Keamanan Air

Menilai Keamanan Air di Kota Kekeringan – Studi Kasus Madaba, Yordania dengan Integrated Urban Water Security Index (IUWSI)

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 24 Juni 2025


Kota-kota di dunia kini menghadapi tantangan air yang semakin kompleks: keterbatasan pasokan, perubahan iklim, pertumbuhan penduduk, dan urbanisasi yang pesat. Madaba, Yordania, adalah contoh nyata kota yang berada di garis depan krisis air. Paper “Assessing Water Security in Water-Scarce Cities: Applying the Integrated Urban Water Security Index (IUWSI) in Madaba, Jordan” karya Hassan Tolba Aboelnga dkk. (2020) menawarkan pendekatan baru dalam mengukur keamanan air perkotaan secara holistik, dengan menyesuaikan indikator pada konteks lokal dan memprioritaskan intervensi berbasis bukti. Artikel ini sangat relevan di tengah urgensi SDG 6 (air bersih dan sanitasi) dan kebutuhan tata kelola air yang adaptif di kawasan rawan kekeringan.

Konsep Keamanan Air Urban: Tantangan Definisi dan Pengukuran

Keamanan air perkotaan adalah konsep multidimensi yang mencakup ketersediaan, kualitas, aksesibilitas, keandalan, perlindungan ekosistem, ketahanan terhadap bencana, dan keberlanjutan sosial-ekonomi. Namun, banyak studi sebelumnya menggunakan indikator yang sama berat tanpa mempertimbangkan kondisi lokal, sehingga hasilnya sering tidak operasional bagi pengambil kebijakan123.

Studi ini mengembangkan kerangka penilaian baru berbasis DECS (Drinking water, Ecosystems, Climate change and water-related hazards, Socioeconomic aspects) dan menerapkan IUWSI (Integrated Urban Water Security Index) dengan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) untuk memprioritaskan indikator sesuai kebutuhan Madaba413.

Studi Kasus Madaba: Kota di Tengah Krisis Air

Profil Kota dan Sistem Air

Madaba terletak 35 km dari Amman, memiliki populasi sekitar 200.000 jiwa (2018), dengan 98% penduduk terhubung ke layanan air, namun hanya 65% yang terhubung ke jaringan limbah domestik43. Distribusi air sangat tidak merata dan bersifat intermiten—air hanya mengalir sekali atau dua kali per minggu, memaksa warga menyimpan air dalam tangki besar atau membeli dari truk swasta. Sistem distribusi sepanjang 1000 km harus mengalirkan air dari sumur Heedan dan Wala ke reservoir utama, membutuhkan energi besar karena perbedaan elevasi lebih dari 400 meter.

Metodologi: Kerangka DECS dan IUWSI

Penilaian keamanan air di Madaba dilakukan dengan langkah-langkah berikut:

  • Mengukur indikator DECS: air minum, ekosistem, perubahan iklim/bencana, dan aspek sosial-ekonomi.
  • Normalisasi skor indikator pada skala 1–5 (1=buruk, 5=sangat baik).
  • Penentuan bobot dengan AHP, melibatkan pakar lokal dan data sekunder dari laporan pemerintah dan utilitas air.
  • Agregasi skor dan bobot menghasilkan IUWSI, yang diinterpretasikan dalam lima kategori: Poor (<1.5), Fair (1.5–2.5), Reasonable (2.5–3.5), Good (3.5–4.5), Excellent (>4.5)53.

Hasil dan Analisis Dimensi Keamanan Air Madaba

1. Air Minum dan Kesejahteraan Manusia

  • IUWSI: 2,6 (Reasonable)
  • Ketersediaan air: Hanya 135 m³/kapita/tahun (jauh di bawah ambang batas kelangkaan absolut 500 m³/kapita/tahun).
  • Diversifikasi sumber: Reuse air limbah hanya 30%; kontribusi sumber alternatif <10%.
  • Non-revenue water (NRW): Sangat tinggi, 40,7% air hilang akibat kebocoran dan pencurian; kerugian finansial mencapai 2,8 juta USD/tahun63.
  • Akses: 98% penduduk memiliki akses air minum aman, namun hanya 65% akses sanitasi layak.
  • Kualitas: 80% sampel air memenuhi standar WHO, namun kualitas menurun saat musim hujan akibat tingginya kekeruhan.
  • Keandalan: Rata-rata suplai air hanya 7 jam/hari, memicu ketidaksetaraan dan biaya coping tinggi.

2. Ekosistem

  • IUWSI: 2,52 (Reasonable)
  • Pengolahan limbah: Hanya 67% limbah domestik diolah; sisa dibuang ke lingkungan.
  • Kualitas air tanah: 90% sampel memenuhi standar, namun ekosistem tetap rentan.
  • Ruang hijau: Hampir tidak ada green roofing dan ruang terbuka hijau (hanya 0,001% dari luas kota).
  • Efektivitas jaringan limbah: 3529 blokir/tahun, menandakan infrastruktur drainase buruk.

3. Perubahan Iklim dan Bencana Air

  • IUWSI: 1,6 (Fair–Poor)
  • Emisi GRK: 6,07 kg CO₂/m³ air (tinggi, akibat konsumsi energi pompa dan NRW).
  • Risiko kesehatan: 1728 kasus diare/100.000 penduduk/tahun, terkait suplai air intermiten dan kontaminasi.
  • Banjir: 13 korban jiwa akibat banjir besar 2018; area rawan banjir 0,29% dari total kota.
  • Curah hujan: 245 mm/tahun (rendah); suhu rata-rata 28°C (tinggi, memperparah evaporasi dan kebutuhan air).

4. Aspek Sosial-Ekonomi

  • IUWSI: 2,24 (Reasonable–Fair)
  • Energi: Konsumsi energi air 4,98 kWh/m³, limbah 1,31 kWh/m³ (tinggi, akibat topografi dan sistem pompa).
  • Tarif: Air sangat disubsidi (USD 0,78/15 m³); hanya 78% biaya operasi yang tertutup oleh pendapatan.
  • Anggaran: Hanya 1,05% APBN dialokasikan ke sektor air dan sanitasi.
  • Illegal use: 396 kasus/tahun; keluhan pelanggan sangat tinggi (1961/10.000 pelanggan/tahun), menandakan ketidakpuasan layanan.

Studi Kasus Kritis: NRW dan Kebocoran di Madaba

Studi terpisah oleh Aboelnga dkk. (2018) menunjukkan NRW di Madaba mencapai 3,5 juta m³/tahun, setara kerugian USD 2,8 juta. Kebocoran fisik dan komersial menjadi tantangan utama, dengan 37,2% kerugian berasal dari kegagalan yang dilaporkan, 26,6% dari kegagalan tak terlaporkan, dan sisanya akibat tekanan jaringan dan deteksi yang lambat. Intervensi IREAP (infrastruktur, perbaikan, edukasi, manajemen tekanan) direkomendasikan untuk menurunkan NRW secara sistemik6.

Kritik, Opini, dan Perbandingan dengan Studi Lain

Nilai Tambah dan Inovasi

  • Studi ini menawarkan kerangka penilaian yang adaptif dan berbasis bukti, menyesuaikan bobot indikator dengan konteks lokal, bukan sekadar “one size fits all”413.
  • IUWSI dan AHP memberikan alat prioritas bagi pengambil keputusan untuk fokus pada indikator berdampak tinggi dengan skor rendah.
  • Studi ini menyoroti pentingnya diversifikasi sumber air (reuse limbah, sumber alternatif), efisiensi energi, dan reformasi tarif untuk meningkatkan keberlanjutan.

