Manajemen Risiko
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 27 Mei 2025
Pekerjaan konstruksi selalu melibatkan risiko, tetapi ketika proyek tersebut menyangkut infrastruktur vital seperti irigasi, tingkat kompleksitas dan konsekuensi kegagalan meningkat drastis. Dalam tesis yang dikaji kali ini, Achmad Zulfikar Armandoko menggambarkan secara mendalam bagaimana kontraktor konstruksi menghadapi, mengidentifikasi, dan memitigasi risiko dalam proyek rehabilitasi jaringan irigasi, mengambil dua lokasi utama sebagai studi kasus: Daerah Irigasi Progomanggis dan Saluran Sekunder Daerah Irigasi Sedadi di Provinsi Jawa Tengah.
Penelitian ini bukan hanya mendeskripsikan risiko secara teoritis, melainkan membuktikannya secara nyata melalui dua proyek rehabilitasi irigasi yang sangat penting bagi pertanian dan ekonomi lokal. Melalui pendekatan kuantitatif dan kualitatif dengan kombinasi metode wawancara, survei, serta pemetaan risiko, penulis menyusun pemetaan risiko yang rinci dan menyarankan strategi mitigasi yang berbasis praktik lapangan.
Daerah Irigasi Progomanggis merupakan warisan kolonial yang dibangun antara tahun 1891 hingga 1905. Dengan luas potensi 3.633 hektar dan sistem saluran sepanjang lebih dari 65 kilometer, irigasi ini menjadi penopang utama pertanian padi dengan estimasi produksi tahunan sebesar 45.412,5 ton, senilai sekitar Rp204,36 miliar. Namun, nilai ekonomi ini dapat terganggu oleh risiko teknis seperti ketidaksesuaian gambar kerja dengan kondisi lapangan, keterlambatan pengadaan material, hingga produktivitas pekerja yang rendah. Selain itu, kondisi cuaca dan jadwal buka-tutup air yang tidak sinkron dengan pola tanam menambah tantangan dalam pelaksanaan proyek ini.
Tak kalah penting, proyek kedua yang menjadi fokus kajian adalah Rehabilitasi Saluran Sekunder D.I. Sedadi. Proyek ini mencakup area irigasi yang lebih luas dengan total cakupan lebih dari 55.000 hektar melalui beberapa skema saluran, termasuk Lanang, Sedadi, Klambu Kanan, Wilarung, dan Klambu Kiri. Sumber air dari Sungai Tuntang ini menjadi kunci irigasi terutama pada musim kemarau. Kompleksitas proyek ini diperparah oleh risiko seperti keterbatasan suplai air, kebutuhan koordinasi lintas wilayah, dan kemungkinan dampak lingkungan seperti sedimentasi dan kerusakan saluran.
Penulis mengelompokkan risiko ke dalam empat kategori utama: teknis, finansial, sosial, dan politik. Di antara risiko teknis yang paling mencolok adalah keterlambatan pengiriman material, kualitas material yang tidak memenuhi standar, dan akses menuju lokasi kerja yang sulit dijangkau. Sementara dari sisi finansial, risiko utama adalah fluktuasi harga material serta keterlambatan pembayaran dari pihak pemberi kerja. Risiko sosial mencakup tantangan komunikasi antara tim proyek dan masyarakat, serta gangguan non-teknis di lapangan seperti acara adat atau konflik lokal. Risiko politik meliputi perubahan kebijakan pemerintah dan gangguan eksternal seperti pemilihan kepala daerah yang berdampak pada stabilitas proyek.
Untuk mengukur dan memetakan risiko, Armandoko menggunakan pendekatan Risk Breakdown Structure (RBS), yang diikuti oleh evaluasi risiko dengan mempertimbangkan probabilitas kejadian dan dampaknya terhadap biaya, waktu, dan kualitas. Penilaian dilakukan melalui kuesioner kepada responden ahli yang terlibat langsung dalam proyek, dengan menggunakan skala lima poin baik untuk probabilitas maupun konsekuensi dampak.
Hasil pemetaan risiko menunjukkan bahwa pada proyek Progomanggis, risiko seperti cuaca ekstrem, kerusakan alat, dan keterlambatan material tergolong ke dalam kategori risiko tinggi. Sementara pada proyek Sedadi, risiko utama justru berasal dari aspek pengelolaan dan konektivitas jaringan irigasi antar wilayah yang saling tergantung satu sama lain.
