Perekonomian Global

Hambatan Perdagangan di Chile 2025: Implementasi FTA yang Belum Tuntas, Sengketa GI, dan Regulasi Digital Baru

Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat pada 01 Desember 2025


Chile selama dua dekade menjadi salah satu mitra dagang paling stabil bagi Amerika Serikat melalui United States–Chile Free Trade Agreement (FTA). Seluruh produk AS telah menikmati akses bebas tarif sejak 2015, menempatkan Chile sebagai salah satu pasar paling terbuka di belahan barat. Namun laporan 2025 National Trade Estimate menegaskan bahwa meskipun struktur tarif bukan lagi masalah, berbagai hambatan non-tarif—mulai dari perlindungan kekayaan intelektual yang belum memadai hingga aturan data pribadi yang baru dan potensi dampaknya bagi arus data lintas negara—tetap menghambat kepastian usaha.

Dengan demikian, tantangan perdagangan AS–Chile tidak lagi berputar pada tarif, tetapi pada penerapan komitmen FTA, sengketa nomenklatur pangan, reformasi sektor jasa, dan kebijakan digital yang masih berubah.

Geographical Indications (GI): Persaingan Penamaan Produk antara Chile, Uni Eropa, dan Amerika Serikat

Salah satu isu paling sensitif dalam hubungan dagang Chile adalah pengakuan nama generik untuk produk susu dan daging.

Pada Desember 2023, Chile menandatangani Advanced Framework Agreement dengan Uni Eropa, termasuk pengakuan berbagai istilah sebagai geographical indications (GI). Hal ini menimbulkan kekhawatiran serius bagi AS karena banyak istilah GI versi UE digunakan secara luas sebagai istilah generik di pasar global.

Bagi pelaku industri AS, risiko utamanya adalah:

  • pembatasan penggunaan nama keju dan daging tertentu,

  • potensi kehilangan akses pasar untuk produk yang menggunakan common names,

  • minimnya transparansi dan proses konsultasi dalam penetapan GI.

Melalui negosiasi intensif, AS berhasil mencapai kesepakatan bilateral dengan Chile pada 2024 yang menjamin:

  • pengakuan hak prior users untuk istilah tertentu,

  • akses pasar yang tetap terbuka untuk produk keju dan daging AS,

  • kepastian penggunaan istilah tertentu yang sebelumnya terancam dibatasi.

Kesepakatan tersebut disahkan oleh Kongres Chile pada September 2024 dan berlaku sejak 29 Desember 2024, memberikan stabilitas bagi eksportir AS.

Kekayaan Intelektual: Implementasi FTA yang Belum Selesai dan Persoalan Penegakan Online

Chile kembali masuk Priority Watch List dalam laporan Special 301 karena berbagai kelemahan struktural dalam perlindungan dan penegakan IP.

Masalah utama meliputi:

1. Teknologi perlindungan digital (TPM) tidak dilindungi penuh

Komitmen FTA mengharuskan Chile melarang peralatan atau layanan yang memfasilitasi penghindaran technological protection measures, tetapi implementasi penuhnya masih tertunda.

2. Belum meratifikasi UPOV 1991

Keterlambatan ini menghambat perlindungan varietas tanaman baru dan menurunkan minat investasi sektor agritech.

3. Sistem ISP liability yang tidak efektif

Kurangnya mekanisme penanganan cepat terhadap pelanggaran online membuat pembajakan digital—film, musik, dan buku—tetap tinggi.

4. Keterbatasan perlindungan data uji farmasi

Perusahaan farmasi AS menilai:

  • mekanisme penyelesaian paten lambat,

  • perlindungan data uji belum memadai,

  • terdapat risiko penyalahgunaan atau pengungkapan tidak sah.

AS juga menekankan pentingnya transparansi ketika Chile mempertimbangkan GI baru atau menilai permintaan perlindungan dari pihak ketiga.

Reformasi Sistem Pensiun: Ketidakpastian bagi Industri Jasa Keuangan AS

Pada Januari 2025, Kongres Chile mengesahkan undang-undang untuk mereformasi sistem pensiun berbasis swasta. Industri jasa keuangan AS menyoroti beberapa ketentuan baru yang dinilai:

  • menambah campur tangan pemerintah,

  • menciptakan ketidakpastian atas portofolio yang sudah ada,

  • mewajibkan lelang klien eksisting,

  • berpotensi mengurangi daya saing perusahaan asing.

AS mendorong agar implementasinya melibatkan konsultasi luas dan tetap sejalan dengan komitmen Chile dalam FTA terkait layanan keuangan.

Data Protection Law: Standar Baru yang Mempengaruhi Transfer Data Internasional

Pada Desember 2024, Chile mesahkan Data Protection Law (DPL) yang memperbarui kerangka privasi negara tersebut. DPL mewajibkan:nge

  • negara tujuan transfer data harus memiliki tingkat perlindungan “memadai”,

  • jika belum ada penilaian memadai, perusahaan wajib memakai contractual clauses yang disetujui regulator,

  • tidak adanya kejelasan definisi untuk istilah kunci,

  • pedoman teknis yang belum diterbitkan sepenuhnya.

Bagi perusahaan AS, ketidakpastian tersebut dapat menghambat:

  • pengoperasian layanan cloud,

  • pemindahan data internal perusahaan multinasional,

  • transaksi digital lintas negara.

AS terus bekerja melalui mekanisme multilateral termasuk program sertifikasi lintas yurisdiksi untuk mempermudah transfer data secara aman dan legal.

Penutup: Akses Tarif Nol yang Diperkuat tapi Tantangan Non-Tarif Masih Kuat

Chile dan Amerika Serikat telah membina hubungan dagang erat melalui FTA, namun tantangan 2025 memperlihatkan bahwa hambatan modern sudah bergeser ke:

  • penetapan GI yang memengaruhi common names,

  • perlindungan IP yang belum memadai,

  • reformasi sistem pensiun yang berpotensi mendisrupsi pasar jasa,

  • dan regulasi data baru yang menambah risiko kepatuhan.

