Pendidikan
Dipublikasikan oleh Muhammad Armando Mahendra pada 10 Februari 2025
Pada hari kerja, asisten produksi Dandy Febriansyah bekerja berjam-jam di sebuah perusahaan rintisan di Jakarta. Dan di akhir pekan, ia menjadi fotografer lepas.
Semua ini dilakukannya untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan mendukung ibu dan kakaknya yang sudah tua, yang baru saja di-PHK.
Bagi pria berusia 24 tahun ini, keamanan kerja dan prospek pekerjaan yang lebih baik adalah yang paling utama dalam benaknya ketika ia mempertimbangkan kandidat mana yang akan dipilihnya dalam pemilihan presiden pada 14 Februari mendatang.
“Yang pasti, saya ingin pekerjaan dengan gaji yang layak,” kata Dandy, yang berhenti kuliah pada tahun 2020 karena kondisi keuangan yang ketat.
Dia mendapatkan sekitar lima juta rupiah (S$430) dari pekerjaan penuh waktunya, sekitar upah minimum bulanan di Jakarta.
“Saya takut kehilangan pekerjaan karena bisnis start-up di Indonesia saat ini tidak stabil. Saya khawatir karena perusahaan-perusahaan rintisan yang besar pun telah memberhentikan banyak karyawan mereka,” katanya.
Indonesia sedang menyaksikan pemutusan hubungan kerja (PHK) perusahaan rintisan sejalan dengan tren global di industri teknologi, yang sering disebut sebagai “musim dingin teknologi”.
Sementara itu, mahasiswa Aditya Teguh Anandar, 19 tahun, mengencangkan ikat pinggangnya untuk bertahan hidup dengan uang saku beasiswa bulanan sebesar satu juta rupiah. Selama beberapa bulan terakhir, ia telah mencoba untuk memasak lebih banyak di rumah, atau memilih opsi yang lebih murah ketika ia makan di luar misalnya, memesan tempe, yang terbuat dari kacang kedelai yang difermentasi, dan hidangan sayuran alih-alih telur dan ikan.
“Saya berharap presiden berikutnya dapat menurunkan harga-harga bahan pokok, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah, yang sangat terpengaruh oleh kenaikan harga,” kata Aditya.
Dihadapkan dengan pasar kerja yang suram dan meningkatnya biaya hidup, banyak pemilih muda seperti Bapak Dandy dan Bapak Aditya berharap presiden yang akan datang dapat mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan kebutuhan pokok, dan masalah-masalah ideologis seperti perubahan iklim.
Dan dengan lebih dari separuh dari sekitar 205 juta pemilih berusia 17 hingga 40 tahun, memenuhi kepentingan para pemilih muda ini akan menjadi kunci kemenangan bagi kandidat presiden mana pun, kata para analis.
Kekhawatiran akan segmen ini bukanlah hal baru. Sebuah survei pada tahun 2022 oleh lembaga think-tank yang berbasis di Jakarta, Centre for Strategic and International Studies (CSIS), menunjukkan bahwa para pemilih muda di negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara ini paling khawatir tentang tingginya biaya hidup, terbatasnya lapangan pekerjaan, dan isu-isu lain, seperti degradasi lingkungan dan polusi.
Survei lain dari lembaga jajak pendapat Indikator Politik Indonesia pada bulan September 2023 mengungkapkan bahwa menjaga harga kebutuhan pokok tetap rendah, serta menciptakan lapangan kerja dan mengurangi pengangguran, adalah isu-isu utama yang harus diatasi oleh presiden berikutnya.
Pada Agustus 2023, tingkat pengangguran umum di Indonesia adalah 5,3 persen, dengan 7,9 juta pengangguran dari 147,7 juta angkatan kerja, menurut Badan Pusat Statistik. Namun, tingkat pengangguran pada kelompok usia 15-24 tahun jauh lebih tinggi, yaitu 19,4 persen.