Salah satu temuan menarik dari penelitian ini adalah bagaimana faktor cuaca menjadi elemen yang paling tak terkontrol namun berdampak besar pada semua fase konstruksi. Penjadwalan kerja yang bersinggungan dengan musim tanam serta jadwal buka-tutup air irigasi menyebabkan tumpang tindih pekerjaan dan mengharuskan adanya penyesuaian mendadak di lapangan. Hal ini menunjukkan pentingnya fleksibilitas dalam manajemen proyek irigasi, yang belum tentu sebesar itu pada proyek konstruksi gedung atau infrastruktur kering lainnya.
Untuk mitigasi risiko, strategi yang disarankan mencakup penggunaan metode kerja alternatif, penyusunan ulang jadwal proyek, pengadaan material yang terencana dengan kontrak harga tetap, serta pendekatan komunikasi aktif antara kontraktor, pemilik proyek, dan masyarakat lokal. Selain itu, pemanfaatan teknologi seperti Building Information Modeling (BIM) meski belum dibahas secara eksplisit dalam tesis ini, dapat menjadi peluang pengembangan lebih lanjut agar simulasi risiko dapat dilakukan sejak tahap perencanaan.
Penelitian ini sangat relevan dalam konteks pembangunan berkelanjutan di sektor konstruksi Indonesia. Ketika proyek-proyek rehabilitasi menjadi semakin sering dilakukan untuk mempertahankan infrastruktur lama, pemahaman mendalam tentang manajemen risiko sangat dibutuhkan oleh kontraktor maupun pihak pemberi kerja. Selain itu, kajian ini berkontribusi dalam menjembatani kesenjangan antara teori manajemen risiko dan implementasinya di lapangan.
Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, seperti yang dilakukan oleh Ali (2020) dan Aripandi et al. (2020), pendekatan dalam tesis ini lebih menyeluruh karena tidak hanya mengidentifikasi risiko, tetapi juga memetakan dampaknya dan memberikan strategi konkret pengendalian berdasarkan data lapangan. Penulis tidak berhenti pada identifikasi tetapi sampai pada langkah mitigasi dan evaluasi, yang jarang dilakukan dalam riset-riset lain.
Namun, satu kritik yang bisa diajukan adalah keterbatasan pengaplikasian digital tools dalam proses evaluasi dan simulasi risiko. Di era industri konstruksi 4.0, pemanfaatan software manajemen risiko atau pemodelan risiko berbasis BIM akan menjadi nilai tambah signifikan untuk analisis yang lebih presisi dan prediktif.
Secara keseluruhan, tesis ini memberikan sumbangan penting dalam pengembangan ilmu manajemen risiko konstruksi, khususnya pada proyek irigasi yang memiliki karakteristik unik dan tantangan tersendiri. Relevansi terhadap kebutuhan nasional dalam menjaga ketahanan pangan melalui infrastruktur pertanian semakin menegaskan pentingnya penelitian ini untuk dijadikan acuan dalam proyek-proyek sejenis di masa depan.
Dengan menghadirkan studi kasus nyata, lengkap dengan data produksi pertanian, luas area proyek, nilai ekonomis proyek, dan skema risiko yang terstruktur, tulisan ini juga memiliki nilai aplikatif yang tinggi. Para profesional di bidang konstruksi, manajer proyek, dan pembuat kebijakan dapat mengambil banyak pelajaran dari strategi identifikasi dan mitigasi risiko yang diuraikan dengan baik dalam penelitian ini.
Sumber asli artikel:
Achmad Zulfikar Armandoko. (2023). Analisis Identifikasi dan Mitigasi Risiko pada Kontraktor Pekerjaan Irigasi. Tesis Magister Teknik Sipil, Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.
Manajemen Risiko
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 26 Mei 2025
Dalam dunia konstruksi modern, keterlambatan proyek bukan hanya sebuah ketidakefisienan, melainkan potensi kerugian besar yang bisa berdampak pada reputasi, biaya, dan relasi antar pihak. Artikel “Analisis Faktor Risiko terhadap Keterlambatan Proyek Konstruksi The Himana Condotel” oleh Ni Made Sintya Rani dan Ni Kadek Sri Ebtha Yuni dari Politeknik Negeri Bali memberikan studi kasus konkret mengenai bagaimana risiko keterlambatan teridentifikasi dan diatasi secara sistematis melalui pendekatan manajemen risiko berbasis kuantitatif.
