Pendidikan

Menteri Paparkan Lima Target untuk Wujudkan Indonesia Emas 2045

Dipublikasikan oleh Kania Zulia Ganda Putri pada 15 Mei 2024


Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menjabarkan lima target untuk mencapai Indonesia Emas di tahun 2045.

“Ada lima parameter yang harus dicapai. Hal itu harus menjadi perhatian kita bersama agar Indonesia menjadi negara maju dengan sumber daya manusia yang unggul, profesional, produktif, dan berdaya saing serta berkepribadian Indonesia,” kata Muhadjir dalam sebuah pernyataan di kantornya, Senin.

Hal itu disampaikannya dalam Konferensi Internasional tentang hukum, kebijakan, dan politik yang diprakarsai oleh Universitas Muhammadiyah Bengkulu.

Menurut Mendikbud, lima parameter tersebut adalah pendapatan per kapita yang tinggi setara dengan negara maju dengan Pendapatan Nasional Bruto per kapita sebesar US$30.300, tingkat kemiskinan nol persen, dan tingkat pengangguran empat persen.

Parameter lainnya adalah tingkat melek huruf yang tinggi dan angka kematian bayi di bawah delapan per seribu kelahiran.

Sebagai upaya mewujudkan SDM yang kompeten dan berdaya saing, beliau menyatakan bahwa pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2022 tentang Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi yang ditetapkan pada tanggal 27 April 2022.

Effendy menyatakan bahwa revitalisasi di sektor tersebut diperlukan untuk menyiapkan tenaga kerja yang unggul, berdaya saing, berkualitas, terampil, dan kompeten sesuai dengan kebutuhan dunia kerja yang terus berkembang.

“Untuk menjadi negara maju dan mewujudkan visi Indonesia Emas 2045, kita harus mampu menyiapkan sumber daya manusia yang kompeten, produktif, dan berdaya saing di semua sektor industri dan bidang pekerjaan. Kita juga harus menciptakan banyak wirausahawan baru,” ujar Menperin.

Menperin mengatakan, saat ini Indonesia menghadapi tantangan besar untuk meningkatkan kompetensi sumber daya manusia (SDM) di era globalisasi dan teknologi digital.

Namun, tantangan ini juga menjadi peluang besar dari sisi demografi, di mana penduduk Indonesia didominasi oleh generasi Z yang mencapai 75,49 juta jiwa atau 27,94 persen dan generasi milenial yang mencapai 69,90 juta jiwa atau 25,87 persen.

“Mari kita bersinergi dan berkolaborasi untuk mencapai Indonesia Emas 2045,” tegasnya.

Disadur dari: en.antaranews.com

Selengkapnya
Menteri Paparkan Lima Target untuk Wujudkan Indonesia Emas 2045

Pendidikan

SMK Pusat Keunggulan Tingkatkan Relevansi Pendidikan dengan Dunia Industri

Dipublikasikan oleh Kania Zulia Ganda Putri pada 15 Mei 2024


Peningkatan kualitas pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) guna menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang unggul dan berdaya saing merupakan salah satu program prioritas Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Hal tersebut salah satunya diwujudkan melalui terobosan SMK Pusat Keunggulan yang telah diluncurkan sebagai Merdeka Belajar episode ke-8 pada 2021 lalu, dan masih berjalan hingga saat ini.

Program SMK Pusat Keunggulan merupakan pengembangan SMK dengan kompetensi keahlian tertentu dalam peningkatan kualitas dan kinerja, yang diperkuat melalui kemitraan dan penyelarasan dengan dunia usaha, dunia industri, serta dunia kerja.

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur SMK Kemendikbudristek, Wardani Sugiyanto, menyampaikan bahwa saat ini sebanyak 1.850 SMK Pusat Keunggulan telah difasilitasi dalam pengembangan yang bermuara pada tiga perubahan pola pikir, yaitu kepemimpinan kepala sekolah, kemitraan dan penyelarasan dengan dunia usaha dan dunia industri, dan penyerapan tamatan.