Sekitar 295.000 orang di-PHK dari Januari hingga November 2023, naik dua puluh kali lipat dari periode yang sama tahun sebelumnya. PHK besar-besaran ini sebagian besar menimpa pekerja di industri padat karya tekstil dan alas kaki, dan disebabkan oleh melemahnya permintaan global terhadap produk-produk ini.
Dengan satu tahun tersisa sebelum ia lulus, mahasiswa tahun ketiga, Adil Setyo Pangestu, 20, khawatir tentang mencari pekerjaan, karena gelar sarjana tidak menjamin seseorang akan mendapatkan pekerjaan yang layak.
Kata Adil: “Teman-teman saya mengatakan kepada saya bahwa sulit bagi mereka untuk mendapatkan pekerjaan, dan mereka telah menganggur untuk waktu yang cukup lama. Beberapa harus bekerja sebagai pekerja lepas sebelum akhirnya mendapatkan pekerjaan tetap.”
Disadur dari: www.straitstimes.com
Pendidikan
Dipublikasikan oleh Muhammad Armando Mahendra pada 10 Februari 2025
Sektor ketenagakerjaan Indonesia mulai pulih berkat bantuan berbagai program pemerintah pasca dampak pandemi COVID-19.
Kementerian Ketenagakerjaan telah menerapkan beberapa upaya untuk melindungi sektor ketenagakerjaan antara lain mengurangi angka pengangguran dengan memberikan pelatihan kepada masyarakat dan mendorong masyarakat menjadi wirausaha untuk menciptakan lapangan kerja, yang pada akhirnya membantu mengurangi angka pengangguran di tanah air.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), angka pengangguran terbuka dan setengah pengangguran menunjukkan penurunan seiring dengan peningkatan jumlah penduduk yang bekerja.
Pada Agustus 2023, tercatat 139,85 juta orang atau 94,68% dari 147,71 juta tenaga kerja Indonesia terserap.
Dari 139,85 juta orang, 96,39 juta orang bekerja penuh waktu, 34,12 juta orang bekerja paruh waktu, dan 9,34 juta orang setengah menganggur atau bekerja kurang dari 35 jam seminggu.
Jumlah pengangguran pada Agustus 2023 mencapai 7,86 juta orang, turun 0,56 juta orang (6,77%), dibandingkan Agustus 2022 sebanyak 8,42 juta orang.
Di Indonesia, tingkat pengangguran terbuka sebesar 5,32% pada Agustus 2023, turun 0,54 poin persentase dibandingkan Agustus 2022 yang mencapai 5,86%.
Berdasarkan jenis pekerjaannya, sebagian besar penduduk bekerja di Indonesia bekerja di sektor informal, yaitu sebesar 59,11%, sedangkan 40,89% lainnya bekerja di sektor formal.
Indonesia patut bersyukur karena sektor ketenagakerjaan masih mampu pulih pascapandemi dan di tengah ketidakpastian geopolitik global.
Untuk menjaga kinerja positif sektor ketenagakerjaan, pemerintah perlu memperhatikan beberapa tantangan ke depan, salah satunya adalah penduduk pekerja di Indonesia masih didominasi oleh masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah.
Jumlah penduduk bekerja yang berpendidikan tamatan SMP kebawah mencapai 86,33 juta jiwa atau merupakan 54,58% dari penduduk bekerja di Indonesia.
Sedangkan pekerja lulusan SMA mencapai 28,32 juta orang per Agustus 2023 dengan kontribusi sebesar 20,25%. Sebanyak 17,33 juta pekerja atau 12,39% merupakan lulusan sekolah kejuruan.
Sementara itu, terdapat 3,41 juta pekerja atau 2,44% yang memiliki gelar associate. Jumlah pekerja yang merupakan lulusan perguruan tinggi tercatat sebanyak 14,43 juta orang atau 10,32% dari total penduduk bekerja secara nasional.