Artikel ini menjadi sangat relevan, terutama dalam konteks pertumbuhan industri konstruksi di kawasan wisata seperti Bali, di mana tekanan terhadap kualitas dan ketepatan waktu sangat tinggi. Resensi ini akan mengurai poin-poin utama dalam artikel tersebut dan mengaitkannya dengan praktik terbaik industri serta tren manajemen proyek global.
Proyek The Himana Condotel yang dikerjakan oleh PT. Jaya Kusuma Sarana Bali di Kabupaten Badung, Bali, dirancang untuk diselesaikan dalam waktu 18 bulan. Namun, dalam pelaksanaannya, proyek ini mengalami keterlambatan yang signifikan. Penelitian ini mengidentifikasi 48 uraian risiko yang dikategorikan ke dalam 5 variabel utama:
Dari kelima aspek tersebut, penelitian menemukan bahwa 17 uraian risiko memiliki tingkat risiko tinggi dengan persentase dominan sebesar 36%, menjadikan risiko ini sebagai perhatian utama dalam proses mitigasi.
Pendekatan yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif, dengan pengumpulan data melalui:
Dengan dominasi responden berpengalaman (57,14% memiliki pengalaman kerja 10–15 tahun), keandalan data menjadi kekuatan utama studi ini.
Analisis Risiko: Apa Saja Faktor Paling Menentukan?
1. Risiko Perencanaan
Salah satu risiko dominan adalah penentuan durasi waktu kerja yang kurang terperinci. Ini menimbulkan efek domino yang menghambat berbagai tahapan pelaksanaan proyek. Hal ini menunjukkan pentingnya penyusunan jadwal berbasis metode seperti CPM (Critical Path Method) dan integrasi dengan tools seperti BIM 4D.
2. Risiko Dokumen dan Kontrak
Termasuk di antaranya:
Masalah-masalah ini berkorelasi kuat dengan lemahnya manajemen perubahan (change management), yang dalam proyek konstruksi seharusnya diatur melalui dokumen formal seperti addendum kontrak dan SOP persetujuan desain.
3. Risiko Pelaksanaan
Hal ini menegaskan pentingnya sertifikasi dan pelatihan SDM, serta kontrol kualitas yang kuat.
4. Risiko Sumber Daya
Dalam tren industri, penggunaan metode Just-in-Time (JIT) seringkali menjadi pisau bermata dua. Tanpa dukungan sistem logistik dan procurement yang kuat, metode ini justru meningkatkan risiko keterlambatan.
5. Risiko Lingkungan
Risiko ini bersifat eksternal:
Proyek yang berada di wilayah dengan aktivitas adat tinggi seperti Bali memang membutuhkan analisis sosial-budaya sebagai bagian dari feasibility study dan perencanaan awal.
Berdasarkan skala kemungkinan (likelihood) dan dampak (consequences), risiko-risiko diklasifikasikan sebagai berikut:
Risiko yang masuk kategori ekstrem memerlukan tindakan langsung, sementara risiko tinggi harus menjadi fokus perhatian manajemen tingkat atas.
Strategi Mitigasi: Apa Saja yang Bisa Dilakukan?
Penulis menawarkan berbagai tindakan mitigasi berbasis hasil wawancara dan best practices, seperti:
Pendekatan ini tidak hanya reaktif, tetapi juga proaktif dan partisipatif, sesuai dengan prinsip manajemen risiko modern.
Kritik & Opini: Apakah Sudah Cukup?
Secara umum, artikel ini menyajikan struktur risiko yang solid. Namun, ada beberapa catatan:
Sebagai perbandingan, penelitian oleh Sukirno (2015) menekankan bahwa risiko desain dan perubahan spesifikasi dapat meningkat drastis akibat kelalaian komunikasi dalam tim proyek.
Hubungan dengan Tren Global
Penelitian ini relevan dengan tren global konstruksi yang mengedepankan:
Misalnya, implementasi Building Information Modeling (BIM) dengan fitur 4D dan 5D memungkinkan perencanaan dan pemantauan risiko yang lebih akurat dan real-time. Dalam konteks proyek seperti The Himana Condotel, BIM dapat membantu memvisualisasikan dampak keterlambatan terhadap seluruh urutan kerja.