“Pada tahun 2024 ini, sebagai pengembangan dan penajaman program, SMK Pusat Keunggulan akan difokuskan pada pengembangan SDM, yaitu kepala sekolah, guru, dan pengawas. Salah satunya adalah bagaimana kepala sekolah dapat berperan sebagai CEO yang mampu memimpin dan mengelola satuan pendidikan dengan basis kolaborasi bisnis dan pembelajaran,” ujar Wardani dalam webinar Silaturahmi Merdeka Belajar (SMB) bertajuk “SMK Semakin Hebat dan Berdampak” yang disiarkan melalui kanal Youtube KEMENDIKBUD RI.

Kemudian terkait penyelarasan dunia usaha dan dunia industri, lanjut Wardani, salah satu hal yang akan diperkuat adalah sinkronisasi kurikulum. “Dulu kurikulum hanya sebatas mendapat pengesahan dari industri. Namun kini dengan adanya sinkronisasi, kurikulum sekolah akan dipandu sesuai kebutuhan dan permintaan industri. Kebutuhan tersebut kami rumuskan bersama untuk mencapai sertifikasi kompetensi yang sejalan dengan industri,” jelasnya.

Di samping itu, Kemendikbudristek juga memiliki program Skema Pemadanan Dukungan (matching fund) yang dapat menarik minat industri untuk meningkatkan dukungan kepada SMK yang menjadi mitranya. Pada program SMK Pusat Keunggulan Skema Pemadanan Dukungan, Kemendikbudristek memadankan investasi industri dengan nilai serupa (1:1), sehingga dampak terhadap penguatan pembelajaran berbasis industri akan semakin besar.

“Di tahun 2022, kita mendapat dana pemadanan dukungan dari industri senilai Rp439 miliar, kemudian di tahun 2023 hampir Rp300 miliar. Melihat potensinya yang cukup tinggi, langkah selanjutnya adalah memperkuat teaching factory. Kami pun memfasilitasi kerja sama dengan Direktorat Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), Kementerian Dalam Negeri, untuk melakukan pendampingan agar SMK-SMK negeri ini memiliki sertifikat BLUD,” ujar Wardani.

Adapun bentuk pemadanan dukungan dari industri terdiri in cash dan in kind. Dukungan in cash atau bantuan dalam bentuk tunai dapat berupa peralatan pembelajaran, sarana dan prasarana, gedung, dan teaching factory. Sedangkan dukungan in kind atau fasilitas dapat berupa pelatihan bagi guru, praktisi mengajar di satuan pendidikan, bantuan sinkronisasi kurikulum, penerimaan guru magang, dan sertifikasi kompetensi bagi guru.

Sementara itu, dari sisi Kemendikbudristek akan memberikan dukungan dalam bentuk penguatan implementasi Kurikulum Merdeka. “Kami memfasilitasi agar SMK Pusat Keunggulan ini menjadi rujukan bagi SMK lain dalam implementasi Kurikulum Merdeka, seperti bagaimana berfungsinya komunitas belajar, saling berbagai praktik baik, bagaimana satuan pendidikan menyelenggarakan seri webinar, hingga pembuatan modul video pembelajar yang diunggah di Platform Merdeka Mengajar (PMM),” tutur Wardani.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Bidang SMK, Dinas Pendidikan Provinsi Sumatra Barat, Ariswan, membagikan praktik baik program SMK Pusat Keunggulan di wilayahnya. Ia menyampaikan, kegiatan pembelajaran SMK Pusat Keunggulan di Sumatra Barat telah menerapkan project-based learning dengan sistem blok penuh, yang didukung oleh industri sebagai quality control terhadap produk atau jasa yang mereka hasilkan. Pembelajaran berbasis projek tersebut dilaksanakan di teaching factory dengan peralatan yang sesuai dengan standar industri, di mana sebagian besar adalah bantuan dari program pemadanan dukungan.