Kritik dan Keterbatasan

  • Penilaian masih bergantung pada data sekunder dan pakar lokal, belum sepenuhnya partisipatif.
  • Aspek ekosistem dan adaptasi iklim masih dipandang sebagai pelengkap, bukan prioritas utama.
  • Solusi berbasis ekosistem dan teknologi digital (IoT, smart metering) belum banyak diulas sebagai peluang inovasi.

Perbandingan dengan Studi Lain

  • Studi di Beirut, Lebanon, dengan IUWSI juga menunjukkan skor “fair” (2,48), menandakan bahwa tantangan keamanan air di kota-kota Mediterania umumnya serupa: ketergantungan pada air tanah, infrastruktur tua, dan adaptasi iklim yang lemah5.
  • Literatur global (Hoekstra, UN-Water) menekankan pentingnya integrasi tata kelola, investasi infrastruktur, dan partisipasi masyarakat sebagai kunci keamanan air berkelanjutan.

Relevansi Industri dan Tren Masa Depan

Tren Industri

  • Smart Water Management: Digitalisasi, smart metering, dan monitoring kebocoran menjadi tren utama untuk menurunkan NRW dan meningkatkan efisiensi.
  • Reuse dan Daur Ulang: Pengolahan limbah untuk irigasi dan recharge air tanah menjadi solusi masa depan di kawasan kering.
  • Blended Finance: Investasi inovatif dan kemitraan publik-swasta diperlukan untuk menutup gap pendanaan sektor air.

Peluang dan Tantangan

  • Peluang: IUWSI dapat diadopsi kota lain di Timur Tengah dan Afrika Utara untuk benchmarking dan perbaikan kebijakan.
  • Tantangan: Fragmentasi tata kelola, subsidi yang tidak tepat sasaran, dan resistensi terhadap reformasi tarif masih menjadi hambatan utama.

Rekomendasi Kebijakan dan Jalan ke Depan

  1. Diversifikasi Sumber Air: Perluasan reuse limbah dan sumber alternatif untuk mengurangi ketergantungan pada air tanah.
  2. Reformasi Tarif dan Subsidi: Penyesuaian tarif air agar mencerminkan biaya nyata dan mendorong efisiensi, dengan subsidi tepat sasaran untuk kelompok rentan.
  3. Efisiensi Energi dan Pengurangan Emisi: Investasi dalam efisiensi pompa, energi terbarukan, dan pengurangan NRW untuk menurunkan emisi GRK.
  4. Penguatan Infrastruktur dan Respons Kebocoran: Implementasi IREAP dan smart monitoring untuk mempercepat deteksi dan perbaikan kebocoran.
  5. Peningkatan Akses Sanitasi: Perluasan jaringan limbah domestik dan pengolahan limbah untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas ekosistem.
  6. Adaptasi Iklim dan Manajemen Risiko: Investasi pada infrastruktur tahan banjir, early warning system, dan edukasi masyarakat untuk meningkatkan resiliensi kota.
  7. Pelibatan Publik dan Partisipasi: Melibatkan masyarakat dalam perencanaan dan monitoring, serta meningkatkan transparansi data dan layanan.

Madaba sebagai Cermin Kota Kering Dunia

Madaba adalah cerminan tantangan keamanan air urban di kawasan kering dunia. Dengan IUWSI 2,5 (reasonable), kota ini mampu memenuhi kebutuhan dasar, namun masih jauh dari keberlanjutan jangka panjang. Tanpa diversifikasi sumber, efisiensi sistem, dan reformasi tata kelola, Madaba dan kota-kota serupa akan terus terjebak dalam siklus kekurangan air, risiko kesehatan, dan ketidaksetaraan layanan. IUWSI dan pendekatan DECS menawarkan peta jalan baru bagi pembuat kebijakan untuk menargetkan intervensi pada indikator berdampak tinggi, membangun sistem air yang lebih adaptif, inklusif, dan berkelanjutan.

Sumber Artikel Asli

Hassan Tolba Aboelnga, Hazim El-Naser, Lars Ribbe, Franz-Bernd Frechen. “Assessing Water Security in Water-Scarce Cities: Applying the Integrated Urban Water Security Index (IUWSI) in Madaba, Jordan.” Water 2020, 12, 1299.

Selengkapnya
Menilai Keamanan Air di Kota Kekeringan – Studi Kasus Madaba, Yordania dengan Integrated Urban Water Security Index (IUWSI)

Keamanan Air

Pembiayaan Air: Keharusan bagi Keamanan Air dan Pertumbuhan Ekonomi

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 24 Juni 2025


Air adalah fondasi kehidupan, kesehatan, dan kemakmuran ekonomi. Namun, krisis air dan sanitasi kini menjadi ancaman nyata bagi pertumbuhan ekonomi global, kesehatan masyarakat, dan stabilitas sosial. Paper “Water Finance: The Imperative for Water Security and Economic Growth” (Ajami et al., 2018) menegaskan bahwa krisis air bukan hanya masalah teknis atau lingkungan, melainkan juga krisis investasi dan tata kelola. Laporan ini membedah kebutuhan investasi air, tantangan pendanaan, solusi inovatif, serta strategi lintas sektor dan negara untuk memastikan keamanan air dan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

Skala Tantangan: Kesenjangan Investasi dan Dampak Ekonomi

Besarnya Kebutuhan Investasi

  • Untuk memenuhi target SDGs air dan sanitasi, dunia membutuhkan investasi sekitar $1,7 triliun hingga 2030—tiga kali lipat dari level investasi saat ini.
  • Secara keseluruhan, kebutuhan investasi infrastruktur air global diperkirakan mencapai $6,7 triliun pada 2030 dan $22,6 triliun pada 2050.
  • Di Amerika Serikat, kebutuhan investasi air dan sanitasi mencapai $123 miliar per tahun, sementara investasi saat ini hanya sekitar $41 miliar, menciptakan gap $82 miliar per tahun.

Dampak Ekonomi dari Kegagalan Investasi

  • Jika gap investasi tidak ditutup, AS berisiko kehilangan hampir 500.000 pekerjaan pada 2025, dan hingga 956.000 pekerjaan pada 2040.
  • Kerugian PDB AS akibat defisit infrastruktur air diperkirakan mencapai $508 miliar pada 2025 dan $3,2 triliun secara kumulatif hingga 2040.
  • Setiap $1 miliar investasi air di AS menciptakan 28.500 pekerjaan dan menambah $6,35 pada ekonomi nasional untuk setiap dolar yang diinvestasikan.

Tantangan Utama Pendanaan Air

1. Fragmentasi Tata Kelola dan Kebijakan

  • Di AS, lebih dari 40 komite kongres dan 30 lembaga federal menangani kebijakan air, menciptakan tumpang tindih, inefisiensi, dan kebingungan prioritas.
  • Di banyak negara berkembang, lemahnya tata kelola dan kapasitas institusi menyebabkan rendahnya penyerapan dana, inefisiensi, dan kegagalan proyek.