Penelitian ini menunjukkan bahwa:
Namun, untuk proyek-proyek ke depan, perlu dipertimbangkan pendekatan berbasis digital serta peran stakeholder yang lebih partisipatif dalam proses manajemen risiko.
Saran Strategis untuk Praktisi Konstruksi
Referensi Asli Artikel:
Ni Made Sintya Rani & Ni Kadek Sri Ebtha Yuni. (2021). Analisis Faktor Risiko terhadap Keterlambatan Proyek Konstruksi The Himana Condotel. PADURAKSA: Volume 10, Nomor 1, Juni 2021. P-ISSN: 2303-2693, E-ISSN: 2581-2939.
Manajemen Risiko
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 22 Mei 2025
Dengan proyeksi kebutuhan investasi global mencapai USD 94 triliun hingga tahun 2040, proyek infrastruktur memegang peranan vital dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan. Namun, proyek-proyek besar ini juga menjadi ladang subur bagi berbagai jenis risiko finansial. Data dari penelitian ini menunjukkan bahwa sekitar 72% proyek mengalami cost overrun atau pembengkakan biaya, yang disebabkan oleh estimasi awal yang tidak akurat, fluktuasi harga material, dan dinamika pasar global.
Penelitian ini menggabungkan dua pendekatan utama: survei terhadap 150 profesional (70 manajer keuangan, 50 manajer proyek, dan 30 analis risiko) dan analisis mendalam terhadap laporan keuangan enam proyek infrastruktur besar seperti London Crossrail dan California High-Speed Rail. Para responden memiliki pengalaman minimal lima tahun dan berasal dari proyek sektor transportasi, energi, dan pengembangan perkotaan, yang didanai oleh sumber publik, swasta, atau skema kemitraan publik-swasta (PPP).
Analisis laporan keuangan mencakup metrik penting seperti rasio cost overrun, debt-to-equity ratio, dan sensitivitas terhadap fluktuasi mata uang. Proyek-proyek yang dikaji memiliki nilai minimal USD 500 juta, dan laporan keuangannya telah diaudit untuk memastikan validitas data.
Jenis Risiko Finansial yang Ditemukan
Penelitian ini mengidentifikasi tujuh jenis risiko utama:
Studi Kasus dan Temuan Kuantitatif
Analisis statistik menunjukkan bahwa:
Efektivitas Strategi Manajemen Risiko yang Umum Digunakan
Strategi yang digunakan oleh proyek-proyek yang dianalisis meliputi hedging, dana kontinjensi, dan skema PPP. Namun, penelitian ini menemukan bahwa strategi tersebut belum cukup efektif. Contohnya, dana kontinjensi seringkali tidak cukup besar untuk menutup pembengkakan biaya besar, dan mekanisme hedging belum menjangkau fluktuasi kompleks seperti suku bunga majemuk atau kebijakan fiskal mendadak.
Model manajemen risiko yang lebih responsif diperlukan, termasuk pendekatan berbasis data waktu nyata dan teknologi seperti analitik prediktif dan machine learning. Peneliti menyarankan penerapan kerangka kerja manajemen risiko finansial yang menyeluruh, dengan pelibatan aktif seluruh pemangku kepentingan sejak tahap perencanaan.
Pembelajaran dari Implementasi Strategis
Penelitian ini mengusulkan solusi spesifik yang relevan dengan dinamika proyek infrastruktur:
Relevansi Teoritis: Integrasi Financial Risk Theory dan Agency Theory
Kerangka analisis artikel ini didasarkan pada Financial Risk Theory dan Agency Theory. Yang pertama menyoroti pentingnya mengenali risiko seperti pasar, kredit, operasional, dan likuiditas. Yang kedua menggarisbawahi perlunya sistem berbagi risiko yang adil antar pihak proyek, agar konflik kepentingan tidak menghambat kelancaran eksekusi.
Dalam konteks proyek multinasional, teori ini sangat relevan karena perbedaan regulasi dan ekspektasi antar pihak memerlukan mekanisme yang mampu menyelaraskan tujuan secara transparan dan akuntabel.
Implikasi untuk Kebijakan dan Riset Masa Depan
Temuan dari studi ini menjadi masukan penting bagi pembuat kebijakan, terutama dalam menyusun regulasi untuk proyek infrastruktur jangka panjang. Kebijakan fiskal harus mendukung fleksibilitas anggaran untuk dana darurat, sementara sistem lelang proyek harus mengintegrasikan kriteria kemampuan manajemen risiko finansial.
