Perindustrian
Dipublikasikan oleh Jovita Aurelia Sugihardja pada 24 April 2024
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan, pemerintah terus berkomitmen melanjutkan kebijakan hilirisasi industri sektor pertambangan dengan menghentikan ekspor bahan mentah atau raw material produk-produk pertambangan secara bertahap. Setelah nikel, pemerintah akan segera menghentikan ekspor bahan mentah untuk bauksit.
Hal tersebut disampaikan Jokowi usai meninjau pengolahan bijih nikel (nickel ore) di Pabrik Smelter, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, Senin (27/12).
"Saya kira keuntungan kita menyetop ekspor bahan mentah nikel itu manfaatnya bisa lari ke mana-mana. Oleh sebab itu, nanti tahun depan akan kita lanjutkan untuk setop ekspor bahan mentah bauksit dan selanjutnya tembaga, selanjutnya emas, selanjutnya timah," ujar Jokowi.
Presiden mengatakan, hilirisasi saat ini telah berjalan di lapangan dan diyakini akan memberikan nilai tambah yang sangat besar. Dengan hilirisasi industri, beragam nilai tambah akan berada di dalam negeri dan bisa dirasakan oleh rakyat.
"Selain itu juga muncul yang namanya lapangan pekerjaan, seperti di sini 27 ribu tenaga kerja yang bisa direkrut oleh perusahaan. Belum income untuk negara, pajak. Belum terciptanya lapangan-lapangan usaha baru di kanan-kiri. Ini yang mengirim misalnya nickel ore ini dari perusahaan-perusahaan di dalam negeri," kata dia.
Sementara itu, Direktur Utama PT GNI, Wisma Bharuna, mengatakan saat ini sudah muncul beragam produk turunan dari stainless steel di Indonesia yang akan digunakan untuk memproduksi panci, sendok, dan sebagainya. Ia berharap dengan adanya hilirisasi, semua produk bisa didapatkan di dalam negeri, terjadi alih teknologi, dan dapat mensejahterakan rakyat.
"Segala macam itu harus dari sini semua sehingga sudah tidak lagi ke luar negeri, semuanya dipakai untuk kita, barangnya barang kita, kemudian nanti untuk mensejahterakan semuanya. Nanti ada alih teknologinya, metalurginya, anak-anak lebih pintar, semua lapangan pekerjaan ya semua Indonesia kaya, semua ada disini," ujar Dirut PT GNI.
Sebelum memberikan keterangan pers, Presiden terlebih dahulu melihat proses pengolahan nikel di pabrik tersebut, termasuk area nickel ore stockpile yaitu tempat penumpukan bahan mentah bijih nikel.
Sumber: ekonomi.republika.co.id
Perindustrian
Dipublikasikan oleh Jovita Aurelia Sugihardja pada 24 April 2024
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Tesla Inc telah menandatangani kesepakatan pasokan nikel AS pertamanya dengan perusahaan tambang Tamarack Talon Metals Corp di Minnesota untuk kebutuhan bahan baku logam baterai kendaraan listrik. Adapun tambang itu dipilih karena dianggap lebih ramah lingkungan.
Seperti dilansir dari Reuters, Rabu (12/1/2022), kesepakatan itu, diumumkan pada hari Senin (10/1/2022) lalu karena permintaan nikel diperkirakan akan melonjak selama dekade berikutnya karena kendaraan listrik bakal menjadi arus utama. Nikel mendukung penyimpanan energi di katoda baterai, yang pada gilirannya memperluas jangkauan kendaraan listrik.
Kepala Eksekutif Tesla, Elon Musk pada tahun 2020 memohon kepada industri pertambangan untuk memproduksi lebih banyak nikel dengan cara yang peka terhadap lingkungan.
Dengan mengambil sumber dari proyek Minnesota Talon, sebuah usaha patungan dengan Rio Tinto yang dijadwalkan akan dibuka pada tahun 2026, Musk mengamankan sumber utama logam AS untuk pabrik baterai Tesla di Texas dan Nevada. Tesla pada tahun lalu juga menandatangani kesepakatan pasokan nikel dengan BHP di Australia dan dari Kaledonia Baru.
Sementara itu, Indonesia adalah produsen nikel terbesar di dunia. Tetapi penambang di sana biasanya menggunakan teknologi intensif energi untuk mengekstraksi logam dan menerapkan praktik pembuangan limbah yang kontroversial, termasuk membuang batuan sisa di saluran air.
