Perhubungan

Tragedi Sriwijaya Air Penerbangan 182: Kronologi dan Penyelidikan Kecelakaan Pesawat yang Mengguncang Indonesia

Dipublikasikan oleh Dimas Dani Zaini pada 26 April 2024


Sriwijaya Airlines Penerbangan 182 (SJ182/SJY182) adalah penerbangan maskapai Indonesia berjadwal yang dioperasikan oleh Sriwijaya Airlines dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Jakarta ke Bandara Internasional Supadio Pontianak di Kalimantan Barat. Ada 50 penumpang dan 12 awak. Pada tanggal 9 Januari 2021, pesawat tersebut jatuh di perairan Kepulauan Seribu hanya 4 menit setelah lepas landas, menewaskan 62 orang di dalamnya.

Mairangi

Pesawat yang digunakan untuk penerbangan ini adalah Boeing 737- 500 berusia 26 tahun. Kode registrasi PK-CLC (MSN 27323). Pesawat ini dibuat pada tahun 1994 dan mulai beroperasi dengan Continental Airlines pada tahun yang sama. Sejak 1 Oktober 2010, pesawat ini beroperasi dengan United Airlines, nomor registrasi N27610, sebelum bergabung dengan armada Sriwijaya Air pada tahun 2012. Nama pesawat Sriwijaya Air ini adalah "Citra".

Penumpang dan awak

Pesawat telah didaftarkan untuk diangkut. 62 orang: 50 penumpang (7 anak-anak dan 3 bayi), 6 pilot (termasuk 2 pilot dan co-pilot, serta 4 awak kabin) dan 6 pramugari. Di antara penumpang tersebut terdapat Mulyadi P. Tamsir, mantan Ketua Umum PB HMI dan politikus Partai Hanura. Pesawat ini milik Kapten Afwan, mantan pilot TNI AU. Pilotnya adalah Diego Mamahit.

Detail Penerbangan

Penerbangan berangkat dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten pada pukul 13:25 WIB (06:25 UTC) dan tiba di Bandara Internasional Supadio, Pontianak, Kalimantan Barat, pukul 15.00 WIB (08.00 UTC). Namun, lepas landas tertunda dan pesawat baru lepas landas pada pukul 14:36​​​​​ WIB.

Menurut AirNav Radarbox, pesawat kehilangan ketinggian dengan cepat saat lepas landas. antara 10.900 kaki dan 7.650 kaki. pada pukul 14.40 WIB (07.40 UTC). Flightradar24 melaporkan empat menit setelah lepas landas, pesawat turun hingga 10.000 kaki dalam satu menit. Kontak terakhirnya dengan pengatur lalu lintas udara terjadi pada pukul 14.40 WIB. Pesawat dikabarkan tenggelam di Laut Jawa.

Search and Rescue

Video KOPASKA lainnya memperlihatkan bangkai pesawat di dasar laut. Laporan pertama jatuhnya pesawat di Pulau Seribu terjadi pada pukul 14.30 WIB saat seorang nelayan menyebutkan pesawat jatuh ke laut dan meledak. Gubernur Kepulauan Seribu Junaedi mengatakan, pesawat tersebut jatuh di Pulau Laki. Badan SAR Nasional segera mengirimkan personel ke lokasi kecelakaan dan polisi mendirikan pusat krisis di Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta. Kementerian Perhubungan telah membuka pusat krisis di Bandara Soekarno-Hatta.

Sumber: id.wikipedia.com

 
Selengkapnya
Tragedi Sriwijaya Air Penerbangan 182: Kronologi dan Penyelidikan Kecelakaan Pesawat yang Mengguncang Indonesia

Perhubungan

Kecelakaan SilkAir Penerbangan 185: Misteri Tragis di Udara yang Tak Terpecahkan

Dipublikasikan oleh Dimas Dani Zaini pada 26 April 2024


SilkAir Penerbangan 185 adalah penerbangan komersial yang dioperasikan oleh SilkAir dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Jakarta, Indonesia ke Bandara Changi di Singapura. Pada tanggal 19 Desember 1997 sekitar pukul 16:13 WIB, sebuah pesawat Boeing 737-300 yang beroperasi pada rute tersebut jatuh di Sungai Musi di Palembang, Sumatera Selatan. Seluruh penumpang yang berjumlah 104 orang (97 penumpang dan 7 awak), termasuk pilot Tsu Way Ming dari Singapura dan co-pilot Duncan Ward dari Selandia Baru, tewas.