2. Model Bisnis dan Tarif Air yang Tidak Berkelanjutan

  • 98% proyek air di AS dibiayai dari tarif lokal, namun hanya sepertiga utilitas yang memiliki struktur tarif memadai untuk menutup biaya penuh.
  • Sensitivitas politik terhadap harga air membuat banyak pemerintah melarang penyesuaian tarif berbasis kemampuan bayar, sehingga utilitas kesulitan menutup biaya operasional dan investasi.

3. Penurunan Dana Publik dan Ketergantungan pada Sumber Alternatif

  • Sejak 1977, porsi dana federal untuk infrastruktur air di AS turun dari 63% menjadi hanya 9%.
  • Banyak negara berkembang sangat bergantung pada dana eksternal (ODA, pinjaman multilateral), yang seringkali tidak stabil dan sulit diprediksi.

4. Hambatan Struktural dan Budaya terhadap Investasi Swasta

  • Infrastruktur air memerlukan investasi awal besar dan periode pengembalian lama, membuat investor swasta enggan masuk.
  • Hanya 12% pembiayaan air di AS berasal dari sektor swasta, dan secara global air hanya menarik 4% dari total komitmen infrastruktur swasta.
  • Sikap publik yang memandang air sebagai hak publik sering menimbulkan resistensi terhadap privatisasi atau kemitraan swasta.

5. Kurangnya Data, Transparansi, dan Kapasitas

  • Minimnya data keuangan dan operasional membuat investor sulit menilai risiko dan peluang proyek air.
  • Banyak utilitas kecil (setengah dari 53.000 sistem air di AS melayani <500 orang) kekurangan kapasitas teknis dan manajerial, sehingga sering gagal memenuhi standar kesehatan dan efisiensi.

Studi Kasus dan Inovasi Pembiayaan

A. Public-Private Partnerships (PPP) dan Model Baru

  • PPP masih terbatas di sektor air AS, namun mulai berkembang melalui model seperti Community-Based Public-Private Partnerships (CBP3) yang menekankan kontrak jangka panjang berbasis kepercayaan dan manfaat komunitas.
  • Contoh nyata: Kota Bayonne, New Jersey, menandatangani kontrak 40 tahun dengan Suez/United Water dan KKR, menerima upfront fee $150 juta dan komitmen investasi tahunan untuk operasional dan modal.
  • Clean Water Partnership di Prince George’s County, Maryland, melibatkan mitra swasta sebagai manajer program $100 juta untuk retrofit stormwater, menciptakan lapangan kerja, inovasi teknologi hijau, dan model pembayaran berbasis kinerja.

B. Environmental Impact Bond dan Inovasi Keuangan

  • DC Water menggandeng Goldman Sachs dan Calvert Foundation untuk menerbitkan Environmental Impact Bond guna membiayai infrastruktur hijau di Washington DC. Investor dibayar berdasarkan kinerja infrastruktur dalam mengendalikan limpasan air hujan.
  • Forest Resilience Bond oleh Blue Forest Conservation mengumpulkan dana swasta untuk restorasi hutan, dengan pembayaran kembali berdasarkan kontrak pay-for-performance dari penerima manfaat proyek.

C. Blended Finance dan Mekanisme Inovatif

  • Blended finance menggabungkan dana publik, swasta, dan filantropi untuk menurunkan risiko proyek dan menarik lebih banyak investasi.
  • Contoh internasional: Kenya Water Financing Facility, SDG Indonesia One, dan water funds di Amerika Latin yang menggabungkan dana kota, bisnis, dan donor untuk perlindungan hulu sungai.

Pendanaan Air di Negara Berkembang: Tantangan dan Solusi

Model 3T: Taxes, Tariffs, Transfers

  • Negara berkembang mengandalkan kombinasi pajak (taxes), tarif pengguna (tariffs), dan transfer (dana donor/grant) untuk membiayai air dan sanitasi.
  • Banyak negara masih kekurangan dana domestik dan bergantung pada ODA, yang seringkali tidak cukup dan tidak stabil.

Kesenjangan Kredit dan Absorpsi Dana

  • Hanya 54–60% dana domestik dan 38–48% dana asing yang benar-benar terserap dalam proyek air, akibat lemahnya kapasitas, kredit, dan tata kelola.
  • Kurangnya data keuangan dan rencana investasi jangka panjang menghambat masuknya investor institusional seperti dana pensiun dan asuransi.

Reformasi Tata Kelola dan Kebijakan

  • Negara berkembang perlu menciptakan kerangka kebijakan yang stabil dan prediktabel, memperkuat rule of law, dan memperjelas peran serta insentif bagi sektor swasta.
  • Penetapan tarif air yang adil dan transparan, dengan subsidi tepat sasaran untuk kelompok miskin, sangat penting untuk keberlanjutan finansial.

Peran Lembaga Internasional, Swasta, dan Filantropi

Lembaga Keuangan Internasional (IFIs)

  • Bank Dunia, ADB, IADB, dan lembaga multilateral lain menyumbang miliaran dolar setiap tahun untuk sektor air, baik melalui pinjaman, hibah, maupun jaminan kredit.
  • IFIs juga memainkan peran kunci dalam mendorong inovasi, harmonisasi donor, dan mobilisasi investasi swasta melalui blended finance.

Sektor Swasta dan Filantropi

  • Enam utilitas swasta terbesar di AS menginvestasikan $2,7 miliar per tahun, setara dengan dana publik dari EPA.
  • Filantropi seperti Bill & Melinda Gates Foundation, Conrad N. Hilton Foundation, dan Coca-Cola Foundation menyumbang ratusan juta dolar untuk proyek air dan sanitasi global.
  • Meski kontribusi filantropi relatif kecil secara global, peran mereka penting dalam mendukung inovasi dan proyek percontohan.

Analisis Kritis: Mengapa Investasi Air Sulit Tercapai?

Risiko, Bankabilitas, dan Lingkungan Pendukung

  • Proyek air memiliki risiko tinggi di fase pengembangan (feasibility, studi kelayakan), sehingga butuh de-risking agar menarik bagi investor1.
  • Hanya setelah risiko berkurang (misal, melalui jaminan pemerintah, blended finance, atau viability gap funding), proyek menjadi “bankable” dan menarik bagi investor institusional.
  • Faktor lingkungan pendukung seperti stabilitas ekonomi, kapasitas fiskal, iklim politik, dan kapasitas institusi sangat menentukan keberhasilan investasi1.

Inovasi dan Kombinasi Instrumen Keuangan

  • Berbagai instrumen keuangan—hibah, pinjaman, obligasi hijau, impact bonds, kredit perdagangan, reverse auction, dan on-bill financing—dapat dikombinasikan untuk memenuhi kebutuhan dan profil risiko proyek air di berbagai fase siklus hidup proyek21.
  • Blended finance dan impact investing menjadi tren utama untuk mengatasi gap investasi, terutama di negara berkembang dan sektor dengan risiko tinggi32.

Opini, Kritik, dan Perbandingan dengan Studi Lain

Nilai Tambah Laporan

  • Laporan ini unggul dalam menggabungkan data, analisis kebijakan, dan contoh inovasi pembiayaan air di berbagai negara.
  • Penekanan pada tata kelola dan inovasi keuangan sangat relevan dengan tren global, seperti green bonds, blended finance, dan impact investing32.
  • Studi kasus PPP dan CBP3 di AS serta blended finance di negara berkembang memperkaya wawasan praktis.