“Di bidang pariwisata, ada tiga SMK Pusat Keunggulan yang mengelola teaching factory mereka dengan luar biasa. Salah satunya adalah SMK Negeri 9 Padang, dengan teaching factory berupa education hotel (edotel) yang memiliki 21 kamar dan 2 ruang rapat. Tingkat huniannnya mencapai rata-rata 60 persen, dan pada bulan-bulan tertentu hingga 100 persen. Mereka pun bekerja sama dengan biro perjalanan yang sudah terdaftar melalui Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA),” ujar Ariswan.

Di sisi lain, Kepala SMK Negeri 8 Medan, Sumatra Utara, Wilma Handayani, mengaku Skema Pemadanan Dukungan membawa banyak dampak baik bagi sekolahnya. “Dengan adanya pemadanan dukungan ini, teaching factory kami berkembang cukup pesat, hingga empat konsentrasi keahlian keahlian yang ada di sekolah kami sudah memiliki teaching factory masing-masing. Selain itu, terjadi peningkatan kerja sama dengan industri, baik di kota Medan maupun di luar kota Medan. Saat ini kami sudah memiliki 108 MoU dengan industri yang tidak terbatas pada pemagangan siswa saja,” jelas Wilma.

Dalam hal peningkatan kompetensi SDM, jumlah guru bersertifikasi meningkat pesat dan sarana prasarananya sudah berbasis industri. Demikian pula dengan kompetensi lulusan SMK Negeri 8 Medan, dibuktikan dengan angka tracer study yang cukup tinggi, baik yang berwirausaha maupun melanjutkan ke perguruan tinggi. 

Selengkapnya
SMK Pusat Keunggulan Tingkatkan Relevansi Pendidikan dengan Dunia Industri

Pendidikan

Perbedaan SMK dan SMA

Dipublikasikan oleh Kania Zulia Ganda Putri pada 15 Mei 2024


Pendidikan menengah adalah tahap penting dalam perjalanan pendidikan setiap individu. Di Indonesia, ada dua jenis sekolah menengah yang umumnya dipilih, yaitu SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) dan SMA (Sekolah Menengah Atas). Meskipun keduanya menyediakan pendidikan menengah, terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal tujuan, kurikulum, mata pelajaran, pembelajaran praktis, dan peluang karir. Dalam artikel ini, kita akan membahas secara detail perbedaan antara SMK dan SMA, sehingga Anda dapat membuat pilihan yang tepat untuk masa depan pendidikan Anda.

Pendidikan menengah bertujuan untuk mempersiapkan siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi atau memasuki dunia kerja. SMK dan SMA memiliki tujuan pendidikan yang berbeda. SMK lebih fokus pada pendidikan kejuruan yang bertujuan untuk melatih siswa agar memiliki keterampilan praktis dan siap untuk bekerja setelah lulus. Di sisi lain, SMA lebih menekankan pendidikan akademik yang bertujuan untuk mempersiapkan siswa untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.

Selain itu, kurikulum juga menjadi perbedaan utama antara SMK dan SMA. Kurikulum di SMK didesain untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan yang relevan dengan bidang kejuruan tertentu, seperti teknik, kesehatan, pariwisata, atau tata boga. Sementara itu, kurikulum di SMA lebih berfokus pada mata pelajaran akademik yang meliputi ilmu pengetahuan, matematika, bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan lainnya. Perbedaan dalam kurikulum ini memungkinkan siswa untuk mengembangkan minat dan bakat mereka sesuai dengan jenis sekolah yang mereka pilih.

Perbedaan SMK dan SMA: definisi dan perbedaan antara sekolah  menengah kejuruan dan sekolah menengah atas

Di Indonesia, pendidikan menengah merupakan tahap penting dalam perjalanan pendidikan setiap individu. Dalam memilih sekolah menengah, ada dua jenis yang umumnya dipertimbangkan, yaitu Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Meskipun keduanya menyediakan pendidikan menengah, terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal tujuan, fokus pendidikan, dan orientasi karir. Dalam artikel ini, kita akan menjelaskan definisi SMK dan SMA serta perbedaan mendasar antara keduanya.

