Perhubungan

Perjalanan Revolusi: Kisah Perintis Pesawat Jet Komersial Pertama, de Havilland Comet

Dipublikasikan oleh Dimas Dani Zaini pada 03 Mei 2024


Revolutionizing the world of aviation, the inaugural test flight of the world's first commercial jet aircraft, the British de Havilland Comet, on July 27, 1949, in England, marked a pivotal moment in aviation history. The adoption of jet engines successfully transformed the aviation industry by drastically reducing air travel time by half, enabling planes to ascend faster and fly at higher altitudes.

The brainchild of aircraft designer and British aviation pioneer Geoffrey de Havilland (1882-1965), the Comet's inception was rooted in de Havilland's diverse engineering background. Initially involved in designing motorcycles and buses, de Havilland's fascination with flight was sparked after witnessing Wilbur Wright's aircraft demonstration in 1908. Inspired, he embarked on crafting his aircraft, achieving his first successful flight in 1910. Subsequently, he worked for British aircraft manufacturers before establishing his own company in 1920. The De Havilland Aircraft Company became an industry leader renowned for its development of lightweight engines and sleek, swift aircraft.

In 1939, Germany debuted an experimental jet-powered aircraft. During World War II, Germany emerged as the first nation to deploy jet fighters. De Havilland also contributed to wartime efforts by designing fighter planes. In recognition of his aviation contributions, he was knighted in 1944. Post-war, de Havilland shifted focus to commercial jets, spearheading the development of the Comet and Ghost jet engines. Following the July 1949 test flight, the Comet underwent three more years of testing and training flights. Subsequently, on May 2, 1952, the British Overseas Aircraft Corporation (BOAC) initiated the world's first commercial jet service with the Comet 1A, accommodating 44 passengers on a paid journey from London to Johannesburg. The Comet boasted a remarkable speed of 480 miles per hour, setting a speed record at the time.

However, the early commercial service proved short-lived as a series of fatal accidents occurred in 1953 and 1954, prompting a ban on the entire fleet. Investigators concluded that the aircraft's metal structure weakened due to the need for repeated pressurization and depressurization.

Four years later, de Havilland introduced an upgraded and recertified Comet. However, by then, American aircraft manufacturers Boeing and Douglas had unveiled their own jets, faster and more efficient, establishing dominance in the industry. By the early 1980s, most Comet aircraft operated by commercial airlines had been retired from service.

The legacy of the de Havilland Comet as the world's first commercial jet aircraft is indelible, despite its brief commercial lifespan. Its pioneering advancements laid the groundwork for subsequent innovations in commercial aviation, shaping the trajectory of air travel for generations to come.

Disadur dari Artikel : kompas.com

Selengkapnya
Perjalanan Revolusi: Kisah Perintis Pesawat Jet Komersial Pertama, de Havilland Comet

Perhubungan

Perubahan Menuju Kendaraan Listrik: Pemerintah Indonesia Aktif Dukung Penekanan Emisi Karbon

Dipublikasikan oleh Dimas Dani Zaini pada 03 Mei 2024


Pemerintah Indonesia sedang aktif mendukung penggunaan kendaraan listrik dalam upaya menekan emisi karbon yang dihasilkan oleh kendaraan konvensional. Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Budi Setiyadi, menyatakan bahwa beberapa negara sedang berupaya mengatasi perubahan iklim dan lingkungan dengan menekan polusi udara. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia mendorong perubahan dari kendaraan bahan bakar fosil menjadi kendaraan listrik.

Kementerian Perhubungan terus berusaha mengimplementasikan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 yang mengenai percepatan program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai untuk transportasi jalan. Dalam sektor perhubungan, percepatan penggunaan kendaraan listrik dilakukan melalui beberapa tahapan.

Tahap awal dimulai dengan penggunaan kendaraan dinas operasional pemerintah pusat dan daerah, TNI, dan Kepolisian. Selanjutnya, dilanjutkan dengan angkutan umum massal, Bus Rapid Transit (BRT) melalui program Buy The Service (BTS) untuk angkutan umum perkotaan, angkutan bandara, angkutan pariwisata di wilayah KSPN, dan AKAP.

