Keselamatan Kebakaran
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 16 Maret 2025
Keselamatan kebakaran di rumah sakit menjadi salah satu aspek penting dalam manajemen risiko bencana, terutama karena rumah sakit memiliki berbagai sumber potensi bahaya, seperti peralatan listrik, bahan kimia mudah terbakar, dan dapur operasional.
Indonesia, sebagai negara yang rentan terhadap perubahan iklim, mengalami peningkatan suhu global yang berkontribusi terhadap risiko kebakaran di berbagai sektor, termasuk fasilitas kesehatan. Rumah sakit memiliki karakteristik unik dalam penanganan kebakaran karena melibatkan evakuasi pasien yang mungkin tidak dapat bergerak secara mandiri. Oleh karena itu, perawat memiliki peran penting dalam kesiapsiagaan terhadap kebakaran.
Studi ini bertujuan untuk menilai tingkat pengetahuan perawat tentang kebakaran dan menghubungkannya dengan kesiapsiagaan mereka dalam menghadapi bencana. Dengan pendekatan cross-sectional, penelitian ini memberikan gambaran komprehensif tentang kesiapan perawat dalam menghadapi kebakaran.
Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional. Data dikumpulkan melalui kuesioner yang diberikan kepada 71 perawat di instalasi rawat inap Rumah Sakit X, Klaten. Responden dipilih menggunakan metode simple random sampling, dengan fokus pada perawat dewasa yang bekerja di rumah sakit tersebut.
Variabel yang diteliti meliputi:
Analisis data dilakukan dengan uji korelasi Sommers' D untuk menilai hubungan antara kedua variabel tersebut.
Karakteristik Responden
Pengetahuan Perawat tentang Kebakaran
Sebagian besar perawat (77,5%) memiliki pengetahuan yang baik tentang kebakaran. Faktor ini dianggap penting karena pemahaman yang memadai mengenai kebakaran dapat meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana.
Kesiapsiagaan dalam Respons Kebakaran
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 73,2% responden berada dalam kategori "Siap" dalam menghadapi bencana kebakaran. Hal ini mencerminkan tingkat kesiapan yang cukup baik, meskipun masih terdapat 26,8% perawat yang belum siap.
Analisis Korelasi
Implikasi dan Rekomendasi
1. Peningkatan Pelatihan dan Simulasi Kebakaran
Diperlukan pelatihan rutin yang lebih intensif, setidaknya dua kali dalam setahun, untuk meningkatkan kesiapsiagaan perawat. Simulasi kebakaran harus mencakup prosedur evakuasi pasien dan penggunaan alat pemadam kebakaran.
2. Peningkatan Kesadaran dan Pendidikan
Rumah sakit harus mengintegrasikan kurikulum keselamatan kebakaran dalam program pelatihan perawat. Perawat yang memiliki pemahaman yang lebih baik akan lebih siap dalam menghadapi bencana.
3. Penguatan Prosedur Darurat di Rumah Sakit
Perlu dilakukan evaluasi terhadap sistem alarm kebakaran, rencana evakuasi, dan fasilitas pemadam kebakaran yang tersedia di rumah sakit untuk memastikan semuanya berfungsi dengan baik.
4. Pemanfaatan Teknologi dalam Pelatihan Kesiapsiagaan
Teknologi seperti virtual reality (VR) dapat digunakan untuk memberikan simulasi kebakaran yang lebih realistis bagi perawat, membantu mereka memahami prosedur evakuasi dengan lebih baik.
Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi signifikan antara pengetahuan kebakaran dan kesiapsiagaan perawat dalam menghadapi bencana di rumah sakit. Meskipun hubungan ini tidak terlalu kuat, peningkatan edukasi dan pelatihan dapat menjadi langkah efektif untuk meningkatkan kesiapan perawat dalam menghadapi kebakaran. Dengan menerapkan strategi yang lebih baik dalam pelatihan, pendidikan, dan prosedur keselamatan, rumah sakit dapat memastikan bahwa tenaga medisnya siap menghadapi kebakaran dengan respons yang cepat dan efektif.