Dengan struktur tarif yang hampir sepenuhnya bebas, arah sengketa dagang kini berfokus pada regulasi domestik dan implementasi komitmen FTA yang belum tuntas. Masa depan hubungan dagang kedua negara akan sangat ditentukan oleh kemampuan Chile memperkuat transparansi, penegakan hukum IP, dan kejelasan kerangka digitalnya.

 

Daftar Pustaka

2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers – Chile Section

Selengkapnya
Hambatan Perdagangan di Chile 2025: Implementasi FTA yang Belum Tuntas, Sengketa GI, dan Regulasi Digital Baru

Perekonomian Global

Hambatan Perdagangan di Kanada 2025: Sistem Supply Management, Regulasi Provinsi, dan Kebijakan Digital Baru yang Mengubah Lanskap Akses Pasar

Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat pada 01 Desember 2025


Sebagai salah satu mitra dagang terbesar Amerika Serikat, Kanada memiliki hubungan ekonomi yang sangat terintegrasi dengan pasar AS. Namun laporan 2025 National Trade Estimate menunjukkan bahwa berbagai hambatan struktural masih bertahan—mulai dari sistem supply management yang sangat proteksionis, prosedur kepabeanan baru yang menimbulkan beban administratif, hingga kebijakan digital, pajak layanan, dan regulasi provinsi seperti Quebec Bill 96 yang berpotensi menciptakan ketidakpastian bagi pelaku usaha internasional.

Kanada secara umum merupakan pasar maju dengan institusi kuat, namun tetap mempertahankan kebijakan sektor tertentu yang memberikan keuntungan besar bagi produsen domestik. Hal ini menjadikan Kanada paradoks: pasar yang sangat terbuka pada banyak sektor, tetapi sangat tertutup pada sektor agrikultur dan layanan tertentu.

Sistem Supply Management: Hambatan Paling Signifikan dalam Perdagangan Agrikultur

Kanada mengatur sektor susu, ayam, kalkun, dan telur melalui sistem supply management yang menggabungkan:

  • kuota produksi,

  • marketing boards untuk mengatur harga dan volume,

  • tariff-rate quotas (TRQ) impor,

  • tarif di luar kuota yang sangat tinggi (misalnya 245% untuk keju dan 298% untuk mentega).

Sistem ini menjaga stabilitas harga bagi produsen Kanada tetapi secara langsung membatasi akses pasar bagi pemasok AS.

Walaupun USMCA memperluas akses melalui TRQ khusus untuk produk AS, implementasinya menjadi sumber konflik. AS menuding Kanada:

  • menyisihkan kuota terutama untuk processor domestik,

  • menutup akses bagi retailer dan food service,

  • menggunakan pendekatan alokasi berbasis market share yang mengurangi kesempatan pemain baru,

  • membatasi pemanfaatan kuota penuh oleh importir AS.

Sengketa TRQ telah berulang kali dibawa ke mekanisme penyelesaian sengketa USMCA, menunjukkan betapa sensitifnya sektor ini.

Kepabeanan dan Sistem CARM: Transisi Digital yang Membebani Importir

Pada 2024, Kanada meluncurkan sistem CARM (CBSA Assessment and Revenue Management) untuk mengelola bea dan pajak impor. Sistem ini mewajibkan:

  • registrasi semua importir pada portal CARM,

  • penyediaan financial security langsung ke CBSA, bukan melalui broker,

  • pembayaran bea sebelum pelepasan barang jika importir belum terdaftar.

Transisi 180 hari diberikan, tetapi banyak importir melaporkan:

  • kesulitan akses portal,

  • gangguan sistem berkepanjangan,

  • keterlambatan importasi karena verifikasi akun.

Sebelumnya, banyak eksportir AS memanfaatkan program Non-Resident Importer untuk memperlancar arus barang. Dengan CARM, keuntungan prosedural itu berkurang dan dapat meningkatkan biaya operasional bagi perusahaan AS.

Program Harga Susu (Milk Classes) dan Pengaruhnya pada Perdagangan

Program Special Milk Class Permit Program (SMCPP) memberikan harga susu lebih rendah kepada produsen domestik makanan olahan. Program ini dirancang untuk meningkatkan daya saing produk Kanada di pasar internasional.

Meskipun Class 7 telah dihapus sesuai USMCA, AS menyatakan kekhawatiran bahwa:

  • Kanada masih melakukan praktek harga yang menekan impor dalam kategori susu bubuk tanpa lemak, konsentrat protein susu, dan formula bayi;

  • transparansi informasi masih minim;

  • Kanada tetap memiliki fleksibilitas besar dalam menetapkan tarif ekspor dan harga domestik.

Penghalang Impor Lain: Ministerial Exemptions dan Regulasi Hortikultura

Kanada melarang impor dalam jumlah besar untuk buah dan sayuran tertentu, kecuali jika importir memperoleh ministerial exemption yang harus didasarkan pada bukti kekurangan pasokan domestik. Sistem ini sering dikritik karena:

  • pendekatannya yang tidak seragam antar provinsi,

  • proses pengajuan yang tidak transparan,

  • risiko perlindungan terselubung bagi produsen lokal.

Selain itu, larangan konsignment sales menambah hambatan bagi eksportir AS.

Alcohol Market Access: Struktur Monopoli Provinsi yang Menekan Produk Asing

Sebagian besar provinsi memiliki liquor control boards yang memonopoli distribusi dan penjualan wine, beer, dan spirits. Hambatan yang sering ditemui eksportir AS meliputi:

  • cost-of-service markups yang tinggi,

  • pembatasan listing produk,

  • aturan diskon yang tidak fleksibel,

  • kebijakan distribusi yang menempatkan produk lokal pada posisi lebih menguntungkan.

Struktur ini sangat meningkatkan biaya masuk pasar bagi merek alkohol asing, terutama bagi produsen kecil dan menengah.

Hambatan Energi: Akses Tidak Merata ke Pasar Listrik Alberta

Operator energi Alberta (AESO) dituduh:

  • memberikan akses lebih baik bagi produsen dalam provinsi,

  • mengenakan biaya dan pembatasan tambahan untuk impor listrik dari AS.

Praktik ini dapat mengganggu perdagangan energi lintas perbatasan yang sebenarnya merupakan salah satu pilar integrasi ekonomi AS–Kanada.

