Perindustrian

Peringatan Mendalam Menko Airlangga: Stok Bijih Tembaga Indonesia Terancam Habis dalam 30 Tahun

Dipublikasikan oleh Jovita Aurelia Sugihardja pada 23 April 2024


JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam acara groundbreaking proyek perluasan PT Smelting di Gresik, Provinsi Jawa Timur, mengatakan, kebijakan pemerintah dalam hiliriasi produk mineral dan batu bara (minerba) terutama ditujukan untuk meningkatkan nilai tambah. Selain itu juga menjadi sumber penerimaan negara serta untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri serta ekspor, termasuk menghasilkan bahan baku energi bersih. 
 Dengan demikian, keberadaan proyek ekspansi PT Smelting sebagai industri pionir dalam pengembangan hilirisasi produk minerba diharapkan dapat turut berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi nasional maupun secara spasial di wilayah Provinsi Jawa Timur. "Dengan ekspansi di pabrik refinery mineral pertama di Indonesia ini, ada 3,3 juta ton konsentrat yang nantinya akan diolah, sehingga Gresik menjadi sentra dari hilirisasi tembaga. Kedepannya dengan renewable energi, electric vehicle dan solar panel seluruhnya membutuhkan tembaga. Oleh karena itu, hilirisasi produk turunannya perlu untuk terus didorong, terutama untuk kebutuhan memproduksi produk elektronik," kata Airlangga dalam kunjungannya melalui siaran pers, Sabtu (19/2/2022). 

 Lebih lanjut ia menyebutkan, saat ini, Indonesia memiliki cadangan bijih tembaga sebesar 3,1 miliar ton dengan tingkat produksi sebanyak 100 juta ton per tahun.  Cadangan bijih tembaga tersebut diperkirakan akan habis dalam 30 tahun apabila tidak ada tambahan cadangan baru

Oleh karenanya peningkatan nilai tambah bijih tembaga sangat diperlukan, baik dengan pembangunan pabrik baru atau ekspansi pabrik yang ada untuk ekstraksi tembaga. Dengan ekspansi ini, kapasitas pengolahan konsentrat PT Smelting direncanakan akan mengalami peningkatan menjadi sebanyak 1,3 juta ton dan kapasitas produksi katoda tembaga juga meningkat menjadi 342.000 ton per tahun. 

Proyek ekspansi PT Smelting yang keempat sejak tahun 1999 ini, juga akan menambah pabrik asam sulfat baru, menaikkan kapasitas beberapa peralatan di smelter, serta menambah jumlah sel elektrolisa di refinery. 

Peningkatan kapasitas dalam ekspansi tersebut membutuhkan belanja modal atau capital expenditur (capex) sebesar 231 juta dollar AS dan direncanakan akan selesai pada September 2023.  

Ekspansi PT Smelting tidak hanya memenuhi kebutuhan produk di dalam negeri seperti katoda tembaga untuk industri kawat/kabel (wire), batangan tembaga (rod bar), industri kimia, serta produk samping berupa asam sulfat untuk bahan baku pabrik pupuk serta copper slag dan gipsum sebagai bahan baku semen, namun PT Smelting juga mengekspor katoda tembaga dan tembaga telurida. 

Dalam rangkaian kegiatan groundbreaking perluasan pabrik tersebut, Airlangga juga menyaksikan penandatanganan Amandemen Perjanjian Kerja Sama Penyaluran Air Minum Curah SPAM Umbulan antara PT Air Bersih Jawa Timur (Perseroda) dengan Bupati Gresik. 

Selain itu, juga dilakukan pemberian santunan kepada anak yatim piatu serta penanaman pohon di lokasi kegiatan

Sumber: money.kompas.com
 

Selengkapnya
Peringatan Mendalam Menko Airlangga: Stok Bijih Tembaga Indonesia Terancam Habis dalam 30 Tahun

Perindustrian

Kemenperin Tingkatkan Kemitraan Pidi 4.0 Untuk Akselerasi Digitalisasi Industri Sekaligus Menjadi Jendela Indonesia 4.0 Untuk Dunia

Dipublikasikan oleh Jovita Aurelia Sugihardja pada 23 April 2024


Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melakukan upaya akselerasi Industri 4.0 melalui penerapan peta jalan Making Indonesia 4.0. Untuk mewujudkan salah satu prioritas peta jalan tersebut, Kemenperin membangun Pusat Industri Digital Indonesia (PIDI) 4.0 sebagai one stop solution implementasi Industri 4.0 di Indonesia sekaligus menjadi jendela Indonesia 4.0 bagi dunia.

“PIDI 4.0 dijalankan dengan konsep kemitraan dan kerjasama pemanfaatan antara pemerintah dan perusahaan swasta, juga universitas. Saya menyambut bahagia dengan banyaknya industri dan universitas yang antusias menjadi mitra PIDI 4.0. Ini penting bagi seluruh stakeholder industri 4.0 untuk bergabung dan berkontribusi aktif dalam mengakselerasi transformasi Industri 4.0 di Indonesia,” kata Kepala BPSDMI Kemenperin, Arus Gunawan pada kegiatan Evaluasi Program Kegiatan PIDI 4.0 dan Mitranya di Denpasar, Rabu (13/7).

Arus menyampaikan, PIDI 4.0 mengusung lima pilar yakni Showcase Center, Delivery Center, Capability Center, Engineering and AI Center, dan Ecosystem for Industry 4.0. Sebagai Showcase Center, PIDI 4.0 memiliki program dan kegiatan yang siap menampilkan inovasi teknologi, di antaranya dari sektor makanan dan minuman berupa production line ice cream PT Indolakto, serta dari sektor otomotif dengan menghadirkan model factory Toyota. “Salah satu tujuan PIDI 4.0 adalah agar bisa menjadi wadah yang menampilkan inovasi-inovasi teknologi 4.0 di bidang manufaktur seperti yang sudah dilakukan dua perusahaan tersebut,” ucap Arus.

Pilar Capability Center merupakan fungsi PIDI 4.0 untuk menempa para pakar industri 4.0 dengan menggunakan kurikulum paduan teori dan praktik seiring dengan pengalaman langsung serta memberikan sertifkat kompetensi kepada para pekerja industri dalam bidang teknologi industri 4.0.

PIDI 4.0 telah menghasilkan modul dan kurikulum sesuai dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang pada tahun 2022 ditargetkan untuk manager, maintainers, dan engineer, sedangkan pada tahun 2023 hingga 2025 ditargetkan bagi mechatronics, automasi industri, cyber security, lean manufacturing, dan big data.

Selanjutnya PIDI 4.0 berfungsi sebagai Capability Center yang menyediakan pendidikan dan pelatihan (diklat) dan sertifikasi bagi tenaga kerja industri 4.0. Pada tahun 2022, PIDI menargetkan diklat dan sertifikasi bagi 1.400 naker, dan 5.000 naker di tahun 2025.
PIDI 4.0 juga memberikan workshop dan seminar dalam kapasitasnya sebagai Delivery Center kepada industri dari tujuh sektor prioritas pengembangan Industri 4.0, yakni industri tekstil dan pakaian jadi, industri makanan dan minuman, industri kimia, industri otomotif, industri elektronika, industri farmasi, serta industri alat kesehatan. “Lewat pilar ini, kami mendampingi serta memfasilitasi perusahaan industri dalam perjalanan transformasi industri 4.0,” jelas Arus.

