Pendidikan

Perundungan: Membedah Bentuk, Upaya, dan Pencegahan

Dipublikasikan oleh Kania Zulia Ganda Putri pada 08 Mei 2024


Betapa sakit hati Dewi manakala mendengar maraknya kasus perundungan pelajar di Tanah Air. Psikolog di Student Mental Health and Wellbeing Support (SMHWS), Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) itu mengecam aksi perundung menindas para korban yang tak berdaya. “Betul-betul memprihatinkan. Perundungan itu tidak memandang usia, gender, bahkan tempat. Bisa di mana-mana,” kata Dewi Setyaningrum, S.Psi., M.Psi., Psikolog.

Perundungan atau bullying adalah tindakan yang dilakukan seseorang atau kelompok untuk menyerang pihak-pihak tertentu karena adanya ketidakseimbangan kekuatan antara pelaku dengan korban. Musababnya, perundung atau pelaku bullying merasa dirinya lebih kuat dan berkuasa sehingga bisa menindas korban yang dianggap lemah.

Dewi mengatakan ada dua jenis perundungan, yaitu perundungan fisik dan nonfisik. Perundungan fisik adalah perundungan yang melibatkan kontak fisik dan dilakukan dengan memukul, menggigit, menendang, hingga mencakar. Sedangkan perundungan nonfisik biasanya dilakukan secara verbal maupun nonverbal.

Perundungan verbal adalah bentuk bullying melalui lisan seperti mengejek, mengolok-olok, mengancam, menghina, hingga memaki. Sedangkan, perundungan nonverbal biasanya berupa pengabaian, diasingkan, dikucilkan dari kelompoknya, hingga mendapat perlakuan diskriminatif.

Perundungan juga merambah jagat maya sehingga membuka peluang pem-bully-an oleh orang asing yang tidak mengenal korban. “Sekarang juga ada istilahnya cyber bullying atau perundungan dunia maya. Pelaku menyalahgunakan platform internet, SMS, WhatsApp, maupun layanan surel sebagai media untuk melakukan perundungan. Biasanya dilakukan untuk mempermalukan atau membuat citra buruk orang lain,” terang Dewi.

Kasus perundungan jamak dialami para pelajar SD hingga SMA di Indonesia. Meskipun tak jarang kasus perundungan juga dialami oleh mahasiswa hingga para pekerja, kasus perundungan di tingkat pendidikan dasar hingga menengah masih menduduki peringkat teratas.

Temuan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) yang dihimpun dari Republika menyebutkan, sepanjang tahun 2023, terjadi 30 kasus perundungan di Tanah Air. Angka ini meningkat dari tahun 2022 yang berjumlah 23 kasus. FSGI menyebutkan 80% kasus terjadi pada institusi pendidikan di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Sedang sebanyak 20% kasus terjadi pada sekolah di bawah naungan Kementerian Agama. Laporan tersebut juga menyebutkan 50% kasus perundungan terjadi pada jenjang SMP/sederajat, 30% pada jenjang SD/sederajat, dan 10% masing-masing pada jenjang SMA dan SMK. 

Lima tahun sebelum laporan tersebut rilis, Dana Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) pernah melakukan riset jenis kasus perundungan yang marak terjadi di Indonesia. Laporan tahun 2018 itu menyebutkan ada enam jenis tindakan bullying yang kerap dialami pelajar Indonesia, yakni: barang diambil/dirusak, diejek, disebar rumor tak baik, dikucilkan, dipukul/disuruh-suruh, hingga diancam. UNICEF mencatat 41% pelajar Indonesia usia 15 tahun pernah mengalami bullying alias perundungan beberapa kali dalam sebulan.

Dewi melihat kasus perundungan bak gunung es di lautan. Kasus perundungan yang terungkap ke publik hanya sebagian kecil dari kenyataan di lapangan. Psikolog SMHWS UMS itu meyakini ada banyak kasus perundungan lain yang tidak terungkap ke publik. “Dari atas terlihat sedikit (kasusnya) padahal sebenarnya sangat banyak. Hanya saja belum terungkap ke publik,” jelasnya.

Trauma di sisa hayat

Pelaku perundungan boleh jadi berpuas hati atas tindak tanduknya membabat habis harga diri korban. Padahal, apa yang dialami korban tidak akan pernah sebanding dengan apa yang dilakukan perundung. Perasaan trauma yang berkecamuk di alam pikiran korban akan terus hidup merentang masa di sisa hayatnya. 

Dewi menguraikan dampak apa saja yang dihadapi para korban perundungan, mulai dari dampak ringan hingga berat. Korban perundungan akan mengalami rasa kurang percaya diri, kurang bersemangat, hingga merasa harga diri rendah. Korban juga bisa mengalami masalah psikologis seperti kecemasan, gangguan psikosomatis, gangguan traumatis, dan gangguan psikologis lainnya.

