Perhubungan
Dipublikasikan oleh Dimas Dani Zaini pada 02 Mei 2024
Bandara, atau singkatnya bandar udara, adalah tempat di mana pesawat terbang seperti pesawat udara dan helikopter lepas landas dan mendarat. Bandara dapat memiliki fasilitas yang sederhana, seperti landasan pacu atau helipad, atau fasilitas yang lebih lengkap untuk operator penerbangan dan pengguna, seperti terminal dan hanggar.
Dalam definisi Organisasi Penerbangan Sipil Internasional, bandara adalah area tertentu di daratan atau perairan yang digunakan untuk kedatangan, keberangkatan, dan pergerakan pesawat. Fasilitas yang termasuk dalam bandara mencakup bangunan, instalasi, dan peralatan penerbangan. Menurut Angkasa Pura, bandara adalah lapangan udara yang memiliki bangunan dan peralatan minimal untuk mendukung layanan transportasi udara bagi masyarakat.
Pada awal perkembangan penerbangan, bandara hanya berupa lapangan berumput di mana pesawat bisa mendarat dari berbagai arah tergantung pada arah angin. Namun, selama Perang Dunia I, bandara mulai dibangun secara permanen karena penggunaan pesawat terbang meningkat. Landasan pacu yang kita kenal sekarang mulai terlihat. Setelah perang berakhir, fasilitas komersial ditambahkan ke bandara untuk melayani penumpang.
Sekarang, bandara tidak hanya berfungsi sebagai tempat naik dan turun pesawat. Dalam perkembangannya, berbagai fasilitas tambahan seperti toko, restoran, pusat kebugaran, dan butik merek terkenal juga ditambahkan di bandara, terutama di bandara yang baru dibangun.
Selain sebagai terminal penumpang, bandara juga berfungsi sebagai terminal pengiriman barang. Oleh karena itu, di beberapa bandara internasional, petugas bea cukai ditempatkan untuk memeriksa barang. Di Indonesia, beberapa bandara internasional terkenal antara lain Kuala Namu (Deliserdang), Soekarno-Hatta (Cengkareng), Djuanda (Surabaya), Sultan Aji Muhammad Sulaiman (Kota Balikpapan), dan Hasanuddin (Makassar).
Bandara adalah pusat vital dalam transportasi udara, yang menyediakan konektivitas dan kemudahan bagi penumpang dan pengiriman barang. Dengan adanya bandara, perjalanan udara menjadi lebih mudah diakses dan efisien bagi masyarakat.
Sumber: id.wikipedia.org
Perhubungan
Dipublikasikan oleh Dimas Dani Zaini pada 02 Mei 2024
PT Angkasa Pura II adalah perusahaan yang bertanggung jawab atas pengelolaan sejumlah bandara di Indonesia bagian barat. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1984 oleh pemerintah Indonesia dengan tujuan mengelola Bandara Soekarno-Hatta di Jakarta. Pada tahun 1985, penerbangan berjadwal di Bandara Halim Perdanakusuma dan Bandara Kemayoran dialihkan ke Bandara Soekarno-Hatta. Kemudian, pada tahun 1986, perusahaan ini berganti nama menjadi Perum Angkasa Pura II dan bertugas mengelola sejumlah bandara di wilayah barat Indonesia.
Seiring berjalannya waktu, PT Angkasa Pura II mulai mengelola lebih banyak bandara. Pada tahun 1991, mereka mulai mengelola Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II dan Bandara Supadio. Tahun 1993, status perusahaan ini diubah menjadi persero (perseroan terbatas). Bandara Polonia, Bandara Simpang Tiga, Bandara Husein Sastranegara, Bandara Blang Bintang, dan Bandara Tabing menjadi tanggung jawab mereka pada tahun 1994. Pada tahun 1999, Bandara Simpang Tiga diganti namanya menjadi Bandara Sultan Syarif Kasim II, dan pada tahun yang sama, mereka juga mulai mengelola Bandara Kijang.
Selama bertahun-tahun, PT Angkasa Pura II terus mengembangkan infrastruktur bandara di Indonesia. Pada tahun 2004, mereka meresmikan terminal khusus haji di Bandara Soekarno-Hatta. Bandara Internasional Minangkabau diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2005. Pada tahun 2006, pembangunan Bandara Kualanamu dimulai dengan peletakan batu pertama oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla. Terminal khusus untuk Tenaga Kerja Indonesia (TKI) juga dibuka di Bandara Soekarno-Hatta pada tahun yang sama. PT Angkasa Pura II juga mendirikan PT Railink bersama PT Kereta Api Indonesia pada tahun 2006.