Technical Barriers: Standar Produk dan Regulasi Lingkungan

1. Compositional Standards for Cheese

Batas penggunaan dry milk protein membatasi impor bahan baku AS.

2. Zero Plastic Waste Agenda

Inisiatif nasional Kanada untuk mengurangi limbah plastik mencakup:

  • persyaratan minimum recycled content,

  • pelabelan compostability dan recyclability,

  • pembatasan kemasan tertentu.

Pelaku usaha AS mengkhawatirkan:

  • kurangnya alternatif teknologi,

  • kemungkinan efek buruk terhadap keamanan makanan,

  • potensi hambatan ekspor pangan.

3. Quebec Bill 96

Mulai berlaku penuh pada 2025—mengharuskan:

  • penerjemahan elemen merek dagang tertentu ke bahasa Prancis,

  • label ulang bagi produk dengan istilah non-Prancis.

Ini berpotensi menambah biaya operasional besar dan menciptakan kompleksitas bagi eksportir AS.

SPS: Sistem Perbenihan dan Grading Gandum

Kanada menerapkan registrasi varietas yang ketat untuk banyak jenis benih. Dampaknya:

  • benih AS harus melalui proses panjang dan rumit,

  • hanya varietas terdaftar yang bisa memperoleh grade tinggi di bawah Canada Grain Act.

Modernisasi sistem sedang dibahas, tetapi belum ada waktu implementasi yang jelas.

Kekayaan Intelektual: Masalah Penegakan dan Pirasi

Kanada tetap berada di Special 301 Watch List. Tantangan utama:

  • penegakan antipemalsuan lemah,

  • pembajakan digital tinggi,

  • Pacific Mall di Toronto masuk Notorious Markets,

  • persoalan tata kelola GI terkait perjanjian dengan Uni Eropa.

Layanan: Audiovisual, Streaming, dan Infrastruktur Siaran

Pembatasan termasuk:

  • lebih dari 50% channel harus Canadian content,

  • channel asing harus disetujui CRTC,

  • kepemilikan infrastruktur siaran dilarang bagi asing.

Online Streaming Act (2023) memberi kewenangan CRTC untuk:

  • mengenakan kontribusi finansial 5% dari pendapatan streaming,

  • mendefinisikan ulang konten Kanada.

Eksporter konten AS khawatir kewajiban ini tidak simetris dan berpotensi membatasi akses mereka ke mekanisme pendanaan.

Digital Trade Barriers: DST, Data Privacy, dan Bargaining Code

1. Digital Services Tax (DST)

Mulai berlaku 2024 dengan tarif 3%, diberlakukan secara retroaktif ke 2022. Kekhawatiran:

  • sifat diskriminatif terhadap perusahaan AS,

  • kewajiban pembayaran besar mulai 2025,

  • potensi konflik dengan OECD/G20 framework.

AS telah meminta konsultasi sengketa di bawah USMCA.

2. Data Protection Law (DPL)

Mengharuskan negara tujuan transfer data memiliki tingkat perlindungan setara.
Ketidakjelasan definisi dan panduan teknis menciptakan ketidakpastian bagi perusahaan asing.

3. Online News Act (Bill C-18)

Mengharuskan platform digital menegosiasikan pembayaran dengan media Kanada untuk distribusi konten berita.

Penutup: Lingkungan Perdagangan Majemuk yang Diwarnai Proteksi Sektor Tertentu

Kanada tampak terbuka secara umum, tetapi hambatan substantif tetap ada pada sektor agrikultur, layanan, digital, dan kepabeanan. Supply management menjadi hambatan paling besar bagi AS, sementara kebijakan digital baru—mulai dari DST hingga aturan streaming — menciptakan risiko regulasi jangka panjang.

Untuk perusahaan asing, pasar Kanada menawarkan peluang besar, tetapi membutuhkan strategi kepatuhan yang lebih kompleks daripada yang terlihat di permukaan.

 

Daftar Pustaka

2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers – Canada Section.

Selengkapnya
Hambatan Perdagangan di Kanada 2025: Sistem Supply Management, Regulasi Provinsi, dan Kebijakan Digital Baru yang Mengubah Lanskap Akses Pasar

Perekonomian Global

Hambatan Perdagangan di Kamboja 2025: Tarif Tinggi, Proses Pengadaan Tidak Transparan, dan Regulasi Digital yang Berpotensi Membatasi Akses Pasar

Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat pada 01 Desember 2025


Kamboja tetap menjadi salah satu pasar yang tumbuh cepat di Asia Tenggara, tetapi lingkungan regulasinya masih penuh tantangan bagi pelaku usaha internasional. Laporan 2025 National Trade Estimate menunjukkan bahwa negara ini mempertahankan tarif tinggi, proses pengadaan pemerintah yang sering tidak transparan, ekosistem kekayaan intelektual yang lemah, serta potensi hambatan digital yang dapat memengaruhi perdagangan dan investasi. Hambatan-hambatan tersebut menjadikan Kamboja pasar yang menarik tetapi berisiko, terutama bagi perusahaan yang membutuhkan stabilitas regulasi dan perlindungan hukum yang kuat.

Tarif: Struktur Relatif Tinggi dan Ketidakpastian Klasifikasi HS

Kamboja memiliki tarif MFN rata-rata 9,4%, dengan rincian:

  • 11,9% untuk produk pertanian,

  • 9,0% untuk produk non-pertanian.

Semua garis tarif telah diikat di WTO dengan bound rate rata-rata 19,3%, memberikan stabilitas nominal. Namun, tarif tertinggi mencapai 35% dan dikenakan pada berbagai kategori produk seperti:

  • makanan olahan,

  • minuman kaleng,

  • kosmetik dan produk perawatan kulit,

  • kaca dan produk gelas,

  • perabotan rumah,

  • peralatan listrik,

  • video game,

  • mobil dan furnitur.

Penerapan tarif ini sering diperumit oleh ketidakjelasan klasifikasi HS. Banyak importir menyampaikan bahwa otoritas bea cukai kerap memilih klasifikasi dengan tarif tertinggi ketika suatu barang berpotensi masuk beberapa HS code berbeda. Hal ini menciptakan ketidakpastian dan meningkatkan biaya perdagangan.

