Keselamatan Kebakaran
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 21 Februari 2025
Dalam dunia industri, penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) menjadi aspek krusial yang bertujuan untuk mengurangi risiko kecelakaan kerja, termasuk kebakaran. PT. Putra Perkasa Abadi, perusahaan kontraktor pertambangan batubara yang beroperasi di Kalimantan Selatan, menyadari pentingnya memiliki Emergency Response Plan (ERP) yang efektif guna melindungi karyawan serta aset perusahaan dari bencana kebakaran.
Penelitian ini bertujuan untuk menyusun perencanaan ERP dan menentukan lokasi serta jenis Alat Pemadam Api Ringan (APAR) yang optimal di gedung office PT. Putra Perkasa Abadi. Metode yang digunakan adalah kuantitatif-deskriptif, dengan pendekatan identifikasi fire hazard, perencanaan jalur evakuasi, dan optimasi pemasangan APAR menggunakan metode set covering.
Penelitian ini melibatkan tiga tahap utama:
Penelitian mengidentifikasi berbagai sumber kebakaran di dalam gedung, antara lain:
Sebagian besar kebakaran yang terjadi di kantor umumnya berkaitan dengan korsleting listrik, yang merupakan penyebab utama 80% kebakaran gedung di Indonesia berdasarkan data Kementerian PUPR.
Evaluasi Jalur Evakuasi
Optimasi Pemasangan APAR
Jenis APAR yang digunakan di gedung ini adalah:
Lokasi pemasangan APAR ditentukan berdasarkan:
Metode set covering digunakan untuk mengoptimalkan lokasi pemasangan APAR, sehingga jumlah alat yang digunakan tetap efisien tetapi tetap memberikan perlindungan maksimal.
Komunikasi Darurat
Untuk memastikan respons cepat dalam situasi kebakaran, setiap ruangan akan dilengkapi dengan:
Sebagai perbandingan, studi ini mengulas beberapa insiden kebakaran yang terjadi di gedung perkantoran di Indonesia, termasuk:
1. Kebakaran Gedung Cyber 1 Jakarta (2021)
2. Kebakaran Gedung Keuangan Negara Jakarta (2020)
Dari studi kasus ini, terlihat bahwa kurangnya perencanaan ERP yang baik serta sistem deteksi kebakaran yang tidak optimal dapat memperburuk dampak kebakaran.
1. Peningkatan Kesadaran dan Pelatihan Karyawan
2. Optimalisasi Jalur Evakuasi dan Meeting Point
3. Peningkatan Sistem Proteksi Kebakaran
4. Peningkatan Infrastruktur Teknologi Keselamatan
Penelitian ini menunjukkan bahwa perencanaan Emergency Response Plan (ERP) dan penentuan lokasi APAR di gedung office PT. Putra Perkasa Abadi masih perlu ditingkatkan. Dengan menerapkan rekomendasi yang telah disebutkan, perusahaan dapat Meningkatkan efektivitas evakuasi dalam keadaan darurat. Meminimalkan risiko korban jiwa dan kerusakan materiil akibat kebakaran. Meningkatkan kepatuhan terhadap regulasi keselamatan kerja yang berlaku. Implementasi yang lebih baik dari sistem ERP dan optimasi proteksi kebakaran akan membantu menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman dan terlindungi dari ancaman kebakaran.
Sumber Asli Paper
Apgani, M. J. A., Fachruzzaki, & Lestari, R. (2023). Perencanaan Emergency Response Plan (ERP) dan Penentuan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) pada Gedung Office PT. Putra Perkasa Abadi. Jurnal Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan, 4(2), 113-120.
Keselamatan Kebakaran
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 21 Februari 2025
Kebakaran di gedung tinggi merupakan salah satu risiko terbesar dalam dunia konstruksi dan perkantoran. Tanpa sistem manajemen keselamatan kebakaran (Fire Safety Management/FSM) yang baik, insiden kebakaran dapat menyebabkan kerugian finansial yang besar, korban jiwa, serta gangguan operasional. Studi ini mengevaluasi penerapan FSM di Grand Slipi Tower, Jakarta, sebuah gedung perkantoran 40 lantai dengan luas 79.492,32 m². Evaluasi dilakukan berdasarkan Human System (faktor manusia), Equipment System (sistem peralatan proteksi kebakaran), dan SOP (prosedur operasional baku) serta kepatuhannya terhadap regulasi teknis proteksi kebakaran di Indonesia.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik survei kuesioner yang dibagikan kepada 55 responden dari total 122 staf pengelola gedung.
Tiga variabel utama yang diteliti adalah:
Analisis data dilakukan dengan menggunakan regresi linier sederhana dan uji statistik t-test dan F-test untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel terhadap tingkat kepatuhan terhadap standar keselamatan kebakaran. Berdasarkan hasil analisis, faktor manusia (Human System) memiliki pengaruh sebesar 71,3% terhadap kepatuhan standar kebakaran.