Kritik dan Keterbatasan

  • Laporan ini masih berfokus pada konteks AS dan negara maju, dengan pembahasan negara berkembang cenderung normatif.
  • Isu sosial-politik seperti resistensi publik terhadap privatisasi air dan keadilan akses belum dibahas mendalam.
  • Peran teknologi digital (IoT, big data) dalam efisiensi dan transparansi pembiayaan air masih minim diulas, padahal potensial untuk revolusi sektor ini.

Perbandingan dengan Penelitian Lain

  • Sejalan dengan riset IWMI, WaterAid, dan OECD, laporan ini menegaskan bahwa inovasi keuangan, tata kelola adaptif, dan kolaborasi lintas sektor sangat krusial untuk menutup gap investasi air321.
  • Namun, laporan ini lebih menekankan peran tata kelola dan desain kebijakan sebagai kunci utama, bukan hanya inovasi keuangan.

Relevansi dengan Tren Industri dan Masa Depan

Tren Industri

  • Green Bonds dan Impact Investing: Obligasi hijau dan investasi berdampak sosial-lingkungan semakin populer untuk membiayai proyek air berkelanjutan.
  • Blended Finance: Kombinasi dana publik-swasta-filantropi menjadi model utama untuk menurunkan risiko dan menarik investor.
  • Digitalisasi dan Data: Teknologi digital akan mempercepat transparansi, efisiensi, dan monitoring proyek air.

Peluang dan Tantangan

  • Peluang: Inovasi keuangan dan tata kelola membuka peluang investasi besar di sektor air, menciptakan lapangan kerja, dan mendorong pertumbuhan ekonomi hijau.
  • Tantangan: Kesenjangan kapasitas, resistensi politik, dan fragmentasi kebijakan masih menjadi hambatan utama, terutama di negara berkembang.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Krisis air adalah krisis investasi dan tata kelola. Tanpa lonjakan investasi dan reformasi kebijakan, dunia akan gagal mencapai keamanan air dan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Inovasi keuangan seperti blended finance, impact bonds, dan PPP, didukung tata kelola yang kuat, adalah kunci untuk menutup gap investasi air global.

Rekomendasi utama:

  • Pemerintah harus meningkatkan prioritas dan koordinasi kebijakan air lintas sektor.
  • Negara berkembang perlu memperkuat tata kelola, transparansi, dan kerangka insentif untuk menarik investasi.
  • Sektor swasta dan filantropi harus didorong masuk melalui inovasi keuangan dan model PPP yang inklusif.
  • Investasi pada data, teknologi, dan kapasitas SDM sangat krusial untuk meningkatkan efisiensi dan akuntabilitas.
  • Kolaborasi global dan harmonisasi donor harus diperkuat untuk mengoptimalkan dampak investasi air.

Dengan strategi ini, air dapat menjadi motor pertumbuhan ekonomi, kesehatan, dan keberlanjutan planet di masa depan.

Sumber Artikel Asli

Newsha Ajami, Hank Habicht, Brent Fewell, Tim Lattimer, Thomas Ng. “Water Finance: The Imperative for Water Security and Economic Growth.” Water in the West, Stanford University, July 1, 2018.

Selengkapnya
Pembiayaan Air: Keharusan bagi Keamanan Air dan Pertumbuhan Ekonomi

Keamanan Air

Strategi Keamanan Air 2023–2026 CAF – Menjawab Tantangan Air di Amerika Latin dan Karibia

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 24 Juni 2025


Air adalah fondasi tak tergantikan bagi kesehatan, ekonomi, dan keberlanjutan lingkungan. Namun, kawasan Amerika Latin dan Karibia (LAC) menghadapi tantangan besar dalam pengelolaan air, mulai dari distribusi yang tidak merata, krisis sanitasi, polusi, hingga ancaman perubahan iklim. Paper “2023–2026 Water Security Strategy” yang disusun oleh CAF (Banco de Desarrollo de América Latina y el Caribe) menjadi dokumen strategis yang membedah tantangan, peluang, dan inovasi dalam pengelolaan air di kawasan ini, sekaligus menegaskan komitmen CAF sebagai “Green Bank” dan mitra utama pembangunan berkelanjutan di LAC1.

Konteks Global dan Regional: Air sebagai Penghubung Agenda Dunia

Air dan Agenda Global

Strategi CAF menempatkan air sebagai penghubung utama berbagai agenda global: Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), Perjanjian Paris tentang perubahan iklim, hingga Sendai Framework untuk pengurangan risiko bencana. Air tidak hanya terkait dengan SDG 6 (air bersih dan sanitasi), tetapi juga mendukung SDG tentang kesehatan, pendidikan, kesetaraan gender, pertumbuhan ekonomi, penanggulangan kemiskinan, dan aksi iklim. Dengan demikian, pengelolaan air yang efektif menjadi prasyarat mutlak untuk mencapai pembangunan inklusif dan resilien1.

Tantangan Khusus di LAC

Meski LAC memiliki hampir 30% cadangan air tawar dunia, distribusinya sangat timpang. Beberapa negara seperti Guyana dan Suriname memiliki lebih dari 100.000 m³ air per kapita per tahun, sementara lebih dari sepuluh negara lain—termasuk Haiti dan Saint Lucia—mengalami stres air kronis dengan ketersediaan kurang dari 3.000 m³ per kapita per tahun. Ketimpangan ini diperparah oleh urbanisasi pesat, pertumbuhan penduduk, perubahan iklim, dan lemahnya tata kelola sektor air1.

Tantangan Utama: Data, Studi Kasus, dan Fakta Lapangan

1. Fragmentasi Tata Kelola dan Lambatnya IWRM

Integrated Water Resources Management (IWRM) adalah kunci efisiensi dan ketahanan air. Namun, kemajuan IWRM di LAC sangat lambat akibat fragmentasi kelembagaan, lemahnya koordinasi lintas sektor dan level pemerintahan, serta minimnya kapasitas teknis dan pendanaan. Hanya sedikit negara yang memiliki organisasi pengelola DAS yang efektif, sementara banyak wilayah masih mengandalkan institusi yang tumpang-tindih dan tidak terkoordinasi1.

2. Meningkatnya Permintaan dan Penurunan Ketersediaan

Permintaan air di LAC meningkat pesat, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan populasi. Sektor pertanian menyerap 69% air, konsumsi domestik 21%, dan industri 10%. Namun, penurunan permukaan air tawar, hilangnya 183.000 km² salju dan gletser, serta polusi memperburuk krisis. Pada 2019, 150 juta orang di wilayah ini hidup di bawah tekanan air ekstrem (23% populasi LAC)1.

3. Ancaman Kekeringan dan Banjir

Frekuensi kekeringan di LAC naik 28% antara 1980–1999 dan 2000–2019, memengaruhi 1,43 miliar orang. Contoh nyata: kekeringan di São Paulo (2014) menyebabkan 71% warga mengalami pemutusan air; di La Paz (2016), 340.000 orang terdampak selama 15 hari. Sementara itu, banjir meningkat 85% dalam periode yang sama, dari rata-rata 14,9 kejadian/tahun menjadi 27,6 kejadian/tahun, menimbulkan kerugian ekonomi gabungan kekeringan dan banjir sebesar USD 63 miliar dalam 20 tahun terakhir1.