Pada pilar Engineering and AI Center, PIDI 4.0 memfasilitasi perusahaan yang akan bertransformasi ke dalam industri 4.0 untuk melakukan kegiatan penelitian (reseach brokerage) dan testbed (prototyping) di antaranya melalui computer visual & artificial intelligence, mikroelektronika dan controller, tooling dan parts. Fasilitas ini memberikan solusi untuk permasalahan yang dihadapi industri serta menyediakan test bed untuk aplikasi teknologi baru.

Untuk pilar Ecosystem for Industry 4.0, PIDI 4.0 telah mengandeng perusahaan-perusahaan nasional dan global, serta universitas sebagai mitra. Para stakeholder tersebut telah menyatakan minat untuk menjadi bagian dari ekosistem PIDI 4.0. Hingga saat ini, PIDI 4.0 telah memiliki 25 mitra dari industri dan dua universitas yang ada di Indonesia. “Saya sangat yakin masih banyak mitra dari industri dan universitas yang akan menjadi bagian dari ekosistem PIDI 4.0,” kata Kepala BPSDMI.

BPSDMI Kemenperin juga telah melakukan Memorandum of Understanding (MoU) dengan PT.Schneider Electric Indonesia, Arcstone Pte, Ltd, dan Zyfra agar dapat bersinergi dan kolaborasi untuk mempercepat penerapan industri 4.0 di Indonesia. Arus menambahkan, PIDI 4.0 sangat terbuka terhadap ide dan peluang yang mendukung suksesnya transformasi industri 4.0 di Indonesia. Ia berharap industri yang telah menjadi mitra bisa memberikan gagasan konstruktif bagi pengembangan PIDI 4.0.

“Saya berharap, kerjasama antara PIDI 4.0 dengan mitranya benar-benar dapat direalisasikan untuk mendukung program pemerintah Making Indonesia 4.0. Sekali lagi saya berpesan dan mengajak para pelaku industri yang merupakan technology provider, service provider, dan seluruh stakeholder untuk bergabung dan berkontribusi aktif dalam mengakselerasi transformasi Industri 4.0 di Indonesia melalui PIDI 4.0,” Arus berpesan.

PIDI Hadir dalam Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia 2022

Untuk semakin memperkenalkan peran dan fungsi PIDI 4.0, BPSDMI Kemenperin berpartisipasi pada ajang Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia (FEKDI) 2022 di Denpasar, Bali. Dalam pameran yang diselenggarakan Bank Indonesia tersebut, PIDI 4.0 menjadi salah satu exhibitor di kluster inisiatif Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Di pameran yang berlangsung pada 11-15 Juli 2022 itu, PIDI 4.0 menyajikan virtual reality gedung dan layanan PIDI 4.0. Selain itu, PIDI 4.0 juga menggandeng Balai Diklat Industri (BDI) Denpasar yang menampilkan start-up binaannya di bidang augmented reality dan virtual reality. Bahkan, para pengunjung pameran dapat mencoba memainkan prototipe virtual reality alat musik gamelan Bali di booth PIDI 4.0 dan menyimak cerita rakyat Bali melalui inovasi Lont-AR.

Sumber: www.kemenperin.go.id
 

 

Selengkapnya
Kemenperin Tingkatkan Kemitraan Pidi 4.0 Untuk Akselerasi Digitalisasi Industri Sekaligus Menjadi Jendela Indonesia 4.0 Untuk Dunia

Perindustrian

Melihat Lebih Dekat Masalah Limbah Elektronik

Dipublikasikan oleh Jovita Aurelia Sugihardja pada 23 April 2024


Limbah elektronik (atau limbah elektronik) menggambarkan perangkat listrik atau elektronik yang dibuang. Sampah ini juga dikenal sebagai limbah peralatan listrik dan elektronik(WEEE) atau elektronik yang sudah habis masa pakainya(EOL). Barang elektronik bekas yang akan diperbaiki, digunakan kembali, dijual kembali, didaur ulang, diselamatkan melalui pemulihan material, atau dibuang juga dianggap sebagai sampah elektronik. Pemrosesan limbah elektronik secara informal di negara-negara berkembang dapat menyebabkan dampak buruk bagi kesehatan manusia dan pencemaran lingkungan. Meningkatnya konsumsi barang elektronik karena Revolusi Digital dan inovasi dalam sains dan teknologi, seperti bitcoin, telah menyebabkan masalah dan bahaya limbah elektronik secara global. Peningkatan limbah elektronik yang cepat secara eksponensial disebabkan oleh seringnya peluncuran model baru dan pembelian peralatan listrik dan elektronik (EEE) yang tidak perlu, siklus inovasi yang pendek dan tingkat daur ulang yang rendah, serta penurunan masa pakai rata-rata komputer.

Komponen bekas elektronik, seperti CPU, mengandung bahan yang berpotensi berbahaya seperti timbal, kadmium, berilium, atau penghambat api yang dibrominasi. Daur ulang dan pembuangan limbah elektronik dapat menimbulkan risiko yang signifikan terhadap kesehatan pekerja dan komunitas mereka.

Definisi

E-waste atau limbah elektronik tercipta ketika sebuah produk elektronik dibuang setelah masa pakainya berakhir. Perkembangan teknologi yang cepat dan masyarakat yang didorong oleh konsumsi menghasilkan limbah elektronik dalam jumlah yang sangat besar.

Di Amerika Serikat, Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (EPA) mengklasifikasikan limbah elektronik ke dalam sepuluh kategori:

  1. Peralatan rumah tangga besar, termasuk peralatan pendingin dan pembeku

  2. Peralatan rumah tangga kecil

  3. Peralatan IT, termasuk monitor

  4. Barang elektronik konsumen, termasuk televisi

  5. Lampu dan luminer

  6. Mainan

  7. Peralatan

  8. Peralatan medis

  9. Instrumen pemantauan dan kontrol

  10. Dispenser otomatis

Ini termasuk barang elektronik bekas yang ditujukan untuk digunakan kembali, dijual kembali, diselamatkan, didaur ulang, atau dibuang, serta barang yang dapat digunakan kembali (barang elektronik yang masih berfungsi dan dapat diperbaiki) dan bahan mentah sekunder (tembaga, baja, plastik, atau yang serupa). Istilah "limbah" diperuntukkan bagi residu atau bahan yang dibuang oleh pembeli daripada didaur ulang, termasuk residu dari operasi penggunaan kembali dan daur ulang, karena banyak barang elektronik yang berlebih yang sering kali tercampur (baik, dapat didaur ulang, dan tidak dapat didaur ulang). Beberapa pendukung kebijakan publik menggunakan istilah "limbah elektronik" dan "rongsokan elektronik" secara luas untuk diterapkan pada semua barang elektronik yang berlebih. Tabung sinar katoda (CRT) dianggap sebagai salah satu jenis yang paling sulit untuk didaur ulang.

