang diternakkan di Sentra Peternakan Rakyat yang tersebar di berbagai daerah.
2. Kandang.in
Berbeda dengan angon yang merupakan unique marketplace, kandangin merupakan startup peternakan yang menghimpun dana melalui website kemudian menyalurkannya ke proyek peternakan di Indonesia. Menariknya, kandangin menerapkan sistem syariah dalam proses kegiatan yang dilakukan. Terdapat dua pihak yaitu pemberi modal dan pengelola peternakan.
Adapun keuntungan yang akan diperoleh yaitu berdasarkan kesepakatan kontrak yang disepakati sebelumnya. Apabila terjadi kerugian, maka sepenuhnya ditanggung pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat dari kelalaian pengelola.
Sebaliknya, apabila pengelola berbuat curang atau lalai sehingga mengakibatkan kerugian, maka pengelolalah yang akan bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Sampai saat ini sudah ada 520 pemilik modal yang berkontribusi dengan total dana tersalurkan hingga lebih dari Rp 4.9 miliar.
Dengan adanya startup peternakan yang bergerak di bidang permodalan seperti ini, setidaknya lebih dari 130 peternak terberdayakan.
3. Chickin
Berbeda dengan angon dan kandangin, chickin merupakan startup peternakan yang bergerak di bidang ternak ayam broiler. Melalui pengembangan sistem perkandangan yang berbasis IoT, menjadikan chickin sebagai startup bidang peternakan yang dapat mengontrol sistem kandang secara otomatis melalui sebuah aplikasi. Dengan begitu, peternak dapat menghemat listrik hingga Rp 397 juta dan pakan hingga Rp 1.7 miliar. Sehingga efisiensi peternakan menjadi lebih tinggi daripada beternak secara tradisional.
Selain itu, dalam aplikasi chickin juga memiliki fitur update harga ayam broiler setiap harinya, sehingga para peternak dapat memantau perkembangan harga secara terintegerasi. Melalui inovasi tersebut, 1 September 2021 chickin menempati “Top 3 Pertamuda Seed and Scale” yang diselenggarakan oleh pertamina.
Daftar Startup Pertanian
1. Sayurbox
Sayurbox merupakan startup pertanian yang menghubungkan petani lokal dengan konsumen. Melalui konsep Farm-to-Table, mempermudah pengiriman hasil tani ke depan pintu rumah konsumen dengan harga yang terjangkau dan bersahabat bagi petani. Dengan konsep tersebut, hasil produksi pertanian seperti buah dan sayuran menjadi lebih segar.
Selain itu, adanya startup pertanian seperti sayurbox sebagai tempat penjualan hasil tani membuat petani lokal menjadi mampu bersaing dengan produk impor.
2. iGrow
iGrow adalah startup pertanian yang ada di Indonesia dengan konsep menghubungkan investor (pemberi modal) dan petani (penerima modal). Dalam hal ini pemberi modal menginginkan bertani tetapi tidak memiliki skill pertanian juga lahan.
Dari sisi lain para petani mempunyai kemampuan mengelola pertanian dan memiliki lahan. Namun modal untuk menjalankan produksi pertanian terhambat karena kurangnya modal.
Melalui sistem yang dikembangkan iGrow inilah lebih dari 7500 petani dapat mengelola lahan seluas 2500 hektar dengan hasil panen yang berkualitas. Dengan begitu, para petani, pemilik lahan, dan pemilik modal memperoleh penghasilan yang layak.
3. Habibi Garden
Habibi garden adalah startup pertanian yang memanfaatkan teknologi dalam proses berkegiatan pertanian. Sejalan dengan visinya untuk membangun peradaban melalui IoT agriculture, perusahaan rintisan ini menghadirkan solusi dalam perawatan tanaman berbasis IoT. Hanya melalui aplikasi yang dikembangkan, para petani dapat dengan mudah memperoleh data-data dari lingkungan pertanian yang sedang digarap.
Data-data tersebut antara lain suhu, tekanan udara, intensitas cahaya, kandungan nutrisi dll. Dengan memperoleh data-data tersebut, maka para petani dapat dengan mudah mengambil keputusan secara efektif. Pada akhirnya dapat mengurangi biaya kesalahan, meningkatkan produktivitas pertanian, dan yang terpenting menghindari gagal panen.
Itulah sedikit penjelasan mengenai beberapa startup peternakan dan pertanian yang terdapat di Indonesia. Semoga dengan berkembangnya usaha rintisan di bidang pertanian dan peternakan dapat meningkatkan daya saing hasil tani dan ternak petani lokal dengan produk impor.
Sumber: https://www.budidaya.id/
Pertanian
Dipublikasikan oleh Nadia Pratiwi pada 13 Mei 2024
Apa itu jurusan peternakan?
Jurusan Peternakan mempelajari tentang berbagai hal yang berhubungan dengan peternakan. Program studi yang satu ini akan membekali para mahasiswanya dengan ilmu dan juga teknologi pengembangan peternakan, industri peternakan, dan kegiatan agrobisnis yang ramah lingkungan, bisa berkarya secara mandiri, bekerja di lembaga swasta atau instansi pemerintah baik dalam bidang ilmu, penelitian, serta penerapannya. Mahasiswa yang ada di Jurusan Peternakan nantinya juga akan belajar tentang teknologi produksi, teknologi pakan, teknologi pengolahan, dan manajemen serta perencanaan usaha.