4. Ketimpangan Akses Air dan Sanitasi

LAC adalah kawasan paling urban di dunia berkembang (81% populasi tinggal di kota), namun 106 juta penduduk kota tidak memiliki akses air aman. Di pedesaan, 47% penduduk tidak memiliki akses air layak, dan hanya 10% rumah tangga memiliki sanitasi aman. Kesenjangan ini memperburuk kemiskinan, ketimpangan gender, dan peluang pendidikan, terutama bagi perempuan dan anak-anak1.

5. Krisis Polusi dan Limbah

Hanya 36% limbah domestik di LAC yang diolah, dengan cakupan 42% di perkotaan dan 10% di pedesaan. Sebagian besar limbah cair dan padat dibuang sembarangan, mencemari sungai, danau, dan laut. Industri daur ulang masih didominasi sektor informal, dengan tingkat daur ulang rata-rata hanya 4%. Sementara itu, 145.000 ton limbah padat per hari dibuang di tempat terbuka tanpa perlindungan lingkungan atau kesehatan1.

6. Potensi dan Tantangan Irigasi Pertanian

LAC memiliki potensi 96 juta hektare lahan irigasi, namun baru 28 juta hektare yang terkelola. Irigasi penting untuk ketahanan pangan, produktivitas, dan adaptasi perubahan iklim. Namun, investasi, teknologi, dan pelatihan petani kecil masih sangat terbatas. Di Bolivia, misalnya, hanya 11% dari 3,3 juta hektare lahan pertanian yang memiliki irigasi, sebagian besar dengan infrastruktur sederhana dan rentan terhadap kekeringan1.

Studi Kasus: Inovasi dan Implementasi di Lapangan

A. Kota Santo André, Brasil: Penanggulangan Banjir dan Pengelolaan Sampah

Santo André, bagian dari kawasan industri São Paulo, kerap dilanda banjir akibat urbanisasi dan permukaan kedap air. Program SANEAR Santo André yang didanai CAF sejak 2019 berhasil mengurangi risiko banjir melalui pembangunan kolam retensi (215.000 m³), kanal sepanjang 1,7 km, dan sistem pemantauan dini. Selain mengatasi banjir, proyek ini meningkatkan mobilitas, mempercepat waktu tempuh hingga 50%, dan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal berkat peningkatan aktivitas komersial dan rekreasi di ruang publik yang lebih aman dan nyaman1.

B. Sobral, Brasil: Solusi Berbasis Alam untuk Drainase

Di Sobral, instalasi taman filtrasi di anak sungai Acaraú menjadi contoh solusi berbasis alam (nature-based solutions/NbS) yang berhasil menurunkan polusi air, meningkatkan kualitas ruang publik, dan memperkaya keanekaragaman hayati. Taman ini menggunakan tanaman air, batu, dan pasir untuk menyaring limbah tanpa bahan kimia. Proyek ini juga meningkatkan rekreasi dan kesehatan masyarakat, serta menjadi habitat baru bagi satwa liar1.

C. Pengelolaan Lumpur di Panama City

Program Sanitasi Panama yang didukung CAF (investasi USD 700 juta) mencakup pembangunan WWTP Juan Diaz berkapasitas 5,5 m³/detik untuk 700.000 penduduk. Teknologi thermal hydrolysis yang digunakan mampu mengurangi volume lumpur, meningkatkan produksi biogas, dan menghasilkan pupuk steril. Model ekonomi sirkular ini menghemat energi 3–5 kali lipat, mengurangi polusi, dan membuka peluang penggunaan limbah sebagai sumber energi dan pupuk1.

D. Irigasi Keluarga Berbasis Teknologi di Bolivia

Program MI RIEGO I dan II di Bolivia memperluas akses irigasi keluarga, meningkatkan pendapatan petani kecil, dan memperkuat ketahanan pangan. Dengan dukungan CAF, efisiensi irigasi meningkat, konflik air berkurang, dan kapasitas kelembagaan petani diperkuat. Program ini juga menonjolkan pelatihan gender dan perlindungan mikro-DAS, serta mendorong pertukaran pengetahuan lintas negara1.

Strategi CAF 2023–2026: Pilar, Target, dan Inovasi

Empat Pilar Strategis

  1. Penguatan IWRM dan Tata Kelola
    • Membentuk dan memperkuat organisasi DAS, memperbaiki koordinasi lintas sektor, dan mendorong kebijakan berbasis data.
    • Mendukung pengelolaan air lintas negara, termasuk perjanjian di DAS Amazon, La Plata, Titicaca, dan Merín Lagoon.
  2. Akses Aman Air dan Sanitasi
    • Meningkatkan investasi dan perencanaan, memperluas cakupan ke daerah peri-urban dan pedesaan.
    • Mendorong digitalisasi operator air, efisiensi energi, dan penguatan kelembagaan.
  3. Pengurangan Polusi dan Ekonomi Sirkular
    • Meningkatkan cakupan pengolahan limbah, mendorong daur ulang, dan memperkuat regulasi serta partisipasi swasta.
    • Mengembangkan teknologi pengolahan limbah yang hemat energi dan ramah lingkungan.
  4. Pengembangan Irigasi untuk Ketahanan Pangan
    • Memperluas dan merehabilitasi irigasi keluarga dan intensif, dengan prinsip keberlanjutan dan adaptasi iklim.
    • Mendorong inovasi teknologi (sprinkler, drip, deficit irrigation), pelatihan petani, dan pembiayaan inklusif.

Target dan Komitmen Finansial

  • CAF menargetkan 40% portofolio pembiayaan pada 2026 adalah proyek “hijau”.
  • Komitmen investasi USD 4 miliar untuk air pada 2023–2026, naik 67% dari rata-rata dekade sebelumnya.
  • Total aset CAF hingga 2022 mencapai USD 49 miliar, dengan tambahan modal USD 7 miliar untuk mendukung ekspansi portofolio hijau1.

Pendekatan Holistik dan Inklusif

CAF menekankan pendekatan DAS (watershed-based), integrasi lintas sektor (kesehatan, pendidikan, gender, ekonomi kreatif), serta pelibatan masyarakat lokal dan kelompok rentan (perempuan, masyarakat adat, Afro-descendant). Strategi ini juga mendorong tata kelola multi-level, digitalisasi, dan inovasi pendanaan (PPP, blended finance, climate funds)1.

Kritik, Opini, dan Perbandingan

Nilai Tambah dan Inovasi

  • CAF mengadopsi pendekatan holistik dan berbasis ekosistem, mengintegrasikan air dengan agenda iklim, ekonomi, dan sosial.
  • Studi kasus nyata dan target investasi konkret memperkuat kredibilitas strategi.
  • Penekanan pada solusi berbasis alam dan ekonomi sirkular selaras dengan tren global green growth.

Kritik dan Tantangan

  • Fragmentasi kelembagaan dan lemahnya kapasitas daerah masih menjadi hambatan utama implementasi.
  • Ketimpangan data dan minimnya pelaporan di negara-negara kecil dan miskin memperlambat perencanaan berbasis bukti.
  • Tantangan pembiayaan dan keberlanjutan operasional masih besar, terutama di sektor sanitasi dan pengelolaan limbah.

