Kemaritiman
Dipublikasikan oleh Jovita Aurelia Sugihardja pada 25 April 2024
JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia dan Korea Selatan semakin memperkokoh kerja sama di bidang industri, antara lain terkait investasi pengembangan kawasan industri, industri kimia, industri baja, transfer teknologi, industri perkapalan, serta pengembangan kendaraan listrik. Dikatakan Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan dan Akses Industri Internasional (KPAII) Eko S.A.Cahyanto, peningkatan kerja sama tersebut tak terkecuali tentang penelitian-penelitian untuk pengembangan industri.
“Kedua negara sepakat untuk meningkatkan kerja sama, termasuk penelitian-penelitian dalam pengembangan sektor industri,” ujarnya, Jumat (25/2/2022).
Hasil tersebut merupakan poin-poin hasil Pertemuan ke-8 Kelompok Kerja bidang Kerja Sama Industri (Working Group on Industry Cooperation) yang dilaporkan pada Pertemuan Tingkat Menteri ke-I Komite Bersama untuk Kerja Sama Ekonomi (Joint Committee on Economic Cooperation) RI-Korea (JCEC RI-ROK) di Jakarta, Selasa (22/2/2022) lalu.
Pertemuan dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dengan Menteri Perdagangan, Industri dan Energi (MOTIE) Republik Korea Moon Sung-wook beserta jajarannya, serta turut dihadiri Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.
Kemenperin selaku focal point WGIC mengangkat beberapa agenda peningkatan kerja sama di bidang industri antara kedua negara. Adapun Kerja sama yang akan didorong antara lain pengembangan kendaraan listrik atau electric vehicle (EV).
Dalam hal ini, Pemerintah Indonesia memberikan dukungan dalam pengembangannya melalui Peraturan Pemerintah No 74 tahun 2021 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Kerja sama untuk industri EV meliputi penelitian bersama di bidang pasar kendaraan MicroEV dan komponen pendukungnya serta menyiapkan infrastruktur charging station.
Selanjutnya di bidang industri logam, telah dilaksanakan kerja sama secara kontinyu sejak investasi Korea POSCO dengan PT. Krakatau Steel dalam joint venture PT Krakatau POSCO tahun 2013.
“Kemenperin mendukung realisasi investasi dari Korea agar dapat berlangsung tanpa hambatan dan dapat mendorong kapasitas industri logam nasional,” jelas Eko.
Pada sektor industri kimia, perusahaan Lotte Chemical Indonesia melakukan investasi pengembangan kompleks petrokimia baru untuk produksi dengan kapasitas Ethylene sejumlah 1 juta ton per tahun dan Propylene sejumlah 520 ribu ton per tahun.
Sementara itu, kerja sama penting lainnya terkait dengan transformasi digital. Di bidang ini, Korea Selatan memiliki keunggulan dan pengalaman dalam mengakselerasi penerapannya pada industri manufaktur.
Selain itu, kedua negara juga menjalin kerja sama dalam hal transfer teknologi melalui proyek Agriculture Machinery Technical Center (AMTC).
Menindaklanjuti Pertemuan Tingkat Menteri ini, kedua belah pihak menyepakati untuk melakukan pembahasan yang lebih teknis pada working level.
Sumber otomotif.kompas.com
Kemaritiman
Dipublikasikan oleh Jovita Aurelia Sugihardja pada 25 April 2024
JAKARTA, KOMPAS.com - Bisnis pelayaran di Indonesia disebut berprospek besar, sebab baru 9 persen kargo luar tergarap porsi pelayaran nasional.
Pengamat ekonomi energi Universitas Padjadjaran Yayan Satyakti mengatakan, potensi besar bisnis pelayaran Indonesia akan didominasi oleh kebutuhan industri, terutama untuk energi fosil seperti batu bara, minyak mentah dan BBM.
Menurut dia, dengan adanya integrated marine management bisa mereduksi ongkos transportasi. Selanjutnya ketika akses semakin mudah, pasokan bertambah maka harga akan semakin efisien. Karena itu, aksesibilitas menjadi hal yang penting dalam bisnis pelayaran.