Perusahaan ini terus mengelola dan mengembangkan berbagai bandara di wilayah barat Indonesia. Pada tahun 2011, mereka memulai pembangunan terminal di Bandara Depati Amir dan Bandara Supadio. Terminal baru di Bandara Sultan Syarif Kasim II diresmikan pada tahun 2012. Bandara Silangit menjadi tanggung jawab PT Angkasa Pura II pada tahun 2013, dan mereka juga mulai mengoperasikan Bandara Kualanamu dan terminal baru di Bandara Raja Haji Fisabilillah pada tahun yang sama. Terminal 3 Ultimate di Bandara Soekarno-Hatta dioperasikan oleh PT Angkasa Pura II pada tahun 2016.
Perusahaan ini terus melakukan perluasan dan peningkatan fasilitas bandara. Pada tahun 2017, terminal internasional baru di Bandara Husein Sastranegara dan terminal baru di Bandara Depati Amir mulai beroperasi. Mereka juga membangun Airport Operation Control Center (AOCC) dan mengoperasikan kalayang di Bandara Soekarno-Hatta. Bandara Jenderal Besar Sudirman mulai dikelola oleh PT Angkasa Pura II pada tahun yang sama. Bandara Silangit juga diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada tahun 2017.
Pada tahun 2018, PT Angkasa Pura II mulai mengoperasikan Bandara Kertajati. Kemudian, pada bulan Oktober 2019, mereka mulai mengelola Bandara Radin Inten II, Bandara H.A.S. Hanandjoeddin, dan Bandara Fatmawati Soekarno. Pada bulan Oktober 2021, mayoritas saham perusahaan ini diserahkan kepada Aviasi Pariwisata Indonesia sebagai bagian dari upaya untuk membentuk holding BUMN di sektor aviasi dan pariwisata. Pada tanggal 29 Desember 2023, PT Angkasa Pura I dan PT Angkasa Pura II digabung menjadi PT Angkasa Pura Indonesia atau InJourney Airports untuk mereformasi industri aviasi dan pariwisata Indonesia di bawah naungan InJourney.
Sumber: id.wikipedia.org
Perhubungan
Dipublikasikan oleh Dimas Dani Zaini pada 02 Mei 2024
KOMPAS.com - International Air Transport Association (IATA) telah merilis penilaian terkait dampak pandemi virus corona terhadap industri penerbangan. Menurut IATA, diprediksi akan terjadi penurunan hingga 13 persen dalam jumlah penumpang pesawat di wilayah Asia Pasifik selama satu tahun ini. Angka ini jauh lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya yang hanya sebesar 4,8 persen dibandingkan dengan permintaan pada tahun 2019. Diperkirakan kerugian sebesar 27,8 juta dollar AS akan dialami oleh maskapai penerbangan di wilayah tersebut, dengan mayoritas berasal dari maskapai China.
Dalam konteks ini, diperkirakan kerugian di pasar domestik China mencapai 12,8 juta dollar AS. Sementara itu, maskapai di luar wilayah Asia Pasifik juga akan mengalami kerugian sebesar 1,5 juta dollar AS, terutama yang memiliki hubungan bisnis dengan China. Dampak ini diperkirakan akan berdampak global, dengan kerugian total mencapai 29,3 juta dollar AS atau sekitar 4,7 persen dari permintaan global penumpang. IATA memperkirakan permintaan penumpang dunia akan turun sebesar 0,6 persen tahun ini, dengan asumsi berdasarkan dampak yang serupa dengan wabah SARS pada 2003.
Meskipun belum ada informasi spesifik mengenai perkembangan dampak ini, diperkirakan bahwa dampaknya akan lebih besar jika wabah ini menyebar di seluruh pasar Asia Pasifik. Pemerintah diperkirakan akan mengambil langkah-langkah kebijakan fiskal dan keuangan untuk merespons dampak ekonomi yang signifikan. Salah satu kebijakan yang dapat membantu adalah penurunan biaya bahan bakar untuk maskapai penerbangan.
Direktur Jenderal dan CEO IATA, Alexandre de Juniac, mengungkapkan bahwa industri penerbangan menghadapi tantangan besar akibat pandemi ini. Dia menekankan bahwa maskapai penerbangan akan terus mengikuti pedoman dari WHO dan otoritas kesehatan publik lainnya untuk menjaga keselamatan penumpang. De Juniac juga menyatakan bahwa penurunan permintaan ini akan memiliki dampak finansial yang signifikan, terutama bagi maskapai yang memiliki pasar di China.