Definisi SMK (Sekolah Menengah Kejuruan)

SMK, atau Sekolah Menengah Kejuruan, adalah jenis sekolah menengah yang menawarkan pendidikan yang berfokus pada kejuruan atau keterampilan praktis. SMK bertujuan untuk melatih siswa agar memiliki keterampilan dan pengetahuan yang relevan dengan bidang tertentu, seperti teknik, kesehatan, pariwisata, otomotif, dan banyak lagi. Siswa di SMK akan mendapatkan pelajaran teoritis dan praktis yang mempersiapkan mereka untuk memasuki dunia kerja langsung setelah lulus. SMK sering bekerja sama dengan industri untuk memberikan siswa pengalaman praktis melalui magang atau program kerja sama lainnya.

Definisi SMA (Sekolah Menengah Atas)

SMA, atau Sekolah Menengah Atas, adalah jenis sekolah menengah yang menawarkan pendidikan yang lebih berfokus pada aspek akademik dan persiapan untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi atau universitas. Tujuan utama SMA adalah memberikan siswa landasan akademis yang kuat dalam berbagai mata pelajaran seperti matematika, ilmu pengetahuan, bahasa Inggris, bahasa Indonesia, dan sejarah. SMA mempersiapkan siswa untuk mengikuti ujian nasional atau ujian masuk perguruan tinggi yang memungkinkan mereka melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Perbedaan antara SMK dan SMA

Tujuan Pendidikan: Perbedaan utama antara SMK dan SMA adalah tujuan pendidikan. SMK bertujuan untuk melatih siswa agar memiliki keterampilan praktis dan siap untuk memasuki dunia kerja. Di sisi lain, SMA bertujuan untuk memberikan siswa landasan akademis yang kuat sehingga mereka dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.

Fokus Pendidikan: SMK lebih menekankan pada pembelajaran praktis dan keterampilan yang relevan dengan bidang kejuruan tertentu. Sementara itu, SMA lebih berfokus pada pembelajaran teoritis dan akademis di berbagai mata pelajaran.

Kurikulum: Kurikulum di SMK didesain untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan yang relevan dengan bidang kejuruan tertentu. Kurikulum di SMA lebih berfokus pada mata pelajaran akademik yang meliputi ilmu pengetahuan, matematika, bahasa, dan sejarah.

Peluang Karir: Lulusan SMK memiliki peluang yang baik untuk langsung memasuki dunia kerja dalam bidang kejuruan yang mereka pilih. Di sisi lain, lulusan SMA lebih banyak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi dan universitas untuk mendapatkan gelar sarjana sebelum memasuki dunia kerja.

Dalam memilih antara SMK dan SMA, penting untuk mempertimbangkan minat, bakat, dan tujuan karir Anda. Jika Anda memiliki minat dan bakat dalam bidang kejuruan tertentu dan ingin segera memasuki dunia kerja, SMK dapat menjadi pilihan yang tepat. Namun, jika Anda lebih tertarik pada pendidikan akademik dan ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, SMA adalah pilihan yang lebih sesuai with your interests and goals.

Sumber: pmb.unilak.ac.id

Selengkapnya
Perbedaan SMK dan SMA

Pendidikan

Tantangan dan Peluang untuk Pendidikan dan Pelatihan Kejuruan

Dipublikasikan oleh Kania Zulia Ganda Putri pada 15 Mei 2024


Pendidikan dan Pelatihan Kejuruan (VET) membantu peserta didik memperoleh keterampilan dan kualifikasi yang dapat meningkatkan kemampuan kerja dan pengembangan pribadi mereka, serta meningkatkan perekonomian dan mengatasi kekurangan keterampilan. Namun, sektor pendidikan berkelanjutan saat ini menghadapi sejumlah tantangan.

Tantangan-tantangan ini akan mengharuskan perguruan tinggi pendidikan lanjutan dan sekolah perdagangan untuk merangkul teknologi dan mode pembelajaran baru, memenuhi beragam kebutuhan dan harapan peserta didik dan pemberi kerja, memastikan kualitas dan relevansi penyediaan pendidikan, dan meningkatkan kolaborasi dan inovasi di dalam dan di seluruh sektor. 