“Ini harus didukung dengan demand yang juga kuat,” katanya dalam webinar Linking Investment and Business Prospects cof Integrated Marine Logistics in Indonesia : An Outlook 2022 yang diselenggarakan Energy and Mining Editor Society (E2S), Selasa (28/12/2021).
Namun, prospek besar bisnis pelayaran memiliki ganjalan, yakni salah satunya perpajakan. Indonesian National Shipowners Association (INSA) berpendapat, beberapa regulasi, antara lain perpajakan yang terbit pada 2021, berdampak pada industri pelayaran nasional sehingga mempengaruhi daya saing.
Skema kontrak ekspor
Menurut INSA, porsi pelayaran nasional yang hanya 9 persen untuk kargo luar dinilai kurang optimal disebabkan antara lain skema kontrak ekspor.
Kargo dari Indonesia untuk ke luar menggunakan skema FOB (Free on Board). Pada skema ini pembeli mempunyai kewajiban menyediakan kapal. Dengan demikian pembeli akan mencari kapal yang memang sudah mempunyai networking atau relationship yang baik dengan mereka.
“Pembeli produk Indonesia biasanya sudah mempunyai sister company di shipping industry. Ini yang menjadi hambatan. Diharapkan ada perubahan dari skema FOB ke Cost and Freight (CnF), dimana eksportir yang menyediakan kapal,” kata Wakil Ketua Umum I INSA Darmansyah Tanamas, dalam webinar.
Perpajakan
Darmansyah menambahkan, industri pelayaran nasional juga terkena dampak beberapa regulasi perpajakan.
Peraturan yang memberatkan yakni Peraturan Menteri Keuangan Nomor 186 Tahun 2019 mengenai objek pajak. Aturan ini, menurut INSA, berdampak pada rendahnya daya saing pelayaran nasional.
"Kami sedang usaha untuk dapat keringanan atau insentif pajak dari pemerintah,” katanya.
INSA berharap ada sejumlah hal dibebaskan dari PPN, yakni sebagai berikut:
penyerahan jasa angkutan umum di laut
pembelian kapal impor, spare part dan alat kesehatan kapal
jasa docking, jasa repair, jasa perbaikan kapal, jasa kapal di kepelabuhanan, jasa kapal di darat yang menjadi beban perusahaan pelayaran nasional
makanan-minuman dan obat-obatan
Kru kapal di atas kapal termasuk dalam kategori natura dan bukan penghasilam kru kapal, jasa penyewaan kapal.
Tanggapan pemerintah
Plt Kasubdit Pengembangan Usaha Angkutan Laut Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Laut Kementerian Perhubungan Raden Yogie Nugraha menjelaskan arah kebijakan utama transportasi laut nasional pada 2020-2024.
Yakni, adalah mewujudkan logistik maritim dalam negeri yang dapat berdaya saing, peningkatan konektivitas terhadap jaringan pelayanan internasional, pengembangan pelabuhan hub internasional dan pelabuhan pendukung tol laut.
Dari sisi armada, pemerintah berupaya memperkuat armada perkapalan nasional dalam mendukung sistem logistik. Ada enam poin penting dalam upaya memperkuat armada perkapalan, mulai dari sisi ekonomi, knowledge and skill, kemampuan teknologi, hingga regulasi.
“Pemerintahan mencoba mendukung dari sisi peraturan dan payung hukum,” katanya menjawab permasalahan yang dihadapi INSA.
Ada ancaman ketidakpastian
Sementara menurut Staf Ahli Menteri Investasi/Kepala BKPM Bidang Ekonomi Makro Indra Darmawan mengatakan ada ketidakpastian yang akan mengubah pola perdagangan, sehingga para pelaku shipping industri harus antisipasi.
Kenaikan harga logistik memaksa beberapa negara untuk mengubah pola perdagangannya. “Ini akan berdampak pada para pelaku shipping industry,” ujar Indra.