“Ada kekhawatiran jika korban tidak segera ditangani, maka di masa depan ada risiko korban akan menjadi pelaku perundungan,” ungkap Dewi khawatir. 

Salah satu dampak berat korban perundungan adalah gangguan psikotik, sebuah gangguan psikologis yang mempengaruhi pikiran penderitanya. Gangguan ini meliputi waham, halusinasi, hingga perilaku kacau yang bisa mengganggu keseharian korban. Dampak buruk lain adalah depresi yang jika tidak segera ditangani akan berujung pada percobaan bunuh diri. 

“Korban perundungan juga berisiko mengalami depresi dan bunuh diri jika tidak segera tertangani. Bisa juga korban memiliki kecenderungan untuk menyakiti dirinya atau self harm,” sambung Dewi.

Korban harus bangkit

Bangkit dari keterpurukan adalah langkah awal yang bisa dilakukan korban. Menurut Dewi, jika korban “mampu”, korban dapat mengupayakan untuk mulai tampil percaya diri. Ia menyarankan saat korban berinteraksi dengan pelaku, korban harus memberikan respons yang asertif.

“Korban harus menunjukkan diri sebagai orang yang kuat tanpa harus membalas pelaku dengan kekerasan. Jangan memberi respons dengan penuh emosi yang menunjukkan bahwa korban tidak mau dijadikan korban,” jelas dia. 

Jika korban ternyata tidak mampu untuk mengupayakan hal tersebut, Konselor SMHWS UMS itu merekomendasikan korban untuk mengkomunikasikan perundungan yang dialami kepada orang yang dapat dipercaya. 

“Apabila perundungan terjadi di lingkungan formal seperti sekolah atau kantor, kasus tersebut bisa dilaporkan ke pihak yang berwenang seperti bagian SDM atau guru bimbingan konseling. Bisa juga ke layanan psikologi jika sudah ada,” imbuh Dewi.

Saat kondisi psikis korban terus memburuk dan mulai mengganggu rutinitasnya, Dewi mengatakan korban harus segera mencari bantuan profesional. Pertolongan para profesional akan membantu proses pemulihan dan mengatasi masalah psikologis korban.

Di sisi lain, Dewi menggarisbawahi pentingnya memberikan pendampingan psikologis pada pelaku. Sebab, ada kecenderungan pelaku memiliki masalah psikologis sehingga membuat pelaku melakukan perundungan. “Korban perundungan bisa jadi akan menjadi pelaku perundungan jika tidak tertangani dengan tepat. Sehingga bisa saja pelaku sebetulnya korban perundungan yang mengalami gangguan mental atau psikologis,” lanjutnya.

Langkah konkret hentikan perundungan

Langkah konkret memberantas perundungan harus dilakukan segera. Dewi berpendapat kepekaan terhadap perubahan perilaku seseorang yang terindikasi mendapatkan perundungan harus digalakkan. Hal ini penting sebagai langkah awal untuk mencegah berbagai dampak buruk seperti yang diuraikan sebelumnya. Antara lain yang perlu dilakukan adalah:

  1. Pondasi awal di dalam keluarga. Salah satu penyebab bullying adalah pola asuh yang dilakukan orang tua. Pola asuh sangat berpengaruh terhadap apa yang dilakukan anak di lingkungan pertemanan. Orang tua dan keluarga harus membangun komunikasi yang baik dengan anak serta menjadi panutan yang baik bagi anak.
  2. Deteksi dini perundungan. Saat perundungan terdeteksi lebih awal, maka pertolongan dapat dilakukan lebih awal sehingga mencegah berbagai kemungkinan terburuk akibat perundungan. Deteksi dini bisa dilakukan menggunakan Olweus Bullying Questionnaire (OBQ) dengan mencermati perubahan perilaku yang muncul tidak seperti biasanya.
  3. Orang tua dan guru harus peka terhadap setiap perilaku anak. Jangan sampai menganggap remeh perlakuan orang lain yang sebetulnya adalah perundungan.
  4. Galakkan program pencegahan anti perundungan dan menetapkan hukuman pada pelaku. Menurut Dewi, pemangku kepentingan harus menciptakan kultur sekolah yang sehat serta perlu adanya identifikasi faktor internal dan eksternal penyebab terjadinya perundungan.