Talon Metals berencana untuk menggunakan teknologi yang diharapkan akan memungkinkannya untuk menyedot karbon dioksida dari atmosfer dan mengikatnya secara kimia dan dengan demikian menyimpannya secara permanen ke batu yang ditemukan di dalam proyek Tamarack di Minnesota utara.
Prosesnya, yang masih diuji, secara efektif akan memungkinkan Talon memasarkan nikel sebagai karbon netral, daya tarik besar bagi Musk dan Tesla.
"Sumber bahan baterai yang bertanggung jawab telah lama menjadi fokus Tesla," kata Drew Baglino, seorang eksekutif Tesla, dalam siaran pers.
Tesla berencana untuk membeli 75.000 ton konsentrat nikel selama enam tahun serta sejumlah kecil kobalt dan bijih besi dengan harga yang terdaftar di London Metals Exchange. Namun, tidak jelas di mana Tesla akan memurnikan konsentrat nikel. Amerika Serikat tidak memiliki kilang nikel.
Saham Talon dihentikan sesaat sebelum berita itu dirilis. Saham Tesla ditutup Senin naik 3 persen.
"Talon sangat antusias untuk mendukung misi Tesla untuk mempercepat transisi ke energi terbarukan," kata Henri van Rooyen, CEO Talon, dalam sebuah pernyataan
Sumber: ekonomi.republika.co.id
Perindustrian
Dipublikasikan oleh Jovita Aurelia Sugihardja pada 24 April 2024
Seorang pengemudi mengisi daya mobil listrik dengan memanfaatkan aplikasi PLN Charge.IN di di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) PLN di Kantor PLN Disjaya, Gambir, Jakarta, Jumat (29/1). PLN meluncurkan aplikasi charge.IN yang memudahkan para pemilik kendaraan listrik dalam hal pengisian daya serta dapat menunjukkan lokasi SPKLU maupun besaran pengisian daya.Prayogi/Republika.Foto: Prayogi/Republika.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT PAM Mineral Tbk menilai peluang bisnis nikel cukup menjanjikan. Hal ini disebabkan oleh tingginya permintaan bijih nikel di pasar domestik.
Direktur Utama PAM Mineral Ruddy Tjanaka mengatakan, perusahaan juga mendukung pemerintah yang akan mengembangkan industri dan ekosistem kendaraan listrik melalui pembentukan holding BUMN baterai Indonesia atau Indonesia Battery Corporation (IBC). Pabrik baterai mobil listrik milik IBC dan konsorsium LG Chem serta CATL mobil listrik akan mulai melakukan peletakan batu pertama pada akhir Juli 2021. Selanjutnya, pabrik baterai tersebut diharapkan mulai beroperasi pada 2023.
“Kami melihat satu peluang yang cukup menjanjikan pada pertambangan nikel berkadar rendah. Hal ini sejalan pertumbuhan kebutuhan baterai bahan bakar kendaraan listrik,” ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (15/7).
Di sisi lain, permintaan bijih nikel berkadar tinggi juga mengalami peningkatan, terutama karena adanya industri pengolahan atau smelter yang ada. Permintaan nikel dengan kadar tinggi juga cukup stabil, sedangkan permintaan pasar nikel berkadar rendah sudah kembali meningkat.
“Adanya industri baterai nasional seiring tumbuhnya smelter dengan teknologi hidrometalurgi akan meningkatkan kinerja perusahaan dengan diserapnya nikel kadar rendah yang diproduksi perusahaan. Ini yang kita harapkan bersama," ucapnya.
Ruddy menyebut, stabilnya industri pengolahan atau smelter menjadi peluang yang cukup menjanjikan bagi industri bijih nikel. Dia optimistis permintaan bijih nikel dengan kadar tinggi akan meningkat.
“Apalagi dengan ekspansi smelter yang ada, terutama di daerah-daerah yang dekat dengan tambang perusahaan. Tentu kita optimis perkembangan ke depan itu kebutuhan ore nikel bisa melebihi tujuh sampai delapan juta ton per bulan," kata dia.
Perusahaan juga berkeyakinan anak perusahaan masih memiliki sumber daya sekitar 28 juta ton lebih bijih nikel. Dari 28 juta bijih nikel tersebut, lanjut Ruddy, tidak semua memiliki kadar tinggi, namun juga terdapat bijih nikel dengan kadar rendah.
“Pada jangka menengah dan jangka panjang perusahaan memiliki strategi menambah cadangan dengan melalui akuisisi atau maupun mencari tambang baru, dapat mengerek kinerja perseroan dengan pertumbuhan yang lebih tinggi lagi kedepannya,” ucapnya.