Tingkat pendidikan yang lebih rendah dapat mempengaruhi daya saing di pasar kerja lokal dan global. Beberapa pihak juga berpendapat bahwa rendahnya tingkat pendidikan juga dapat mempengaruhi produktivitas.
Meskipun demikian, program pelatihan Kementerian Ketenagakerjaan dirancang untuk meningkatkan keterampilan tenaga kerja guna meningkatkan produktivitas.
Pemerintah menawarkan beberapa strategi untuk mengatasi berbagai permasalahan ketenagakerjaan, terutama meningkatkan produktivitas tenaga kerja.
Pertama, Kementerian Ketenagakerjaan didorong untuk memastikan penguatan kolaborasi antar pemangku kepentingan, mulai dari proses pelatihan hingga penyerapan tenaga kerja, termasuk menjamin produktivitas tenaga kerja.
Kedua, pemerintah menyoroti pentingnya pengusaha menjamin hak-hak pekerja serta mendukung upaya mencapai prioritas pembangunan.
Ketiga, pelaku usaha diimbau mendorong pengembangan kompetensi dan karir pegawai serta optimalisasi teknologi.
Hal ini termasuk mengedepankan prinsip inklusivitas, termasuk memberikan ruang kerja dan kesempatan yang adil bagi perempuan dan penyandang disabilitas, serta memprioritaskan perekrutan pekerja lokal.
Keempat, pemerintah daerah didesak untuk membuat rencana dan anggaran sektor ketenagakerjaan dan memastikan proses bisnis berjalan sesuai kebijakan ketenagakerjaan.
Rencana tersebut mencakup upaya peningkatan mutu pendidikan serta pengembangan keterampilan tenaga kerja melalui pelatihan, antara lain melalui Balai Latihan Kerja (BLK).
Disadur dari: hr.asia
Pendidikan
Dipublikasikan oleh Muhammad Armando Mahendra pada 10 Februari 2025
Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) mencatat bahwa tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Provinsi Sumatra Barat didominasi tamatan dari sekolah menengah kejuruan (SMK). Kepala BPS Sumbar Sugeng Arianto menyampaikan hasil Sakernas Februari 2024 itu menunjukkan kalau TPT di Sumbar sebesar 5,79% ini mengalami penurunan sebesar 0,11% poin dibandingkan Februari 2023.
"Jadi bila diperinci berdasarkan pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh angkatan kerja, TPT tertinggi adalah dari tamatan SMK yaitu sebesar 7,99%," katanya dikutip dari data resmi BPS. Sementara TPT yang paling rendah adalah pada pendidikan sekolah dasar (SD) ke bawah yaitu sebesar 3,57%. Bila dibandingkan Februari 2023, penurunan TPT paling tinggi terjadi pada kategori pendidikan SMK yang turun 3,03% poin menjadi sebesar 7,99%.
"Sedangkan kenaikan terbesar pada kategori pendidikan SMA yang naik 1,80% poin menjadi 7,89%," ujarnya. BPS menyampaikan untuk penduduk usia kerja mengalami tren yang cenderung meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk di Provinsi Sumbar. Dimana untuk penduduk usia kerja pada Februari 2024 sebanyak 4,38 juta orang, naik sebanyak 93,53 ribu orang dibanding Februari 2023.
Sebagian besar penduduk usia kerja merupakan angkatan kerja sebanyak 3,09 juta orang (70,44%), sisanya termasuk bukan angkatan kerja. Komposisi angkatan kerja pada Februari 2024 terdiri dari 2,91 juta orang penduduk yang bekerja dan 178,84 ribu orang pengangguran. Apabila dibandingkan Februari 2023 jumlah angkatan kerja meningkat sebanyak 86,78 ribu orang.