Sumber Artikel
Setyawan, H., Nugraheni, A. M., Haryati, S., Qadrijati, I., Fajariani, R., Wardani, T. L., Atmojo, T. B., & Sjarifah, I. (2021). The Correlation of Fire Knowledge toward Disasters Response and Preparedness Practice among Hospital Nurse Klaten Central Java, Indonesia. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 724(1), 012041.
Keselamatan Kebakaran
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 16 Maret 2025
Keselamatan kebakaran dalam infrastruktur kritis merupakan aspek penting dalam mencegah bencana besar yang dapat mengancam nyawa dan aset berharga. Dalam analisis ini, penulis membandingkan sistem tanggap darurat di Amerika Serikat dengan wilayah lain serta menyarankan langkah-langkah mitigasi yang dapat diterapkan dalam berbagai sektor, khususnya di terminal minyak dan gas.
Penelitian ini mengidentifikasi lima tantangan utama yang dihadapi dalam kesiapsiagaan respons darurat kebakaran di sektor infrastruktur kritis:
Strategi untuk Meningkatkan Keselamatan Kebakaran
1. Instalasi Sistem Pemadam Kebakaran yang Terintegrasi
2. Peningkatan Pelatihan dan Simulasi Tanggap Darurat
3. Penguatan Kerja Sama dan Perjanjian Kolaboratif
4. Pembentukan Pusat Komando Insiden dan Ruang Kontrol Darurat
5. Optimalisasi Infrastruktur Akses Darurat
Penelitian ini menyoroti keunggulan sistem komando insiden (Incident Command System/ICS) yang diterapkan di Amerika Serikat. Sistem ini memungkinkan penyatuan semua sumber daya, tenaga kerja, dan informasi dalam satu pusat komando. Hal ini sangat kontras dengan banyak wilayah lain yang masih mengandalkan sistem independen tanpa koordinasi antarinstansi. Contohnya, pada kebakaran besar di fasilitas minyak dan gas di Texas, keberadaan pusat komando yang terpusat memungkinkan alokasi sumber daya yang cepat dan efisien, sehingga kebakaran dapat dikendalikan dalam waktu lebih singkat dibandingkan dengan kasus serupa di Timur Tengah yang mengalami keterlambatan respons akibat kurangnya koordinasi.
Paper ini memberikan rekomendasi yang sangat berharga bagi sektor infrastruktur kritis, khususnya dalam industri minyak dan gas. Namun, ada beberapa aspek yang dapat dikembangkan lebih lanjut:
Paper Emergency Response Preparedness oleh Sibanda dan Hansen memberikan wawasan mendalam mengenai tantangan dan solusi dalam meningkatkan kesiapsiagaan respons darurat kebakaran di sektor infrastruktur kritis. Dengan menerapkan strategi seperti pembangunan sistem pemadam kebakaran yang terintegrasi, peningkatan pelatihan, serta pembentukan pusat komando insiden, risiko kebakaran dapat diminimalisir secara signifikan. Sistem komando insiden yang telah berhasil diterapkan di Amerika Serikat dapat menjadi model bagi negara lain dalam meningkatkan efektivitas tanggap darurat kebakaran. Penerapan teknologi modern serta kerja sama lintas sektor juga menjadi faktor kunci dalam membangun sistem keselamatan yang lebih tangguh dan adaptif terhadap tantangan masa depan.
Sumber Artikel
Sibanda, M. & Hansen, C.T. (2022). Emergency Response Preparedness; Fourteen Strategies to Increase Fire Safety in Critical Infrastructure Sectors in Response to the Five Discovered Challenges. University of Applied Research & Development, Auckland.
Keselamatan Kebakaran
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 15 Maret 2025
Kebakaran merupakan salah satu bencana paling destruktif yang dapat mengancam keselamatan manusia, infrastruktur, dan lingkungan. Penelitian ini menggunakan pendekatan data-driven dengan menganalisis data kebakaran dari tahun 1996 hingga 2021. Data yang digunakan mencakup:
Dengan data ini, penelitian membagi analisis pencegahan kebakaran menjadi tiga kategori utama: deteksi kebakaran dan gas, pencegahan kebakaran pada peralatan listrik, serta pencegahan kebakaran pada sistem energi generasi baru.