Budi menjelaskan bahwa kendaraan listrik tidak menghasilkan emisi udara, sehingga hal ini menjadi salah satu faktor yang didorong. Dalam Peraturan Presiden 55 Tahun 2019 tersebut, terdapat upaya percepatan produksi dan penggunaan kendaraan listrik. Kementerian Perhubungan juga telah membuat Peraturan Menteri Perhubungan yang mengatur tentang konversi kendaraan dengan mesin pembakaran internal menjadi kendaraan listrik yang dapat didaftarkan secara legal.

Saat ini, fokus adalah mempercepat penggunaan mobil dan sepeda motor listrik. Salah satu langkah yang dapat didorong adalah konversi kendaraan operasional pemerintah. Ketentuan mengenai konversi sepeda motor dengan penggerak motor bakar menjadi sepeda motor listrik berbasis baterai telah diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 65 Tahun 2020.

Dengan adanya dukungan pemerintah dan implementasi langkah-langkah tersebut, diharapkan penggunaan kendaraan listrik dapat dipercepat sehingga dapat memberikan kontribusi positif dalam mengurangi emisi karbon dan menjaga lingkungan.

Sumber: kompas.com

Selengkapnya
Perubahan Menuju Kendaraan Listrik: Pemerintah Indonesia Aktif Dukung Penekanan Emisi Karbon

Perhubungan

Peran Kendaraan Listrik dalam Mengatasi Perubahan Iklim dan Pemanasan Global: Langkah Menteri Perhubungan untuk Menurunkan Emisi Karbon di Sektor Transportas

Dipublikasikan oleh Dimas Dani Zaini pada 03 Mei 2024


Menhub: Penggunaan Kendaraan Listrik Mampu Mengatasi Perubahan Iklim dan Pemanasan Global

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengungkapkan, bahwa percepatan transisi penggunaan kendaraan bahan bakar fosil ke listrik dapat membantu mengatasi masalah perubahan iklim dan pemanasan global

Selain itu Budi Karya juga menyebutkan, penggunaan kendaraan listrik secara massal merupakan salah satu upaya dalam rangka menurunkan emisi karbon di sektor transportasi.

"Bicara tentang penanganan perubahan iklim, penurunan emisi (dekarbonisasi) sektor transportasi merupakan salah satu hal yang paling signifikan yang harus dilakukan," ucap Budi Karya, Senin (13/2/2022).

Lebih lanjut, Budi Karya mengatakan, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terus mendorong percepatan penggunaan kendaraan listrik secara massal di Indonesia melalui berbagai kebijakan turunannya.

"Sejumlah upaya telah dilakukan Kemenhub dalam mendorong percepatan penggunaan kendaraan listrik secara massal," ucap Budi Karya.

Upaya tersebut antara lain, menyusun peta jalan transformasi Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) sebagai kendaraan operasional pemerintahan dan transportasi umum untuk selanjutnya dapat dijadikan kebijakan.

"Upaya lainnya yaitu, memberikan insentif penurunan tarif uji tipe untuk kendaraan bermotor listrik berbasis baterai," kata Budi Karya.

Semakin banyaknya pengguna kendaraan listrik, menurut Budi Karya, dapat diikuti dengan pembangunan pembangkit listrik yang lebih bersih, sehingga tidak mengalihkan masalah emisi dari sektor transportasi ke pembangkit listrik.

Sumber: tribunnews.com

 
Selengkapnya
Peran Kendaraan Listrik dalam Mengatasi Perubahan Iklim dan Pemanasan Global: Langkah Menteri Perhubungan untuk Menurunkan Emisi Karbon di Sektor Transportas

Perhubungan

Kemenhub Buka Program Magister Terapan di STIP Jakarta untuk Meningkatkan Kualitas SDM Maritim

Dipublikasikan oleh Dimas Dani Zaini pada 03 Mei 2024


Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah membuka program studi S2 (Pascasarjana) Terapan di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta. Program vokasi ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) di bidang kemaritiman di Indonesia. Program Magister Terapan di bidang pelayaran ini merupakan yang pertama di Indonesia dan diharapkan dapat meningkatkan kualitas SDM maritim negara.