Ia menambahkan bahwa tahun ini diprediksi akan menjadi tahun yang sulit bagi maskapai penerbangan, namun harga bahan bakar pesawat yang lebih rendah diharapkan dapat membantu meredam kerugian yang dialami oleh industri tersebut.
Sumber: kompas.com
Perhubungan
Dipublikasikan oleh Dimas Dani Zaini pada 02 Mei 2024
Pusat Hidro-oseanografi TNI Angkatan Laut (Pushidrosal) telah menemukan sebuah bahaya potensial di Selat Bangka yang dapat mengancam keselamatan pelayaran. Mereka menemukan kerangka kapal di kedalaman 7,5 meter yang berada di sekitar alur pelayaran Selat Bangka yang direkomendasikan. Komandan Pushidrosal, Laksamana Madya TNI Agung Prasetiawan, menjelaskan bahwa kerangka kapal tersebut memiliki panjang 132 meter dan lebar 15 meter, dan telah ditumbuhi terumbu karang.
Temuan ini bermula dari laporan United Kingdom Hydrographic Office (UKHO) tentang dua kapal yang terdampar di dasar laut Selat Bangka, yaitu MV Hyundai Anterp pada November 2020 dan MV Posidana pada Februari 2021. Berdasarkan laporan tersebut dan demi keamanan pelayaran, Pushidrosal sebagai Lembaga Hidrografi Nasional telah mengeluarkan Berita Pelaut Indonesia (BPI) Nomor 18 pada 30 April. Mereka juga mengirim Tim Survei Tanggap Segera dan KRI Pollux-935 untuk melakukan survei investigasi di Selat Bangka. KRI Pollux-935 adalah kapal survei yang baru-baru ini diresmikan oleh Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) untuk menjadi bagian dari Pushidrosal.
Melalui survei investigasi tersebut, Pushidrosal berhasil menemukan kerangka kapal di Selat Bangka. Untuk melakukan investigasi lebih lanjut, KRI Pollux menggunakan peralatan Sidescan Sonar dan Remotely Operated Vehicle (ROV) untuk konfirmasi visual. Hasil konfirmasi visual menunjukkan adanya jejak huruf A dan G pada buritan kerangka kapal, yang mengindikasikan bahwa kapal tersebut adalah MV Pagaruyung yang tenggelam pada September 2003. Laksamana Agung menjelaskan bahwa hampir seluruh bangunan kapal telah ditumbuhi terumbu karang dan menjadi habitat bagi berbagai jenis ikan dan biota laut lainnya.
Setelah menemukan kerangka kapal ini, Pushidrosal segera mengeluarkan pembaruan BPI minggu ke-34 tentang Perubahan Penggantian Data Lama. Kedalaman yang sebelumnya tercatat 8,6 meter diubah menjadi 7,5 meter berdasarkan hasil temuan ini. Langkah ini diambil untuk memastikan keamanan navigasi dan pelayaran di Selat Bangka.
Temuan ini menunjukkan betapa pentingnya peran Pushidrosal dalam menjaga keamanan dan keselamatan pelayaran di Indonesia. Dengan melakukan survei dan investigasi secara terus-menerus, mereka dapat mengidentifikasi dan mengatasi potensi bahaya serta memberikan informasi yang akurat kepada para pelaut. Hal ini akan membantu dalam mengurangi risiko kecelakaan pelayaran dan menjaga keselamatan kapal dan awaknya saat melintasi Selat Bangka maupun perairan lainnya di Indonesia.
Sumber: kompas.com
Perhubungan
Dipublikasikan oleh Dimas Dani Zaini pada 02 Mei 2024
KOMPAS.com - Selat Malaka adalah sebuah selat yang terletak di antara Semenanjung Melayu dan Pulau Sumatera, Indonesia.
Sejak zaman kuno, peran Selat Malaka begitu penting bagi kerajaan-kerajaan di Asia Tenggara, seperti Sriwijaya, Majapahit, Kerajaan Cola, dan beberapa kerajaan lainnya.
Pasalnya, letaknya sangat strategis, karena berada dalam jalur pelayaran penting di dunia. Bahkan, Selat Malaka dikenal sebagai Jalur Sutra.
Lantas, mengapa Selat Malaka dikenal sebagai Jalur Sutra?
Jalur Sutra merupakan jalur perdagangan internasional kuno, yang menghubungkan peradaban China di timur, dengan dunia Barat.
Jalur ini dihubungkan oleh para pedagang, biarawan, pendeta, ulama, prajurit, dan berbagai kalangan dengan menggunakan karavan atau kapal.