Hasil dan Pembahasan
Pencegahan kebakaran melalui deteksi dini menggunakan berbagai sensor, termasuk:
Penelitian menemukan bahwa rumah yang dilengkapi detektor asap memiliki tingkat kematian akibat kebakaran 50% lebih rendah dibandingkan rumah tanpa detektor. Faktor listrik merupakan penyebab utama kebakaran dalam bangunan, terutama akibat kegagalan mekanis, percikan busur listrik (arc fault), dan panas berlebih. Penelitian ini membahas beberapa inovasi dalam pencegahan kebakaran listrik, termasuk:
Studi ini menunjukkan bahwa peralatan listrik yang lebih tua memiliki risiko kebakaran yang lebih tinggi, sehingga inspeksi berkala dan pembaruan infrastruktur listrik sangat penting. Sumber energi generasi baru, seperti panel surya, sistem penyimpanan energi (ESS), dan sel bahan bakar hidrogen, memiliki risiko kebakaran yang unik.
Berdasarkan temuan penelitian, ada beberapa langkah strategis yang disarankan untuk meningkatkan pencegahan kebakaran:
Kesimpulan
Dengan implementasi strategi ini, diharapkan tingkat kebakaran dan dampaknya di Korea Selatan dapat dikurangi secara signifikan.
Sumber Artikel
Hoon-Gi Lee, Ui-Nam Son, Seung-Mo Je, Jun-Ho Huh, Jae-Hun Lee. Overview of Fire Prevention Technologies by Cause of Fire: Selection of Causes Based on Fire Statistics in the Republic of Korea. Processes, Vol. 11, 2023, 244.
Keselamatan Kebakaran
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 15 Maret 2025
Kebakaran di lingkungan hunian merupakan ancaman besar terhadap keselamatan masyarakat dan sering kali menyebabkan cedera serius serta kerugian ekonomi yang signifikan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan grounded theory, yang memungkinkan eksplorasi mendalam terhadap faktor-faktor penyebab cedera kebakaran. Penelitian dilakukan di Iran pada tahun 2017, dengan melibatkan 25 partisipan yang terdiri dari petugas pemadam kebakaran, tenaga medis, korban kebakaran, dan pakar kebakaran. Data dikumpulkan melalui wawancara semi-terstruktur, observasi langsung, serta analisis dokumen terkait. Proses analisis data menggunakan pendekatan Strauss dan Corbin, dengan metode open coding, axial coding, dan selective coding untuk mengidentifikasi variabel inti yang berpengaruh terhadap cedera kebakaran di hunian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kurangnya pendekatan komprehensif terhadap pencegahan cedera akibat kebakaran menjadi variabel inti yang mempengaruhi keselamatan penghuni bangunan. Faktor-faktor penyebab utama diklasifikasikan dalam empat kategori besar:
Beberapa masalah utama yang diidentifikasi dalam kategori ini meliputi:
Sebagai contoh, dalam salah satu kejadian kebakaran di sebuah apartemen tujuh lantai di Iran, api menyebar dengan cepat karena tangga dan lift ditempatkan di lokasi yang sama tanpa sekat pelindung. Akibatnya, penghuni mengalami kesulitan dalam proses evakuasi, yang meningkatkan jumlah korban.
Kurangnya budaya keselamatan di masyarakat, dengan banyak penghuni yang tidak menganggap keselamatan kebakaran sebagai prioritas. Ketidakefektifan regulasi dan pengawasan, di mana pemerintah tidak memiliki kebijakan yang kuat terkait dengan standar keselamatan bangunan. Masalah ekonomi, seperti harga tinggi peralatan keselamatan kebakaran, membuat banyak warga enggan untuk memasang alat pemadam atau alarm asap.
Salah satu contoh konkret adalah banyaknya pemilik rumah yang memilih kabel listrik dengan diameter lebih kecil untuk menghemat biaya, yang pada akhirnya menyebabkan korsleting dan memicu kebakaran.
Sebagai ilustrasi, terdapat kasus di mana seorang ibu meletakkan selimut anaknya di atas pemanas, yang kemudian terbakar dan menyebabkan kebakaran besar di rumah tersebut.