Langkah konkret juga dilakukan UMS dengan menghadirkan SMHWS sebagai layanan konseling gratis bagi mahasiswa UMS. Kehadiran SMHWS memberikan daya dukung psikologis dan mental mahasiswa UMS sehingga mahasiswa dapat melanjutkan aktivitasnya tanpa terganggu permasalahan psikologis yang mendera. SMHWS buka setiap hari Senin sampai Jumat pukul 08.00 - 14.00 WIB. “Jangan ragu datang ke profesional  apabila memang memiliki masalah yang kita sendiri sudah tidak sanggup mengatasi sendiri,” kata Dewi.

Dewi tidak menampik jika perundungan masih terus ada meski sosialisasi terkait perundungan telah dilakukan di berbagai tempat. Ia menyebut pemangku kebijakan sebetulnya sudah melakukan berbagai langkah untuk mencegah perundungan. “Memang sudah dilakukan. Hanya saja hasilnya memang belum maksimal ya. Ini harus jadi PR bersama,” tutup Dewi mengakhiri pembicaraan. 

Disadur dari: www.ums.ac.id

Selengkapnya
Perundungan: Membedah Bentuk, Upaya, dan Pencegahan

Pendidikan

Langkah Signifikan UMN Bersama Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah III dalam Menciptakan Lingkungan Akademik yang Aman di Perguruan Tinggi

Dipublikasikan oleh Kania Zulia Ganda Putri pada 07 Mei 2024


Pada acara ini dilakukan penandatanganan pakta integritas dan dibacakan deklarasi yang dipimpin oleh Budi Santoso, Ketua Senat UMN, kepada seluruh dosen dan pegawai UMN. Langkah ini digagas UMN sebagai bagian dari komitmennya terhadap pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. Diharapkan mengundang Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual seluruh perguruan tinggi swasta di Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah III untuk bersama-sama menyuarakan pentingnya permasalahan ini.

Acara tersebut dihadiri oleh jajaran Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi, rektorat UMN, dan perwakilan dari 148 institusi pendidikan di lingkungan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah III.

Toni Toharudin, S.Si., M.Si., Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah III, menekankan pentingnya percepatan pembentukan Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di seluruh perguruan tinggi swasta. Hingga saat ini, baru sekitar 50% perguruan tinggi swasta yang mempunyai Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual. 

Ia juga menyampaikan bahwa Perguruan Tinggi telah menetapkan strategi untuk mendukung percepatan tersebut, antara lain dengan mengevaluasi Kartu Indonesia Pintar dan menunda kenaikan pangkat bagi dosen perguruan tinggi swasta yang belum membentuk Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual.

Selaku tuan rumah, Rektor UMN Dr. Ninok Leksono, MA menegaskan, kasus kekerasan seksual merupakan hal yang harus ditanggapi dengan serius. Hal ini sejalan dengan UMN yang telah mengambil langkah tegas dengan membentuk Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual.

“Saya berharap melalui acara seperti ini bapak dan ibu dapat terinspirasi bagaimana menciptakan ruang aman namun juga memiliki pengetahuan tentang gugus tugas penanganan permasalahan yang ada,” kata Dr. Ninok.

Dr Chatarina Berikan Dukungannya kepada Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Perguruan Tinggi (Dok. UMN)

Sumber: www.umn.ac.id

Hadir dalam acara ini, Dr Chatarina Muliana Girsang, Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), turut memberikan keterangannya. Ia menegaskan, mengatasi kasus kekerasan seksual bukanlah hal yang mudah. Dr. Chatarina menekankan bahwa akan ada banyak tantangan mulai dari perancangan peraturan hingga implementasinya karena komitmen ini memerlukan waktu dan upaya yang sangat baik.

“Kami sangat mengapresiasi peran institusi dalam upaya pencegahan kekerasan seksual ini karena pemerintah memiliki visi pendidikan nasional yang tidak hanya mengedepankan kecerdasan intelektual tetapi juga kesehatan mental anak bangsa,” jelas Dr. Chatarina.

Ia menambahkan, pembentukan Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual merupakan bagian dari program pemerintah untuk mencegah salah satu dosa besar pendidikan yaitu kekerasan seksual. Pemerintah terus mengembangkan dan menerapkan kebijakan untuk memfasilitasi langkah-langkah yang dilakukan Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual.

“Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menjamin tersedianya ruang komunikasi bagi perguruan tinggi yang ingin berdiskusi,” kata Dr. Chatarina.

Pada sesi kedua, panitia menghadirkan Nathanael, EJ Sumampouw, M.Psi., Ph.D., seorang psikolog forensik yang menjelaskan teknik investigasi terhadap pelaku dan korban dari sudut pandang korban. Ia menegaskan, tidak menghakimi korban dalam proses wawancara adalah hal yang penting. Penanya sebaiknya mengutamakan mendengarkan cerita korban secara aktif dan memberikan ruang terbuka bagi mereka untuk berbicara.