Adapun rencana jangka pendek, perusahaan akan memenuhi target rencana kerja anggaran biaya (RKAB) sebanyak 1,8 juta ton bijih nikel. "Tambang nikel ini tergantung cuaca, jadi kita berharap cuaca mulai bersahabat, sehingga kita bisa produksi lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan smelter ke depan," ucapnya.
Sumber: ekonomi.republika.co.id
Perindustrian
Dipublikasikan oleh Jovita Aurelia Sugihardja pada 24 April 2024
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memacu tumbuhnya industri pengolahan dan pemurnian (smelter). Hal itu karena sejalan dengan kebijakan hilirisasi guna meningkatkan nilai tambah sumber daya alam di dalam negeri.
Langkah strategis ini sesuai arahan Presiden Joko Widodo, pemerintah akan menghentikan ekspor bahan mentah minerba secara bertahap. “Bapak Presiden Jokowi menekankan, kita akan stop ekspor bahan mentah nikel, kemudian tahun depan untuk bauksit, selanjutnya tembaga, emas, dan timah. Artinya, kita harus mendirikan industri smelternya di tanah air dalam rangka meningkatkan nilai tambah raw material tersebut,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Selasa (28/12).
Kemarin, Senin (27/12), Kepala Negara didampingi sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Maju, antara lain Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menperin Agus meresmikan pabrik smelter bijih nikel PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) yang berlokasi di Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah. Acara peresemian tersebut digelar di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Menperin menjelaskan, PT GNI merupakan industri smelter yang akan menghasilkan feronikel dengan kapasitas produksi mencapai 1,8 juta ton per tahun.
Perusahaan ini memberikan nilai tambah yang tidak sedikit, dari bijih nikel yang diolah menjadi feronikel, nilai tambahnya meningkat sebesar 14 kali lipat. Apabila dari bijih nikel diolah menjadi billet stainless steel, nilai tambahnya meningkat 19 kali lipat.
“Oleh karenanya, dengan penambahan investasi oleh PT GNI ini, program hilirisasi mineral berbasis sumber daya alam di tanah air bisa semakin cepat pencapaiannya. Hal ini melengkapi lini produksi yang dilakukan oleh pabrik smelter PT Obsidian Stainless Steel di Konawe, Sulawesi Tenggara,” jelas Agus.
PT Obsidian Stainless Steel merupakan industri smelter penghasil feronikel dengan kapasitas sebesar 1,2 juta ton per tahun, dan memproduksi billet stainless steel dengan kapasitas 1 juta ton per tahun. Selain itu, terdapat PT Virtue Dragon Nickel Industry, yang juga merupakan pabrik smelter penghasil feronikel dengan kapasitas mencapai 1 juta ton per tahun.
“PT GNI, PT Obsidian Stainless Steel, PT Virtue Dragon Nickel Industry, merupakan satu group yang telah dan akan menjadi bagian dari rencana besar pemerintah Indonesia untuk mendorong hilirisasi industri dalam peningkatan nilai tambah bahan baku mineral di dalam negeri,” jelas Menperin. Total investasi dari ketiga industri smelter tersebut mencapai 8 miliar dolar AS, dengan target penyerapan tenaga kerja sebanyak 27 ribu orang.
Dari perusahaan yang beroperasi, sudah mampu menyumbang kepada penerimaan negara berupa pajak sebesar Rp1,03 triliun sejak 2019 hingga 2021. Secara keseluruhan, nilai realisasi investasi pabrik smelter nikel yang ada di Indonesia sampai saat ini sudah menembus 15,7 miliar dolar AS.
Selanjutnya, ekspor produk feronikel setiap tahunnya mengalami peningkatan. Hal ini memberikan dampak positif terhadap penambahan devisa. “Pada 2020, ekspor feronikel mencapai 4,7 miliar dolar AS dan pada periode Januari hingga Oktober 2021 tercatat sebesar 5,6 miliar dolar AS,” kata dia.
Merujuk data World Top Export, Indonesia menempati peringkat ke-1 di dunia sebagai negara pengekspor produk berbasis nikel (stainless steel slab, stainless billet dan stainless steel coil), dengan total ekspor senilai USD 1,63 miliar pada tahun 2020. Agus melanjutkan, keberhasilan dari kebijakan hilirisasi industri ini juga berkontribusi pada peningkatan serapan jumlah tenaga kerja.