PIS atasi tantangan dengan ubah bisnisnya jadi 3
Salah satu pemain industri shipping yakni PT Pertamina International Shipping (PIS). Direktur Utama PIS Erry Widiastono mengatakan, pihaknya mengubah bisnis PIS menjadi tiga, yakni shipping, terminal BBM dan LPG, lalu marine logistic. Integrasi ketiganya dinilai mampu menjawab tantangan bisnis shipping di Indonesia.
“Kami semua menghadapi tantangan yang menuntut perubahan bisnis dan perubahan dari company itu sendiri. Tidak hanya PIS, saya yakin semua pelaku bisnis logistic provider khususnya di bidang migas menuntut adanya perubahan,” kata Erry dalam webinar.
Menurut Erry PIS juga berkomitmen mendukung dekarbonisasi.
“Kami juga akan terapkan green cargo dengan penggunaan LNG, LPG, dan biodiesel. Untuk green port mengurangi port time dengan meminimalisasi polusi udara di pelabuhan, mengurangi emisi gas CO2 dengan mengatur kecepatan kapal keluar masuk pelabuhan mengubah bahan bakar infrastruktur pelabuhan,” ungkapnya.
Sumber: money.kompas.com
Kemaritiman
Dipublikasikan oleh Jovita Aurelia Sugihardja pada 25 April 2024
SUEZ, KOMPAS.com - Sebagai jalur pintas yang menghubungkan jalur laut Asia ke Eropa dan sebalknya, manfaat Terusan Suez bagi dunia pelayaran sangat beragam. Terusan Suez menghubungkan antara Laut Tengah dan Laut Merah. Terusan Suez dibangun oleh insinyur Perancis Ferdinand de Lesseps.
Namun, sejarah Terusan Suez berada di negara Mesir bermula saat pembangunannya digagas oleh penjelajah dan insinyur Perancis, Linant de Bellefonds, sekitar 1830-an. Merangkum artikel-artikel Kompas.com sebelumnya, berikut adalah manfaat Terusan Suez bagi dunia pelayaran dan Mesir sendiri.
Sumber: internasional.kompas.com
Kemaritiman
Dipublikasikan oleh Jovita Aurelia Sugihardja pada 25 April 2024
JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) tak setuju jika pemerintah mengundang investor asing dalam kepemilikan kapal berbendera Indonesia untuk kegiatan angkutan muatan dalam negeri.
Sebab, jika hal tersebut terjadi dikhawatirkan akan meredupkan kekuatan industri maritim dalam negeri. Ketua Umum INSA, Carmelita Hartoto mengatakan, penerapan aturan kapal berbendera merah putih atau asas cabotage ditegaskan dalam Inpres Nomor 5 Tahun 2005 dan Undang-Undang Pelayaran No 17 tahun 2008. Menurutnya, jika asas cabotage dibuka, maka Indonesia akan kehilangan kekuatan potensi maritim nasional di sektor pelayaran.
“Ini bukan berarti kita anti asing, tapi harusnya laut dan sumber dayanya dioptimalkan untuk kepentingan nasional dengan perdagangan domestiknya dilayani kapal merah putih,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (30/9/2020). Dia menegaskan INSA sepenuhnya mendukung RUU Cipta Kerja, selama kepentingan sektor pelayaran dalam negeri tetap berdaulat di wilayah NKRI.
Carmelita juga menambahkan, penerapan asas cabotage juga tidak hanya diterapkan di Indonesia. Beberapa negara sudah lebih dulu menerapkannya, seperti Amerika, Jepang, China, dan negara-negara maju lainnya.
Sementara itu, Sekretaris Umum DPP INSA Budhi Halim menambahkan, investasi asing di industri pelayaran tidak sama dengan investasi di sektor manufaktur dan infrastruktur yang membawa dana dan membuka lapangan pekerjaan.
Hal ini mengingat investasi asing di industri pelayaran tidak bisa diartikan sebagai bentuk aliran dana masuk, melainkan hanya berupa pencatatan aset di pembukuan. Kapal sebagai aset bergerak sangat mudah dipindahtangankan dan berganti bendera negara. Keuntungan pelayaran asing juga akan dibawa balik ke negara mereka, yang artinya devisa negara akan lari ke luar negeri. Alhasil, kondisi ini juga akan membebani neraca pembayaran Indonesia.