Untuk penelitian ke depan, penulis merekomendasikan:
Kesimpulan
Artikel ini mengisi celah penting dalam literatur akademik dengan menyediakan analisis komprehensif tentang manajemen risiko finansial dalam proyek infrastruktur besar. Dengan mengombinasikan data empirik dari survei profesional dan laporan keuangan nyata, serta memperkuat dengan kerangka teori yang mapan, penelitian ini tidak hanya relevan bagi akademisi tetapi juga praktisi proyek, pembuat kebijakan, dan investor.
Pengelolaan risiko finansial tidak bisa lagi bersifat reaktif dan parsial. Harus ada pendekatan holistik, dinamis, dan berbasis data untuk mengantisipasi dan mengatasi tantangan yang terus berkembang di era ketidakpastian global.
Sumber asli:
Chauhan, B., Dhanya, K. A., Soni, R., Bamini, J., Joy, A. J., & Chakraborty, S. (2025). Risk Management Strategies in Large-Scale Infrastructure Projects: A Financial Perspective. Journal of Infrastructure, Policy and Development, 9(1), 10731.
Manajemen Risiko
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 22 Mei 2025
Kontribusi penting terhadap literatur manajemen risiko, dengan menekankan pentingnya memahami dan mengelola risiko finansial dalam proyek infrastruktur berskala besar. Berikut resensi lengkap artikel ini yang disusun secara SEO-friendly dan mudah dipindai oleh pembaca.
Investasi infrastruktur global diperkirakan akan mencapai US$94 triliun hingga tahun 2040, didorong oleh urbanisasi, pertumbuhan penduduk, dan transisi menuju pembangunan berkelanjutan. Proyek-proyek ini penting karena selain meningkatkan layanan publik, juga mampu menciptakan lapangan kerja dan menggerakkan perekonomian.
Namun, proyek-proyek infrastruktur seringkali mengalami kegagalan dari sisi keuangan, seperti pembengkakan biaya, ketidakpastian pendanaan, fluktuasi mata uang, hingga perubahan kebijakan regulasi. Studi ini menunjukkan bahwa sekitar 30% proyek infrastruktur mengalami pembengkakan anggaran (cost overrun) — sejalan dengan temuan Flyvbjerg et al. (2002).
Penelitian ini berfokus pada tiga pertanyaan utama:
Penulis mengembangkan tiga hipotesis:
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif berbasis survei dan analisis laporan keuangan. Data dikumpulkan dari 150 profesional (manajer keuangan, manajer proyek, dan analis risiko) dari proyek-proyek besar di Eropa dan Amerika Utara. Selain itu, laporan keuangan dari enam proyek infrastruktur senilai lebih dari USD 500 juta — seperti London Crossrail dan California High-Speed Rail — dianalisis.
Teknik analisis meliputi:
Hasil Penelitian: Risiko Finansial Utama
Penelitian mengidentifikasi tujuh risiko keuangan utama berikut:
Studi kasus menunjukkan bahwa proyek dengan lebih dari 20% pengeluaran dalam mata uang asing sangat rentan terhadap fluktuasi nilai tukar (R² = 0.68). Selain itu, proyek yang didanai dari satu sumber memiliki risiko pendanaan yang lebih tinggi (signifikansi p < 0.05). Penggunaan banyak subkontraktor meningkatkan risiko kredit secara signifikan (R² = 0.52).
Analisis Strategi Manajemen Risiko
Penulis mengevaluasi strategi manajemen risiko yang umum digunakan seperti:
Temuan menarik dari laporan keuangan menunjukkan bahwa proyek-proyek yang menerapkan klausul eskalasi harga dalam kontrak berhasil menekan dampak kenaikan harga material — ini menunjukkan bahwa fleksibilitas kontrak merupakan elemen penting dalam manajemen risiko.
Implikasi Praktis
Penelitian ini menyarankan beberapa pendekatan manajemen risiko finansial yang lebih canggih dan kontekstual:
Kritik dan Saran
Salah satu kekuatan artikel ini adalah kombinasi data survei dan laporan keuangan yang memberikan wawasan empiris yang kuat. Namun, beberapa keterbatasan tetap ada, seperti keterwakilan geografis yang terbatas pada Eropa dan Amerika Utara. Selain itu, risiko non-finansial seperti politik dan lingkungan tidak dibahas secara mendalam.