Penyelidikan atas bunuh diri kapten dan kemungkinan penyebabnya

Investigasi pun dilakukan atas kejadian ini. Dikembangkan bersama oleh sekelompok ahli dari Dewan Keselamatan Transportasi Nasional, AS. NTSB, Singapura dan Australia. Pada tanggal 14 Desember 2000, Komite Nasional Kecelakaan Transportasi (KNKT) mengeluarkan laporan yang menyatakan bahwa penyebab kecelakaan tersebut tidak jelas. Namun NTSB berpendapat sebaliknya. Menurut mereka, tindakan Kapten Tsu yang membuang pesawat ke laut (bunuh diri). Menurut banyak laporan, alasan Kapten Tsu melakukan hal tersebut adalah sebagai berikut:.

  1. Masalah keuangan keluarga, di mana dia dilaporkan mengalami kerugian dalam investasi keuangan, dan hutang tagihan kartu kreditnya yang lebih besar dari kemampuannya membayar. Hal ini terutama diakibatkan dari pengeluaran keluarganya yang lebih besar dari gajinya sebagai pilot.

  2. Kapten Tsu membeli polis asuransi beberapa hari sebelum kejadian (pada hari kecelakaan, jaminan perlindungan dari polisnya mulai berlaku), sehingga ia melakukan tindakan (menjatuhkan pesawat) tersebut untuk mendapatkan uang santunan asuransi (sebagai pengganti kerugian investasinya sebelumnya).

  3. Dia juga dilaporkan beberapa kali mendapat teguran disiplin dari SilkAir, termasuk satu tindakan yang berkaitan dengan memanipulasi sekring dari perekam suara kokpit (CVR),

  4. Laporan lain mengatakan ia juga berkonflik dengan Kopilot Ward dan beberapa rekannya yang meragukan kemampuannya memimpin sebagai Kapten Pilot.

  5. Kapten Tsu adalah mantan pilot dan instruktur A-4 Skyhawk Angkatan Udara Singapura. Ia memiliki pengalaman dengan pesawat tersebut selama 20 tahun. Selama kariernya, ia pernah mengalami musibah, yaitu kehilangan 4 teman satu skuadronnya ketika latihan terbang rutin, setahun sebelum kecelakaan. Dampak psikologis dari musibah ini diduga mengubah kepribadian Tsu yang berujung pada kecelakaan pesawat SilkAir tersebut.

Sumber: id.wikipedia.com

 
Selengkapnya
Kecelakaan SilkAir Penerbangan 185: Misteri Tragis di Udara yang Tak Terpecahkan

Perhubungan

Tragedi Penerbangan MZ 8968: Kronologi Kecelakaan, Kontroversi, dan Penyelidikan

Dipublikasikan oleh Dimas Dani Zaini pada 26 April 2024


Merpati Nusantara Airlines Penerbangan 8968 (MZ 8968, MNA 8968), penerbangan yang dioperasikan oleh Merpati Nusantara Airlines, mengalami kecelakaan di laut dekat Bandara Utarom di Kabupaten Cayman pada tanggal 7 Mei 2011. Pesawat tersebut jatuh setelah lepas landas dari ketinggian 15.000 kaki, sekitar 400 meter sebelum landasan pacu 19 bandara, karena cuaca buruk.

Kronologi kecelakaan

Pesawat lepas landas dari Bandara Domine Eduard Osok di Sorong pada pukul 12:40. Dari WIT hingga Bandara Ugi tarom dan Kabupaten Kaimana. Karena hujan deras mengguyur Kabupaten Kaimana sebelum mendarat, pesawat memutuskan istirahat 15 menit lalu mencoba mendarat kembali. Pesawat tersebut diyakini jatuh pada pukul 14.05 WIT sekitar 400 meter dari landasan pacu 19 setelah kehilangan keseimbangan frontal, menabrak parit dan tenggelam di Teluk Kaimana. 25 orang dilaporkan tewas dalam kecelakaan ini.

Kontroversi

Insiden ini menimbulkan kontroversi di komunitas penerbangan. Banyak kalangan, terutama pakar penerbangan, mulai memperdebatkan kualitas pesawat Xian MA60 dan keputusan Merpati membeli pesawat tersebut. Penjualan pesawat tersebut diduga tidak memenuhi syarat. Banyak kalangan menduga penjualan tiket pesawat sarat dengan kasus penipuan dan pencungkilan harga. Banyak laporan menyebutkan bahwa Merpati berencana menjual (dan mengakhiri produksi) sisa armada MA60 miliknya. Namun Kementerian Perhubungan dan BUMN tidak melakukannya.