Alih-alih mendorong perekonomian nasional dan menyerap tenaga kerja, investasi asing di industri pelayaran justru mengancam lapangan kerja dan ekosistem di industri pelayaran nasional.
“Atas dasar itu, DPP INSA menilai konsistensi penerapan asas cabotage merupakan harga mati dan bersifat wajib untuk negara. Dengan begitu, kedaulatan negara terjaga dan perekonomian nasional dapat terus tumbuh,” ungkapnya. Tidak hanya terkait dengan devisa, kapal asing yang masuk dikhawatirkan akan berpengaruh pada industri galangan kapal dalam negeri.
Ketika kapal asing masuk dan memilih menggunakan galangan luar atau miliknya sendiri, artinya ini sebuah kehilangan bagi industri galangan kapal dalam negeri.
Sumber: money.kompas.com
Kemaritiman
Dipublikasikan oleh Jovita Aurelia Sugihardja pada 25 April 2024
KOMPAS.com - Industri maritim di Tanah Air lemah untuk orientasi luar negeri karena berbagai arus jasa bisnis maritim di dalam negeri faktanya tetap didominasi pemain asing.
Diduga, fokus para pemain di industri maritim masih ke dalam negeri lantaran kue pasarnya memang cukup besar. Sehingga, para pemain merasa lebih nyaman dengan pangsa pasar yang pasti tersebut (captive-market).
Selain itu, diduga pemain industri maritim Indonesia kurang membangun kekuatan untuk orientasi luar negeri tersebut. Termasuk untuk urusan pengangkutan impor minyak dan gas (migas).
Hal itu disampaikan pakar kemaritiman dari Institut Teknologi 10 November Surabaya, Raja Oloan Saut Gurning, melalui rilis ke Kompas.com, Sabtu (22/5/2021).
Menurut dia, bisnis maritim secara prinsip adalah klaster bisnis yang mensyaratkan kondisi usaha dengan lingkungan yang terbuka dan global, termasuk dalam bisnis pelayaran khususnya usaha pelayaran minyak dan gas (migas).
Dalam bisnis ini, baik operator kapal, penyewa, unit manajemen kapal, awak kapal, galangan kapal dan manajemen kepemilikan kapal atau operasi pelayaran dapat dilakukan dengan berbagai pola yang melibatkan banyak pihak yang memiliki kompetensinya masing-masing.
Oleh sebab itu, Saut menilai positif langkah Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menyiapkan PT Pertamina International Shipping (PIS) untuk melakukan penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) tahun ini.
Menurut dia, rencana aksi korporasi PIS yang akan melakukan IPO pada tahun ini merupakan upaya untuk menjadikan biaya angkutan minyak mentah dan gas nasional menjadi efisien.
“Ini adalah pola praktis dan dilakukan banyak entitas global,” katanya. “Tidak hanya pengoperasian dan biaya logistik migas internasional kita yang lebih murah, dan juga berbagai manfaat turunan lainnya baik dampak tidak langsung kepada berbagai usaha terkait, pembukaan lapangan kerja dan pajak kepada negara.”
“Saya kira usaha membuat entitas PIS menjadi perusahaan publik tidak lain supaya lebih terawasi, serta mengejar pemenuhan aspek regulasi internasional lewat kolaborasi dengan berbagai entitas internasional saya pikir baik dan wajar. Mengapa? Karena ini sudah menjadi business practice di dunia pelayaran, termasuk pelayaran migas internasional,” lanjut Saut.
Sebelumnya, Kementerian BUMN meresmikan PIS sebagai suholding shipping pada awal Mei lalu, dengan harapan dapat meningkatkan kinerjanya dengan juga bertransformasi menjadi perusahaan yang mengintegrasikan kegiatan shipping dan marine logistics.
Ke depan, agar bisa bersaing di kancah global sesuai dengan visinya.