Perbandingan dengan Studi Lain

  • Sejalan dengan laporan World Bank, UN Water, dan OECD, CAF menegaskan pentingnya investasi infrastruktur, tata kelola adaptif, dan inovasi teknologi.
  • Namun, CAF lebih progresif dalam target “green financing” dan integrasi lintas agenda pembangunan.

Relevansi Industri dan Masa Depan

Tren dan Peluang

  • Urbanisasi dan perubahan iklim akan meningkatkan kebutuhan inovasi pengelolaan air di kota-kota besar.
  • Industri air dan sanitasi di LAC akan menjadi pasar utama untuk investasi hijau, teknologi digital, dan ekonomi sirkular.
  • Kolaborasi lintas negara dan sektor (hydro-diplomacy, PPP, blended finance) kian penting untuk mengatasi krisis air lintas batas dan mempercepat pencapaian SDG 6.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Strategi Keamanan Air CAF 2023–2026 adalah peta jalan ambisius dan komprehensif untuk menjawab tantangan air di Amerika Latin dan Karibia. Dengan pilar IWRM, akses air dan sanitasi, pengurangan polusi, dan pengembangan irigasi, CAF menempatkan air sebagai penggerak utama pembangunan berkelanjutan, ketahanan pangan, dan adaptasi iklim. Implementasi strategi ini membutuhkan komitmen politik, inovasi pembiayaan, penguatan kelembagaan, dan pelibatan masyarakat secara inklusif.

Rekomendasi utama:

  • Percepat reformasi kelembagaan dan digitalisasi tata kelola air.
  • Tingkatkan investasi pada solusi berbasis alam dan infrastruktur hijau.
  • Perkuat kolaborasi lintas negara dan sektor, khususnya di DAS lintas batas.
  • Fokus pada inklusi sosial, gender, dan penguatan kapasitas daerah.
  • Kembangkan model pendanaan inovatif untuk memperluas dampak dan keberlanjutan.

Dengan strategi ini, LAC berpeluang menjadi pionir pengelolaan air yang adil, inklusif, dan berkelanjutan di era perubahan iklim.

Sumber Artikel Asli

Franz Rojas Ortuste, Carlos Orellana, Agustín Alonso, dkk. “2023–2026 Water Security Strategy.” CAF – Banco de Desarrollo de América Latina y el Caribe, 2023.

Selengkapnya
Strategi Keamanan Air 2023–2026 CAF – Menjawab Tantangan Air di Amerika Latin dan Karibia

Keamanan Air

Mengatasi Ketahanan Air: Tinjauan Umum

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 24 Juni 2025


Air dan Masa Depan Pembangunan Berkelanjutan

Dalam dua dekade terakhir, konsep water security atau keamanan air menjadi pusat perhatian dunia sebagai fondasi pembangunan berkelanjutan. Namun, makna dan cakupan keamanan air sangat beragam, tergantung perspektif dan konteks. Artikel review oleh Marcal dkk. (2021) menawarkan ulasan komprehensif tentang definisi, kerangka penilaian, indikator, dan aksi nyata untuk meningkatkan keamanan air di berbagai skala. Dengan pendekatan multidisipliner dan fokus pada relevansi kebijakan, paper ini menjadi referensi penting bagi peneliti, pembuat kebijakan, dan pelaku industri air di era perubahan iklim dan urbanisasi pesat1.

Definisi Keamanan Air: Dinamis, Multidimensi, dan Kontekstual

Evolusi dan Keragaman Definisi

Keamanan air pertama kali diangkat sebagai isu kebijakan global pada World Water Forum 2000. Sejak itu, berbagai definisi muncul dari lembaga internasional seperti Global Water Partnership, UN-Water, UNESCO, dan OECD. Definisi-definisi ini menyoroti dimensi yang berbeda: ketersediaan air, kualitas, akses, risiko bencana, ekosistem, dan pembangunan ekonomi. Konsensus global sulit dicapai karena setiap definisi menyesuaikan skala, tujuan, dan konteks lokal1.

Marcal dkk. merekomendasikan penggunaan definisi UN-Water yang holistik: keamanan air adalah “kapasitas masyarakat untuk memastikan akses berkelanjutan terhadap air dalam jumlah dan kualitas yang memadai, melindungi dari risiko air (banjir, kekeringan, polusi), menjaga ekosistem, serta mendukung pembangunan ekonomi dan sosial.” Meski komprehensif, definisi ini sulit dioperasionalkan tanpa kerangka dan indikator yang jelas.

Mengapa Keamanan Air Penting?

  • Ekonomi: Lebih dari 75% pekerjaan dunia bergantung pada air. Tekanan air global dapat mengancam 45% PDB dunia dan 40% produksi gandum1.
  • Risiko Global: Pada 2050, diprediksi 4 miliar orang akan hidup di wilayah dengan stres air berat. Biaya bencana air bisa lima kali lipat lebih besar daripada biaya mitigasi dan adaptasi1.
  • Kesehatan dan Sosial: Akses air bersih dan sanitasi adalah kunci SDG 6 dan penentu kualitas hidup, inklusi sosial, serta pengurangan kemiskinan.
  • Lingkungan: Dua pertiga air tawar dunia terancam sedang hingga berat oleh aktivitas manusia, mulai dari polusi pertanian hingga perubahan tata guna lahan.

Studi Kasus dan Tantangan Regional

1. Timur Tengah dan Afrika Utara (MENA)

Sebanyak 12 dari 17 negara dengan stres air tertinggi berada di MENA, di mana lebih dari 80% air permukaan diambil untuk pertanian, industri, dan kota. Negara-negara seperti Yordania menghadapi tantangan tambahan akibat pertumbuhan penduduk, pengungsi, dan sabotase infrastruktur air. Solusi inovatif seperti daur ulang air limbah dan efisiensi penggunaan air menjadi kunci, namun tantangan politik dan keamanan tetap besar1.

2. Amerika Selatan dan Sao Paulo, Brasil

Meski Brasil dikenal sebagai negara dengan cadangan air melimpah, kota Sao Paulo mengalami krisis air terparah pada 2014—akibat kombinasi perubahan iklim, deforestasi, dan tata kelola yang lemah. Krisis ini menunjukkan bahwa kelimpahan air secara nasional tidak menjamin keamanan air di tingkat kota jika tata kelola dan infrastruktur tidak adaptif1.

3. Amerika Serikat

AS, negara dengan sumber daya alam dan ekonomi besar, tetap rentan terhadap bencana air. Dalam 20 tahun terakhir, 90% bencana alam di dunia berhubungan dengan air. Badai, banjir, dan kekeringan menyebabkan kerugian ekonomi besar dan mengancam ketahanan pangan serta energi1.

4. Urbanisasi di Afrika

Urbanisasi pesat di Afrika memicu migrasi dari desa ke kota, memperburuk ketimpangan akses air dan sanitasi. Banyak kota besar menghadapi stres air, polusi, dan infrastruktur yang tidak memadai, memicu studi tentang keamanan air di skala rumah tangga dan komunitas1.