"Dengan demikian penduduk bekerja naik sebanyak 84,91 ribu orang dan pengangguran naik sebanyak 1,87 ribu orang," jelasnya. Dari kondisi itu melihat pada TPT perempuan sebesar 5,96%, lebih tinggi dibanding TPT laki-laki yang sebesar 5,68%. Jika dibandingkan Februari 2023, baik TPT laki-laki maupun TPT perempuan mengalami penurunan masing-masing sebesar 0,12% dan 0,08% poin.
Selain itu apabila dilihat menurut daerah tempat tinggal, TPT perkotaan 7,55% lebih tinggi hampir dua kali TPT di daerah perdesaan 3,98%. Namun dibandingkan Februari 2023, TPT perkotaan dan perdesaan mengalami penurunan masing-masing 0,45% dan 0,03% poin. "Jadi pengangguran terbuka itu paling besar di perkotaan. Kenapa di pedesaan lebih kecil, karena dari segi lapangan kerjanya itu, yang dominan adalah sebagai petani," ungkap dia.
Sugeng menjelaskan melihat pada lapangan pekerjaan, adapun pekerjaan yang menyerap tenaga kerja paling banyak di Sumbar adalah pertanian, kehutanan, dan perikanan yaitu sebesar 29,27%. Kemudian di perdagangan besar dan eceran sebesar 22,81% dan akomodasi dan makan minum sebesar 8,54%.
Dibandingkan Februari 2023, terjadi pergantian sektor ketiga terbesar yang sebelumnya adalah sektor industri pengolahan, menjadi sektor akomodasi makan dan minum pada Februari 2024. Tiga kategori lapangan pekerjaan yang mengalami peningkatan penyerapan tenaga kerja terbesar jika dibandingkan dengan Februari 2023 adalah perdagangan besar dan eceran 2,98% poin.
Serta untuk pertanian, kehutanan, dan perikanan 0,91 % poin, dan untuk konstruksi 0,53%. "Ada tiga lapangan pekerjaan yang mengalami penurunan penyerapan tenaga kerja terbesar adalah jasa lainnya, industri pengolahan, dan akomodasi dan makan minum," jelas Sugeng.
Kemudian untuk tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) Sumbar pada Februari 2024, Sugeng menyampaikan TPAK sebesar 70,44%, naik 0,48% poin dibanding Februari 2023. Berdasarkan jenis kelamin, TPAK laki-laki sebesar 83,11%, lebih tinggi dibanding TPAK perempuan yang sebesar 57,71%. Apabila dibandingkan Februari 2023, TPAK laki-laki mengalami peningkatan 1,77% poin, sedangkan TPAK perempuan mengalami penurunan 0,81% poin.
Sumber: sumatra.bisnis.com
Pendidikan
Dipublikasikan oleh Muhammad Armando Mahendra pada 10 Februari 2025
Peneliti dan Pengamat Ketenagakerjaan Tadjuddin Noer Effendi mengungkapkan, berdasarkan hasil kajiannya, tingkat pengangguran yang paling banyak di Indonesia berasal dari lulusan SMA dan SMK.
Dia bilang, meskipun lulusan SMK dalam pendidikannya diharapkan bisa langsung bekerja lantaran sudah dibekali dengan ilmu praktik lapangan, namun belum berdampak ketika dilepas secara profesional.
“Pengangguran kita paling banyak dari sekolah menengah baik SMA dan SMK yang diharapkan bisa bekerja sesusah lulus itu justru yang paling besar juga tingkat penganggurannya,” ujarnya dalam diskusi Pemilu 2024: Strategi Perluas Lapangan Kerja yang disiarkan FMB 9 Kominfo secara virtual.
Menurut dia, masih kurangnya gelontoran investasi luar negeri ke Indonesia menjadi salah satu faktor minimnya penyerapan tenaga kerja dan ketersediaan lowongan pekerjaan. Dia mencontohkan, di tahun 2019, China pernah merelokasikan sebanyak 25 industri perusahaannya ke Asia. Dari total itu ada 23 industri yang dibuka di Vietnam, 1 di Malaysia dan 1 sisanya di Thailand.