Pembukaan program studi ini didasarkan pada Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 001/D/O/2021 tentang Izin Pembukaan Program Studi Magister Terapan di STIP Jakarta. Terdapat dua program studi yang dibuka, yaitu Pemasaran, Inovasi, dan Teknologi Program Magister Terapan (M.Tr.M) dengan total 48 Satuan Kredit Semester (SKS), serta Teknik Keselamatan dan Risiko Program Magister Terapan (M.Tr.T) dengan total 49 SKS.

Menurut Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, pembukaan program magister terapan di bidang pelayaran ini merupakan proyek percontohan bagi sekolah tinggi di sektor lain yang dikelola oleh Badan Sumber Daya Manusia Perhubungan (BPSDMP) Kemenhub. Hal ini bertujuan untuk mengadakan program magister terapan di sektor lain seperti darat, udara, dan perkeretaapian. Tujuan utamanya adalah menghasilkan SDM perhubungan yang profesional dan berstandar internasional.

Widyaswara Ahli Utama Kemenhub, Sugihardjo, menambahkan bahwa pembukaan program magister terapan di sektor pelayaran ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pasar kerja baik di sektor pelayaran domestik maupun internasional. Program ini juga memberikan kesempatan kepada dosen dan pegawai di sektor transportasi laut untuk melanjutkan pendidikan S-2 sesuai dengan latar belakang pendidikan dan tugas mereka.

Pendaftaran untuk program Magister Terapan ini telah dibuka mulai awal Mei 2021 dan terbagi dalam tiga gelombang. Gelombang pertama berlangsung dari 3 Mei hingga 23 Mei 2021, gelombang kedua dari 24 Mei hingga 21 Juni, dan gelombang ketiga dari 23 Juni hingga 21 Juli. Kegiatan perkuliahan dijadwalkan akan dimulai pada Agustus 2021 mendatang. Informasi lebih lanjut mengenai persyaratan pendaftaran dapat ditemukan di website resmi STIP Jakarta di http://pmb.stipjakarta.ac.id.

Sumber: kompas.com

Selengkapnya
Kemenhub Buka Program Magister Terapan di STIP Jakarta untuk Meningkatkan Kualitas SDM Maritim

Perhubungan

Mengenal Pentingnya Menara Suar dalam Mendukung Keamanan dan Keselamatan Pelayaran di Indonesia

Dipublikasikan oleh Dimas Dani Zaini pada 03 Mei 2024


Menara suar memiliki peran yang sangat penting dalam mendukung keamanan dan keselamatan pelayaran di Indonesia. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mencatat bahwa Indonesia memiliki 285 menara suar yang dikelola oleh 25 Kantor Distrik Navigasi. Sebagai negara kepulauan, Indonesia sangat membutuhkan sarana bantu navigasi-pelayaran (SBNP) seperti menara suar.

Plt. Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kemenhub, Arif Toha, menjelaskan bahwa penggunaan menara suar dan sarana bantu navigasi lainnya sangat penting untuk mendukung keamanan dan keselamatan kapal-kapal yang melintas di perairan Indonesia. Selain itu, dengan meningkatnya kualitas sistem dan jaringan transportasi, termasuk pelayaran, interaksi antara pelaku ekonomi juga semakin meningkat. Hal ini berdampak positif terhadap perkembangan perekonomian di seluruh wilayah negara.

Kementerian Perhubungan Laut menyadari pentingnya peran menara suar dalam mencapai cita-cita Indonesia sebagai poros maritim dunia. Melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, pemerintah berperan dalam menyediakan transportasi laut yang aman, nyaman, efisien, dan tepat sasaran. Hal ini juga berkontribusi pada mobilitas penduduk, distribusi logistik, serta konektivitas antar pulau.