Ke depan, studi longitudinal dapat dilakukan untuk mengamati bagaimana strategi manajemen risiko berkembang dalam jangka panjang. Penelitian lanjutan juga bisa menjajaki integrasi metodologi manajemen proyek (seperti Agile atau Waterfall) dengan pendekatan manajemen risiko finansial.
Keterkaitan dengan Tren Global
Temuan artikel ini sangat relevan dengan tren global dalam infrastruktur. Misalnya, di tengah ketidakpastian ekonomi pasca-pandemi dan fluktuasi pasar global, proyek infrastruktur menghadapi tekanan besar dalam pembiayaan. Di Indonesia, proyek-proyek seperti Ibu Kota Nusantara (IKN) juga menghadapi tantangan serupa, mulai dari biaya tinggi hingga ketidakpastian pembiayaan.
Penerapan strategi seperti diversifikasi pendanaan dan fleksibilitas kontrak sangat sesuai untuk konteks Indonesia. Selain itu, pendekatan berbasis data bisa diterapkan melalui pemanfaatan platform digital dan sistem ERP yang semakin berkembang di sektor konstruksi nasional.
Kesimpulan
Artikel “Risk Management Strategies in Large-Scale Infrastructure Projects: A Financial Perspective” memberikan kontribusi signifikan dalam memperkuat pemahaman kita tentang pentingnya manajemen risiko finansial dalam proyek infrastruktur. Dengan dukungan data empiris, artikel ini merekomendasikan strategi baru berbasis teknologi dan kolaborasi multi-pihak sebagai solusi atas risiko-risiko yang selama ini menghambat keberhasilan proyek infrastruktur besar.
Untuk para profesional, pembuat kebijakan, dan investor di sektor infrastruktur, temuan dalam artikel ini sangat layak dijadikan referensi dalam menyusun kebijakan risiko yang adaptif, proaktif, dan berbasis data. Di masa depan, hanya proyek-proyek yang memiliki kerangka manajemen risiko kuat dan dinamis yang dapat bertahan dan memberikan manfaat ekonomi dan sosial yang maksimal.
Sumber asli:
Chauhan B, K. A. Dhanya, Soni R, Bamini J, Joy A.J., Chakraborty S. (2025). Risk management strategies in large-scale infrastructure projects: A financial perspective. Journal of Infrastructure, Policy and Development, 9(1): 10731.
Manajemen Risiko
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 21 Mei 2025
Dalam era pembangunan infrastruktur masif di Indonesia, proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung menjadi simbol ambisi nasional dalam mendorong konektivitas antarwilayah secara cepat dan efisien. Dengan waktu tempuh hanya 36 menit dari Jakarta ke Bandung, proyek ini diharapkan mampu memangkas jarak dan waktu secara signifikan. Namun, di balik ambisi besar tersebut, tersembunyi tantangan yang sangat kompleks, terutama dalam hal manajemen risiko yang melekat dalam proyek konstruksi berskala besar.
Penelitian ini mengadopsi pendekatan deskriptif kuantitatif dengan menggunakan kuesioner berbasis skala Likert dan wawancara kepada para profesional proyek. Pengolahan data dilakukan melalui severity index (SI) dan pengkategorian risiko berdasarkan matriks risiko PMBOK 2013. Penelitian ini tidak hanya mengandalkan persepsi lapangan dari 35 responden, tapi juga memvalidasi data melalui wawancara dengan tiga pakar berpengalaman lebih dari 15 tahun di bidang konstruksi jalan.
Lokasi penelitian difokuskan pada wilayah kerja subgrade 11A DK52+846 – DK53+372 di Karawang, dengan total panjang area 526 meter dan lebar 13,6 meter. Pelaksanaan proyek ini dilakukan oleh PT. Wijaya Karya (main kontraktor) dan PT. Eureka Putra Mandiri (subkontraktor), berlangsung selama 9 bulan dari Oktober 2020 hingga Juli 2021.
Temuan Utama: Identifikasi 38 Risiko dan 4 Risiko Dominan
Dari 41 variabel risiko yang diajukan, sebanyak 38 variabel lolos validasi dan digunakan dalam analisis. Berdasarkan hasil severity index dan matriks risiko, ditemukan bahwa:
1 risiko dikategorikan sebagai unacceptable.