Pengadaan Pemerintah: Proses Tidak Transparan dan Minim Penegakan

Pengadaan pemerintah di Kamboja dikenal tidak transparan dan sarat ketidakpastian. Beberapa persoalan utama:

  • pengumuman tender sering diberikan dengan waktu respons sangat singkat,

  • hanya kontraktor yang terdaftar pada Kementerian Perekonomian dan Keuangan yang dapat berpartisipasi untuk proyek konstruksi,

  • tuduhan penyimpangan dan manipulasi tender kerap muncul,

  • ketentuan audit sering tidak ditegakkan,

  • penerapan Law on Public Procurement 2023 belum menunjukkan perubahan signifikan.

Kamboja juga bukan pihak dan bukan pengamat dalam perjanjian pengadaan pemerintah WTO (GPA), sehingga tidak berkewajiban mengikuti standar transparansi global.

Kekayaan Intelektual: Penegakan Lemah dan Peredaran Produk Palsu Masif

Meskipun pemerintah berupaya meningkatkan kesadaran publik mengenai IP, penegakan hukum tetap sangat terbatas. Peredaran barang palsu marak terjadi, terutama di lokasi wisata seperti Central Market Phnom Penh, yang masuk daftar Notorious Markets tahun 2024.

Beberapa isu utama:

  • tingkat pembajakan siaran TV dan kabel sangat tinggi,

  • bioskop ilegal masih memutar film bajakan,

  • banyak situs digital yang mengunggah musik, film, e-book, dan software secara ilegal,

  • lembaga penegak IP memiliki tanggung jawab yang tumpang tindih, mengurangi efektivitas investigasi,

  • rancangan undang-undang rahasia dagang masih ditunda,

  • aparat penegak sering kekurangan sumber daya untuk melakukan penyidikan.

Pemerintah menyatakan mendukung peningkatan penegakan IP, tetapi bukti implementasi masih minim.

Hambatan Digital dan E-Commerce: Potensi Sentralisasi Akses Internet

Kamboja mengesahkan undang-undang e-commerce pada 2019, yang mulai berlaku penuh 2020. Undang-undang ini mengatur transaksi digital baik domestik maupun dari luar negeri. Namun kekhawatiran utama pelaku usaha berkaitan dengan National Internet Gateway (NIG).

Sub-decree tahun 2021 mengusulkan agar seluruh lalu lintas internet dilewatkan melalui satu titik yang dikendalikan operator yang ditunjuk pemerintah. Walaupun penerapannya ditunda, rencana tersebut belum dibatalkan.

Jika diterapkan, NIG dapat mengakibatkan:

  • kendali besar pemerintah terhadap data,

  • risiko sensor atau pemblokiran konten,

  • meningkatnya biaya dan keterlambatan akses internet,

  • potensi gangguan serius pada operasi bisnis digital internasional.

Hambatan Investasi: Pembatasan Kepemilikan Tanah dan Sektor Tertentu

Konstitusi Kamboja melarang kepemilikan tanah oleh asing, kecuali untuk unit di atas lantai dasar dan maksimal 70% dari total kepemilikan gedung. Selain itu:

  • properti dalam radius 30 km dari perbatasan tidak boleh dimiliki orang asing,

  • kepemilikan tanah hanya dimungkinkan melalui badan usaha yang 51% dimiliki warga Kamboja,

  • beberapa sektor—film, penggilingan beras, pertambangan batu mulia—mewajibkan adanya partisipasi lokal.

Di sisi perpajakan, beberapa perusahaan asing mengeluh tentang:

  • audit pajak mendadak,

  • penilaian pajak yang tidak dijelaskan,

  • pembekuan aset terkait tuduhan pajak,

  • kurangnya konsultasi publik sebelum aturan pajak baru diberlakukan.

Hambatan Transparansi: Minim Konsultasi Publik dan Prosedur yang Tidak Konsisten

Meskipun pemerintah menyerukan konsultasi publik mengenai rancangan peraturan, banyak pelaku usaha menyatakan bahwa:

  • proses konsultasi sering sekadar formalitas,

  • pengumuman dilakukan terlalu mepet,

  • prosedur masukan publik tidak jelas,

  • regulasi multi-kementerian (Joint-Prakas) tidak memiliki pembagian wewenang yang jelas.

Ketidakjelasan ini menciptakan ketidakpastian tinggi bagi bisnis yang bergantung pada regulasi produk makanan, farmasi, dan kosmetik.

Korupsi: Hambatan Struktural dalam Iklim Usaha

Korupsi masih menjadi hambatan besar dalam lingkungan usaha Kamboja. Kalangan bisnis mencatat bahwa:

  • pembayaran “fasilitasi” masih sering diminta,

  • lembaga peradilan dianggap sangat korup,

  • investigasi oleh Anti-Corruption Unit tidak konsisten,

  • publikasi resmi biaya layanan publik tidak diperbarui sehingga memberi ruang pungutan liar,

  • meskipun platform pendaftaran daring telah diperluas pada 2023, banyak kementerian belum sepenuhnya mengadopsinya.

Korupsi berdampak langsung pada biaya operasi dan kepastian usaha bagi perusahaan asing.

Penutup: Pasar yang Tumbuh Cepat tetapi Masih Membutuhkan Reformasi Sistemik

Kamboja memiliki potensi besar sebagai pasar konsumsi dan lokasi manufaktur berbiaya rendah. Namun hambatan tarif, ketidakpastian klasifikasi HS, transparansi pengadaan yang lemah, rezim IP yang rapuh, risiko regulasi digital, serta pembatasan investasi membuat lingkungan usaha tetap menantang.

Progres Kamboja dalam mengadopsi sistem digital untuk perizinan dan pendaftaran merupakan langkah ke arah yang benar, tetapi reformasi struktural yang lebih dalam diperlukan untuk meningkatkan kepercayaan investor dan memastikan akses pasar yang lebih terbuka.

 

Daftar Pustaka

2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers – Cambodia Section.