Dalam rangka memperingati Hari Menara Suar Indonesia yang jatuh pada 22 September 2021, Kementerian Perhubungan Laut ingin mengingatkan kembali pentingnya fungsi dan peranan menara suar bagi Indonesia dan pelayaran global. Direktur Kenavigasian, Hengki Angkasawan, menambahkan bahwa menara suar tidak hanya berfungsi untuk keamanan dan keselamatan pelayaran, tetapi juga sebagai perlindungan lingkungan maritim. Menara suar juga berperan dalam memperkuat batas wilayah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Mengingat pentingnya peran menara suar dan pengabdian para petugas menara suar, Kementerian Perhubungan Laut mengajak seluruh masyarakat untuk memberikan apresiasi yang layak. Salah satu bentuk apresiasi yang diusulkan adalah penetapan Hari Menara Suar Nasional. Melalui pengakuan dan apresiasi ini, diharapkan kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya peran menara suar dalam meningkatkan keselamatan pelayaran dan perlindungan maritim di seluruh wilayah perairan Indonesia semakin meningkat.

Dalam upaya penguatan karakter kemaritiman melalui kampanye Indonesia Menjadi Poros Maritim Dunia, penetapan Hari Menara Suar Nasional dianggap sangat penting. Hal ini sebagai wujud penghargaan terhadap menara suar dan petugasnya dalam menjalankan tugas penting mereka.

Sumber: kompas.com

Selengkapnya
Mengenal Pentingnya Menara Suar dalam Mendukung Keamanan dan Keselamatan Pelayaran di Indonesia

Perhubungan

Mengatasi Tantangan Efisiensi Logistik di Indonesia: Peran Industri Pelayaran dan Program Tol Laut

Dipublikasikan oleh Dimas Dani Zaini pada 03 Mei 2024


Indonesian National Shipowners Association (INSA) has stated that the national shipping industry has made various efforts to support efficiency in the logistics sector. INSA Chairman Carmelita Hartoto said that shipping companies have taken various measures to support logistics efficiency. However, she pointed out that shipping costs are only a small part of the overall logistics expenses borne by customers. The long chain of goods delivery, from warehouses to the final destination, makes it difficult for logistics costs to decrease by relying solely on shipping efficiency.

"Goods delivery logistics involve various links. It starts with inventory costs, shipper warehouses, trucking, depots, labor, forwarding or cargo agents, port THC, and shipping. We in the shipping industry have taken various efficiency measures," said Carmelita in her statement on Tuesday, November 9, 2021. Carmelita revealed that shipping companies are currently facing increasing operational costs, including a surge in fuel costs, which have doubled compared to last year. "Domestic fuel costs are 20 to 30 percent higher than international fuel prices. So, operational costs continue to rise," she explained. She added that as an archipelagic country with nearly 60 percent of its population residing in Java Island, Indonesia's logistics costs cannot be compared with other countries. For example, shipping to destinations outside Java still transports empty containers when returning to Java. However, the fuel costs remain the same when the ship returns to the port in Java.

"We have to look at shipping costs as a whole, not just piecemeal. Shipping companies also have different financial capabilities, and they rely more on their own capital to face this extraordinary pandemic," Carmelita said. It is worth noting that since 2015, the government has implemented the sea toll program, which provides subsidies to shipping companies involved in transporting goods to remote, isolated, outermost, and border areas. In 2021, there are 26 sea toll routes, which will be increased to 30 routes in 2022. The addition of these routes involves 106 ports, consisting of 9 base ports and 97 transit ports. In 2016, the sea toll subsidy amounted to IDR 218.9 billion, which increased to IDR 355 billion in 2017. Starting from 2018, the sea toll subsidy has surged to IDR 447.6 billion. In 2019, the subsidy for this program was reduced to IDR 224 billion but increased again to IDR 436 billion in 2020. In 2022, the Ministry of Transportation (Kemenhub) proposed a budget allocation of around IDR 1.3 trillion for sea transportation subsidies, with IDR 435 billion allocated for the sea toll program.

In summary, the Indonesian shipping industry has taken various measures to support logistics efficiency. However, the overall logistics costs cannot be significantly reduced by focusing solely on shipping efficiency due to the long chain of goods delivery. The industry is also facing challenges such as increasing operational costs, including a surge in fuel prices. The government has implemented the sea toll program to provide subsidies to shipping companies involved in transporting goods to remote areas, and the number of sea toll routes and ports has been gradually increasing.

Sumber: kompas.com

Selengkapnya
Mengatasi Tantangan Efisiensi Logistik di Indonesia: Peran Industri Pelayaran dan Program Tol Laut
« First Previous page 8 of 27 Next Last »