Kenapa jurusan peternakan?
Jurusan Peternakan ini sangat cocok untuk kamu yang suka dengan pelajaran biologi dan familiar dengan hewan. Tak hanya itu saja, untuk mempelajri berbagai ilmu di dalam jurusan ini, kamu juga harus mempunyai kemampuan menghafal yang baik. Di dalam jurusan ini, kamu dapat mempelajari tentang cara meningkatkan produktifitas dan mutu genetik di peternakan dengan menggunakan teknologi yang modern. Dengan begitu, kamu bisa menghasilkan daging yang lebih sehat dan banyak, mempercepat populasi hewan ternak dengan cara yang baik, memperoleh susu murni dari hewan ternak yang berkualitas, dan lainnya, serta pelajaran lain yang ada di jurusan kedokteran.
Keahlian jurusan peternakan
Pemahaman biologi
Pemahaman kimia
Kemampuan meneliti
Kemampuan melakukan analisis
Kemampuan berpikir kritis
Kemampuan berpikir terstruktur
Kebutuhan lulusan jurusan peternakan
Dunia peternakan memang menawarkan peluang usaha yang cukup luas dan besar di pasaran. Setelah lulus dari Jurusan Budidaya Ternak, kamu bisa bekerja di industri produksi peternakan, industri pakan ternak, industri obat hewan, dan masih banyak lagi. Peluang kerja di instansi pemerintahan juga terbuka lebar, seperti misalnya di Kementrian Pertanian, Kementrian Koperasi, Kementrian Perindustrian, dan Kementrian Lingkungan Hidup. Kemudian, kamu juga bisa bekerja di lembaga pendidikan dan lembaga riset yang memerlukan lulusan dari Jurusan Peternakan.
Perkuliahan dan mata kuliah jurusan peternakan
Mata Kuliah Jurusan Peternakan
Berikut ini adalah mata kuliah yang akan kamu pelajari di Jurusan Peternakan:
1. Mikrobiologi
2. Kimia Biofisik
3. Ilmu Ekonomi Peternakan
4. Genetika
5. Biokimia
6. Anatomi Ternak
7. Agrostologi
8. Ilmu Ternak Potong
9. Ilmu Ternak Unggas
10. Ilmu Reproduksi Ternak
11. Ilmu Fisiologi Ternak
12. Ekofisiologi Tanaman Makanan Ternak
13. Ilmu Nutrisi Ternak
14. Ilmu Daging
15. Ilmu Tingkah Laku Ternak
16. Perundang-undangan dan Kebijakan Peternakan
17. Ilmu Ternak Perah
18. Bahan Pakan dan Formulasi Ransum
19. Manajemen Usaha Ternak
20. Agribisnis Peternakan
21. Ilmu Tanaman Makanan Ternak
22. Teknologi Pengolahan Hasil Ternak
23. Manajemen Ternak Potong & Kerja
24. Manajemen Ternak Unggas
25. Manajemen Ternak Perah
26. Nutrisi Ternak Non Ruminansia
27. Lingkungan dan Tingkah Laku Ternak
28. Mutu dan Kemanan Hasil Ternak
Karakter siswa yang sesuai di jurusan peternakan
Teliti
Tekun
Detil
Terstruktur
Senang berhitung
Berwawasan luas
Senang bekerja sendiri
Senang melakukan riset
Universitas terbaik jurusan peternakan
Berikut ini adalah universitas terbaik untuk Jurusan Peternakan di Indonesia:
Prospek kerja jurusan peternakan
Tugas dari seorang Manajer Produksi Industri adalah memimpin koordinasi, perencanaan, dan juga kontrol proses produksi. Selain itu, Manajer Produksi Industri juga bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan kepada staf lain yang terlibat di dalam produksi, sehingga keseluruhan proses produksi berjalan secara efisien.
Tugas dari Peneliti Hewan yaitu mengadakan riset genetika, nutrisi, reproduksi, pertumbuhan, dan juga perkembangan dari hewan ternak ataupun hewan buas dalam negeri.
Bertugas untuk merencanakan, mengarahkan, atau mengkoordinasikan manajemen atau operasi dari pertanian, peternakan, rumah kaca, operasi akuakultur, pembibitan, traktat kayu, atau perusahaan pertanian lainnya.
Bertugas untuk memilih dan mengembangbiakkan hewan sesuai dengan silsilahnya, karakteristiknya, serta keturunannya, dan bertanggung jawab untuk mencatat/merekam suhu, interval kelahiran, serta keturunan.
Pertanyaan umum yang sering ditanyakan
Apa yang dipelajari di Jurusan Peternakan?
Mempelajari tentang ilmu dan teknologi pengembangan peternakan, industri peternakan, dan kegiatan agrobisnis yang ramah lingkungan.
Apa prospek kerja untuk para lulusannya?
Profesi di bidang Industri produksi peternakan, industri pakan ternak, industri pengolahan limbah ternak, dinas peternakan, lembaga pemerintahan, dan lain sebagainya.
Apa saja Jurusan yang serupa dengan Jurusan Peternakan?
Jurusan Agribisnis, Produksi Ternak, Teknologi Hasil Perikanan, Manajemen Bisnis Unggas, Teknologi Industri Pertanian, dan lainnya.
Sumber: https://www.gramedia.com/