 

Selengkapnya
Hambatan Perdagangan di Kamboja 2025: Tarif Tinggi, Proses Pengadaan Tidak Transparan, dan Regulasi Digital yang Berpotensi Membatasi Akses Pasar

Perekonomian Global

Hambatan Perdagangan di Brunei Darussalam 2025: Tarif Rendah namun Regulasi Halal, Transparansi, dan Persyaratan Residency Tetap Menjadi Tantangan

Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat pada 01 Desember 2025


Brunei Darussalam dikenal sebagai salah satu negara dengan struktur tarif paling rendah di dunia. Namun laporan 2025 National Trade Estimate menunjukkan bahwa meski hambatan tarif hampir tidak ada, akses pasar tetap dipengaruhi oleh kebijakan non-tarif—khususnya regulasi halal yang sangat ketat, keterbatasan transparansi kebijakan publik, serta persyaratan residency yang membatasi partisipasi investor asing dalam pendirian perusahaan. Hambatan-hambatan ini memperlihatkan bahwa tantangan utama Brunei bukan pada proteksi perdagangan konvensional, melainkan pada kebijakan administratif, regulasi agama, dan struktur ekonomi yang tersentralisasi.

Struktur Tarif dan Pajak: Hampir Nol, tetapi Ruang Kenaikan Tetap Ada

Brunei menerapkan salah satu tarif impor rata-rata terendah secara global:

  • 0,5% tarif MFN rata-rata,

  • 0,1% untuk produk pertanian,

  • 0,6% untuk produk non-pertanian.

Negara ini juga telah mengikat 95,5% garis tarif di WTO, dengan bound rate rata-rata 25,4%. Artinya, meski tarif aktual rendah, Brunei tetap memiliki ruang legal untuk menaikkan tarif secara signifikan jika diperlukan.

Pada sisi pajak konsumsi, Brunei memperluas kebijakan pajak minuman 2017 pada 2023 untuk mencakup minuman bergula rendah, sementara beberapa minuman dengan gula tambahan justru dikecualikan. Industri menilai kebijakan ini masih kurang proporsional dan mendorong penerapan struktur pajak bertingkat berdasarkan kadar gula untuk mendorong reformulasi produk.

Regulasi Halal: Sistem Sertifikasi yang Ketat dan Proses Inspeksi yang Membatasi Akses Pasar

Kebijakan halal merupakan hambatan paling signifikan bagi eksportir makanan dan minuman ke Brunei. Berdasarkan Halal Certificate and Halal Label Order Amendment 2017, seluruh produk makanan dan minuman yang diproduksi, diimpor, didistribusikan, atau disajikan wajib memiliki sertifikat halal dari Majelis Ugama Islam Brunei (MUIB). Sertifikat tersebut juga harus diperbarui setiap tahun.

Regulasi halal daging lebih ketat lagi melalui Halal Meat Act, yang mewajibkan:

  • impor hanya melalui pemegang izin impor halal,

  • inspeksi langsung oleh pemerintah Brunei di fasilitas pemotongan negara asal,

  • eksportir harus memiliki izin ekspor halal dari pemerintah negara asal,

  • fasilitas pemotongan harus masuk daftar abatoar yang disetujui MUIB.

Hingga kini, tidak ada satu pun dari 40 fasilitas pemotongan luar negeri yang disetujui MUIB berasal dari Amerika Serikat, sehingga akses produk daging AS pada dasarnya tertutup. Hambatan ini bersifat struktural karena sangat bergantung pada inspeksi pemerintah Brunei, yang hanya dilakukan pada fasilitas tertentu yang dianggap memenuhi standar religius dan teknis lokal.

Transparansi Kebijakan: Proses Terpusat tanpa Mekanisme Konsultasi Publik

Brunei memiliki struktur pemerintahan yang sangat tersentralisasi. Proses penetapan kebijakan ekonomi, industri strategis, energi, telekomunikasi, dan transportasi terpusat pada pemerintah tanpa adanya:

  • mekanisme konsultasi publik,

  • proses partisipasi pemangku kepentingan,

  • publikasi rancangan aturan,

  • atau transparansi kebijakan BUMN.

Karena sebagian besar sektor kunci dimiliki atau dikendalikan pemerintah, keputusan bisnis bersifat internal dan tidak selalu dapat diprediksi oleh pelaku usaha internasional. Situasi ini menciptakan tantangan bagi perusahaan asing yang membutuhkan kepastian regulasi, terutama dalam sektor seperti energi dan telekomunikasi di mana Brunei memiliki monopoli atau struktur pasar oligopolistik.

Residency Requirement: Hambatan Investasi untuk Perusahaan Asing

Under Companies Act, perusahaan yang 100% dimiliki asing tidak dapat melakukan local incorporation di Brunei jika:

  • dari dua direktur perusahaan, tidak ada yang merupakan penduduk Brunei, atau

  • jika jumlah direktur lebih dari dua, minimal dua harus penduduk Brunei.

Meskipun undang-undang memungkinkan pemerintah memberi pengecualian, hingga kini tidak ada satu pun pengecualian yang pernah diberikan.

Persyaratan ini menciptakan hambatan langsung bagi investor yang ingin membentuk entitas lokal dengan struktur kendali penuh. Selain itu, persyaratan residency memperpanjang waktu dan biaya untuk memasuki pasar, termasuk kebutuhan untuk mencari mitra direktur lokal yang dapat dipercaya dan memenuhi syarat hukum.

Dominasi BUMN dan Kurangnya Transparansi Pasar

Beberapa sektor kunci Brunei—termasuk minyak dan gas, energi, telekomunikasi, dan transportasi—dikuasai oleh BUMN atau perusahaan yang dimiliki pemerintah secara langsung. Ketiadaan transparansi informasi mengenai:

  • struktur kepemilikan,

  • pengambilan keputusan,

  • kriteria tender,

  • dan proses penetapan harga,

membatasi peluang masuknya perusahaan asing, terutama untuk layanan profesional, logistik, dan sektor teknologi.

Penutup: Pasar dengan Hambatan Tarif Rendah tetapi Non-Tarif Sangat Ketat

Brunei adalah contoh negara di mana tantangan perdagangan lebih sedikit berkaitan dengan tarif dan lebih banyak dengan regulasi administrasi, standar keagamaan, dan struktur pemerintahan yang tertutup. Sistem halal yang sangat preskriptif, keputusan kebijakan yang tidak transparan, serta persyaratan residency yang membatasi struktur kepemilikan asing merupakan hambatan utama yang menekan akses pasar AS dan pelaku usaha global.