Wakil Menteri BUMN I Pahala N Mansury mengatakan bahwa dengan melakukan transformasi bisnis, valuasi PIS di pasar saham bisa meningkat dan mengerek nilai jual.
Bahkan, Pahala berharap dengan adanya transformasi dan diikuti IPO, nilai perusahaan bisa meningkat hingga 10 kali lipat.
Sumber: regional.kompas.com
Kemaritiman
Dipublikasikan oleh Jovita Aurelia Sugihardja pada 24 April 2024
Liputan6.com, Surabaya - PT PLN (Persero) melalui anak usahanya PT Indonesia Power berkolaborasi dengan PT PAL Indonesia berhasil membangun Pembangkit Listrik Kapal atau Mobile Power Plant (MPP) modern yang diberi nama BMPP Nusantara 1 dan berkapasitas 60 Megawatt (MW). Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan khusus di wilayah timur Indonesia keberadaan MPP tipe Barge Mounted Power Plant menjadi solusi untuk memenuhi kebutuhan listrik daerah terpencil.
"Pencanangan program ini dalam rangka memenuhi pasokan listrik dalam waktu yang singkat dan bersifat sementara," ujarnya di dermaga bandar barat Divisi Kapal Niaga PT PAL di Surabaya Jumat (28/01). Selain itu, lanjut Darmawan, hadirnya MPP ini bakal mendorong reserve margin dan menaikkan rasio elektrifikasi secara cepat serta memungkinkan untuk dipindahkan ke tempat yang lebih memerlukan.
"Sebut saja seperti pada remote area yang dominan banyak tersebar di wilayah kepulauan Indonesia timur," ucapnya. Di wilayah Ambon, kata Darmawan, selama ini mempunyai kebutuhan listrik 63,6 MW. "Dengan masuknya BMPP Nusantara 1 maka sistem kelistrikan di wilayah Ambon akan semakin solid karena sepenuhnya akan dikelola oleh PLN Group," ujar Darmawan.
Darmawan mengungkapkan, pembangkit listrik kapal ini berkapasitas 60 MW dan dilengkapi dengan teknologi dual fuel dalam mengakomodir fleksibilitas ketersediaan bahan bakar. Dengan daya yang besar maka menjadi solusi untuk melistriki area atau wilayah yang mengalami defisit tenaga listrik.
"Kami harapkan BMPP Nusantara 1 dapat beroperasi dengan handal efisien dan tepat waktu, dalam mendukung system kelistrikan wilayah Ambon," ucap Darmawan. Dirinya menargetkan, proyek bernilai investasi Rp 997 miliar ini bakal beroperasi secara komersil/ commercial on date (COD) pada Maret 2022. Kedepan, Darmawan menegaskan, PLN tidak hanya berhenti sampai disini. PLN bersama PAL juga akan melanjutkan perakitan BMPP ini untuk unit ke dua dan ketiga dengan total kapasitas 150 MW.
"Berikutnya akan berlanjut dengan BMPP Nusantara 2 dan BMPP Nusantara 3 dengan total kapasitas 150 MW. Operasional dan maintenance pun sepenuhnya dilaksanakan oleh PT Indonesia Power, sehingga tidak ada lagi ketergantungan pasokan listrik dari pihak luar," ujar Darmawan.
Tantangan Pandemi
Direktur Utama PT PAL Kaharuddin Djenod menambahkan, proyek pembangunan BMPP Nusantara 1 60 MW yang dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19 menjadikan tantangan yang signifikan terhadap produktivitas dan capaian kinerja.
"PT PAL juga berkomitmen untuk terus meningkatkan TKDN dari BMPP ini. Pembangunan BMPP ini memang melibatkan banyak pihak. Kami terus berusaha untuk meningkatkan TKDN dari proyek ini untuk BMPP ke 2 dan 3," jelas Kaharuddin. Dirinya juga optimistis terhadap target COD dari BMPP Nusantara 1. Meski berada dalam situasi pandemi, PT PAL terus berusaha untuk tetap menjalankan proyek ini dengan aman dan optimal.
Sumber: www.liputan6.com