Sementara Indonesia tidak menjadi negara tujuan. Padahal kesempatan itu bisa dimanfaatkan untuk membuka banyak lapangan kerja di Tanah Air. Ternyata setelah diselidiki alasan mengapa China enggan membuka usaha industrinya di Indonesia adalah lantaran sulitnya mengurus izin, kondisi politik tidak stabil, hingga kompetensi sumber daya manusianya yang tidak memadai.
Oleh sebab itu dia berharap, pemerintah bisa hadir dalam menuntaskan persoalan itu. “Karena kalau semakin banyak lulusan SMA atau SMK tapi tindakan di lapangan pekerjaan yang tersedia, kita tertinggal. Kalau kita tidak tidak mencari jalan keluar, tidak ada investasi, ya tidak ada lapangan kerja yang terbuka,” jelas dia.
Sebelumnya, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat pengangguran terbuka per Agustus 2023 sebesar 5,32 persen. Artinya, angka pengangguran turun 0,54 persen dibandingkan Agustus 2022. Data tersebut juga menunjukkan angka pengangguran menurun 0,13 persen dibandingkan Februari 2023. Total pengangguran terbuka per Agustus 2023 sebanyak 7,86 juta orang, turun sekitar 560.000 orang dibandingkan dengan Agustus 2022.
Jumlah pengangguran terbuka di Indonesia pada Agustus 2022 mencapai 8,4 juta orang atau sekitar 6 persen dari angkatan kerja, yang jumlahnya 143 juta. Kemudian pada 27 November 2023, penurunan jumlah pengangguran disebabkan berkurangnya tingkat pengangguran di kalangan berpendidikan rendah dan menengah.
Sementara, tingkat pengangguran di kalangan berpendidikan tinggi atau berkuliah justru bertambah. Tingkat pengangguran pada kelompok yang pendidikan terakhirnya tamat SD dan SMP turun sekitar masing-masing 1 persen dibandingkan dengan setahun yang lalu. Penurunan pada kelompok yang pendidikan terakhirnya SMA angkanya lebih rendah, yakni 0,4 persen. Sedangkan pada kelompok pendidikan diploma, pengangguran meningkat 0,2 persen dan pada kelompok pendidikan terakhirnya sarjana universitas.
Sumber: money.kompas.com
Pendidikan
Dipublikasikan oleh Muhammad Armando Mahendra pada 10 Februari 2025
Lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) diharapkan dapat memiliki keterampian dan keahlian khusus sehingga mereka bisa lebih cepat mendapatkan pekerjaan setelah menyelesaikan studi. Namun kenyataannya, angka pengangguran di Indonesia didominasi oleh lulusan SMK. Sebaliknya, angka pekerja di Indonesia lebih banyak diisi para lulusan SD.
Mengutip situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), SMK merupakan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain sederajat. Tujuan pendidikan di SMK adalah membentuk lulusan yang siap memasuki dunia kerja, dipekerjakan, atau sebagai wiraswasta.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, ada 219.485 sekolah di Indonesia pada tahun ajaran 2022/2023. Dari angka tersebut ada 14.265 SMK, yang artinya naik tipis 0,46 persen dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 14.199 unit.
Ketidakselarasan pelajaran dengan kebutuhan
Lulusan SMK diharapkan mampu bersaing dalam mendapatkan pekerjaan. Namun kenyataan berkata sebaliknya. Menurut data BPS sampai Februari 2023 terdapat 7,99 juta pengangguran di Indonesia. Pengangguran tertinggi masih lulusan SMK sebesar 9.60 persen, sedangkan lulusan SMA 7,69 persen.
Tahun 2021, lulusan SMK tertinggi menyumbang 11,45 persen dari total 7,99 juta pengangguran di Indonesia. Tahun 2023 turun menjadi 9,60 persen. Artinya selama dua tahun terakhir upaya pemerintah menggenjot pendidikan vokasi hanya berhasil mengurangi 1,85 persen pengangguran SMK.