Beberapa temuan penting terkait faktor manusia adalah:
Sistem proteksi kebakaran yang digunakan di gedung ini mencakup fire alarm, alat pemadam api ringan (APAR), sprinkler, dan hydrant. Namun, penelitian menemukan bahwa tingkat efektivitas sistem peralatan hanya mencapai 64,8% dari standar ideal. Beberapa masalah yang ditemukan adalah:
Beberapa kendala dalam penerapan SOP antara lain:
Ketika ketiga variabel (Human System, Equipment System, dan SOP) dikombinasikan, pengaruhnya terhadap kepatuhan terhadap standar keselamatan kebakaran mencapai 83,1%. Hal ini menunjukkan bahwa keselamatan kebakaran tidak hanya bergantung pada satu aspek saja, tetapi harus melibatkan sumber daya manusia, peralatan yang memadai, serta SOP yang jelas dan diterapkan secara konsisten.
Sebagai perbandingan, studi ini mengulas beberapa insiden kebakaran di Jakarta yang terjadi akibat kurangnya penerapan FSM, antara lain:
Kedua kasus ini menunjukkan bahwa tanpa FSM yang baik, kebakaran bisa menyebabkan kerugian besar dan menghambat operasional perusahaan dalam jangka panjang. Berdasarkan hasil penelitian, beberapa rekomendasi yang dapat diterapkan di Grand Slipi Tower dan gedung perkantoran lainnya adalah:
1. Peningkatan Kesadaran dan Pelatihan Karyawan
2. Optimalisasi Sistem Proteksi Kebakaran
3. Penyesuaian SOP dengan Standar Internasional
Studi ini menegaskan bahwa Fire Safety Management (FSM) di Grand Slipi Tower masih perlu ditingkatkan, terutama dalam aspek pelatihan karyawan, sistem peralatan proteksi kebakaran, dan penerapan SOP.
Dengan menerapkan strategi perbaikan yang telah direkomendasikan, gedung ini dapat:
✔ Meningkatkan kesiapan dalam menghadapi kebakaran.
✔ Meminimalkan potensi korban jiwa dan kerugian finansial.
✔ Mematuhi standar keselamatan kebakaran yang berlaku.
Implementasi FSM yang lebih baik tidak hanya akan meningkatkan keselamatan penghuni gedung, tetapi juga memastikan keberlanjutan operasional bisnis dalam jangka panjang.
Sumber
Effendie, M. I. N. (2017). Penerapan Fire Safety Management pada Bangunan Gedung Grand Slipi Tower Dikaitkan dengan Pemenuhan Peraturan dan Standar Teknis Proteksi Kebakaran. Jurnal Media Teknik & Sistem Industri, 1(1), 66-71.
Keselamatan Kebakaran
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 21 Februari 2025
Kebakaran di bangunan bertingkat tinggi menjadi tantangan besar bagi petugas pemadam kebakaran di banyak kota, termasuk Rawalpindi, Pakistan. Salah satu insiden kebakaran paling tragis terjadi di Ghakkar Plaza, Rawalpindi, pada 2008, yang menewaskan 13 petugas pemadam kebakaran. Kejadian ini menyoroti berbagai kelemahan dalam sistem tanggap darurat kebakaran, seperti kurangnya koordinasi, keterbatasan sumber daya, dan ketidakpatuhan terhadap peraturan keselamatan gedung.
Studi ini bertujuan untuk mengeksplorasi pandangan pemadam kebakaran mengenai cara meningkatkan respons darurat kebakaran di bangunan tinggi. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, penelitian ini melibatkan 25 petugas pemadam kebakaran dari lima stasiun penyelamatan di Rawalpindi serta dua diskusi kelompok terfokus (focus group discussion) dengan 10 peserta.
Penelitian ini menggunakan metode wawancara semi-terstruktur dan diskusi kelompok terfokus untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi respons darurat kebakaran. Terdapat empat aspek utama yang diteliti:
Berdasarkan wawancara, 95% responden menyatakan bahwa kurangnya peralatan dan kendaraan pemadam kebakaran menjadi tantangan utama dalam operasi pemadaman kebakaran di bangunan tinggi.
Sebanyak 90% responden melaporkan bahwa kurangnya koordinasi dengan dinas lalu lintas dan kepolisian menghambat respons kebakaran.
Menurut 95% responden, banyak bangunan di Rawalpindi yang tidak mematuhi peraturan keselamatan kebakaran.
Meskipun sebagian besar petugas telah mendapatkan pelatihan dasar, 70% responden menyatakan bahwa mereka membutuhkan pelatihan lanjutan dalam menangani kebakaran gedung tinggi.