Dengan menggunakan serangkaian kategori yang berbeda, Kemitraan dalam Mengukur TIK untuk Pembangunan mendefinisikan limbah elektronik dalam enam kategori:

  1. Peralatan pengatur suhu (seperti AC, freezer)

  2. Layar, monitor (TV, laptop)

  3. Lampu (lampu LED, misalnya)

  4. Peralatan besar (mesin cuci, kompor listrik)

  5. Peralatan kecil (microwave, alat cukur listrik)

  6. Peralatan IT dan telekomunikasi kecil (seperti ponsel, printer)

Produk dalam setiap kategori memiliki profil umur panjang, dampak, dan metode pengumpulan yang berbeda-beda, di antara perbedaan lainnya. Sekitar 70% limbah beracun di tempat pembuangan akhir adalah limbah elektronik.

CRT memiliki konsentrasi timbal dan fosfor yang relatif tinggi (jangan disamakan dengan fosfor), yang keduanya diperlukan untuk layar. Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (EPA) memasukkan monitor CRT yang dibuang ke dalam kategori "limbah rumah tangga berbahaya" tetapi menganggap CRT yang telah disisihkan untuk pengujian sebagai komoditas jika tidak dibuang, diakumulasi secara spekulatif, atau dibiarkan tidak terlindungi dari cuaca dan kerusakan lainnya. Perangkat CRT ini sering dikacaukan dengan TV Proyeksi Belakang DLP, keduanya memiliki proses daur ulang yang berbeda karena bahan penyusunnya.

Uni Eropa dan negara-negara anggotanya mengoperasikan sistem melalui European Waste Catalogue (EWC) - Petunjuk Dewan Eropa, yang ditafsirkan ke dalam "hukum negara anggota". Di Inggris, hal ini dalam bentuk Daftar Petunjuk Limbah. Namun, daftar tersebut (dan EWC) memberikan definisi yang luas (Kode EWC 16 02 13*) tentang apa yang dimaksud dengan limbah elektronik berbahaya, yang mengharuskan "operator limbah" untuk menggunakan Peraturan Limbah Berbahaya (Lampiran 1A, Lampiran 1B) untuk definisi yang lebih baik. Bahan-bahan penyusun dalam limbah juga memerlukan penilaian melalui kombinasi Lampiran II dan Lampiran III, yang sekali lagi memungkinkan operator untuk menentukan lebih lanjut apakah limbah tersebut berbahaya.

Perdebatan terus berlanjut mengenai perbedaan antara definisi "komoditas" dan "limbah" elektronik. Beberapa eksportir dituduh dengan sengaja membiarkan peralatan yang sulit didaur ulang, usang, atau tidak dapat diperbaiki tercampur dalam muatan peralatan kerja (meskipun hal ini juga bisa terjadi karena ketidaktahuan, atau untuk menghindari proses pengolahan yang lebih mahal). Pihak proteksionis dapat memperluas definisi "limbah" elektronik untuk melindungi pasar domestik dari peralatan sekunder yang masih berfungsi.

Nilai yang tinggi dari bagian daur ulang komputer dari limbah elektronik (laptop, desktop, dan komponen seperti RAM yang masih berfungsi dan dapat digunakan kembali) dapat membantu membayar biaya transportasi untuk sejumlah besar barang yang tidak berharga dibandingkan dengan apa yang dapat dicapai dengan perangkat layar, yang memiliki nilai rongsokan yang lebih sedikit (atau negatif). Sebuah laporan tahun 2011, "Ghana E-waste Country Assessment", menemukan bahwa dari 215.000 ton barang elektronik yang diimpor ke Ghana, 30% di antaranya merupakan barang baru dan 70% merupakan barang bekas. Dari produk bekas tersebut, studi tersebut menyimpulkan bahwa 15% tidak digunakan kembali dan dibuang. Hal ini berbeda dengan klaim yang dipublikasikan namun tidak dapat dipertanggungjawabkan bahwa 80% dari impor ke Ghana dibakar dalam kondisi primitif.

Kuantitas

Limbah elektronik dianggap sebagai "aliran limbah dengan pertumbuhan tercepat di dunia" dengan 44,7 juta ton yang dihasilkan pada tahun 2016 - setara dengan 4.500 menara Eiffel. Pada tahun 2018, sekitar 50 juta ton limbah elektronik dilaporkan, sehingga dinamakan 'tsunami limbah elektronik' yang diberikan oleh PBB. Nilainya setidaknya mencapai $62,5 miliar per tahun.

Perubahan teknologi yang cepat, perubahan media (kaset, perangkat lunak, MP3), penurunan harga, dan keusangan yang terencana telah menghasilkan surplus limbah elektronik yang tumbuh dengan cepat di seluruh dunia. Solusi teknis tersedia, tetapi dalam banyak kasus, kerangka hukum, pengumpulan, logistik, dan layanan lainnya perlu diterapkan sebelum solusi teknis dapat diterapkan.

Unit layar (CRT, LCD, monitor LED), prosesor (CPU, GPU, atau chip APU), memori (DRAM atau SRAM), dan komponen audio memiliki masa pakai yang berbeda-beda. Prosesor paling sering ketinggalan zaman (karena perangkat lunak tidak lagi dioptimalkan) dan lebih cenderung menjadi "limbah elektronik" sementara unit layar paling sering diganti saat bekerja tanpa upaya perbaikan, karena perubahan selera negara kaya akan teknologi layar baru. Masalah ini berpotensi diselesaikan dengan smartphone modular (seperti konsep Phonebloks ). Jenis ponsel ini lebih tahan lama dan memiliki teknologi untuk mengganti bagian tertentu dari ponsel sehingga lebih ramah lingkungan. Dengan hanya mengganti bagian ponsel yang rusak akan mengurangi limbah elektronik. Diperkirakan 50 juta ton limbah elektronik diproduksi setiap tahun. Amerika Serikat membuang 30 juta komputer setiap tahun dan 100 juta ponsel dibuang di Eropa setiap tahun. Badan Perlindungan Lingkungan memperkirakan bahwa hanya 15-20% limbah elektronik yang didaur ulang, sisanya langsung dibuang ke tempat pembuangan sampah dan insinerator.

Pada tahun 2006, Perserikatan Bangsa-Bangsa memperkirakan jumlah limbah elektronik di seluruh dunia yang dibuang setiap tahun mencapai 50 juta metrik ton. Menurut laporan UNEP berjudul, "Daur Ulang - dari Limbah Elektronik ke Sumber Daya," jumlah limbah elektronik yang dihasilkan - termasuk ponsel dan komputer - dapat meningkat sebanyak 500% dalam satu dekade ke depan di beberapa negara, seperti India.  Amerika Serikat adalah pemimpin dunia dalam memproduksi limbah elektronik, membuang sekitar 3 juta ton setiap tahunnya. Tiongkok telah memproduksi sekitar 10,1 juta ton (perkiraan tahun 2020) di dalam negeri, nomor dua setelah Amerika Serikat. Dan, meskipun telah melarang impor limbah elektronik, Tiongkok tetap menjadi tempat pembuangan limbah elektronik utama bagi negara-negara maju.