Penamaan Jalur Sutra mengacu pada perdagangan sutra semasa Dinasti Han pada 206 SM-220 M, karena saat itu hanya China yang memproduksi sutra.
Jalur Sutra terdiri dari dua bagian, yaitu rute utara dan selatan. Rute utara melewati Bulgar-Kipchak ke Eropa Timur dan Semenanjung Crimea, kemudian menuju ke Laut Hitam, Laut Marmara, dan Balkan ke Venezia.
Sedangkan rute selatan melewati Turkestan-Khorasan menuju Mesopotamia dan Anatolia, kemudian ke Antiokia di Selatan Anatolia menuju ke Laut Tengah atau melewati Levant ke Mesir dan Afrika Utara.
Dalam perkembangannya, Jalur Sutra tidak hanya menghubungkan pedagang dari barat dan timur, tetapi juga memiliki peran dalam pertukaran budaya, agama, dan ilmu pengetahuan.
Selain Jalur Sutra Darat, ada juga Jalur Sutra Maritim atau Jalur Sutra Laut, yang menghubungkan daratan China dengan negara Barat.
Jalur Sutra Maritim melewati sejumlah laut dan samudra, seperti Laut China Selatan, Selat Malaka, Samudra Hindia, Teluk Benggala, Laut Arab, Teluk Persia, dan Laut Merah.
Rute ini bertahan bersamaan dengan perdagangan maritim di Asia Tenggara yang terkenal dengan kekayaan rempah-rempahnya.
Selat Malaka dikenal sebagai Jalur Sutra karena jalurnya memang menghubungkan perdagangan antara Timur dan Barat.
Seperti disinggung sebelumnya, Jalur Sutra Laut melewati sejumlah laut dan samudra, seperti Laut China Selatan, Selat Malaka, Samudra Hindia, Teluk Benggala, Laut Arab, Teluk Persia, dan Laut Merah.
Sumber: kompas.com
Perhubungan
Dipublikasikan oleh Dimas Dani Zaini pada 02 Mei 2024
JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Pemerintah Korea Selatan pembangunan dan penggantian Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) di Indonesia.
Kerja sama ini dilakukan melalui Economic Development Cooperation Fund (EDCF) yang ditandatangani oleh Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan dengan konsorsium ANSE Technologies Co.Ltd, Jumat (21/01/2022).
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyambut baik kerja sama ini yang diharapkan dapat meningkatkan keandalan SBNP, serta meningkatkan keselamatan dan keamanan pelayaran di perairan Indonesia.
Adapun pekerjaan pembangunan dan penggantian SBNP tersebut meliputi: menara suar delapan unit dan rambu Suar 95 unit yang tersebar di 20 Distrik Navigasi di seluruh Indonesia.
Nilai kerja sama sekitar 7,04 juta dollar AS atau setara Rp 105,9 miliar. Pelaksanaan pekerjaan dilakukan dalam kurun waktu 34 bulan yaitu periode tahun 2022 sampai 2024.
“Saya yakin konsorsium ANSE Technologies Co.Ltd dapat menjaga komitmen dalam melaksanakan pembangunan dan penggantian menara suar dan rambu suar di 20 Distrik Navigasi di seluruh Indonesia, yang tersebar di 103 lokasi,” kata Budi dalam keterangannya, Sabtu (22/01/2022).
Namun demikian, Budi berpesan agar dalam melaksanakan pekerjaan, tetap mematuhi aturan yang berlaku dan mengutamakan aspek keselamatan dan keamanan pelayaran.
Sementara itu, Plt. Direktur Jenderal (Dirjen) Perhubungan Laut Kemenhub Arief Toha menjelaskan, program kerja sama ini dilaksanakan dalam rangka optimalisasi dan pemenuhan kebutuhan SBNP di Indonesia.
Hal ini seiring dengan pertambahan dan peningkatan aktivitas dan jalur pelayaran di berbagai wilayah Indonesia.
Saat ini Ditjen Perhubungan Laut Kemenhub memiliki SBNP 3.088 unit atau 73,35 persen jika dibandingkan dengan panjang garis pantai Indonesia dan kebutuhan SBNP yang ideal.
Namun demikian, walau memiliki SBNP yang terbatas, kehandalan SBNP Indonesia saat ini sudah mencapai 96,7 persen.
Dengan demikian perairan Indonesia tidak dianggap sebagai black area atau suatu kondisi perairan yang sangat berbahaya untuk pelayaran.
“Dengan adanya kerja sama ini, kebutuhan SBNP dapat dipenuhi dan akan semakin menunjang kelancaran dan menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran di Indonesia,” ucap dia.
Sumber: kompas.com