Kerangka Penilaian Keamanan Air: Skala, Pendekatan, dan Indikator

Skala Penilaian

  • Global: Analisis oleh Vorosmarty dkk. menilai keamanan air dari perspektif manusia dan biodiversitas, mengukur dampak perubahan tata guna lahan, polusi, dan pembangunan infrastruktur pada skala dunia.
  • Nasional: Indeks Keamanan Air Nasional (misal oleh ADB, Australia) mengukur dimensi rumah tangga, ekonomi, urban, lingkungan, dan bencana air.
  • Basin/Watershed: Penilaian di tingkat DAS menyoroti kebutuhan kerjasama lintas batas, penggunaan model hidrologi, dan prediksi perubahan iklim.
  • Regional dan Kota: Framework seperti City Blueprint dan Sustainable Cities Water Index menilai ketersediaan, akses, keandalan layanan, tata kelola, dan risiko di tingkat kota.
  • Komunitas dan Rumah Tangga: Fokus pada akses, kesehatan, ketidaksetaraan gender, stres emosional, dan keamanan pangan1.

Pendekatan dan Metodologi

  • Risk-based: OECD dan Sustainable Water Partnership menekankan manajemen risiko, mengidentifikasi bahaya dan kerentanan utama, serta menentukan level risiko yang dapat diterima masyarakat dan lingkungan.
  • Systemic/Metabolism Approach: Mengurai subsistem (ekonomi, masyarakat, ekosistem) dan hubungan antar elemen untuk memahami kompleksitas keamanan air.
  • PSR dan DPSIR: Model OECD dan EEA menghubungkan tekanan (pressure), kondisi (state), dampak (impact), dan respons (response) untuk menstruktur indikator dan intervensi.

Indikator dan Dimensi

Indikator keamanan air sangat beragam dan biasanya dikelompokkan dalam empat dimensi utama menurut UN-Water:

  • Air Minum dan Kesejahteraan: Ketersediaan, kualitas, akses, keandalan infrastruktur, daur ulang, kesehatan masyarakat, dan kesejahteraan psikososial.
  • Ekosistem: Kualitas air permukaan dan tanah, kesehatan sungai, pengelolaan limbah, biodiversitas, aliran lingkungan, dan perlindungan vegetasi.
  • Bencana dan Perubahan Iklim: Frekuensi dan dampak banjir, kekeringan, tanah longsor, kesiapsiagaan, dan respons terhadap perubahan iklim.
  • Kegiatan Ekonomi dan Tata Kelola: Air untuk pertanian, industri, energi, pengelolaan institusi, transparansi, investasi, inovasi, kolaborasi lintas negara, serta aspek sosial-ekonomi seperti pendidikan dan urbanisasi1.

Indikator-indikator ini sering dihubungkan dengan SDGs, khususnya SDG 6 (air bersih dan sanitasi), SDG 3 (kesehatan), SDG 8 (pertumbuhan ekonomi), SDG 13 (iklim), dan SDG 1 (pengentasan kemiskinan).

Dari Penilaian ke Aksi: Solusi dan Inovasi

Aksi Kunci untuk Meningkatkan Keamanan Air

  • Optimalisasi Efisiensi Air: Penggunaan teknologi cerdas, daur ulang air limbah, dan pengurangan kebocoran jaringan.
  • Integrasi Kebijakan: Menyatukan perencanaan air dengan tata guna lahan, energi, dan pembangunan ekonomi untuk mengurangi fragmentasi kebijakan.
  • Infrastruktur Adaptif: Investasi pada infrastruktur yang tahan perubahan iklim dan dapat beradaptasi dengan skenario masa depan.
  • Monitoring dan Data: Penguatan sistem monitoring real-time, penggunaan big data dan machine learning untuk prediksi dan respons cepat.
  • Keterlibatan Komunitas: Partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pengawasan, dan pengambilan keputusan untuk memastikan solusi kontekstual dan inklusif.
  • Kolaborasi Lintas Sektor dan Negara: Kerjasama antar pemerintah, swasta, LSM, dan negara tetangga untuk mengelola DAS lintas batas dan berbagi data serta inovasi1.

Studi Kasus Aksi Nyata

  • Singapore: Berhasil mencapai keamanan air tinggi melalui kombinasi daur ulang air limbah, desalinasi, perlindungan catchment, dan kebijakan harga air berbasis ekonomi.
  • Jordan: Mengatasi keterbatasan air dengan daur ulang air limbah dan efisiensi irigasi, meski tantangan politik dan keamanan tetap besar.
  • Sao Paulo: Krisis air 2014 mendorong investasi besar pada diversifikasi sumber air dan penguatan tata kelola, meski tantangan tetap ada.

Analisis Kritis dan Opini

Kekuatan Paper

  • Komprehensif dan Terstruktur: Mengulas definisi, framework, indikator, dan aksi nyata secara sistematis.
  • Multiskala dan Multidisipliner: Menghubungkan aspek teknis, sosial, ekonomi, dan kebijakan di berbagai skala.
  • Relevan dengan Agenda Global: Selaras dengan SDGs, Paris Agreement, dan tren inovasi industri air.

Kritik dan Tantangan

  • Kompleksitas Operasional: Definisi holistik sering sulit diukur dan dioperasionalkan tanpa adaptasi lokal.
  • Keterbatasan Data: Banyak negara berkembang masih kekurangan data berkualitas untuk penilaian yang akurat.
  • Kesenjangan Implementasi: Banyak framework bagus di atas kertas, namun pelaksanaan di lapangan sering terhambat birokrasi, kapasitas, atau keterbatasan dana.

Relevansi Industri dan Kebijakan

  • Smart Water Management: Industri air kini mengadopsi digitalisasi, sensor, dan analitik prediktif untuk efisiensi dan keamanan.
  • Green Infrastructure: Solusi berbasis alam (nature-based solutions) seperti green roofs, urban wetlands, dan rainwater harvesting semakin diadopsi.
  • Kolaborasi Publik-Swasta: Investasi dan inovasi dari sektor swasta menjadi kunci di banyak kota dan negara.

Rekomendasi Kebijakan dan Praktik

  1. Perkuat integrasi data dan monitoring lintas sektor dan skala.
  2. Dorong inovasi kebijakan dan teknologi, termasuk solusi berbasis alam dan digitalisasi.
  3. Libatkan masyarakat dan stakeholder sejak awal perencanaan hingga implementasi.
  4. Bangun kolaborasi lintas negara, khususnya di DAS yang rentan konflik.
  5. Pastikan indikator yang digunakan adaptif terhadap konteks lokal dan perubahan jangka panjang.

Menuju Keamanan Air yang Adaptif dan Berkelanjutan

Paper Marcal dkk. (2021) menegaskan bahwa keamanan air adalah konsep dinamis, multidimensi, dan sangat kontekstual. Penilaian dan aksi nyata harus terintegrasi, adaptif, dan berbasis data. Inovasi, kolaborasi, dan kebijakan yang inklusif adalah kunci untuk memastikan air tetap menjadi fondasi kesejahteraan, ekonomi, dan ekosistem di masa depan. Keamanan air bukan hanya target teknis, tetapi agenda sosial, ekonomi, dan lingkungan yang harus dijalankan bersama.

Sumber Artikel Asli

Marcal, J., Antizar-Ladislao, B., & Hofman, J. (2021). Addressing Water Security: An Overview. Sustainability, 13(24), 13702.