Masyarakat saat ini berputar di sekitar teknologi dan dengan kebutuhan konstan akan produk terbaru dan paling berteknologi tinggi, kita berkontribusi pada sejumlah besar limbah elektronik. Sejak penemuan iPhone, ponsel telah menjadi sumber utama produk limbah elektronik. Limbah listrik mengandung bahan berbahaya tetapi juga berharga dan langka. Hingga 60 elemen dapat ditemukan dalam limbah elektronik yang kompleks. Konsentrasi logam di dalam limbah elektronik umumnya lebih tinggi daripada bijih biasa, seperti tembaga, aluminium, besi, emas, perak, dan paladium. Pada tahun 2013, Apple telah menjual lebih dari 796 juta perangkat iDevices (iPod, iPhone, iPad). Perusahaan telepon seluler membuat telepon seluler yang tidak dibuat untuk bertahan lama sehingga konsumen akan membeli telepon baru. Perusahaan memberikan umur yang pendek pada produk ini karena mereka tahu bahwa konsumen akan menginginkan produk baru dan akan membelinya jika mereka membuatnya. Di Amerika Serikat, sekitar 70% logam berat di tempat pembuangan sampah berasal dari barang elektronik yang dibuang.

Meskipun ada kesepakatan bahwa jumlah perangkat elektronik yang dibuang meningkat, ada banyak ketidaksepakatan tentang risiko relatif (dibandingkan dengan rongsokan mobil, misalnya), dan ketidaksepakatan yang kuat apakah membatasi perdagangan barang elektronik bekas akan memperbaiki kondisi, atau memperburuknya. Menurut sebuah artikel di Motherboard, upaya untuk membatasi perdagangan telah mendorong perusahaan-perusahaan terkemuka keluar dari rantai pasokan, dengan konsekuensi yang tidak diinginkan.

Data limbah elektronik 2016

Pada tahun 2016, Asia adalah wilayah yang memiliki volume limbah elektronik paling banyak (18.2 Mt), diikuti oleh Eropa (12.3 metrik ton), Amerika (11.3 metrik ton), Afrika (2.2 metrik ton), dan Oseania (0.7 metrik ton). Terkecil dalam hal total limbah elektronik yang dihasilkan, Oseania adalah penghasil limbah elektronik terbesar per kapita (17,3 kg / penduduk), dengan hampir 6% limbah elektronik yang disebutkan dikumpulkan dan didaur ulang. Eropa adalah penghasil limbah elektronik terbesar kedua per penduduk, dengan rata-rata 16,6 kg/penduduk; namun, Eropa memiliki angka pengumpulan tertinggi (35%). Amerika menghasilkan 11,6 kg/penduduk dan hanya menyumbang 17% dari limbah elektronik yang dihasilkan di provinsi-provinsi tersebut, yang sebanding dengan jumlah kumpulan di Asia (15%). Namun, Asia menghasilkan lebih sedikit limbah elektronik per penduduk (4,2 kg/penduduk). Afrika hanya menghasilkan 1,9 kg/penduduk, dan informasi yang tersedia terbatas pada persentase pengumpulannya. Catatan tersebut memberikan rincian regional untuk Afrika, Amerika, Asia, Eropa, dan Oseania. Fenomena ini agak menggambarkan angka jumlah yang sederhana terkait dengan volume keseluruhan limbah elektronik yang dibuat oleh 41 negara yang memiliki data limbah elektronik administrator. Untuk 16 negara lainnya, volume limbah elektronik dikumpulkan dari eksplorasi dan dievaluasi. Hasilnya, sebagian besar limbah elektronik (34,1 metrik ton) tidak teridentifikasi. Di negara-negara yang tidak memiliki konstitusi limbah elektronik nasional, limbah elektronik dapat ditafsirkan sebagai limbah alternatif atau limbah umum. Ini ditimbun di tanah atau didaur ulang, bersama dengan sisa logam atau plastik alternatif. Ada kompromi kolosal bahwa racun tidak diambil sesuai dengan yang diinginkan, atau mereka dipilih oleh sektor informal dan dikonversi tanpa melindungi pekerja dengan baik sambil melampiaskan kontaminasi dalam limbah elektronik. Meskipun klaim limbah elektronik terus meningkat, semakin banyak negara yang menerapkan regulasi limbah elektronik. Perintah tata kelola limbah elektronik nasional mencakup 66% dari populasi dunia, meningkat dari 44% yang dicapai pada tahun 2014.

Data limbah elektronik 2019

Pada tahun 2019, volume limbah elektronik yang sangat besar (53,6 Mt, dengan rata-rata 7,3 kg per kapita) dihasilkan secara global. Jumlah ini diproyeksikan akan meningkat menjadi 74 juta ton pada tahun 2030. Asia masih menjadi kontributor terbesar dari volume limbah elektronik yang signifikan sebesar 24,9 Mt, diikuti oleh Amerika (13,1 Mt), Eropa (12 Mt), serta Afrika dan Oseania masing-masing sebesar 2,9 Mt dan 0,7 Mt. Dalam hal produksi per kapita, Eropa berada di urutan pertama dengan 16,2 kg, dan Oseania adalah penghasil terbesar kedua dengan 16,1 kg, diikuti oleh Amerika. Afrika adalah penghasil limbah elektronik per kapita paling sedikit dengan 2,5 kg. Mengenai pengumpulan dan daur ulang limbah ini, benua Eropa berada di peringkat pertama (42,5%), dan Asia di peringkat kedua (11,7%). Benua Amerika dan Oseania berada di urutan berikutnya (masing-masing 9,4% dan 8,8%), dan Afrika berada di belakangnya dengan 0,9%. Dari 53,6 Metrik ton limbah elektronik yang dihasilkan secara global, pengumpulan dan daur ulang yang didokumentasikan secara resmi adalah 9,3%, dan nasib 44,3% masih belum pasti, dengan keberadaan dan dampaknya terhadap lingkungan yang bervariasi di berbagai wilayah di dunia. Namun, jumlah negara yang memiliki undang-undang, peraturan, atau kebijakan limbah elektronik nasional telah meningkat sejak 2014, dari 61 menjadi 78 negara. Sebagian besar limbah komersial dan domestik yang tidak terdokumentasi bercampur dengan aliran limbah lain seperti limbah plastik dan logam, menyiratkan bahwa fraksi yang mudah didaur ulang dapat didaur ulang, dalam kondisi yang dianggap lebih rendah tanpa depolusi dan pemulihan semua bahan yang dianggap berharga.

Data limbah elektronik 2021

Pada tahun 2021, diperkirakan 57,4 ton limbah elektronik dihasilkan secara global. Menurut perkiraan di Eropa, di mana masalah ini paling banyak diteliti, 11 dari 72 barang elektronik di rumah tangga rata-rata sudah tidak digunakan atau rusak. Setiap tahun per warga negara, 4 hingga 5 kg produk listrik dan elektronik yang tidak terpakai ditimbun di Eropa sebelum dibuang. Pada tahun 2021, kurang dari 20 persen limbah elektronik dikumpulkan dan didaur ulang.