Kendala dalam Layanan Penyelamatan
Contoh nyata terjadi ketika mobil pemadam kebakaran tidak dapat mencapai lokasi kebakaran karena jalan yang sempit dan penuh kendaraan parkir, menyebabkan keterlambatan dalam pemadaman api dan meningkatkan jumlah korban jiwa.
Kesimpulan
Rekomendasi
Dengan mengimplementasikan rekomendasi ini, diharapkan angka cedera dan kematian akibat kebakaran di hunian dapat dikurangi secara signifikan.
Sumber Artikel
Mohammadreza Shokouhi, Khadijeh Nasiriani, Hamidreza Khankeh, Hosein Fallahzadeh, Davoud Khorasani-Zavareh. Exploring Barriers and Challenges in Protecting Residential Fire-Related Injuries: A Qualitative Study. Journal of Injury & Violence Research, Vol. 11, No. 1, 2019, 81-92.
Keselamatan Kebakaran
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 14 Maret 2025
Dalam dunia industri, penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) menjadi aspek krusial yang bertujuan untuk mengurangi risiko kecelakaan kerja, termasuk kebakaran. PT. Putra Perkasa Abadi, perusahaan kontraktor pertambangan batubara yang beroperasi di Kalimantan Selatan, menyadari pentingnya memiliki Emergency Response Plan (ERP) yang efektif guna melindungi karyawan serta aset perusahaan dari bencana kebakaran.
Penelitian ini bertujuan untuk menyusun perencanaan ERP dan menentukan lokasi serta jenis Alat Pemadam Api Ringan (APAR) yang optimal di gedung office PT. Putra Perkasa Abadi. Metode yang digunakan adalah kuantitatif-deskriptif, dengan pendekatan identifikasi fire hazard, perencanaan jalur evakuasi, dan optimasi pemasangan APAR menggunakan metode set covering.
Penelitian ini melibatkan tiga tahap utama:
Penelitian mengidentifikasi berbagai sumber kebakaran di dalam gedung, antara lain:
Sebagian besar kebakaran yang terjadi di kantor umumnya berkaitan dengan korsleting listrik, yang merupakan penyebab utama 80% kebakaran gedung di Indonesia berdasarkan data Kementerian PUPR.
Evaluasi Jalur Evakuasi
Optimasi Pemasangan APAR
Jenis APAR yang digunakan di gedung ini adalah:
Lokasi pemasangan APAR ditentukan berdasarkan:
Metode set covering digunakan untuk mengoptimalkan lokasi pemasangan APAR, sehingga jumlah alat yang digunakan tetap efisien tetapi tetap memberikan perlindungan maksimal.
Komunikasi Darurat
Untuk memastikan respons cepat dalam situasi kebakaran, setiap ruangan akan dilengkapi dengan:
Sebagai perbandingan, studi ini mengulas beberapa insiden kebakaran yang terjadi di gedung perkantoran di Indonesia, termasuk:
1. Kebakaran Gedung Cyber 1 Jakarta (2021)
2. Kebakaran Gedung Keuangan Negara Jakarta (2020)
Dari studi kasus ini, terlihat bahwa kurangnya perencanaan ERP yang baik serta sistem deteksi kebakaran yang tidak optimal dapat memperburuk dampak kebakaran.
1. Peningkatan Kesadaran dan Pelatihan Karyawan
2. Optimalisasi Jalur Evakuasi dan Meeting Point
3. Peningkatan Sistem Proteksi Kebakaran
4. Peningkatan Infrastruktur Teknologi Keselamatan
Penelitian ini menunjukkan bahwa perencanaan Emergency Response Plan (ERP) dan penentuan lokasi APAR di gedung office PT. Putra Perkasa Abadi masih perlu ditingkatkan. Dengan menerapkan rekomendasi yang telah disebutkan, perusahaan dapat Meningkatkan efektivitas evakuasi dalam keadaan darurat. Meminimalkan risiko korban jiwa dan kerusakan materiil akibat kebakaran. Meningkatkan kepatuhan terhadap regulasi keselamatan kerja yang berlaku. Implementasi yang lebih baik dari sistem ERP dan optimasi proteksi kebakaran akan membantu menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman dan terlindungi dari ancaman kebakaran.