Kendala keuangan untuk melanjutkan pendidikan

Sektor Pendidikan dan Pelatihan Kejuruan (VET) sedang mengalami kesulitan finansial. Sebuah survei yang dilakukan oleh Education and Training Foundation menemukan bahwa 31% staf pendidikan lanjutan menyebutkan kurangnya dana sebagai tantangan terbesar yang dihadapi sektor ini. Berkurangnya pendanaan publik, meningkatnya persaingan, kenaikan biaya dan rendahnya tingkat retensi staf dan siswa merupakan beberapa faktor yang berkontribusi terhadap situasi yang menantang bagi institusi pendidikan lanjutan. 

Agar tetap berkelanjutan secara finansial, perguruan tinggi pendidikan lanjutan perlu mengoptimalkan sumber daya dan prosesnya, serta berinvestasi pada kepuasan dan retensi staf dan mahasiswa. Sistem yang dapat menyederhanakan proses administrasi seperti kepatuhan dan manajemen siswa, serta mengurangi biaya dengan mengidentifikasi konsumsi energi yang terbuang dan mengoptimalkan pemanfaatan ruang, dapat membantu meringankan beban keuangan untuk sektor pendidikan lanjutan. 

Transformasi digital dalam pendidikan dan pelatihan kejuruan 

Transformasi digital merupakan prioritas utama bagi institusi pendidikan berkelanjutan, karena ada banyak teknologi dan inovasi baru yang dapat meningkatkan penyediaan pendidikan dan pelatihan kejuruan. Realitas virtual dan kecerdasan buatan adalah contoh teknologi yang dapat meningkatkan hasil pembelajaran bagi siswa.

Perguruan tinggi pendidikan lanjutan juga perlu memperbarui penawaran dan sistem mereka untuk memenuhi permintaan akan kredensial mikro, pembelajaran online, praktik berkelanjutan, dan keterampilan analisis data. Banyak institusi yang ingin menerapkan sistem yang berfokus pada peningkatan pengalaman mahasiswa dan mendigitalkan berbagai aspek seperti manajemen kepatuhan dan manajemen mahasiswa.

Disadur dari: www.seatssoftware.com

Selengkapnya
Tantangan dan Peluang untuk Pendidikan dan Pelatihan Kejuruan

Pendidikan

Mengelola Stres, Tantangan dan Jawaban Masalah Kesehatan Mental Siswa

Dipublikasikan oleh Kania Zulia Ganda Putri pada 14 Mei 2024


Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Fakultas Kesehatan Masyarakat (FPH) Universitas Indonesia (UI) kembali menggelar kuliah umum bertajuk Finding Zen in Chaos pada Sabtu, 2 Desember 2023 secara luring di Hall A FPH UI. Shabrina Audinia, M.Psi., Alumni Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, hadir sebagai pembicara didampingi oleh Dr. Dadan Erwandi, S.Psi., M.Si., dosen K3 FPH UI sebagai moderator dalam kuliah umum yang dihadiri oleh mahasiswa FPH UI kali ini.

Menemukan Zen dalam Chaos atau kemampuan mengelola stres menjadi jawaban atas permasalahan dan urgensi mahasiswa saat ini terkait kondisi kesehatan mentalnya. Kesehatan jiwa merupakan suatu keadaan sejahtera yang membuat individu mampu mengatasi stres hidup, menyadari kemampuannya, belajar dan bekerja secara normal, serta berkontribusi terhadap lingkungannya.

“Banyak pelajar saat ini yang rentan terhadap kesehatan mental dan dilaporkan tragis dalam menyelesaikan permasalahannya. Berbagai faktor bisa terjadi sebagai pemicu timbulnya masalah. “Jadi, kematangan mental merupakan hal yang harus dikembangkan dan diterapkan oleh setiap mahasiswa untuk menghadapinya,” ujar Dr. Dadan Erwandi, S.Psi., M.Si., dalam sambutannya.