Data limbah elektronik 2022

Pada tahun 2022, diperkirakan terjadi peningkatan sebesar 3,4% dari limbah elektronik yang dihasilkan secara global, mencapai 59,4 juta ton, yang membuat total limbah elektronik yang tidak didaur ulang di bumi hingga tahun 2022 lebih dari 347 juta ton. Aliran limbah elektronik lintas batas telah menarik perhatian publik karena sejumlah berita utama yang mengkhawatirkan, tetapi studi global tentang volume dan rute perdagangan belum dilakukan. Menurut Transboundary E-waste Flows Monitor, 5,1 juta ton (atau sedikit di bawah 10% dari 53,6 juta ton limbah elektronik global) melintasi batas-batas internasional pada tahun 2019. Studi ini membagi pergerakan limbah elektronik lintas batas menjadi pergerakan yang diatur dan tidak terkendali serta memperhitungkan wilayah penerima dan pengirim untuk lebih memahami implikasi dari pergerakan tersebut. Dari 5,1 Mt, 1,8 Mt pergerakan lintas batas dikirim dalam kondisi yang diatur, sementara 3,3 Mt pergerakan lintas batas dikirim dalam kondisi yang tidak terkendali karena EEE atau limbah elektronik bekas dapat mendorong pergerakan yang melanggar hukum dan memberikan risiko terhadap pengelolaan limbah elektronik yang tepat.

Kerangka kerja legislatif limbah elektronik

Uni Eropa (UE) telah menangani masalah Limbah elektronik dengan memperkenalkan dua buah undang-undang. Yang pertama, Petunjuk Limbah Peralatan Listrik dan Elektronik (Petunjuk WEEE) mulai berlaku pada tahun 2003.  Tujuan utama dari arahan ini adalah untuk mengatur dan memotivasi daur ulang dan penggunaan kembali limbah elektronik di negara-negara anggota pada saat itu. Petunjuk ini direvisi pada tahun 2008 dan mulai berlaku pada tahun 2014. Selain itu, Uni Eropa juga telah menerapkan Petunjuk tentang pembatasan penggunaan zat berbahaya tertentu pada peralatan listrik dan elektronik sejak tahun 2003. Dokumen ini juga direvisi pada tahun 2012. Terkait negara-negara Balkan Barat, Makedonia Utara telah mengadopsi Undang-Undang tentang Baterai dan Akumulator pada tahun 2010, yang diikuti dengan Undang-Undang tentang Manajemen peralatan listrik dan elektronik pada tahun 2012. Serbia telah mengatur pengelolaan aliran limbah khusus, termasuk limbah elektronik, melalui Strategi Pengelolaan Limbah Nasional (2010-2019). Montenegro telah mengadopsi Undang-Undang Konsesi tentang limbah elektronik dengan ambisi untuk mengumpulkan 4 kg limbah ini setiap tahun per orang hingga tahun 2020. Kerangka kerja hukum Albania didasarkan pada rancangan undang-undang tentang limbah peralatan listrik dan elektronik dari tahun 2011 yang berfokus pada desain peralatan listrik dan elektronik. Sebaliknya, Bosnia dan Herzegovina masih belum memiliki undang-undang yang mengatur limbah elektronik.

Hingga Oktober 2019, 78 negara secara global telah menetapkan kebijakan, undang-undang, atau peraturan khusus untuk mengatur limbah elektronik. Namun, tidak ada indikasi yang jelas bahwa negara-negara tersebut mengikuti peraturan tersebut. Wilayah seperti Asia dan Afrika memiliki kebijakan yang tidak mengikat secara hukum dan hanya bersifat programatik. Oleh karena itu, hal ini menjadi tantangan karena kebijakan pengelolaan limbah elektronik belum sepenuhnya dikembangkan oleh negara-negara secara global.

Inisiatif Menyelesaikan Masalah Limbah Elektronik (StEP)

Solving the E-waste Problem adalah organisasi keanggotaan yang merupakan bagian dari United Nations University dan dibentuk untuk mengembangkan solusi untuk mengatasi masalah yang terkait dengan limbah elektronik. Beberapa pemain paling terkemuka di bidang Produksi, Penggunaan Kembali dan Daur Ulang Peralatan Listrik dan Elektronik (EEE), lembaga pemerintah dan LSM serta Organisasi PBB termasuk di antara para anggotanya. StEP mendorong kolaborasi semua pemangku kepentingan yang terkait dengan limbah elektronik, dengan menekankan pendekatan holistik, ilmiah, namun dapat diterapkan pada masalah ini.

Limbah peralatan listrik dan elektronik

Komisi Eropa (European Commission (EC) Uni Eropa telah mengklasifikasikan limbah peralatan listrik dan elektronik (WEEE) sebagai limbah yang dihasilkan dari perangkat listrik dan peralatan rumah tangga seperti lemari es, televisi, dan ponsel serta perangkat lainnya. Pada tahun 2005, Uni Eropa melaporkan total limbah sebesar 9 juta ton dan pada tahun 2020 memperkirakan limbah sebesar 12 juta ton. Limbah elektronik yang mengandung bahan berbahaya ini jika tidak dikelola dengan baik, dapat berdampak buruk pada lingkungan dan menyebabkan masalah kesehatan yang fatal. Membuang bahan-bahan ini membutuhkan banyak tenaga kerja dan fasilitas yang dikelola dengan baik. Tidak hanya pembuangannya, pembuatan jenis bahan ini membutuhkan fasilitas dan sumber daya alam yang besar (aluminium, emas, tembaga dan silikon, dll.), yang pada akhirnya akan merusak lingkungan dan polusi. Mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan oleh bahan WEEE terhadap lingkungan kita, undang-undang Uni Eropa telah membuat dua undang-undang: 1. Petunjuk WEEE; 2. Petunjuk RoHS: Petunjuk tentang penggunaan dan pembatasan bahan berbahaya dalam memproduksi Peralatan Listrik dan Elektronik ini.

 

Petunjuk WEEE: Petunjuk ini diimplementasikan pada bulan Februari 2003, dengan fokus pada daur ulang limbah elektronik. Petunjuk ini menawarkan banyak skema pengumpulan limbah elektronik secara gratis kepada konsumen (Petunjuk 2002/96/EC ). Komisi Eropa merevisi Petunjuk ini pada bulan Desember 2008, karena ini telah menjadi aliran limbah yang paling cepat berkembang. Pada bulan Agustus 2012, Petunjuk WEEE diluncurkan untuk menangani situasi pengendalian limbah elektronik dan ini diimplementasikan pada tanggal 14 Februari 2014 (Petunjuk 2012/19 / EU ). Pada tanggal 18 April 2017, Komisi Eropa mengadopsi prinsip umum untuk melakukan penelitian dan menerapkan peraturan baru untuk memantau jumlah WEEE. Ini mengharuskan setiap negara anggota untuk memantau dan melaporkan data pasar nasional mereka. - Lampiran III pada Petunjuk WEEE (Petunjuk 2012/19/EU): Pemeriksaan ulang jadwal pengumpulan limbah dan penetapan target individu (Laporan ).

Legislasi WEEE: - Pada tanggal 4 Juli 2012, Komisi Eropa mengesahkan legislasi tentang WEEE (Petunjuk 2012/19/EU ). Untuk mengetahui lebih lanjut tentang kemajuan dalam mengadopsi Petunjuk 2012/19/EU (Kemajuan ). - Pada tanggal 15 Februari 2014, Komisi Eropa merevisi Petunjuk tersebut. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang Petunjuk lama 2002/96/EC, lihat (Laporan ).