Investigasi

Pada tanggal 9 Mei 2011, ditemukan dua kotak hitam (FDR dan CVR) dari pesawat naas tersebut. Untuk analisa, FDR atau perekam data penerbangan dikirim ke China karena enkripsi (proteksi) datanya menggunakan bahasa China. Saat itu, KNKT menganalisis rekaman suara gadai tersebut. Laporan pertama investigasi perekam suara luar angkasa menemukan tanda-tanda kesalahpahaman di luar angkasa.

Penyebab

Pada bulan Mei 2012, KNKT merilis laporan akhir investigasinya. Laporan tersebut mengidentifikasi kesalahan pilot sebagai penyebab utama kecelakaan itu. Pilot membatalkan pendaratan dan pesawat berbelok tajam ke kiri sebesar 38 derajat. Oleh karena itu, pilot tidak mengikuti prosedur untuk melepas penutup sayap (dalam bahasa Inggris: flaps) dan ketinggian pesawat menurun dengan cepat.

Sumber: id.wikipedia.com

 
Selengkapnya
Tragedi Penerbangan MZ 8968: Kronologi Kecelakaan, Kontroversi, dan Penyelidikan

Perhubungan

Tragedi Mandala Airlines Penerbangan RI 091: Kronologi Kecelakaan Pesawat Boeing 737-200 di Medan

Dipublikasikan oleh Dimas Dani Zaini pada 26 April 2024


Pada tanggal 5 September 2005, terjadi kecelakaan pesawat Mandala Airlines Penerbangan RI 091 di kawasan Padang Bulan, Medan, Indonesia. Pesawat tersebut merupakan jenis Boeing 737-200 dan jatuh saat sedang lepas landas dari Bandara Polonia Medan. Kecelakaan ini sangat mengenaskan karena menewaskan sebagian besar penumpang dan juga menimbulkan korban di darat.

Pesawat tersebut sedang melakukan penerbangan dari Medan menuju Jakarta dengan total 117 orang di dalamnya, terdiri dari 112 penumpang dan 5 awak pesawat. Sayangnya, 100 penumpang dan 49 orang di darat menjadi korban tewas dalam kecelakaan ini. Meskipun demikian, terdapat juga beberapa penumpang yang berhasil selamat, yaitu sebanyak 17 orang.

Kecelakaan ini terjadi sekitar pukul 09.40 WIB saat pesawat sedang lepas landas. Pesawat tersebut tidak dalam posisi yang stabil dan akhirnya menabrak tiang listrik sebelum jatuh ke jalan dan menghantam rumah-rumah warga yang berjarak sekitar 100 meter dari bandara. Setelah jatuh, pesawat mengalami beberapa kali ledakan dan terbakar hingga hancur hampir seluruhnya. Hanya tersisa bagian ekor pesawat yang bertuliskan PK-RIM. Selain itu, lima rumah warga yang terkena puing-puing pesawat juga ikut terbakar.

Salah satu penumpang yang selamat mengatakan bahwa pesawat baru saja lepas landas ketika tiba-tiba oleng ke kiri dan kemudian terjadi kebakaran. Api yang berkobar tidak hanya menghanguskan pesawat, tetapi juga merusak puluhan rumah dan kendaraan bermotor di sekitarnya. Kondisi ini mempersulit upaya penyelamatan dan pemulangan jenazah dari bangkai pesawat, serta menyebabkan kerumunan penduduk yang penasaran di sekitar lokasi kejadian.

Pesawat Boeing 737-2Q3adv yang mengalami kecelakaan ini dibuat pada tahun 1981 dan sebelumnya digunakan oleh maskapai penerbangan nasional Jerman, Lufthansa, sebelum dioperasikan oleh Mandala pada tahun 1991. Pesawat ini masih dinyatakan layak terbang hingga tahun 2011. Saat kecelakaan terjadi, Mandala Airlines hanya memiliki 2 pesawat jenis Airbus A320 setelah pesawat Penerbangan RI 091 jatuh.

Dari total 117 orang yang berada di dalam pesawat, sebanyak 112 di antaranya adalah penumpang (109 dewasa dan 3 bayi), sedangkan 5 orang lainnya adalah awak pesawat. Dari seluruh penumpang, hanya 17 orang yang berhasil selamat dan semuanya berada di bagian depan pesawat. Di antara korban jiwa yang meninggal dunia akibat kecelakaan ini, terdapat Gubernur Sumatera Utara Tengku Rizal Nurdin yang seharusnya akan bertemu dengan Presiden, serta mantan Gubernur Sumatera Utara Raja Inal Siregar. Selain itu, terdapat juga dua penumpang asal Tiongkok, satu penumpang asal Jepang, dan satu penumpang asal Malaysia. Selain korban di pesawat, juga terdapat 49 korban jiwa di darat yang merupakan penduduk setempat.