14 risiko sebagai undesirable.
23 risiko sebagai acceptable.
0 risiko negligible.
Peneliti kemudian memfokuskan analisis pada 4 risiko dominan dengan dampak paling signifikan terhadap kelancaran proyek, yaitu:
Pengaruh Cuaca terhadap Aktivitas Konstruksi
Risiko ini memiliki probabilitas dan dampak tertinggi (kategori risiko tinggi). Hujan deras, genangan air, dan potensi banjir lokal mengganggu produktivitas dan menghambat mobilisasi alat berat.
Perubahan Spesifikasi Material antara Owner dan Kontraktor
Perbedaan persepsi atau kondisi lapangan menyebabkan material yang digunakan tidak sesuai dengan rencana awal, yang bisa berdampak pada kualitas struktur dan estimasi biaya proyek.
Terganggunya Mobilisasi Alat Berat akibat Medan yang Sulit
Akses ke lokasi proyek yang terjal dan rusak menyebabkan alat berat sulit masuk dan bekerja optimal. Hal ini menghambat progres pekerjaan dan berpotensi meningkatkan biaya operasional.
Kerusakan Jalan Akses Proyek yang Menghambat Pengiriman Material
Jalan rusak, beban kendaraan berat, dan cuaca buruk memperparah kondisi akses jalan, menyebabkan keterlambatan material yang berdampak langsung pada timeline proyek.
Studi Kasus: Strategi Pengendalian Risiko di Lapangan
Sebagai bentuk mitigasi, penulis menyarankan pendekatan pengendalian risiko yang dikembangkan dari wawancara dengan pakar proyek. Beberapa strategi proaktif dan reaktif yang diusulkan antara lain:
Untuk cuaca ekstrem:
Memanfaatkan data klimatologi untuk menghindari bulan-bulan dengan curah hujan tinggi saat menyusun jadwal proyek.
Membuat sistem drainase sementara (parit) dan irigasi untuk menghindari genangan di area kerja.
Menegosiasikan klausul kontrak untuk rescheduling dan penyesuaian Analisa Harga Satuan (AHS) agar tidak menimbulkan penalti.
Untuk masalah spesifikasi material:
Mengkaji ulang penggunaan material baru dari segi teknis dan alat yang sesuai.
Menyusun ulang AHS untuk memperhitungkan biaya pengadaan dan penerapan material yang disesuaikan.
Untuk mobilisasi alat berat:
Menyediakan alat berat cadangan seperti excavator atau bulldozer di lokasi sulit dijangkau.
Menentukan penanggung jawab atas akses proyek dan menegosiasikan pemeliharaan akses dalam kontrak.
Untuk masalah pengiriman material:
Menyiapkan stockpile sementara di area yang dapat dijangkau dump truck.
Melakukan double handling untuk mengangkut material dari stockpile ke lokasi kerja.
Memastikan kendaraan pengangkut dalam kondisi optimal untuk menghindari kerusakan akses akibat beban statis.
Kritik dan Saran: Menuju Manajemen Risiko yang Lebih Tangguh
Salah satu kekuatan utama dari paper ini adalah keterlibatan aktif tim proyek dan validasi ahli dalam menyusun langkah mitigasi yang konkret. Namun, penelitian ini akan lebih kaya bila turut membandingkan hasilnya dengan proyek subgrade serupa di luar negeri, seperti High-Speed Rail di Tiongkok atau Eropa. Ini akan memperluas cakrawala pembaca mengenai standar global dalam mitigasi risiko.
Selain itu, metode severity index yang digunakan memang efektif dalam kuantifikasi risiko, namun akan lebih menarik jika disandingkan dengan pendekatan lain seperti FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) atau Monte Carlo Simulation untuk memberikan lapisan analisis probabilistik yang lebih dalam.
Relevansi dan Implikasi terhadap Industri Konstruksi di Indonesia
Studi ini sangat relevan bagi para praktisi teknik sipil dan manajer proyek di Indonesia, terutama yang terlibat dalam proyek berskala besar. Dalam iklim geografis tropis seperti Indonesia, risiko cuaca bukanlah sesuatu yang bisa diabaikan. Selain itu, pendekatan paper ini menunjukkan pentingnya fleksibilitas dalam pengelolaan kontrak dan pengambilan keputusan berbasis data lapangan yang aktual.