Petunjuk RoHS: Pada tahun 2003, Komisi Eropa tidak hanya menerapkan undang-undang tentang pengumpulan limbah tetapi juga tentang penggunaan alternatif bahan berbahaya (Kadmium, merkuri, bahan yang mudah terbakar, bifenil polibrominasi, timbal, dan difenil eter polibrominasi) yang digunakan dalam produksi peralatan elektronik dan listrik (Pedoman RoHS 2002/95/EC ). Petunjuk ini direvisi lagi pada bulan Desember 2008 dan kemudian direvisi lagi pada bulan Januari 2013 (Petunjuk RoHS yang disusun ulang 2011/65/EU ). Pada tahun 2017, Komisi Eropa telah melakukan penyesuaian terhadap Arahan yang ada dengan mempertimbangkan penilaian dampak  dan diadopsi menjadi proposal legislatif baru  (tinjauan ruang lingkup RoHS 2 ). Pada tanggal 21 November 2017, Parlemen dan Dewan Eropa telah menerbitkan undang-undang yang mengubah Petunjuk RoHS 2 dalam jurnal resmi mereka .

Legislasi Komisi Eropa tentang baterai dan akumulator (Petunjuk Baterai)

Setiap tahun, Uni Eropa melaporkan hampir 800.000 ton baterai dari industri otomotif, baterai industri sekitar 190.000 ton, dan baterai konsumen sekitar 160.000 ton yang masuk ke wilayah Eropa. Baterai-baterai ini merupakan salah satu produk yang paling umum digunakan dalam peralatan rumah tangga dan produk bertenaga baterai lainnya dalam kehidupan sehari-hari. Masalah penting yang perlu diperhatikan adalah bagaimana limbah baterai ini dikumpulkan dan didaur ulang dengan benar, yang memiliki konsekuensi pelepasan bahan berbahaya ke lingkungan dan sumber daya air. Umumnya, banyak bagian dari baterai dan akumulator / kapasitor ini dapat didaur ulang tanpa melepaskan bahan berbahaya ini ke lingkungan kita dan mencemari sumber daya alam kita. Komisi Eropa telah meluncurkan Petunjuk baru untuk mengendalikan limbah dari baterai dan akumulator yang dikenal sebagai 'Petunjuk Baterai' yang bertujuan untuk meningkatkan proses pengumpulan dan daur ulang limbah baterai dan mengendalikan dampak limbah baterai terhadap lingkungan kita. Petunjuk ini juga mengawasi dan mengelola pasar internal dengan menerapkan langkah-langkah yang diperlukan. Petunjuk ini membatasi produksi dan pemasaran baterai dan akumulator yang mengandung bahan berbahaya dan berbahaya bagi lingkungan, sulit untuk dikumpulkan dan didaur ulang. Batteries Directive  menargetkan pengumpulan, daur ulang, dan kegiatan daur ulang lainnya dari baterai dan akumulator, juga menyetujui label pada baterai yang netral terhadap lingkungan. Pada tanggal 10 Desember 2020, Komisi Eropa telah mengusulkan peraturan baru (Batteries Regulation ) tentang limbah baterai yang bertujuan untuk memastikan bahwa baterai yang masuk ke pasar Eropa dapat didaur ulang, berkelanjutan, dan tidak berbahaya (Siaran pers).

Legislasi: Pada tahun 2006, Komisi Eropa telah mengadopsi Petunjuk Baterai dan merevisinya pada tahun 2013. - Pada tanggal 6 September 2006, Parlemen Eropa dan Dewan Eropa telah meluncurkan Petunjuk tentang limbah dari Baterai dan akumulator (Petunjuk 2006/66/EC). - Ikhtisar Peraturan Perundang-undangan tentang Baterai dan akumulator 

Evaluasi Petunjuk 2006/66/EC (Petunjuk Baterai): Merevisi Petunjuk dapat didasarkan pada proses Evaluasi , dengan mempertimbangkan fakta peningkatan penggunaan baterai dengan peningkatan berbagai teknologi komunikasi, peralatan rumah tangga, dan produk bertenaga baterai kecil lainnya. Peningkatan permintaan energi terbarukan dan daur ulang produk juga telah mengarah pada inisiatif 'Aliansi Baterai Eropa (EBA)' yang bertujuan untuk mengawasi rantai nilai lengkap produksi baterai dan akumulator yang lebih baik di Eropa di bawah tindakan kebijakan baru ini. Meskipun adopsi proses Evaluasi  telah diterima secara luas, beberapa kekhawatiran muncul terutama dalam mengelola dan memantau penggunaan bahan berbahaya dalam produksi baterai, pengumpulan limbah baterai, daur ulang limbah baterai di dalam Petunjuk. Proses evaluasi telah memberikan hasil yang baik di bidang-bidang seperti mengendalikan kerusakan lingkungan, meningkatkan kesadaran akan daur ulang, baterai yang dapat digunakan kembali, dan juga meningkatkan efisiensi pasar internal.

Namun, ada beberapa keterbatasan dalam implementasi Petunjuk Baterai dalam proses pengumpulan limbah baterai dan pemulihan bahan yang dapat digunakan darinya. Proses evaluasi menyoroti kesenjangan dalam proses implementasi ini dan mengkolaborasikan aspek teknis dalam proses dan cara-cara baru untuk digunakan membuatnya lebih sulit untuk diimplementasikan dan Arahan ini menjaga keseimbangan dengan kemajuan teknologi. Peraturan dan pedoman Komisi Eropa telah membuat proses evaluasi menjadi lebih berdampak positif. Partisipasi sejumlah pemangku kepentingan dalam proses evaluasi yang diundang dan diminta untuk memberikan pandangan dan ide mereka untuk meningkatkan proses evaluasi dan pengumpulan informasi. Pada tanggal 14 Maret 2018, para pemangku kepentingan dan anggota asosiasi berpartisipasi untuk memberikan informasi tentang temuan mereka, mendukung dan meningkatkan proses Peta Jalan Evaluasi .

Disadur dari: en.wikipedia.org

 

Selengkapnya
Melihat Lebih Dekat Masalah Limbah Elektronik

Perindustrian

Eksplorasi Industri Elektronik

Dipublikasikan oleh Jovita Aurelia Sugihardja pada 23 April 2024


Industri elektronik adalah sektor ekonomi yang memproduksi perangkat elektronik. Industri ini muncul pada abad ke-20 dan saat ini merupakan salah satu industri global terbesar. Masyarakat kontemporer menggunakan beragam perangkat elektronik yang dibuat di pabrik-pabrik yang dioperasikan oleh industri ini, yang hampir selalu otomatis.

Produk elektronik terutama dirakit dari transistor metal-oxide-semiconductor (MOS) dan sirkuit terpadu, yang terakhir ini terutama dengan fotolitografi dan sering kali pada papan sirkuit tercetak. Papan sirkuit dirakit sebagian besar menggunakan teknologi pemasangan di permukaan, yang biasanya melibatkan penempatan komponen elektronik secara otomatis pada papan sirkuit menggunakan mesin pick-and-place. Teknologi pemasangan di permukaan dan mesin pick-and-place memungkinkan untuk merakit papan sirkuit dalam jumlah besar dengan kecepatan tinggi. Ukuran industri, penggunaan bahan beracun, dan sulitnya daur ulang telah menyebabkan serangkaian masalah dengan limbah elektronik. Peraturan internasional dan undang-undang lingkungan telah dikembangkan untuk mengatasi masalah ini.