Salah satu insiden kebakaran paling tragis yang dianalisis dalam penelitian ini adalah kebakaran di Ghakkar Plaza pada 20 Desember 2008.
Insiden ini menunjukkan pentingnya implementasi sistem keselamatan kebakaran yang lebih ketat, termasuk inspeksi rutin terhadap gedung bertingkat tinggi dan peningkatan kapasitas tim pemadam kebakaran. Berdasarkan hasil penelitian, beberapa langkah dapat dilakukan untuk meningkatkan efektivitas respons kebakaran di Rawalpindi:
1. Peningkatan Infrastruktur dan Peralatan Pemadam Kebakaran
2. Meningkatkan Koordinasi Antar-Instansi
3. Memperketat Standar Keselamatan Gedung
4. Peningkatan Kapasitas dan Pelatihan Pemadam Kebakaran
Studi ini menegaskan bahwa respons pemadam kebakaran di Rawalpindi masih menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam aspek sumber daya, koordinasi antar-lembaga, dan kepatuhan terhadap standar keselamatan gedung. Dengan meningkatkan infrastruktur, memperkuat koordinasi, serta menerapkan regulasi yang lebih ketat, keselamatan publik dalam kebakaran bangunan tinggi dapat ditingkatkan secara signifikan.
Sumber
Akhter, S. (2014). Firefighters’ View on Improving Fire Emergency Response: A Case Study of Rawalpindi. International Journal of Humanities and Social Science, 4(7), 143-149.
Keselamatan Kebakaran
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 21 Februari 2025
Keselamatan kebakaran di fasilitas medis menjadi perhatian utama, terutama karena tingginya kadar oksigen di rumah sakit yang dapat mempercepat penyebaran api. Selain itu, mobilitas terbatas pasien juga meningkatkan risiko dalam proses evakuasi darurat. Paper ini mengeksplorasi simulasi kebakaran dan evakuasi untuk menilai Required Safe Evacuation Time (RSET) dan Available Safe Evacuation Time (ASET) menggunakan perangkat lunak Fire Dynamic Simulator (FDS) dan Pathfinder. Penelitian ini menemukan bahwa kadar oksigen yang lebih tinggi dapat mengurangi waktu aman evakuasi hingga kurang dari 150 detik, menjadikan tindakan mitigasi sangat penting untuk keselamatan pasien dan tenaga medis.
Penelitian ini menggunakan pendekatan berbasis simulasi dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Dalam lingkungan normal, kadar oksigen atmosfer adalah 21%, namun di rumah sakit, terutama di ruang operasi atau ruang perawatan intensif, kadar ini bisa meningkat hingga 25%. Studi ini menemukan bahwa:
Paper ini membandingkan Required Safe Evacuation Time (RSET) dan Available Safe Evacuation Time (ASET):
Simulasi menunjukkan bahwa jika ASET lebih kecil dari RSET, maka penghuni tidak akan memiliki cukup waktu untuk melarikan diri.
Penelitian ini juga menguji berbagai skenario keterlambatan evakuasi (delay time), yang mencakup:
Hasilnya menunjukkan bahwa:
Penelitian ini menggunakan model simulasi jalur evakuasi Pathfinder untuk menguji efektivitas berbagai jalur keluar. Hasilnya menunjukkan bahwa:
Salah satu kejadian nyata yang diangkat dalam penelitian ini adalah ledakan tangki oksigen di rumah sakit Baghdad pada April 2021, yang menyebabkan 82 kematian dan ratusan korban luka.
Kasus ini menggarisbawahi pentingnya sistem mitigasi oksigen berlebih dan protokol evakuasi yang lebih efisien untuk fasilitas medis.
Berdasarkan temuan penelitian, beberapa langkah mitigasi yang direkomendasikan untuk meningkatkan keselamatan kebakaran di rumah sakit meliputi:
1. Kontrol Kadar Oksigen
2. Meningkatkan Sistem Deteksi Kebakaran
3. Optimalisasi Jalur Evakuasi
4. Penggunaan Teknologi dalam Evakuasi
Penelitian ini menunjukkan bahwa fasilitas medis dengan kadar oksigen tinggi memiliki risiko kebakaran yang jauh lebih besar dibandingkan bangunan biasa.
Dengan menerapkan rekomendasi ini, rumah sakit dapat mengurangi dampak kebakaran, meningkatkan efisiensi evakuasi, serta melindungi pasien dan tenaga medis dari risiko yang tidak perlu.
Sumber
Shaikh, M. A., Karim, R., Daniel, N. M., & Khan, M. A. (2024). Fire Safety Status and Evacuation of Medical Facility Considering Elevated Oxygen Concentrations. Heliyon, 10, e36847.