Penelitian awal yang dilakukan oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) bersama dengan tim investigasi National Transportation Safety Board dari Amerika Serikat menunjukkan bahwa terdapat kerusakan pada salah satu mesin pesawat yang menyebabkannya kehilangan tenaga. Namun, masih dalam penyelidikan apakah kondisi tersebut terjadi sebelum atau setelah pesawat jatuh dan meledak.

Sumber: id.wikipedia.com

 
Selengkapnya
Tragedi Mandala Airlines Penerbangan RI 091: Kronologi Kecelakaan Pesawat Boeing 737-200 di Medan

Perhubungan

Analisis Kecelakaan Lion Air Penerbangan 904: Fakta, Dugaan Awal, dan Tinjauan Cuaca

Dipublikasikan oleh Dimas Dani Zaini pada 26 April 2024


Lion Air Penerbangan 904 (JT 904, LNI 904) adalah penerbangan Lion Air yang berangkat dari Bandara Husein Sastranegara di Bandung, Jawa Barat, menuju Bandara Ngurah Rai di Denpasar, Bali. Pesawat tersebut jatuh ke air pada 13 April 2013 saat hendak mendarat di Bandara WITA Ngurah Rai pukul 15.10 sebelah barat Runway 09. Tidak ada korban jiwa, namun 46 orang luka-luka dan dievakuasi ke beberapa rumah sakit di sekitar Bandara Ngurah Rai.

Pilot

Pilot Lion Air pesawat ini adalah Pilot Captain Mahlup Ghazali (WNI) dan Co-Pilot Chirag Kalra (Warga Negara India). Menurut Menteri Perhubungan E.E. Mangindaan, Pilot dan Copilot dinilai mempunyai catatan atau pengalaman terbang yang baik. Tes urin kedua pilot menunjukkan hasil negatif untuk penggunaan obat-obatan terlarang, termasuk narkotika atau alkohol.

Pesawat

PK-LKS, sebuah Boeing 737-8GP, dimiliki oleh Avolon Aerospace. Pesawat baru ini diakuisisi dari Boeing oleh Malindo Air, anak perusahaan Lion Air, pada 21 Februari 2013. Pesawat tersebut selanjutnya dialihkan ke perusahaan induk Lion Air pada 20 Maret 2013. Pesawat ini digunakan kurang dari enam minggu oleh Lion Air sebelum kecelakaan.

Santunan penumpang

Ganti rugi yang diberikan Lion Air pada korban adalah Rp 55 juta, dengan perincian uang santunan sebesar 50 juta rupiah dan uang ganti rugi bagasi yang dibulatkan menjadi 5 juta rupiah karena sesuai peraturan Kementerian Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011, maksimal penggantian uang bagasi sebesar 4,6 juta rupiah). Akan tetapi salah satu penumpang, Risa Suseanty, pembalap sepeda downhill menolak ganti rugi tersebut dengan alasan ia masih ingin memintai penjelasan dari pihak maskapai, bahkan kalau bisa ingin menunggu hasil dari KNKT

Kecurigaan awal

Pilot Lion Air mengatakan, saat mencoba mengendalikan pesawat, ternyata pesawat tertiup angin. Laporan tersebut menimbulkan spekulasi bahwa penyebab jatuhnya pesawat adalah 'winshear', yaitu perubahan kecepatan angin secara tiba-tiba yang menyebabkan pesawat turun ketinggian. Hal ini biasanya disebabkan oleh badai angin kencang. Pesawat terbang sangat bergantung pada kecepatan dan arah angin. Perubahan kecepatan dan arah angin secara tiba-tiba dapat menyebabkan pesawat kehilangan kendali, terutama saat lepas landas dan mendarat. Saat pesawat berada sangat dekat dengan permukaan tanah, tenaga mesin lemah dan ruang untuk bermanuver pun sedikit.

Menurut laporan, cuaca saat kejadian di Bandara Alfazah Bandara BMKG cerah dan berawan. , melihat 10 km, hujan ringan dan angin sepoi-sepoi, 7 kecepatan. laptop. Kondisi cuaca ini terus berlanjut bahkan setelah bencana Lion Air. Oleh karena itu, teori geser angin tidak didukung oleh bukti yang kuat.

