Pendidikan
Dipublikasikan oleh Admin pada 28 Februari 2022
KOMPAS.com – Pandemi Covid-19 menyebabkan berbagai persoalan di seluruh aspek kehidupan, baik sosial, ekonomi, maupun pendidikan. Khusus di sektor pendidikan, pemerintah sempat menghentikan pembelajaran tatap muka sejak Maret 2020. Pembelajaran baru dilaksanakan kembali pada sepertiga akhir tahun 2021 dengan pembatasan.
Hal tersebut menjadi perhatian seluruh pemangku kepentingan di dunia pendidikan, baik dari pemerintah, murid, maupun guru, tak terkecuali Kepala Sekolah SMA Trimurti Surabaya Syarif Andri. Syarif mengatakan, ketika pemerintah memutuskan pembelajaran dilaksanakan dari rumah, pihaknya khawatir akan terjadi learning loss secara masif, bahkan dapat menyebabkan terjadinya generation gap. Menjawab kekhawatiran itu, SMA Trimurti Surabaya melaksanakan pembelajaran daring selama awal pandemi.
“Kami berusaha memanfaatkan fasilitas sekolah yang sudah ada, apa adanya, sementara, sambil terus mempersiapkan pelatihan kilat guru dan pengadaan kilat fasilitas sekolah,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat (18/2/2022). Syarif mengatakan, saat itu pihaknya sudah memiliki aplikasi ujian daring dan akses internet sekolah.
Namun, pihaknya masih belum bisa menggunakan beberapa teknologi lain secara maksimal, seperti aplikasi learning management system (LMS) dan aplikasi video conference (VC). Selama dua minggu pertama pembelajaran dari rumah, para guru melaksanakan penugasan mandiri melalui aplikasi ujian daring yang dipandu wali kelas lewat aplikasi WhatsApp.
Guru dan tenaga pendukung sekolah juga berjibaku untuk berlatih, menyiapkan, dan mengenalkan aplikasi LMS dan VC digunakan sekolah kepada siswa. Setelah dua minggu berlalu, pembelajaran kemudian diorganisasikan melalui LMS dengan didukung aplikasi VC dan ujian daring.
Namun, Syarif menilai, meski berhasil menggunakan aplikasi pendukung untuk melaksanakan pembelajaran daring, hal ini belum menjamin proses belajar berjalan dengan baik, dan learning loss dapat dihindari.
“Dalam proses pembelajaran ditemukan bahwa keterlibatan siswa cukup rendah dan banyak aktivitas belajar yang terlewatkan,” terangnya. Pasalnya, kata dia, siswa yang belajar di rumah jauh dari pantauan guru. Begitu pula dengan orangtua siswa, mereka tidak selalu bisa memantau karena bekerja atau ada aktivitas lain.
“Belum lagi ditambah beberapa siswa yang memiliki kesulitan akses internet dan/atau peralatan pembelajaran daring,” keluhnya. Selain itu, lanjut Syarif, para guru mengungkapkan mereka kesulitan mengontrol belajar siswa karena hanya dapat berkomunikasi secara daring.
Para guru juga kesulitan mendapatkan bahan ajar lengkap pada materi tertentu yang dapat ditempatkan di LMS.
Para orangtua, kata Syarif, mengeluhkan kondisi belajar daring tersebut. Orangtua menyebutkan, anaknya tidak mendapatkan pembelajaran yang cukup, sehingga tingkat kepuasan mereka terhadap sekolah menurun.
Blended learning Syarif mengatakan, untuk menjawab persoalan hambatan belajar yang pelik, pihaknya mengevaluasi diri.
“Hasilnya, kami menemukan, permasalahan utamanya sebenarnya ada dalam pola pikir kami dalam melaksanakan pembelajaran daring. Kami masih memakai pola pikir pembelajaran tatap muka normal dalam pembelajaran daring,” katanya.
Dia menilai, pihaknya masih menganggap guru adalah kontrol utama pembelajaran dan orangtua atau keluarga di rumah hanya sebagai pemantau. “Kami masih menganggap pembelajaran sebagai proses transfer materi sebanyak-banyaknya. Kami juga masih menggunakan teknik pengajaran tatap muka saat pertemuan daring,” katanya.
Oleh karenanya, kata dia, pihaknya memerlukan perubahan pola pikir dan merancang pembelajaran tiga blended learning plus yang efektif untuk memaksimalkan proses pembelajaran daring atau hibrida.
“Kami lantas melakukan tatap muka terbatas bagi siswa yang kesulitan akses internet dan/atau peralatan pembelajaran daring,” katanya. Syarif menjelaskan, konsep blended learning plus pertama yang dikembangkan sekolahnya adalah membangun sinergi antara sekolah, siswa, dan rumah.
Lewat sistem ini, proses pelaporan kehadiran dan capaian belajar siswa dilakukan secara rutin. Setiap guru juga melakukan pendataan presensi dan hasil penugasan kecil untuk mengukur capaian belajar siswa dalam proses pembelajaran tersebut. Hasil pendataan ini dikumpulkan dan direkapitulasi wali kelas untuk dilaporkan ke orangtua melalui grup aplikasi percakapan daring.
“Hal ini dilakukan setiap hari, sehingga orangtua dapat melihat perubahan capaian pembelajaran siswa,” ungkapnya. Bila ditemukan ketidakaktifan atau kesulitan belajar, lanjut Syarif, wali kelas langsung melakukan konfirmasi ke orangtua untuk dicarikan solusi.
Kemudian, konsep blended learning plus kedua adalah membangun pembelajaran yang esensial. Guru melakukan pemetaan materi pembelajaran yang esensial dan sampingan untuk siswa. Proses pembelajaran diutamakan untuk penguasaan materi esensial dan materi sampingan yang digunakan sebagai pengayaan bagi siswa. Selanjutnya, konsep blended learning plus ketiga adalah membangun pembelajaran yang relevan, kaya, dan menarik.