Industri elektronik terdiri dari berbagai sektor. Kekuatan pendorong utama di balik seluruh industri elektronik adalah sektor industri semikonduktor, yang memiliki penjualan tahunan lebih dari $481 miliar pada tahun 2018.

Sejarah
Industri tenaga listrik dimulai pada abad ke-19, yang mengarah pada pengembangan penemuan seperti gramofon, pemancar dan penerima radio, dan televisi. Tabung vakum digunakan untuk perangkat elektronik awal, sebelum kemudian sebagian besar digantikan oleh komponen semikonduktor sebagai teknologi dasar industri ini.

Transistor pertama yang berfungsi, transistor kontak-titik, ditemukan oleh John Bardeen dan Walter Houser Brattain di Bell Laboratories pada tahun 1947, yang mengarah pada penelitian yang signifikan di bidang semikonduktor solid-state selama tahun 1950-an. Hal ini menyebabkan munculnya industri elektronik konsumen hiburan rumah yang dimulai pada tahun 1950-an, yang sebagian besar disebabkan oleh upaya Tokyo Tsushin Kogyo (sekarang Sony) yang berhasil mengomersilkan teknologi transistor untuk pasar massal, dengan radio transistor yang terjangkau dan kemudian perangkat televisi transistor.

Industri ini mempekerjakan sejumlah besar insinyur elektronik dan teknisi elektronik untuk merancang, mengembangkan, menguji, membuat, memasang, dan memperbaiki peralatan listrik dan elektronik seperti peralatan komunikasi, alat pemantau medis, peralatan navigasi, dan komputer. Komponen umum yang diproduksi adalah konektor, komponen sistem, sistem sel, dan aksesori komputer, dan ini terbuat dari baja paduan, tembaga, kuningan, baja tahan karat, plastik, pipa baja, dan bahan lainnya.

Elektronik konsumen
Elektronik konsumen adalah produk yang ditujukan untuk penggunaan sehari-hari, paling sering untuk hiburan, komunikasi, dan produktivitas kantor. Penyiaran radio pada awal abad ke-20 menghadirkan produk konsumen utama pertama, yaitu penerima siaran. Produk selanjutnya meliputi komputer pribadi, telepon, pemutar MP3, ponsel, ponsel pintar, peralatan audio, televisi, kalkulator, GPS elektronik otomotif, kamera digital, serta pemutar dan perekam yang menggunakan media video seperti DVD, VCR, atau camcorder. Semakin banyak produk ini yang berbasis teknologi digital, dan sebagian besar telah menyatu dengan industri komputer dalam apa yang disebut sebagai konsumerisasi teknologi informasi.

CEA(Consumer Electronics Association) memproyeksikan nilai penjualan elektronik konsumen tahunan di Amerika Serikat mencapai lebih dari $ 170 miliar pada tahun 2008. Penjualan elektronik konsumen tahunan secara global diperkirakan akan mencapai $ 2,9 triliun pada tahun 2020.

Manufaktur
Efek terhadap lingkungan

Limbah listrik mengandung bahan berbahaya, berharga, dan langka, dan hingga 60 elemen dapat ditemukan dalam barang elektronik yang kompleks.

Amerika Serikat dan Tiongkok adalah pemimpin dunia dalam memproduksi limbah elektronik, masing-masing membuang sekitar 3 juta ton setiap tahunnya. Tiongkok juga tetap menjadi tempat pembuangan limbah elektronik utama bagi negara-negara maju. UNEP memperkirakan bahwa jumlah limbah elektronik yang dihasilkan - termasuk ponsel dan komputer - dapat meningkat sebanyak 500 persen dalam dekade berikutnya di beberapa negara berkembang, seperti India.

Meningkatnya kesadaran lingkungan telah menyebabkan perubahan dalam desain elektronik untuk mengurangi atau menghilangkan bahan beracun dan mengurangi konsumsi energi. Peraturan Pembatasan Zat Berbahaya (RoHS) dan Peraturan Peralatan Listrik dan Elektronik Limbah (WEEE) dirilis oleh Komisi Eropa pada tahun 2002.

Disadur dari: en.wikipedia.org
 

Selengkapnya
Eksplorasi Industri Elektronik

Perindustrian

Inilah 3 Negara Produsen Tekstil Terbesar di Dunia, China Urutan 1

Dipublikasikan oleh Jovita Aurelia Sugihardja pada 23 April 2024


JAKARTA - China sebagai negara industri dengan penduduk terbanyak di dunia hingga kini masih menjadi produsen tekstil terbesar di dunia. Meski ada pasang surutnya, industri tekstil menjadi industri yang tidak lekang waktu dan tidak pernah gagal total karena bagaimanapun tekstil merupakan kebutuhan primer manusia. 

Laporan terbaru dari Grand View Research Inc menyebut, pasar tekstil global diperkirakan akan mencapai USD1.420,3 miliar pada 2030. Pertumbuhan pasar antara lain didorong oleh meningkatnya level awareness konsumen dan tren di industri fashion yang berubah dengan cepat. Pada tahun 2021, Asia Pasifik muncul sebagai pasar regional terbesar karena kehadiran negara-negara penghasil bahan baku yang besar seperti China, India, Australia, dan Jepang.

Terkait industri tekstil di dunia, China sejak lama telah menjadi global leader dan menguasai lebih dari 50% produksi tekstil dunia pada 2014. Berikut ini tiga negara yang menjadi produsen tekstil terbesar di dunia merujuk data tahun 2020, dirangkum SINDOnews dari laman BizVibe dan Statista: 

1. China 
China adalah produsen tekstil terbesar di dunia dengan output mencapai 52,2% dari produksi tekstil global tahun 2019. Dengan pertumbuhan pesat selama dua dekade terakhir, industri tekstil China telah menjadi salah satu pilar utama perekonomian Negeri Tirai Bambu. 

Skala bisnis tekstil membuat mereka ekonomis. Biaya rendah dan ketersediaan tenaga kerja yang besar, berkurangnya hambatan perdagangan, serta pasokan bahan yang kuat, merupakan sederet keunggulan kompetitif yang ditawarkan negara berpenduduk 1,4 miliar jiwa itu. Terkait pasokan bahan, pada tahun 2017 saja China memproduksi sekitar 79 miliar meter kain dan 5,99 juta metrik ton kapas pada 2017/2018. Jika dilihat secara bulanan, data Statista terbaru menyebut, pada April 2022 sekitar 3,23 miliar meter kain pakaian diproduksi di China. Volume produksi tekstil bulanan secara konsisten di atas tiga miliar meter. Adapun beberapa perusahaan manufaktur tekstil terbesar di China di antaranya Jiangsu Hengli Group, Shangtex Holding Co Ltd, Lu Thai Textile Co Ltd, dan Huafu Top Dyed Melange Yarn Co Ltd. 