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) melakukan penelitian dan data menunjukkan lebih dari 60% mahasiswa mengalami setidaknya satu gangguan kesehatan mental. Berdasarkan data kajian BEM Psikologi tahun 2020, sebanyak 48% mahasiswa mengalami gangguan kecemasan, 55% mengalami gejala depresi, dan 64% memiliki kualitas tidur yang buruk.

Sumber: fkm.ui.ac.id

Permasalahan utama yang terlihat pada mahasiswa UI selama ini terangkum dalam 4 pilar, yaitu permasalahan intrapersonal, akademik, lingkungan, dan interpersonal. Hal ini berdampak pada konsentrasi, makna, tenaga dan kemandirian siswa, sehingga menimbulkan buruknya prestasi akademik dan hubungan sosial serta buruknya pandangan terhadap diri sendiri dan orang lain.

Segitiga kognitif menyatakan pikiran, perasaan, dan perilaku. Ketiganya disebut memberikan alasan mengapa seseorang mengalami gangguan jiwa karena saling berkaitan. Pikiran menentukan perasaan dan perilaku seseorang sehingga cara pandang seseorang sangat mempengaruhi kondisi yang akan terjadi.

Stres merupakan suatu bentuk penyesuaian yang wajar untuk dirasakan. Hal ini dibuktikan pada Stress Performance Curve yang menunjukkan bahwa kinerja optimal seseorang adalah pada saat ia berada pada puncak stresnya. Namun perlu diingat bahwa stres yang dialami tidak bisa dibiarkan terus menerus, harus ditekan dan dihentikan agar tidak timbul masalah lebih lanjut.

Sumber: fkm.ui.ac.id

“Manajemen stres dapat dilakukan melalui lingkaran kendali Anda. Berfokus pada diri sendiri dan permasalahan yang ada saat ini menjadi kunci untuk membebaskan seseorang dari stres yang mungkin terjadi. “Cara ini bisa diartikan sebagai mindfulness, yaitu membiarkan diri fokus sepenuhnya pada momen saat ini dan saat ini ketika menghadapi permasalahan saat ini,” jelas Shabrina.

Terapi Penerimaan dan Komitmen merupakan teknik terapi yang diberikan oleh Shabrina di akhir materinya. Ia mengajak penonton untuk melihat dirinya sebagai sebuah konteks, yaitu berusaha memisahkan diri dari dirinya untuk sementara menjadi orang lain agar bisa melihat secara utuh keadaan dirinya saat ini dan peristiwa yang telah terjadi.

“Hari yang buruk tidak berarti kehidupan yang buruk. Saat kita mengalami kegagalan, belum tentu kita gagal total. Stres adalah hal yang netral. Jadi, tidak apa-apa jika merasa tidak apa-apa, tetapi tidak apa-apa jika terus-terusan berada di dalamnya,” pungkas Shabrina dalam menyampaikan materinya.

Disadur dari: fkm.ui.ac.id

Selengkapnya
Mengelola Stres, Tantangan dan Jawaban Masalah Kesehatan Mental Siswa

Pendidikan

Potensi AI yang Belum Dimanfaatkan dalam Merevolusi Bimbingan Karier di Universitas di Indonesia

Dipublikasikan oleh Kania Zulia Ganda Putri pada 14 Mei 2024


Di tengah pasar kerja yang berubah dengan cepat, Pusat Karir Universitas di Indonesia menghadapi tantangan yang signifikan terkait ketidaksesuaian antara keterampilan lulusan perguruan tinggi dan kebutuhan industri. Data dari Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) untuk tahun 2023 dan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk bulan Agustus 2022 menunjukkan gambaran yang memprihatinkan tentang pengangguran di kalangan lulusan universitas.