Selain itu, berkembangnya industri smelter di dalam negeri, memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional dan wilayah setempat yang berujung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. “Sebagai ilustrasi, kalau biasanya Kabupaten Konawe ini pertumbuhan ekonominya sekitar 5-6% sebelum ada investasi datang, selama dua tahun terakhir ini pertumbuhannya sudah di angka belasan persen,” tutur dia.
Efek positif yang luas dari aktivitas industri tersebut, bahkan mampu mengurangi angka kemiskinan. “Hal ini membuktikan adanya kemitraan yang saling menguntungkan antara industri dengan masyarakat guna membawa kemajuan bersama, termasuk tumbuhnya wirausaha di lingkungan pabrik serta dapat meningkatkan infrastruktur sosial yang dibutuhkan masyarakat,” tutur Menperin.
Sementara, Direktur Utama PT GNI Wisma Bharuna mengatakan, saat ini di Indonesia sudah muncul beragam produk turunan dari stainless steel, yang antara lain digunakan untuk memproduksi panci, sendok, dan sebagainya. Ia berharap, dengan adanya hilirisasi, semua produk bisa didapatkan di dalam negeri, akan ada alih teknologi, dan semuanya bisa mensejahterakan rakyat.
“Segala macam itu harus dari sini semua sehingga sudah tidak lagi ke luar negeri, semuanya dipakai untuk kita, barangnya barang kita, kemudian nanti untuk menyejahterakan semuanya. Nanti ada alih teknologinya, metalurginya, anak-anak lebih pintar, semua lapangan pekerjaan ya semua Indonesia kaya, semua ada disini,” ujar Wisma.
Sumber: ekonomi.republika.co.id
Perindustrian
Dipublikasikan oleh Jovita Aurelia Sugihardja pada 24 April 2024
JAKARTA, KOMPAS - Kelompok Usaha Besi dan Baja Wuhan atau Wuhan Iron and Steel Group, Wisco, menjajaki peluang berinvestasi di sektor besi baja di Indonesia. Ini menindaklanjuti perintah Pemerintah China untuk mengimplementasikan perjanjian Presiden China dengan Presiden Indonesia yang ditandatangani pada Oktober 2013.
"Wuhan mau berinvestasi, nilainya lebih dari 5 miliar dollar AS, secara bertahap. Mereka sedang mencari lokasi dengan pelabuhan berkedalaman laut tertentu," kata Menteri Perindustrian MS Hidayat, di Jakarta, Rabu (19/3). Hidayat menyampaikan hal itu seusai menerima kunjungan jajaran pemimpin Kelompok Usaha Besi dan Baja Wuhan beserta delegasi di Kantor Kemenperin.
Menurut Hidayat, masuknya investasi di sektor besi baja akan berdampak bagus dalam menghasilkan produk substitusi impor. "Mereka meminta kami memberi panduan lokasi. Saya tawarkan di Jawa Timur sebab, kalau membutuhkan infrastruktur lengkap, di luar Jawa belum ada," tutur Hidayat.
Terkecuali, kata Hidayat, kalau investor mau membangun infrastruktur sendiri, seperti yang dilakukan PT Sulawesi Mining Investment (SMI). SMI membangun instalasi pemurnian dan pengolahan feronikel di Morowali, Sulawesi Selatan.
Perusahaan tersebut membuat sendiri pembangkit listrik, pelabuhan laut, dan pelabuhan udara. "Kami mengapresiasi adanya perusahaan yang serius mau membangun smelter (instalasi pemurnian dan pengolahan) di negeri ini," kata Hidayat.
Sebelumnya, Wakil Direktur Utama PT SMI Alexander Barus, di Jakarta, Selasa (18/3), menuturkan, pembangunan instalasi pengolahan feronikel ini merupakan antisipasi sejak awal terkait larangan ekspor bijih nikel.
"Ini karena, pada intinya, UU No 4/2009 telah berlaku sehingga ekspor bijih nikel sudah dilarang. Kami dari awal mengantisipasi dengan membangun instalasi pengolahan feronikel," papar Alexander.
Pada saat bersamaan, mereka juga mengembangkan kawasan industri seluas 1.200 hektar. "Kami harapkan nantinya industri industri hilir pengolahan nikel dan baja tahan karat akan masuk ke sana," ujar Alexander.
Menurut Alexander, sebelum industri hilir baja tahan karat itu terbangun di Morowali, untuk sementara produk feronikel akan dijual ke China.
”Nantinya industri aluminium yang terbangun di Morowali akan menggunakan feronikel dari Morowali dan ferrochrome dari Zimbabwe,” kata Alexander.