Selain menjadi produsen terbesar, China juga merajai ekspor tekstil. Industri tekstil dan sandang menjadi industri penopang ekspor China sejak diberlakukannya kebijakan pintu terbuka dan reformasi ekonomi pada 1979. Menurut analisis data IKAR, hingga 2019, China merupakan pengekspor produk tekstil dan sandang terbesar di dunia dengan sekitar 24.000 perusahaan yang bergerak di industri tersebut. Ekspor tekstil dan pakaian porsinya lebih dari 20% dari total ekspor China. Antara tahun 2013 dan 2017, China menggenggam 40% dari ekspor tekstil, pakaian jadi, dan kulit global. Angka ini meningkat 14% dibandingkan satu dekade sebelumnya. 

Pada 2018, ekspor tekstil dari Negeri Panda bernilai hampir USD119 miliar. Pada 2019, China menyumbang lebih dari 39% dari ekspor tekstil dunia, diikuti oleh Uni Eropa dan India. Mengutip data Statista, pada tahun 2020 China menduduki peringkat teratas eksportir tekstil global dengan nilai sekitar USD154 miliar. Angka ekspor China ini hampir 43,5% dari total pasar ekspor tekstil di seluruh dunia.

2. India 
India adalah produsen tekstil terbesar kedua di dunia dalam hal volume produksi, dengan pangsa 6,9% dari produksi tekstil global tahun 2019. Industri tekstil India nilainya diperkirakan mencapai USD250 miliar pada 2019. Menurut laporan IBEF, industri tekstil Negara Bollywood menyumbang 7% dari output industri pada 2018/2019. Ini berkontribusi 2% terhadap PDB India dan mempekerjakan lebih dari 45 juta orang pada 2018/2019. Sektor ini juga berkontribusi 15% terhadap pendapatan ekspor India pada 2018/2019. Beberapa perusahaan manufaktur tekstil terbesar di Negara Anak Benua antara lain Arvind Ltd, Vardhman Textiles Ltd, Welspun India Ltd, Raymond Ltd dan Trident Ltd. Industri tekstil India secara umum diklasifikasikan menjadi dua segmen. Pertama, sektor yang tidak terorganisir terdiri dari handloom, kerajinan tangan, dan serikultur, yang dioperasikan dalam skala kecil dengan mempraktikkan alat dan metode tradisional. Kedua, industri yang terorganisir yang menerapkan mesin dan teknik modern dengan skala ekonomi. Negara Barata telah menggunakan teknologi intensif untuk produksi massal produk tekstil seperti pemintalan, pertenunan, pemrosesan, dan pakaian jadi.

3. Amerika Serikat 
Amerika Serikat (AS) menempati peringkat ketiga dalam daftar negara produsen tekstil terbesar di dunia, dengan output 5,3% dari produksi tekstil global tahun 2019. Berkat produktivitas, fleksibilitas, dan inovasinya, AS terus menjadi salah satu produsen tekstil terbesar di dunia. Negara adidaya ini merupakan produsen dan pengekspor bahan baku tekstil yang kompetitif secara global, mulai dari kain, benang, pakaian, perabotan rumah tangga, dan produk tekstil lainnya. Mengutip data US National Council of Textile Organizations (NCTO), nilai total pengiriman serat dan filamen, tekstil, serta pakaian jadi buatan AS berjumlah sekitar USD76,8 miliar pada tahun 2018, naik dari USD73 miliar dalam output pada tahun 2017. Kekuatan tekstil AS terutama pada kain non-tenunan, kain khusus dan industri, tekstil medis dan baju pelindung. Selain itu, Negeri Paman Sam secara teknis sangat maju di sektor tekstil dan pakaian yang membuat perusahaan tertarik berinvestasi di pasar tekstil AS. Beberapa perusahaan manufaktur tekstil terbesar di AS di antaranya TJX Companies, VF Corporation, L Brands Inc, Abercrombie & Fitch Co.

Sumber: www.google.com

 

Selengkapnya
Inilah 3 Negara Produsen Tekstil Terbesar di Dunia, China Urutan 1

Perindustrian

Pabrik Sepatu Indonesia Banjir Order! Inilah Efek Lockdown Vietnam yang Dahsyat

Dipublikasikan oleh Jovita Aurelia Sugihardja pada 22 April 2024


Jakarta, CNBC Indonesia - Keputusan lockdown dari Pemerintah Vietnam membawa berkah bagi industri di Indonesia. Pasalnya, sejumlah pesanan untuk industri yang semula datang ke negara tersebut kini beralih ke Indonesia. Salah satu yang kelimpahan berkah adalah industri alas kaki. Pesanan yang masuk pun kini bukan hanya mengarah pada salah satu jenis sepatu, namun sudah bervariasi.

"Kalau 2020 lalu ekspor mengandalkan sport shoes, di 2021 mulai masuk sepatu- order sepatu non sport yang dikerjakan industri-industri menengah kita. Saya lihat data ekspor dari Jabodetabek meningkat, ekspor Jatim, Jateng meningkat," kata Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakri kepada CNBC Indonesia, Rabu (29/9/21).

Setiap tahun banyak pabrikan Indonesia yang mendapatkan order dari brand kenamaan dunia, mulai dari Adidas, Nike hingga Puma. Saat ini, permintaan dari brand tersebut masih ada, namun permintaan dari jenis sepatu lain juga ikut datang.

"Nggak hanya sport shoes aja nih, tapi kelimpahan non sport yang bukan brand-brand utama. Misalnya untuk outdoor meningkat, untuk keluar, bertani, kemudian sepatu untuk bekerja di kebun meningkat," sebutnya.

Demi memenuhi permintaan tersebut, pabrikan kini terus mengejar produksi. Salah satunya meningkatkan kapasitas menjadi 100%, Pemerintah pun sudah mengizinkannya asal dengan protokol kesehatan yang ketat.

"Sesuai anjuran pemerintah 100%. Sempat beberapa zona masuk level 4 nggak bisa produksi lebih dari 50%, tapi beberapa daerah turun sudah ujicoba 100% sekarang mau ga mau," ujar Firman.

Selain itu, perusahaan pun sampai harus merekrut karyawan baru demi memenuhi permintaan. Namun, cara merekrut dari setiap perusahaan maupun daerah terlihat berbeda.

"Kasuistik karena ada penambahan order kapasitas akhirnya rekrut baru, ada yang di daerah-daerah, Jateng kapasitas rekrut baru. Jabodetabek kita menambah rekrut karyawan dari yang dulu di PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) atau garmen PHK di 2020, kemudian dilatih lagi," jelasnya.

Berkah bertambahnya lapangan kerja karena Vietnam masih terus menghadapi lockdown. Data dari Asosiasi Tekstil dan Pakaian Vietnam (Vitas) yang dilansir dari AFP, mengungkapkan bahwa hingga 90% rantai pasokan di sektor garmen terputus, utamanya di wilayah Selatan negara tersebut.

Sumber: www.cnbcindonesia.com

 

Selengkapnya
Pabrik Sepatu Indonesia Banjir Order! Inilah Efek Lockdown Vietnam yang Dahsyat
« First Previous page 19 of 35 Next Last »