Sumber: id.wikipedia.com

 
Selengkapnya
Analisis Kecelakaan Lion Air Penerbangan 904: Fakta, Dugaan Awal, dan Tinjauan Cuaca

Perhubungan

Tragedi Lion Air JT-610: Analisis Kecelakaan dan Tanggapan Operasi Pencarian

Dipublikasikan oleh Dimas Dani Zaini pada 26 April 2024


Jatuhnya Lion Air Penerbangan 610 merupakan kecelakaan yang terjadi pada 29 Oktober 2018. Pesawat hilang kontak saat dalam perjalanan dari Jakarta menuju Pangkal Pinang. SAR menyebutkan pesawat tersebut jatuh di Tanjung Pakis, Karawang. Puing-puing pesawat ditemukan di lepas pantai Jawa.

Flight data recorder (FDR) ditemukan tim SAR pada 1 November 2018 dan 14 Januari 2019 (CVR). KNKT mengumumkan hasilnya pada 25 Oktober 2019. Penyebab kecelakaan tersebut diduga karena reaksi pilot yang berlebihan selama proses desain dan sertifikasi Boeing 737-8 (MAX), namun tidak benar berdasarkan bahan referensi yang ada. Selain itu, ada delapan faktor lain yang diduga menjadi penyebab jatuhnya pesawat Lion Air penerbangan PK-LQP. Salah satunya adalah tidak adanya pedoman pelatihan atau informasi tentang MCAS dalam manual pilot, sehingga pilot tidak memahami sistem baru tersebut.

Pesawat yang terlibat dalam kecelakaan itu adalah Boeing 737 MAX 8 dan nomor registrasi. PK-LQP dengan dua mesin CFM International LEAP. Lion Air menerima pengiriman pesawat dari Boeing pada 13 Agustus 2018, hanya dua bulan sebelum kecelakaan terjadi. Saat kecelakaan terjadi, pesawat memiliki 800 jam terbang. Peristiwa ini merupakan kecelakaan pertama yang melibatkan pesawat 737 MAX sejak diluncurkan pada tahun 2017.

Pesawat lepas landas dari Jakarta pada pukul 06:20 WIB (23:20 UTC) dan dijadwalkan tiba di Bandara Depati Amir Pangkalpinang pada pukul 07:20. Pesawat terbang ke barat, berbelok ke utara dan jatuh di perairan sedalam 35 meter di lepas pantai timur laut Jakarta pada pukul 06.33. Pesawat naik dan turun beberapa kali setelah mencapai ketinggian 1.500 m (5.000 kaki). Data terbaru yang dipublikasikan menunjukkan ketinggian 3.650 kaki (1.113 m) dan kecepatan 345 knot (639 km/jam). Menurut tim SAR Pangkal Pinang, pilot meminta kembali ke Jakarta, namun tidak dikabulkan. Pesawat tersebut jatuh 34 mil laut (63 km) di lepas pantai Kabupaten Karawang, Jawa Barat.

Pesawat tersebut membawa 181 penumpang (178 dewasa, 1 anak-anak, 2 bayi) dan 8 awak (2 pilot) laki-laki, 6 penumpang. . . Menurut Lion Air, kaptennya adalah warga negara India dengan pengalaman 7 tahun dan 6.000 jam terbang, dan pilotnya adalah warga negara Indonesia dengan pengalaman terbang 5.000 jam. Di antara 181 penumpang pesawat tersebut terdapat 20 pegawai Kementerian Keuangan, tujuh anggota DPRD Bangka Belitung, serta tiga hakim Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri.

Dari 189 jenazah, baru 125 yang teridentifikasi. Dan pencarian korban dihentikan sejak 10 November 2018. Operasi pencarian dan penyelamatan dilakukan Badan SAR Nasional (Basarnas) dengan dukungan TNI-AU. Basarnas mengirimkan sekitar 150 orang ke lokasi jatuhnya pesawat menggunakan perahu dan helikopter. Kapal nelayan juga menanggapi laporan adanya kecelakaan udara. Awak kapal feri AS Jaya II mengatakan kepada otoritas pelabuhan Tanjung Priok bahwa mereka melihat pesawat jatuh pada pukul 06.45 dan menemukan puing-puing di air pada pukul 07.15. Puing-puing yang diyakini berasal dari pesawat ditemukan di dekat kilang minyak di pinggiran lokasi.

Juru bicara Basarnas membenarkan bahwa pesawat tersebut jatuh. Ketua Basarnas Muhammad Syaugi kemudian angkat bicara mengenai jumlah korban jiwa, namun tidak merinci jumlahnya.

Sumber: id.wikipedia.com

 
Selengkapnya
Tragedi Lion Air JT-610: Analisis Kecelakaan dan Tanggapan Operasi Pencarian
« First Previous page 17 of 27 Next Last »