“Dalam mengumpulkan informasi, kekuatan ingatan korban adalah kuncinya; Oleh karena itu, penting bagi korban untuk merasa nyaman dan tidak terbebani saat memberikan keterangannya,” jelas Natanael. Ia menambahkan, dalam memeriksa pelaku, penanya perlu memahami hubungan antara pelaku dan korban serta mengajukan pertanyaan secara terbuka dan tidak menyalahkan agar pelaku tidak merasa tertekan dan melakukan perlawanan.

Sumber: www.umn.ac.id

​​​​​​Ketua Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual, Intan Primadini, S.Sos., M.Si., menegaskan, UMN memandang penanganan kasus kekerasan seksual merupakan prioritas yang harus diperhatikan. Berbagai langkah telah dilakukan UMN dalam penanganan dan pencegahan kekerasan seksual di kampus. 

UMN berupaya menciptakan ruang aman dan hubungan sehat bagi seluruh warga kampus melalui kegiatan pembekalan dan seminar. Inisiatif tersebut antara lain berupa pembekalan tentang kesetaraan gender, teknik investigasi, dan pelibatan pelajar dalam peran aktif sebagai anggota Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual.

“Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual secara rutin mengkampanyekan informasi edukasi dan melakukan pembinaan cara pelaporan kasus kekerasan seksual, sehingga meningkatkan kesadaran dan keterlibatan seluruh elemen kampus dalam pencegahan dan penanganan permasalahan tersebut,” kata Intan. .

Dalam acara pembekalan ini dilakukan sesi Focus Group Discussion (FGD) yang membahas tantangan dan solusi terkait pembentukan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual. Melalui FGD ini, perwakilan dari berbagai universitas saling berbagi pengalaman dan belajar. Hasil FGD ini kemudian dijadikan bahan diskusi bagi Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dalam menyusun strategi penanganan dan pencegahan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi.

Acara ini merupakan langkah konkrit upaya bersama penanganan dan pencegahan kekerasan seksual di perguruan tinggi. Dengan adanya kerjasama antara Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi, perguruan tinggi, dan kementerian, hasil seminar dan FGD ini diharapkan menjadi landasan bagi implementasi kebijakan yang lebih efektif dan komprehensif di masa depan.

Disadur dari: www.umn.ac.id

Selengkapnya
Langkah Signifikan UMN Bersama Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah III dalam Menciptakan Lingkungan Akademik yang Aman di Perguruan Tinggi

Pendidikan

Kemenkes: Pembelajaran Jarak Jauh Pengaruhi Kesehatan Mental Anak

Dipublikasikan oleh Kania Zulia Ganda Putri pada 07 Mei 2024


Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menilai pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau pembelajaran daring yang dilakukan di masa pandemi COVID-19 berdampak pada kesehatan mental anak, khususnya remaja.

Potret tersebut menggambarkan betapa tingginya permasalahan kesehatan jiwa pada remaja di masa COVID-19 jika tidak diantisipasi dengan cepat, kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Narkoba Kementerian Kesehatan, Fidiansjah saat konferensi pers bersama dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 (GTPP). di Graha BNPB, Jakarta, Senin 20 Juli.

Ia mengatakan, besarnya permasalahan terkait kesehatan mental pada masa COVID-19 terlihat dari hasil kajian cepat dampak COVID-19 dan dampaknya terhadap anak Indonesia yang dilakukan oleh organisasi masyarakat Wahana Visi Indonesia pada Mei 2020.

Hasil penelitian menunjukkan, proses belajar mengajar yang dilakukan pada masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mengakibatkan hanya sekitar 68 persen anak yang memiliki akses terhadap jaringan. Artinya, 32 persen di antaranya tidak mendapatkan fasilitas tersebut, ujarnya.

Dampak dari keterbatasan anak terhadap jaringan menyebabkan mereka belajar mandiri tanpa pendampingan guru. Katanya, hal ini berdampak, yakni sebanyak 37 persen anak tidak tahu kapan harus belajar karena rutin belajar kemudian harus belajar mandiri.

Kemudian, 30 persen diantaranya juga kesulitan memahami pelajaran secara mandiri karena tidak adanya pendampingan dari guru. Sementara itu, 21 persen anak bahkan dinilai belum mampu memahami instruksi guru berdasarkan proses pembelajaran daring.

Selain itu, dampak psikososial pembelajaran yang dilakukan di masa pandemi juga cukup mengkhawatirkan, menurutnya.

“Ada 47 persen anak yang bosan berdiam diri di rumah. Kemudian 35 persen anak khawatir ketinggalan pelajaran karena tidak seperti biasanya, mereka tidak mengikuti pelajaran,” ujarnya.