Menurut Kemnaker, sekitar 12% dari total pengangguran di Indonesia, atau sekitar 2,5 juta orang, adalah lulusan baru dengan gelar sarjana dan diploma. Sementara itu, data BPS menunjukkan bahwa dari 8,43 juta orang yang menganggur di Indonesia, sekitar 673.000 orang atau 8% adalah lulusan universitas (Sarjana, Master, PhD).

Tantangan-tantangan pusat karier universitas

Tantangan bagi institusi pendidikan tinggi di Indonesia muncul dari beberapa faktor. Pertama, terdapat kesenjangan antara kurikulum pendidikan tinggi yang diajarkan di universitas dengan kebutuhan dan perkembangan industri yang terus berkembang. Banyak institusi pendidikan tinggi yang belum sepenuhnya beradaptasi dengan kemajuan teknologi dan munculnya kebutuhan keterampilan baru di pasar kerja.

Kedua, kurangnya keterampilan praktis dan soft skill seperti berpikir kritis, kerja sama tim, dan komunikasi efektif, yang semakin banyak dicari oleh pemberi kerja. Ketidaksesuaian ini menciptakan tantangan bagi lulusan untuk memasuki pasar kerja yang semakin kompetitif dan dinamis, memperlebar kesenjangan antara kebutuhan pendidikan dan industri, dan menyebabkan peningkatan pengangguran di kalangan lulusan baru.

Situasi ini diperburuk dengan kemajuan Kecerdasan Buatan (AI), yang tidak hanya memicu perubahan dalam permintaan keterampilan namun juga membuat banyak pekerjaan tradisional menjadi tidak relevan. Dalam menghadapi lanskap pekerjaan yang semakin kompleks ini, AI menjadi instrumen penting dalam transformasi layanan konseling karir.

AI menawarkan panduan yang lebih personal, akurat, efisien, dan mudah diakses, selaras dengan kebutuhan dan tren pasar kerja saat ini, sebagai solusi strategis untuk mengatasi ketidaksesuaian keterampilan ini. Kesenjangan keterampilan antara lulusan perguruan tinggi dan kebutuhan industri tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi merupakan masalah yang mempengaruhi banyak negara berkembang.

Faktor-faktor seperti perkembangan teknologi yang pesat, perubahan tuntutan pasar kerja, dan sistem pendidikan yang mungkin tidak sejalan dengan kebutuhan industri saat ini sering kali memperumit tantangan ini.

Di negara-negara berkembang, tantangan ini diperburuk dengan tingginya tingkat pengangguran kaum muda dan perubahan teknologi yang melebihi kemampuan lembaga pendidikan untuk beradaptasi. Selain itu, terdapat perbedaan besar antara apa yang diharapkan oleh pemberi kerja dan kompetensi yang dimiliki lulusan.

Kesenjangan ini dipertegas dengan meningkatnya permintaan pengusaha akan keterampilan lunak (soft skill) seperti pemikiran kritis, kreativitas, dan komunikasi, selain kompetensi teknis yang selama ini dihargai. Pengamatan ini didukung oleh wawasan dari beberapa sumber utama.

Laporan “Masa Depan Pekerjaan” yang dikeluarkan oleh Forum Ekonomi Dunia (WEF) menyelidiki perubahan dalam kebutuhan keterampilan yang didorong oleh kemajuan teknologi dan otomatisasi. Demikian pula, data UNESCO mengenai pendidikan dan keterampilan memberikan analisis tentang bagaimana sistem pendidikan di seluruh dunia merespons perubahan kebutuhan pasar kerja.

Selain itu, survei dan studi dari McKinsey & Company sering kali mempublikasikan temuan mengenai keterampilan masa depan dan kesenjangan keterampilan, dengan fokus khusus pada negara-negara berkembang. Sumber-sumber ini secara kolektif menyoroti perubahan ekspektasi pemberi kerja dan pentingnya lembaga pendidikan untuk beradaptasi.

Disadur dari: moderndiplomacy.eu

Selengkapnya
Potensi AI yang Belum Dimanfaatkan dalam Merevolusi Bimbingan Karier di Universitas di Indonesia
« First Previous page 5 of 46 Next Last »