Hidayat mengatakan, Indonesia sudah puluhan tahun mengekspor bahan mentah berupa nikel. Di sisi lain, industri pengolahan tak tumbuh di Indonesia.
Undang-undang mineral terbaru yang berlaku sejak tahun 2009 mewajibkan perusahaan membuat instalasi pengolahan dalam kurun lima tahun.
Setelah lima tahun, pemerintah menetapkan stop ekspor bahan mentah. Berdasarkan UU mineral itu, nikel sama sekali tidak boleh diekspor.
Terkait larangan ekspor nikel, Jepang disebutkan mengalami masalah karena selama ini 44 persen impor nikelnya berasal dari Indonesia. Produksi pun menjadi berkurang karena pasokan nikel ke Jepang tidak serta-merta bisa digantikan eksportir nikel dari negara lain.
Menurut Hidayat, sekarang adalah waktunya kerja sama karena kedua pihak sama-sama membutuhkan. Indonesia yang memiliki nikel, di satu sisi, telah melarang ekspor bahan mentah itu, tetapi di sisi lain membutuhkan teknologi dan investasi.
Sementara itu Jepang memiliki teknologi pengolahan nikel dan modal untuk investasi, tetapi di sisi lain mereka tidak memiliki bahan baku nikel.
Hidayat menuturkan, kewajiban membangun instalasi pengolahan di Indonesia adalah perintah UU. (CAS)
Sumber: kemenperin.go.id
Perindustrian
Dipublikasikan oleh Jovita Aurelia Sugihardja pada 24 April 2024
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) telah resmi melakukan ekspor produk hasil olahan nikel. Perusahaan melakukan pengiriman melalui Pelabuhan Jety milik PT GNI yang terletak di Morowali Utara dengan membawa produk turunan nikel dalam bentuk Nickel Pig Iron (NPI) atau feronikel.
Ekspor perdana tersebut dilakukan pada 20 Januari 2022. GNI mengekspor 13.650 ton feronikel yang dikirim ke China tersebut merupakan hasil olahan dari 3 tungku smelter yang telah beroperasi.
Direktur Operasional PT GNI Tony Zhou Yuan mengatakan, nilai nominal ekspor tersebut mencapai sekitar US$ 23 juta. “Kami berharap, dengan dilakukannya pengapalan perdana feronikel tersebut, akan mendongkrak devisa negara di sektor pajak, yang tentunya juga nantinya akan berimbas bagi keuntungan di daerah,” ujar Tony dalam keterangan resminya, Senin (24/1).
Tony melanjutkan, enam bulan ke depan, 20 tungku lainnya juga sudah dapat dioperasikan yang akan semakin mendorong produksi di PT GNI. Artinya, dampak ekonomi dari PT GNI ke depannya pun akan lebih besar lagi, baik dari segi penerimaan negara melalui setoran pajak, hingga pembukaan lapangan kerja yang akan semakin bertambah.
Saat ini sudah sebanyak 10.000 tenaga kerja lokal yang kita rekrut di PT GNI. Tony bilang, pihaknya berharap penyerapan tenaga kerja lokal akan bertambah terus hingga mencapai 25. 000 pekerja nantinya jika roda Perusahaan bisa berjalan lancar atau tanpa ada kendala yang berarti.
Dengan semakin banyaknya tenaga kerja di PT GNI, dampak ekonomi bagi warga di Kabupaten Morowali Utara pun dipastikan akan semakin berlipat.
“Pengiriman barang hasil olahan nikel di smelter milik GNI ini merupakan upaya mendukung program pemerintah untuk tidak mengekspor barang mentah seperti nikel. PT GNI berkomitmen akan terus mendukung program ini demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi di dalam negeri,” ungkapnya.
Kepala Kantor Pelayanan Bea Cukai Morowali Rubiyantara memberikan apresiasi positif kepada pihak perusahaan yang telah melakukan ekspor perdana pengiriman feronikel.
”Dari sekitar Rp 206 miliar target penerimaan yang diberikan kepada Bea Cukai Morowali, yang menaungi tiga Kabupaten, yakni meliputi Morowali, Poso dan Morut, melebihi dari target, hingga mencapai Rp 679 miliar atau meningkat hingga 300%. Untuk itu investasi PT GNI tetap harus kita suport secara positif, dengan tetap mengedepankan fungsi pengawasan yang melekat di dalamnya,” ungkap Rubiyantara.
Sumber: industri.kontan.co.id