Menurut Kepala Badan Standar, Kurikulum dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek Anindito Aditomo mengatakan banyaknya angka pengangguran dari lulusan SMK disebabkan multifaktor. Pertama adalah ketersediaan lapangan kerja itu sendiri. Diakui Anindito pandemi COVID-19 berdampak pada ekonomi, tapi selain itu ketidakselaran antara pendidikan di sekolah dan kebutuhan dunia kerja juga menjadi faktor penyebab.
“Dari sisi pendidikannya sendiri masih ada miss match, ketidakselarasan. Jadi masih tidak nyambung apa yang dipelajari di SMK dengan apa yang dibutuhkan di dunia kerja,” kata Anindito.
Angka tenaga kerja lulusan SD tinggi
Di sisi lain, Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim menyayangkan ketiga calon presiden yaitu Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo tidak menyentuh isu tersebut dalam Debat Kelima Pilpres 2024. Padahal debat pamungkas itu mengangkat tema pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, kebudayaan, teknologi informasi, serta kesejahteraan sosial dan inklusi.
“Menyimak debat Capres isu pendidikan, P2G menilai belum menyentuh persoalan fundamental pendidikan nasional,” katanya Satriwan.
BPS menunjukan sampai tahun 2023 secara bertingkat angkatan kerja lulusan SD 39,76 persen, lulusan SMA 19,18 persen, lulusan SMP 18,24 persen, sisanya lulusan Perguruan Tinggi D1-3 2,20 persen dan D4, S1,S2,S3 sebesar 9,13 persen. Ini artinya produktivitas tenaga kerja Indonesia masih dihasilkan lulusan SD.
“Kenapa keterserapan angkatan kerja lulusan SD masih dominan? Mestinya makin tinggi jenjangnya, maka makin besar angkatan kerjanya. Ini seharusnya bisa dijawab dalam Debat Capres, tapi tidak disentuh,” ucap Satriwan lagi.
Sementara itu, menurut Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan Dita Indah Sari mengatakan ini menjadi tantangan pemerintah dalam mengatasi pengangguran intelektual yang sekarang marak terjadi di Indonesia.
Sumber: voi.id
Pendidikan
Dipublikasikan oleh Muhammad Armando Mahendra pada 10 Februari 2025
Astra Motor selaku Main Dealer Region Kalimantan Barat berupaya untuk memberikan dukungan terhadap dunia Pendidikan di Indonesia, khususnya di Kalimantan Barat. Dalam rangka relaisasi program kerja link and match antara industry dan sekolah binaan dari Honda, salah satu wujud dukungan tersebut dilakukan melalui assessment facility dan menjadi guru tamu di SMK binaan Astra Motor Kalbar. Kegiatan tersebut di gelar di salah satu SMK Binaan Honda, yaitu SMKN 1 Sekadau.
Kegiatan ini juga merupakan wujud komitmen kerja sama antara Astra Motor Kalbar dengan SMK Negeri 1 Sekadau yang berkesinambungan untuk menyelaraskan kurikulum pendidikan di sekolah dengan dunia industri agar sejalan.
“Kunjungan ini menjadi salah satu bukti nyata dari realisasi link and match antar pendidikan dan industry, sehingga para peserta didik dapat mengetahui gambaran dari dunia industry yang akan mereka hadapi dan apa saja yang perlu dipersiapkan untuk menyongsong masa depan tersebut.” ujar Manager Technical Service Department, Iwan Hary Susilo.
Berlandaskan Chatur Dharma Astra, yang berbunyi “Menjadi Milik yang Bermanfaat Bagi Bangsa dan Negara” serta komitment Sinergi Bagi Negeri, kunjungan Astra Motor Kalimantan Barat ke SMK – SMK Binaan Honda ini merupakan wujud komitmen untuk mengamalkan dan mengimplementasikan Chatur Dharma Astra tersebut.