Meskipun struktur tarif Brunei hampir nol, hambatan non-tarif ini membuat lingkungan bisnis tetap kompleks dan menuntut strategi masuk pasar yang lebih berhati-hati.

 

Daftar Pustaka

2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers – Brunei Darussalam Section.

Selengkapnya
Hambatan Perdagangan di Brunei Darussalam 2025: Tarif Rendah namun Regulasi Halal, Transparansi, dan Persyaratan Residency Tetap Menjadi Tantangan

Perekonomian Global

Hambatan Perdagangan di Brasil 2025: Tarif Tinggi, Regulasi Kompleks, dan Ketidakpastian Kebijakan dalam Ekonomi Terbesar di Amerika Latin

Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat pada 01 Desember 2025


Brasil adalah salah satu pasar terbesar dunia dan mitra dagang penting bagi banyak negara, termasuk Amerika Serikat. Namun laporan 2025 National Trade Estimate menunjukkan bahwa pasar ini tetap ditandai oleh tarif tinggi, kebijakan non-tarif yang kompleks, persyaratan lokal yang kuat, serta sejumlah regulasi digital dan sektor jasa yang menciptakan hambatan signifikan. Walaupun kedua negara memiliki Agreement on Trade and Economic Cooperation (ATEC) dan protokol baru yang memperkuat transparansi, reformasi regulasi, dan fasilitasi perdagangan, tantangan yang dihadapi eksportir serta investor asing di Brasil tetap substansial.

Dengan ukuran ekonominya yang besar, pasar konsumsi yang luas, dan peran strategis dalam MERCOSUR, kebijakan perdagangan Brasil memiliki dampak regional yang signifikan. Namun kombinasi proteksionisme historis dan kebijakan yang sering berubah membuat prediktabilitas pasar tetap rendah.

Struktur Tarif Brasil: Tinggi, Berlapis, dan Rentan Berubah

Brasil mempertahankan struktur tarif rata-rata 11,2%, dengan rincian:

  • 8,1% untuk produk pertanian,

  • 11,7% untuk produk non-pertanian.

Sebagai anggota pendiri MERCOSUR, Brasil menerapkan Common External Tariff (CET) sebesar 0–35%. Kebijakan MERCOSUR untuk menurunkan tarif 10% bagi lebih dari 80% lini tarif sejak 2022 bertujuan meningkatkan daya saing, namun Brasil tetap memiliki:

Salah satu contoh paling sensitif adalah tarif etanol, yang berubah-ubah sejak 2017. Setelah sempat dihapus, tarif kembali diberlakukan dan naik menjadi 18% pada 2024, menekan ekspor AS dan menciptakan ketidakpastian bagi pelaku industri biofuel.

Struktur Pajak: Kompleks dan Diskriminatif terhadap Produk Asing

Brasil menerapkan berbagai pajak atas produk impor, salah satunya:

  • Industrial Product Tax (IPI) yang mencapai 19,5% untuk alkohol impor, lebih tinggi dibanding 16,25% untuk cachaça lokal.

Di sektor audiovisual, pajak tambahan diberlakukan secara diskriminatif pada:

  • film asing,

  • konten TV asing,

  • iklan asing,

  • distribusi home video dan streaming.

Remitansi kepada produser asing dikenakan pajak 25%, kecuali jika produser berinvestasi kembali sebagian nilai pajak tersebut dalam produksi lokal.

Kombinasi pajak sektoral ini menciptakan hambatan non-tarif yang signifikan bagi perusahaan asing, terutama di industri kreatif.

Pembatasan Impor dan Regulasi Non-Tarif: Larangan, Lisensi, dan Kurangnya Transparansi

Brasil memiliki sejumlah pembatasan impor yang meliputi:

1. Larangan barang remanufaktur dan bekas

Barang-barang berikut secara umum dilarang masuk:

  • peralatan medis bekas,

  • suku cadang otomotif remanufaktur,

  • ban bekas,

  • pakaian bekas,

  • kendaraan bekas,

  • ICT equipment bekas.

Pengecualian hanya berlaku jika importir dapat membuktikan tidak adanya produksi domestik.

2. Lisensi impor non-otomatis

Beberapa sektor—otomotif, pertanian, minuman, farmasi—mengharuskan lisensi non-otomatis.

  • alasan penolakan lisensi tidak dipublikasikan,

  • prosedur dan waktu persetujuan tidak transparan,

  • lisensi otomotif sering tertunda, menghambat ekspor kendaraan AS.

Ketiadaan transparansi dalam sistem ini menjadi keluhan besar eksportir internasional.

3. Perubahan persyaratan dokumentasi

Pada 2022, Brasil memperketat aturan bagi impor sementara, membuat perusahaan asing sulit membawa mesin, sampel, atau alat pameran tanpa dikenakan bea masuk tinggi.

Teknis, SPS, dan Regulasi Biofuel: Kebijakan yang Membatasi Akses

1. Kebijakan biofuel “RenovaBio”

Program ini membuat:

  • kredit karbon hanya berlaku untuk produsen biofuel lokal,

  • produsen AS tidak bisa memperoleh sertifikasi dan akses pasar yang setara.

AS menilai kebijakan ini sebagai hambatan yang tidak berbasis perlakuan setara.

2. Regulasi wine

Brasil mewajibkan:

  • sertifikat analisis,

  • laporan inspeksi pra-impor dari laboratorium lokal.

Persyaratan ganda ini menciptakan biaya tambahan bagi eksportir wine AS.

3. Persetujuan telekomunikasi

Produk telekomunikasi harus memperoleh persetujuan ANATEL sebelum masuk ke Brasil.

Bahkan produk untuk demonstrasi atau penggunaan sementara harus melalui proses persetujuan tertentu.

4. SPS – Pasar tertutup untuk daging babi AS

Meskipun kedua negara menyepakati protokol berbasis sains, Brasil masih menutup akses untuk pork fresh dan frozen AS, dengan alasan risiko African Swine Fever melalui pemasok EU—tanpa bukti ilmiah.