Selanjutnya, 34 persen anak merasa takut karena COVID-19 meski sudah berada di rumah, dan 20 persen anak merasa rindu bertemu temannya. Sementara itu, 10 persen anak lainnya khawatir dengan menurunnya pendapatan orang tuanya akibat pandemi COVID-19.

Data lain yang disampaikannya juga menyebutkan 11 persen anak mengalami kekerasan fisik karena proses belajar yang tidak biasa. Sementara itu, 62 persen anak juga mengalami pelecehan verbal.

Disadur dari: voi.id

Selengkapnya
Kemenkes: Pembelajaran Jarak Jauh Pengaruhi Kesehatan Mental Anak

Pendidikan

Pembelajaran Jarak Jauh: Esai Kelebihan dan Kekurangan

Dipublikasikan oleh Kania Zulia Ganda Putri pada 07 Mei 2024


Perkenalan

Tema penelitian ini memilih pembelajaran jarak jauh yang relevan dengan pandemi virus corona saat ini. Setelah dilakukan pencarian, dipilih tiga artikel yang paling relevan. Yaitu: Sistem Pembelajaran Daring Mahasiswa Pada Masa Pandemi Covid-19: Kelebihan, Kendala dan Solusi karya Purwanto yang mencakup seluruh aspek pembelajaran jarak jauh dalam kaitannya dengan virus corona.

Kesiapan Pendidikan Indonesia Melaksanakan Pembelajaran Jarak Jauh dalam Situasi Pandemi Covid-19 oleh Churiyah dkk. mewakili sikap pemerintah Indonesia terhadap fenomena ini. Selain itu, dalam Pergeseran dari Kelas ke Pembelajaran Jarak Jauh: Keuntungan dan Keterbatasan oleh Sadeghi, penulis membahas pembelajaran jarak jauh dalam segala seginya.

Ketiga artikel tersebut membahas topik pembelajaran jarak jauh dalam konteks virus corona dan praktik sehari-hari. Namun, artikel Sadeghi tampaknya menjadi yang paling diprioritaskan di antara ketiga artikel tersebut, karena mengungkap topik tersebut dalam format pro dan kontra yang dapat dipahami semua orang.

Pergeseran dari kelas ke pembelajaran jarak jauh: keuntungan dan keterbatasan

Artikel ini berisi tentang teori pembelajaran jarak jauh, sejarahnya, serta kelebihan dan kekurangannya. Tujuan utama artikel ini adalah untuk membiasakan diri karena tidak membuktikan apa pun tetapi menjelaskan kerumitannya dalam bahasa sederhana. Penulis menyatakan bahwa siswa yang mengikuti pendidikan jarak jauh mungkin tidak selalu hadir di sekolah.

Dengan kata lain, siswa belajar dan lulus mata pelajaran pilihan mereka secara online tanpa mengunjungi fasilitas ujian, kampus, atau gedung universitas. Pertanyaan apakah pendidikan yang diberikan seefektif mungkin muncul karena popularitasnya.

Teori pembelajaran jarak jauh

Hal yang sama juga berlaku untuk pendidikan online, sama seperti tidak ada teori pembelajaran tunggal yang dikembangkan untuk pengajaran secara umum. Banyak teori yang berkembang berdasarkan teori pembelajaran penting yang telah kita bahas sebelumnya.

Konvergensi empat lensa yang saling tumpang tindih berpusat pada komunitas, berpusat pada pengetahuan, berpusat pada peserta didik, dan berpusat pada penilaian adalah salah satu teori yang dibahas dalam bagian artikel ini. Lensa-lensa ini berfungsi sebagai kerangka strategi penulis untuk meneliti teori pendidikan online karena mereka mempertimbangkan kualitas dan sumber daya yang ditawarkan Internet tentang masing-masing dari keempat lensa tersebut.

Penulis juga menunjukkan bagaimana semua jenis media kini didukung dan tersedia di Internet, yang sebelumnya hanya ada sebagai lingkungan berbasis teks. Mereka juga dengan tepat mencatat bahwa fungsi penghubungan Internet paling sesuai dengan cara informasi manusia disimpan dan diakses.

Keuntungan pmbelajaran jarak jauh

Berbicara tentang kelebihan pembelajaran jarak jauh, penulis berpendapat bahwa pembelajaran jarak jauh mungkin tidak ideal untuk sebagian siswa, dan akan ada sejumlah kelemahannya. Hal terbaik tentang pembelajaran jarak jauh adalah seseorang dapat melakukannya kapan saja dan di mana saja. Menurut Sadeghi, gelar pendidikan jarak jauh yang diperoleh secara online atau melalui metode lain mungkin jauh lebih murah untuk program tertentu dibandingkan gelar di kampus.