Sumber Asli Paper
Apgani, M. J. A., Fachruzzaki, & Lestari, R. (2023). Perencanaan Emergency Response Plan (ERP) dan Penentuan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) pada Gedung Office PT. Putra Perkasa Abadi. Jurnal Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan, 4(2), 113-120.
Keselamatan Kebakaran
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 14 Maret 2025
Kebakaran di gedung tinggi merupakan salah satu risiko terbesar dalam dunia konstruksi dan perkantoran. Tanpa sistem manajemen keselamatan kebakaran (Fire Safety Management/FSM) yang baik, insiden kebakaran dapat menyebabkan kerugian finansial yang besar, korban jiwa, serta gangguan operasional. Studi ini mengevaluasi penerapan FSM di Grand Slipi Tower, Jakarta, sebuah gedung perkantoran 40 lantai dengan luas 79.492,32 m². Evaluasi dilakukan berdasarkan Human System (faktor manusia), Equipment System (sistem peralatan proteksi kebakaran), dan SOP (prosedur operasional baku) serta kepatuhannya terhadap regulasi teknis proteksi kebakaran di Indonesia.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik survei kuesioner yang dibagikan kepada 55 responden dari total 122 staf pengelola gedung.
Tiga variabel utama yang diteliti adalah:
Analisis data dilakukan dengan menggunakan regresi linier sederhana dan uji statistik t-test dan F-test untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel terhadap tingkat kepatuhan terhadap standar keselamatan kebakaran. Berdasarkan hasil analisis, faktor manusia (Human System) memiliki pengaruh sebesar 71,3% terhadap kepatuhan standar kebakaran.
Beberapa temuan penting terkait faktor manusia adalah:
Sistem proteksi kebakaran yang digunakan di gedung ini mencakup fire alarm, alat pemadam api ringan (APAR), sprinkler, dan hydrant. Namun, penelitian menemukan bahwa tingkat efektivitas sistem peralatan hanya mencapai 64,8% dari standar ideal. Beberapa masalah yang ditemukan adalah:
Beberapa kendala dalam penerapan SOP antara lain:
Ketika ketiga variabel (Human System, Equipment System, dan SOP) dikombinasikan, pengaruhnya terhadap kepatuhan terhadap standar keselamatan kebakaran mencapai 83,1%. Hal ini menunjukkan bahwa keselamatan kebakaran tidak hanya bergantung pada satu aspek saja, tetapi harus melibatkan sumber daya manusia, peralatan yang memadai, serta SOP yang jelas dan diterapkan secara konsisten.
Sebagai perbandingan, studi ini mengulas beberapa insiden kebakaran di Jakarta yang terjadi akibat kurangnya penerapan FSM, antara lain:
Kedua kasus ini menunjukkan bahwa tanpa FSM yang baik, kebakaran bisa menyebabkan kerugian besar dan menghambat operasional perusahaan dalam jangka panjang. Berdasarkan hasil penelitian, beberapa rekomendasi yang dapat diterapkan di Grand Slipi Tower dan gedung perkantoran lainnya adalah:
1. Peningkatan Kesadaran dan Pelatihan Karyawan
2. Optimalisasi Sistem Proteksi Kebakaran
3. Penyesuaian SOP dengan Standar Internasional
Studi ini menegaskan bahwa Fire Safety Management (FSM) di Grand Slipi Tower masih perlu ditingkatkan, terutama dalam aspek pelatihan karyawan, sistem peralatan proteksi kebakaran, dan penerapan SOP.
Dengan menerapkan strategi perbaikan yang telah direkomendasikan, gedung ini dapat:
✔ Meningkatkan kesiapan dalam menghadapi kebakaran.
✔ Meminimalkan potensi korban jiwa dan kerugian finansial.
✔ Mematuhi standar keselamatan kebakaran yang berlaku.
Implementasi FSM yang lebih baik tidak hanya akan meningkatkan keselamatan penghuni gedung, tetapi juga memastikan keberlanjutan operasional bisnis dalam jangka panjang.
Sumber
Effendie, M. I. N. (2017). Penerapan Fire Safety Management pada Bangunan Gedung Grand Slipi Tower Dikaitkan dengan Pemenuhan Peraturan dan Standar Teknis Proteksi Kebakaran. Jurnal Media Teknik & Sistem Industri, 1(1), 66-71.