Pengadaan Pemerintah: Preferensi Lokal dan Offset Besar-besaran

Brasil tetap membatasi akses perusahaan asing melalui:

  • persyaratan bahwa BUMN hanya boleh menyewa jasa asing jika tidak ada kompetensi domestik,

  • tender sektor kesehatan dan pertahanan yang wajib memasukkan offset, termasuk:

    • produksi lokal,

    • co-manufacturing,

    • transfer teknologi.

Kebijakan offset semakin diperkuat dengan PComTIC Defesa 2023, yang mewajibkan perjanjian kerja sama teknologi bagi impor pertahanan senilai lebih dari USD 50 juta.

Brasil bukan anggota WTO GPA dan bahkan menarik permohonan keanggotaannya pada 2023, sehingga aturan proteksionisme dalam pengadaan publik diperkirakan tetap kuat.

Perlindungan Kekayaan Intelektual: Enforcement Rendah, Pasar Palsu Tinggi

Brasil masih masuk Special 301 Watch List, dengan masalah utama:

  • hukuman lemah untuk pelanggaran IP,

  • tingkat pembajakan online dan fisik tinggi,

  • pasar ilegal seperti Rua 25 de Março masuk daftar Notorious Markets,

  • waktu pemrosesan paten farmasi mencapai 9 tahun,

  • kurangnya perlindungan data uji farmasi.

Brasil juga diminta AS untuk memastikan bahwa perlindungan geographical indications tidak mengganggu penggunaan nama generik—terutama menjelang perjanjian EU–MERCOSUR.

Hambatan Layanan: Audiovisual, Ekspres, Finansial, dan Telekomunikasi

1. Audiovisual

  • Kuota 3,5 jam konten lokal per minggu pada jam utama untuk setiap channel TV berbayar.

  • Sepertiga channel dalam paket berlangganan harus berasal dari Brasil.

  • Kuota film lokal untuk bioskop dan home video.

2. Ekspres dan pengiriman cepat

  • Bea datar 60% untuk seluruh kiriman ekspres melalui Simplified Customs Clearance.

  • Batas nilai impor ekspres hanya USD 3.000 per pengiriman.

3. Sektor finansial

  • Bank dan asuransi asing menghadapi persyaratan resiprositas,

  • cabang bank asing tidak diizinkan sejak 1995,

  • beban kepemilikan dan administrasi tinggi.

4. Satelit dan telekomunikasi

  • Perusahaan lokal dapat membeli hak eksklusif operasi satelit,

  • operator asing hanya memperoleh hak “landing” non-eksklusif,

  • biaya landing lebih tinggi,

  • izin berlaku maksimal 15 tahun dan harus diperbarui.

Hambatan Digital: Proposal “Network Usage Fees” dan Pembatasan Transfer Data

Brasil sedang mempertimbangkan regulasi baru untuk platform digital, termasuk:

  • kewajiban pembayaran kepada operator telekomunikasi,

  • pembentukan connectivity fund,

  • potensi biaya tinggi bagi platform besar.

Perusahaan AS juga menghadapi ketidakpastian karena:

  • aturan implementasi LGPD tentang transfer data luar negeri tertunda,

  • mekanisme seperti standard clauses dan certifications belum sepenuhnya disetujui,

  • menciptakan risiko kepatuhan dan hambatan aliran data.

Penutup: Pasar Besar dengan Tantangan Regulasi yang Sama Besarnya

Brasil tetap menjadi pasar strategis di Amerika Latin, tetapi hambatan tarif tinggi, regulasi non-tarif yang tidak transparan, persyaratan konten lokal, perlindungan IP yang lemah, dan ketidakpastian digital membuat akses pasar jauh dari mudah bagi perusahaan asing.

Meskipun ada upaya reformasi dalam ATEC dan protokol transparansi 2022, fundamental proteksionisme dan kompleksitas regulasi masih membentuk lingkungan bisnis yang penuh tantangan.

 

Daftar Pustaka

2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers – Brazil Section.

Selengkapnya
Hambatan Perdagangan di Brasil 2025: Tarif Tinggi, Regulasi Kompleks, dan Ketidakpastian Kebijakan dalam Ekonomi Terbesar di Amerika Latin

Perekonomian Global

Hambatan Perdagangan di Bolivia 2025: Tarif Berlapis, Regulasi SPS Tidak Konsisten, dan Dominasi BUMN dalam Ekonomi Nasional

Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat pada 01 Desember 2025


Bolivia memasuki 2025 dengan lanskap perdagangan yang ditandai oleh tarif tinggi, pembatasan impor yang ketat, birokrasi kepabeanan yang masih belum transparan, hingga dominasi badan usaha milik negara (BUMN) pada banyak sektor strategis. Laporan 2025 National Trade Estimate menyoroti bahwa meskipun Bolivia telah mengikat seluruh garis tarifnya di WTO, praktik kebijakan dagang negara ini tetap sarat proteksionisme yang menghambat akses pasar bagi eksportir dan investor global, termasuk dari Amerika Serikat.

Selain tarif dan hambatan impor, Bolivia juga menghadapi tantangan serius dalam pengadaan pemerintah, penerapan standar teknis, regulasi SPS, perlindungan kekayaan intelektual, serta distorsi pasar akibat dominasi BUMN. Semua faktor ini membentuk kombinasi hambatan yang kompleks bagi dunia usaha.

Struktur Tarif Bolivia: Tinggi, Proteksionis, dan Segera Berubah karena Integrasi MERCOSUR

Bolivia menerapkan struktur tarif MFN dengan tujuh lapisan, berkisar antara 0% hingga 40%, dengan rata-rata:

  • 11,8% untuk seluruh produk,

  • 13,2% untuk produk agrikultur,

  • 11,5% untuk produk non-agrikultur.

Tarif tertinggi diterapkan untuk barang yang dianggap strategis, seperti:

  • kendaraan dan produk otomotif tertentu,

  • tekstil dan pakaian,

  • barang mewah,

  • berbagai produk rumah tangga yang memiliki alternatif lokal.

Undang-undang Bolivia memperbolehkan pemerintah menaikkan tarif untuk melindungi industri domestik atau menurunkannya untuk mengatasi kekurangan pasokan dalam negeri—menandakan fleksibilitas yang dapat menciptakan ketidakpastian kebijakan.