Jadi, salah satu keuntungannya adalah biaya pendidikan tinggi yang lebih rendah dalam format ini. Penulis juga menunjukkan bahwa bentuk pembelajaran jarak jauh memungkinkan siswa merancang jadwal belajar mereka di waktu luang mereka daripada mengikuti program studi yang tetap. Ketiga keunggulan ini bisa disebut paling signifikan karena paling mudah dibedakan antara pendidikan jarak jauh dan pendidikan tradisional.

Kekurangan pembelajaran jarak jauh

Meskipun lebih banyak orang mempunyai kesempatan untuk melanjutkan pendidikan tinggi karena pembelajaran jarak jauh, ada juga beberapa kelemahannya. Menurut penulis, kemungkinan teralihkan dan lupa tenggat waktu dipertimbangkan ketika tidak ada guru untuk interaksi tatap muka dan tidak ada teman sekelas yang membantu dengan pengingat terus-menerus tentang pekerjaan yang tertunda. Selain itu, karena pelatihan dilakukan secara online, hampir tidak ada interaksi fisik antara siswa dan instruktur.

Kesimpulan

Sebagai kesimpulan, penulis menyatakan bahwa meskipun program dan kursus pembelajaran jarak jauh akan tetap ada dan akan berkembang di masa depan, masih banyak permasalahan yang belum jelas yang perlu didefinisikan dan dikaji. Penulis percaya bahwa permasalahan penting lainnya adalah bahwa pemberi kerja masih lebih menyukai gelar perguruan tinggi atau universitas tradisional dibandingkan yang diperoleh melalui pembelajaran online atau jarak jauh. Kesimpulannya, kita dapat mencatat pekerjaan mendalam yang dilakukan dalam studi konsep pembelajaran jarak jauh.

Disadur dari: ivypanda.com

Selengkapnya
Pembelajaran Jarak Jauh: Esai Kelebihan dan Kekurangan

Pendidikan

Akankah AI mendorong revolusi pendidikan di Indonesia?

Dipublikasikan oleh Kania Zulia Ganda Putri pada 07 Mei 2024


Ketika banyak pihak di sektor pendidikan masih bergulat dengan cara menjauhkan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) generatif dari sekolah-sekolah, para siswa di Pekanbaru, Riau, secara aktif menggunakannya sebagai bagian dari program perintis pemerintah daerah.

“AI adalah kunci untuk mempersiapkan masa depan di Riau dan Indonesia, dengan demikian mewujudkan visi ‘Indonesia Emas’ yang berkembang menuju negara maju yang diantisipasi,” ujar Gubernur Syamsuar pada saat peluncuran program ini bulan Oktober lalu, seperti yang dilaporkan dalam sebuah siaran pers dari Universitas Insan Cita Indonesia (UICI).

Universitas yang berbasis di Jakarta ini mengembangkan program pendidikan berbasis AI yang sekarang sedang diujicobakan di beberapa sekolah menengah atas di Riau. Di sekolah-sekolah ini, para siswa mempelajari kurikulum yang telah dikurasi sesuai dengan kecepatan dan lokasi yang mereka inginkan, baik di rumah maupun di kafe, dengan menggunakan komputer pribadi. Para guru memantau perkembangan mereka dengan seksama.

UICI adalah pelopor dalam pendidikan berbasis teknologi di Indonesia. Universitas ini mendeskripsikan dirinya sebagai universitas pertama di Indonesia yang “sepenuhnya digital” dan menggunakan AI Digital Simulator Teaching Learning System yang memungkinkan para mahasiswa untuk belajar kapan saja dan di mana saja, dengan atau tanpa koneksi internet.

Di Semarang, Jawa Tengah, Binus School juga memelopori penggunaan AI dan augmented reality untuk menghidupkan mata pelajaran yang abstrak. Di dalam laboratorium khusus, siswa dapat menjelajahi subjek yang kompleks seperti tata surya dengan cara yang mudah diakses dan menarik secara visual, dan membenamkan diri dalam dunia prasejarah animasi untuk belajar tentang dinosaurus.

Selama pandemi, sektor start-up teknologi pendidikan berkembang pesat, karena para siswa menerima dana dari pemerintah untuk mengambil kursus online. Ketika dana tersebut mengering pasca pandemi dan para siswa kembali ke ruang kelas, kegembiraan atas perusahaan rintisan teknologi pendidikan pun meredup. Namun, teknologi untuk meningkatkan pembelajaran tidak hanya terbatas pada perusahaan rintisan saja, selama institusi pendidikan tradisional juga merangkulnya.

Yandra Arkeman, seorang profesor di bidang teknologi agroindustri di Institut Pertanian Bogor (IPB), membayangkan AI dan metaverse merevolusi pembelajaran: Sebuah dunia di mana kolokasi fisik antara guru dan siswa tidak diperlukan, di mana alat peraga biologi yang lama menjadi usang.