Studi ini juga mencerminkan pentingnya manajemen logistik proyek: mulai dari spesifikasi teknis, pemilihan material yang tepat, hingga perencanaan rute distribusi. Gagalnya antisipasi pada faktor-faktor ini akan berdampak bukan hanya pada jadwal, tetapi juga pada anggaran dan kualitas proyek.
Kesimpulan: Menuju Pengelolaan Risiko Proyek Infrastruktur yang Lebih Adaptif
Paper ini memberikan kontribusi penting terhadap literatur manajemen risiko di proyek infrastruktur di Indonesia. Dengan menyisir aspek cuaca, spesifikasi teknis, logistik, dan kontraktual secara bersamaan, penulis mampu menunjukkan bahwa risiko proyek bukan hanya masalah teknis, tetapi juga manajerial dan strategis.
Melalui studi kasus pada proyek Subgrade Kereta Cepat Jakarta–Bandung, kita belajar bahwa:
Antisipasi terhadap cuaca ekstrem dan medan yang sulit harus dimasukkan sejak tahap perencanaan proyek.
Negosiasi kontrak tidak hanya soal harga, tapi juga tentang fleksibilitas menghadapi dinamika di lapangan.
Sinergi antara kontraktor utama, subkontraktor, dan manajemen proyek sangat menentukan efektivitas penanganan risiko.
Dalam konteks pembangunan infrastruktur nasional ke depan, hasil penelitian ini menekankan bahwa kesiapan teknis saja tidak cukup. Manajemen risiko yang holistik dan responsif adalah kunci untuk menjamin keberhasilan proyek berskala besar di tengah ketidakpastian yang kerap muncul di dunia konstruksi.
Sumber asli artikel:
Dicky Ferryawan, Akhmad Dofir. "Evaluasi Manajemen Risiko pada Pelaksanaan Pekerjaan Perkerasan Subgrade (Studi Kasus Proyek Subgrade Kereta Cepat Jakarta - Bandung)." Jurnal Artesis, Vol.2 (2): 110-115. Fakultas Teknik, Universitas Pancasila.
Manajemen Risiko
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 15 Mei 2025
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan tantangan utama bagi perusahaan, terutama dalam manajemen risiko pekerjaan. Paper berjudul “Occupational Risk Management in OHS Based on Risk Assessment and Control” oleh Aleksandra Kuzior dan Grzegorz Kopij membahas pentingnya penilaian risiko yang akurat untuk mengurangi kecelakaan kerja dan meningkatkan produktivitas.
Dalam dunia industri yang terus berkembang, penerapan sistem K3 yang efektif dapat berdampak signifikan terhadap kesejahteraan pekerja dan profitabilitas perusahaan. Paper ini menyoroti bagaimana banyak perusahaan masih mengabaikan hubungan antara penilaian risiko yang buruk dengan meningkatnya absensi pekerja dan biaya kecelakaan kerja.
Metode yang digunakan dalam mengelola risiko kerja melalui pendekatan yang sistematis. Tiga aspek utama yang dibahas dalam penelitian ini meliputi:
Paper ini menyoroti bahwa perusahaan yang menerapkan penilaian risiko yang sistematis dapat mengurangi tingkat kecelakaan kerja, menurunkan biaya kompensasi tenaga kerja, serta meningkatkan efisiensi produksi secara keseluruhan.
Beberapa temuan penting dalam penelitian ini meliputi:
Pendekatan proaktif dalam manajemen risiko K3 dapat memberikan manfaat besar bagi perusahaan, antara lain:
Pentingnya integrasi sistem manajemen risiko dalam operasi perusahaan untuk mengurangi kecelakaan kerja dan meningkatkan efisiensi. Dengan menerapkan strategi pengendalian risiko yang tepat, perusahaan dapat mengurangi biaya, meningkatkan keselamatan, dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih produktif.
Untuk penelitian selanjutnya, disarankan agar dilakukan analisis lebih lanjut mengenai efektivitas teknologi digital dalam mempermudah manajemen risiko dan meningkatkan kepatuhan pekerja terhadap standar K3.
Sumber Artikel:
Kuzior, A. & Kopij, G. (2024). Occupational Risk Management in OHS Based on Risk Assessment and Control. System Safety: Human - Technical Facility - Environment, 6(1).