Pada Juli 2024, Bolivia memperoleh keanggotaan penuh MERCOSUR, dan harus menyesuaikan tarifnya secara bertahap dalam empat tahun ke depan. Proses harmonisasi tarif ini berpotensi mengubah struktur proteksionisme Bolivia sekaligus membuka ruang negosiasi baru bagi negara mitra dagang.

Pembatasan Non-Tarif: Larangan Impor dan Pengawasan Ketat

Pada 2023 Bolivia melarang impor untuk 33 lini tarif, termasuk:

  • kendaraan tertentu,

  • kendaraan berbahan bakar gas cair,

  • kendaraan bekas lebih dari satu tahun,

  • kendaraan angkut penumpang lebih dari tiga tahun,

  • kendaraan khusus lebih dari lima tahun.

Pembatasan ini diarahkan untuk meningkatkan keselamatan, melindungi lingkungan, dan mempertahankan pasar bagi produsen domestik, tetapi dampaknya menciptakan hambatan besar bagi pemasok luar negeri.

Kepabeanan dan Fasilitasi Perdagangan: Reformasi Ada, tetapi Terlambat

Bolivia meratifikasi WTO Trade Facilitation Agreement pada 2018, tetapi implementasinya sangat tertunda. Baru pada September 2024 Bolivia menyerahkan empat notifikasi dasar terkait:

  • regulasi impor/ekspor/transit,

  • operasional single window,

  • penggunaan broker bea cukai,

  • kontak pertukaran informasi.

Penundaan selama bertahun-tahun ini menggambarkan tantangan dalam reformasi administratif. Dunia usaha sering melaporkan proses kepabeanan yang:

  • lambat,

  • tidak konsisten antar petugas,

  • dan kurang transparan.

Ketidakpastian ini meningkatkan biaya logistik dan mendorong risiko penahanan barang secara tidak terduga.

Hambatan Teknis dan SPS: Regulasi Tidak Seragam dan Prosedur Rumit

1. Standar Teknis untuk Produk Kosmetik

Andean Community Resolution 2310 (berlaku Desember 2024) mewajibkan standar label baru yang spesifik. Aturan ini berlaku retroaktif, sehingga produk yang berlabel sesuai standar lama tidak lagi memenuhi syarat.

2. SPS: Prosedur Tidak Transparan dan Persyaratan Berlebih

Badan SENASAG adalah lembaga utama untuk sertifikasi importasi hewan dan tanaman. Pelaku usaha internasional mengeluhkan bahwa:

  • standar dan prosedurnya tidak konsisten,

  • inspeksi menggunakan kriteria berbeda antar petugas,

  • ada tuntutan dokumentasi tambahan yang tidak berdasarkan risiko,

  • dan registrasi fasilitas untuk produk hewan terlalu membebani.

Onerous requirements untuk produk sapi, babi, unggas, dairy, hingga material genetik hewan membatasi akses AS meskipun permintaan domestik tinggi.

Pengadaan Pemerintah: Preferensi Lokal “Compro Boliviano” yang Membatasi Akses

Program Compro Boliviano memberi margin preferensi 10%–25% untuk barang dan jasa lokal. Dalam praktiknya:

  • perusahaan asing hanya dapat ikut tender bernilai USD 142.000–5,7 juta jika tidak ada pemasok domestik,

  • kontrak konsultansi mewajibkan asosiasi dengan perusahaan Bolivia,

  • banyak BUMN tidak diwajibkan menggunakan platform tender nasional,

  • tender sering dirancang sehingga hanya memenuhi kriteria satu perusahaan tertentu.

Kurangnya transparansi membuat pasar pengadaan publik Bolivia sangat sulit dimasuki pelaku usaha global.

Perlindungan Kekayaan Intelektual: Lemah dan Tidak Diimplementasikan

Bolivia tetap berada dalam Special 301 Watch List karena:

  • penegakan IP yang sangat lemah,

  • tingginya peredaran barang palsu,

  • perlindungan rahasia dagang tidak memadai,

  • dan ketidakterlibatan pemerintah dalam MoU IP dengan AS sejak 2020.

Ketiadaan reforma struktural memperburuk iklim investasi bagi perusahaan yang bergantung pada teknologi dan merek.

Dominasi BUMN: Distorsi Besar dalam Ekonomi dan Akses Pasar

Bolivia menjalankan model ekonomi yang sangat bertumpu pada BUMN. Sektor yang didominasi perusahaan negara meliputi:

  • minyak dan gas,

  • listrik,

  • telekomunikasi,

  • pertambangan,

  • industri pangan dan agrikultur,

  • perbankan,

  • manufaktur ringan.

BUMN:

  • sering memperoleh kredit murah dari Bank Sentral,

  • diberi prioritas dalam proyek publik,

  • dan menjadi mitra wajib dalam sejumlah sektor strategis.

Lima BUMN terbesar berutang USD 5,3 miliar kepada bank sentral—lebih dari dua kali cadangan devisa Bolivia—yang merupakan indikasi distorsi keuangan yang sangat besar.

Penutup: Kebijakan Proteksionis, Administrasi Lemah, dan Ekonomi BUMN yang Menghalangi Akses Pasar

Bolivia memiliki potensi ekonomi yang didorong oleh sumber daya alam dan pasar domestik yang terus tumbuh, tetapi hambatan tarif, ketidakpastian SPS, proses pengadaan yang tidak transparan, serta dominasi BUMN menciptakan situasi perdagangan yang sangat sulit bagi pelaku usaha asing.

Meskipun bergabungnya Bolivia dalam MERCOSUR berpotensi membuka peluang harmonisasi tarif dan modernisasi kebijakan, hambatan struktural dalam administrasi dan ekonomi politik domestik tetap menjadi tantangan utama.

 

Daftar Pustaka

2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers – Bolivia Section.

Selengkapnya
Hambatan Perdagangan di Bolivia 2025: Tarif Berlapis, Regulasi SPS Tidak Konsisten, dan Dominasi BUMN dalam Ekonomi Nasional
« First Previous page 5 of 7 Next Last »