“Pendidikan sedang melangkah ke dimensi ketiga,” tegasnya.

Namun demikian, presiden komisaris Orbit Future Academy, Ilham Akbar Habibie, mencatat adanya penekanan yang terus-menerus pada kehadiran fisik di sekolah-sekolah di Indonesia. Berbagi sumber daya pendidikan secara digital dapat mengatasi ketidakmerataan pendidikan berkualitas di seluruh nusantara.

Terlepas dari inisiatif Merdeka Belajar dari pemerintah, yang memungkinkan siswa untuk mengambil kursus online dari universitas lain, pembatasan teritorial dalam pendaftaran sekolah menengah dan tidak diakuinya pendidikan online asinkron menghambat pertumbuhan pendidikan online atau pembelajaran jarak jauh.

Arkeman menekankan perlunya regulasi yang dapat mengimbangi lompatan teknologi, terutama di bidang pendidikan. Para guru juga perlu dilatih kembali untuk dapat sepenuhnya memanfaatkan kekuatan internet di ruang kelas.

Dan kemudian ada kekhawatiran tentang kecurangan, atau bagaimana siswa meminta alat AI seperti ChatGPT untuk menjawab tes online mereka untuk mereka.

Untuk mengatasi hal ini, Yayasan Orbit milik mendiang Hasri Ainun Habibie menciptakan Orbit360, sebuah layanan pendidikan yang mendukung transformasi digital di sekolah. Orbit360 menawarkan fitur ujian online yang meminimalisir kemungkinan siswa terlibat dalam praktik ketidakjujuran dengan memberikan hukuman waktu ketika sistem mendeteksi bahwa siswa mencoba mencari jawaban di tempat lain.

Selain memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan pendidikan, Ilham menekankan bahwa Indonesia juga harus meningkatkan pendidikan tentang teknologi.

Ilham percaya bahwa kurikulum Science, Technology, Engineering, Arts and Mathematics (STEAM), serta pembelajaran berbasis proyek (PBL) yang menerapkan pengetahuan teoritis ke dalam tantangan dunia nyata, harus diwajibkan untuk meningkatkan pemahaman dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia.

Beliau menyoroti pentingnya literasi digital dalam konteks pendidikan, dengan menunjukkan bahwa siswa cenderung memiliki tingkat literasi digital yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang tua atau guru, tergantung pada generasi mereka.

Literasi digital dianggap sebagai hambatan yang signifikan karena, tanpa pemahaman yang memadai, para pemangku kepentingan mungkin tidak melihat relevansi dan manfaat dari sistem pendidikan berbasis teknologi.

Selain literasi digital, Ilham mencatat hambatan lain dalam teknologi pendidikan, termasuk potensi

biaya tambahan. Meskipun efektivitas dan efisiensi penggunaan teknologi meningkat, beberapa pihak mungkin enggan untuk berubah karena terbiasa dengan sistem tradisional.

Arkeman juga mengungkapkan harapannya terhadap perkembangan industri teknologi pendidikan di Indonesia.

“Saya berharap di masa depan, Indonesia dapat menjadi produsen teknologi pendidikan, dengan inovasi-inovasi yang dapat membantu negara ini menjadi pemimpin dalam teknologi digital, bukan hanya menjadi konsumen,” ujarnya.

Disadur dari: asianews.network

Selengkapnya
Akankah AI mendorong revolusi pendidikan di Indonesia?

Pendidikan

Peran Perguruan Tinggi dalam Memajukan Kebudayaan Indonesia

Dipublikasikan oleh Kania Zulia Ganda Putri pada 07 Mei 2024


Perguruan tinggi memiliki peran sentral dalam membentuk dan menentukan arah kehidupan berbangsa. Sebagai rumah bagi generasi muda yang kritis, perguruan tinggi perlu membangun strategi kebudayaan untuk menanamkan nilai-nilai kebangsaan di kalangan mahasiswa agar mereka dapat melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai warga negara dan warga dunia yang baik. Untuk itu, diselenggarakan Sarasehan Kebudayaan 2024 di Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, dengan tema “Kontribusi Perguruan Tinggi dalam Penguatan Nilai-nilai Kebangsaan Berbasis Kebudayaan”.

Sarasehan Kebudayaan 2024 merupakan hasil kolaborasi Universitas Indonesia (UI) bersama UNS, Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Pertemuan ini juga didukung oleh gerakan kebangsaan Akar Indonesia, Ikatan Alumni Perhimpunan Pelajar Indonesia (IAPPI) dan Mata Garuda (Ikatan Alumni Penerima Beasiswa LPDP).

Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim, B.A., M.B.A. dalam sambutannya menekankan bahwa perguruan tinggi harus menjadi tempat lahirnya para pelajar Pancasila yang berjiwa kebangsaan tinggi. “Saya selalu yakin bahwa generasi muda Indonesia, terlepas dari perubahan zaman dan perkembangan teknologi, memiliki rasa cinta terhadap budaya Indonesia dan keinginan kuat untuk berkontribusi terhadap bangsa.

Hal ini terlihat dari antusiasme mahasiswa seluruh Indonesia untuk mendaftar program Kampus Mengajar dan Pertukaran Mahasiswa Merdeka. Saya harap generasi muda dapat selalu terlibat aktif dengan membuat karya inovatif dan melakukan riset di bidang kebudayaan,” kata Nadiem.

Sejumlah tokoh, akademisi, dan pelaku kebudayaan dari berbagai perguruan tinggi terlibat dalam diskusi yang terbagi ke dalam enam segmen. Dua dekan UI, yaitu Dr. Bondan Kanumoyoso, M.Hum selaku Dekan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) UI, dan Prof. Dr. Semiarto Aji Purwanto selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UI, menjadi narasumber dalam Sarasehan Kebudayaan 2024. Keduanya sepakat bahwa keragaman merupakan inti dari budaya Indonesia, sebagaimana tercermin dalam semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”. Keberagaman ini dipengaruhi oleh lingkungan alam setempat, menunjukkan cara masyarakat berinteraksi dengan flora dan fauna yang khas di sekitarnya.

Menurut Bondan, budaya Indonesia juga selalu berkembang berdasarkan interaksi antarmasyarakat, membaur dari berbagai pengaruh luar (terutama India, Islam, dan Barat). Hasil pengaruh budaya dari dalam dan luar negeri membuat keragaman menjadi pandangan dunia bangsa Indonesia. Ia menggarisbawahi bahwa kebudayaan Indonesia adalah kebudayaan yang sedang belajar, artinya masih dalam proses pembentukan menuju jati dirinya. Oleh karena itu, sistem kebudayaan Indonesia saat ini tengah melakukan berbagai percobaan untuk meninjau seberapa jauh nilai-nilai lama dapat dipertahankan, dan seberapa jauh pengaruh luar dapat diterima.

Selain itu, Bondan menekankan bahwa kebudayaan merupakan salah satu kekuatan Indonesia, terlihat dari minat tinggi masyarakat dunia untuk mempelajari kebudayaan Indonesia. Menurut Dekan FIB UI tersebut, dari seluruh Massive Open Online Courses (MOOCs) yang ditawarkan UI, MOOCs dengan peserta terbanyak adalah yang membicarakan tentang kebudayaan Indonesia. MOOCs kebudayaan Indonesia yang ditawarkan FIB UI berhasil menggaet ribuan peserta yang merupakan mahasiswa dari seluruh penjuru dunia, membuktikan bahwa aspek yang paling menonjol tentang Indonesia bagi masyarakat dunia adalah budayanya.

Ketertarikan masyarakat global mempelajari budaya Indonesia melalui MOOCs membuktikan bahwa peran perguruan tinggi dalam mempromosikan budaya sangat besar. Dekan FISIP UI, Aji mengemukakan bahwa universitas memiliki dua macam peran dalam memajukan kebudayaan, yaitu peran klasik dan peran kritis. Peran klasik artinya melakukan riset dan dokumentasi, misalnya mengumpulkan seluruh tradisi yang terancam punah. Selain itu, kampus berperan memberikan pendidikan budaya, pemahaman multikultural, kolaborasi internasional, dan mengembangkan praktik diplomasi budaya.

Namun, Aji berharap seluruh kampus di Indonesia lebih mengedepankan peran kritis dengan lebih terlibat dalam dinamika komunitas, misalnya dengan mengembangkan budaya untuk menjawab masalah-masalah sosial. Kampus juga tidak hanya bertugas melestarikan seni tradisional masa lalu, tetapi aktif berinovasi dalam pengembangan budaya kontemporer. Menurutnya, kebudayaan bukanlah bagian dari warisan masa lalu saja, tetapi adalah aspek kreatif yang ada di masa kini. Dengan kecepatan teknologi saat ini, generasi muda lebih terbuka terhadap globalisasi dan nilai universalitas. Untuk itu, kampus harus mengajak mahasiswa berpikir kritis untuk menggali kembali makna negara dan bangsa Indonesia.

Disadur dari: ui.ac.id

Selengkapnya
Peran Perguruan Tinggi dalam Memajukan Kebudayaan Indonesia
« First Previous page 13 of 46 Next Last »