Selengkapnya
Mengatasi Ketahanan Air: Tinjauan Umum

Keamanan Air

Memperkuat Keamanan Air Regional untuk Meningkatkan Ketahanan di Kawasan G5 Sahel

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 24 Juni 2025


Air, Ketahanan, dan Masa Depan Sahel

Wilayah G5 Sahel—yang terdiri dari Burkina Faso, Chad, Mali, Mauritania, dan Niger—merupakan salah satu kawasan paling rapuh di dunia, baik dari segi sosial, ekonomi, maupun lingkungan. Laporan “Strengthening Regional Water Security for Greater Resilience in the G5 Sahel” dari World Bank (2021) hadir di tengah krisis multidimensi: pertumbuhan penduduk pesat, kemiskinan ekstrem, perubahan iklim, konflik agraria, dan migrasi massal. Paper ini mengulas secara mendalam bagaimana keamanan air (water security) menjadi fondasi utama bagi ketahanan ekonomi, sosial, dan stabilitas kawasan, serta menawarkan kerangka baru untuk intervensi regional yang lebih efektif.

Konteks: Mengapa Keamanan Air di Sahel Begitu Mendesak?

Sahel adalah zona transisi antara Sahara dan Afrika sub-Sahara, dengan curah hujan rendah dan variabilitas iklim ekstrem. Populasi kawasan ini diproyeksikan hampir dua kali lipat dari 86 juta menjadi 173 juta pada tahun 2040, dengan 47% penduduk berusia di bawah 15 tahun. Pertumbuhan penduduk yang pesat, urbanisasi, dan perubahan iklim akan memangkas separuh ketersediaan air per kapita dalam 20 tahun ke depan, mendorong sebagian besar negara G5 Sahel ke status rawan air.

Meskipun secara nasional ketersediaan air tahunan masih mencukupi, disparitas spasial dan temporal menyebabkan sebagian besar penduduk tetap hidup dalam ketidakamanan air. Hanya sebagian kecil populasi yang memiliki akses ke sungai permanen; sisanya sangat bergantung pada hujan musiman yang tidak menentu. Keterbatasan investasi, lemahnya kapasitas institusi, serta distribusi air yang tidak merata memperburuk situasi ini.

Akses Air dan Sanitasi: Tantangan Kesehatan dan Pembangunan

Sekitar 40% penduduk G5 Sahel belum memiliki akses ke air bersih, dan hampir 80% tidak memiliki sanitasi layak. Di Chad, hanya 38,7% penduduk yang memiliki akses air dasar, dan angka sanitasi dasar bahkan di bawah 10%. Di pedesaan, angka ini lebih buruk lagi: hanya 30% rumah tangga di Chad yang memiliki akses air dasar, dan kurang dari 2% memiliki sanitasi dasar. Akibatnya, penyakit diare dan infeksi menjadi penyebab utama kematian anak di bawah lima tahun, dengan tingkat kematian akibat air tidak aman mencapai 101 per 100.000 di Chad—dua kali lipat rata-rata Afrika Sub-Sahara.

Kualitas pelayanan air dan sanitasi yang buruk juga berkontribusi pada polusi, kerusakan lingkungan, dan kerugian ekonomi besar. Di Niger, kerugian ekonomi akibat WASH (Water, Sanitation, and Hygiene) yang tidak memadai diperkirakan lebih dari 10% PDB. Di Bamako, limbah tinja dibuang langsung ke Sungai Niger tanpa pengolahan, memperparah polusi dan risiko kesehatan.

Pertanian dan Irigasi: Kunci Ketahanan Pangan dan Tantangan Efisiensi

Sektor pertanian menyerap 51–97% pengambilan air di negara-negara G5 Sahel. Dengan 36 juta hektar lahan pertanian (hanya 10% dari total wilayah), pertanian menyumbang 30–40% PDB nasional dan hingga 80% lapangan kerja di Chad. Namun, hanya 38% potensi irigasi yang telah dikembangkan, dan separuhnya tidak berfungsi optimal. Biaya pembangunan irigasi di Afrika Sub-Sahara sangat tinggi, rata-rata US$11.800 per hektar, dibandingkan US$3.900 di wilayah lain. Banyak petani di Mauritania dan Mali meninggalkan irigasi karena biaya pemeliharaan melebihi keuntungan.

Studi kasus di Mali menunjukkan bahwa rehabilitasi jaringan irigasi dapat menggandakan produktivitas pertanian tanpa perlu ekspansi besar-besaran. Pemerintah Mali, misalnya, meminta dukungan untuk merehabilitasi 34.000 hektar lahan irigasi yang akan langsung menguntungkan lebih dari 120.000 orang. Namun, proyek irigasi besar juga rawan memicu konflik baru jika tidak dikelola secara adil.

Pastoralisme: Pilar Ekonomi yang Terpinggirkan

Sekitar 13% penduduk Afrika Barat adalah pastoral, dengan 87% angkatan kerja di Niger terlibat dalam peternakan. Sektor ini menyumbang 25% PDB G5 Sahel dan 40% PDB pertanian. Namun, jaringan titik air pastoral sangat kurang dan banyak yang rusak, membatasi mobilitas ternak dan meningkatkan risiko overgrazing serta konflik dengan petani. Pertumbuhan lahan pertanian 2,5 kali lipat sejak 1960-an telah mengurangi padang rumput kritis sebesar 13%, sementara populasi ternak meningkat 2,5 kali lipat, memperbesar persaingan lahan dan air.

Air Lintas Batas: Sumber Daya Bersama, Sumber Konflik

Sebagian besar aktivitas ekonomi G5 Sahel bergantung pada sungai lintas negara seperti Niger, Senegal, Volta, dan Chad. Namun, hanya 2% lahan pertanian di basin-basin ini yang diirigasi, jauh di bawah potensi. Pembangunan bendungan, irigasi, dan pengambilan air tanpa koordinasi lintas negara berisiko memicu ketimpangan, kerusakan ekosistem, dan konflik antarnegara.

Potensi energi hidro di kawasan ini juga besar, namun baru 17% yang dikembangkan. Sungai Niger, misalnya, baru memanfaatkan 13% dari kapasitas hidro 15.000 MW-nya. Kerjasama lintas negara sangat penting untuk memaksimalkan manfaat ekonomi dan sosial dari sumber daya air bersama.

Air, Konflik, dan Migrasi: Siklus Rapuh di Sahel

G5 Sahel adalah salah satu kawasan paling rentan konflik di dunia, dengan dua pertiga penduduk tinggal di area berisiko konflik dan lebih dari 3,5 juta orang mengungsi. Ketidakamanan air memperburuk fragilitas ini melalui tiga saluran utama:

  • Migrasi lingkungan: Degradasi lahan dan kekurangan air memaksa jutaan orang bermigrasi, meningkatkan tekanan pada komunitas penerima dan memperburuk ketegangan sosial. Contoh: lebih dari 1 juta orang mengungsi di Burkina Faso akibat kekeringan dan konflik.
  • Konflik petani-penggembala: Variabilitas air dan lahan memicu konflik baru antara petani dan penggembala, terutama di area transisi dan sepanjang jalur transhumance. Di Mali, konflik antara komunitas Dogon dan Fulani menewaskan 134 orang pada 2019.
  • Menurunnya kepercayaan pada negara: Ketidakmampuan negara menyediakan layanan dasar air memperkuat narasi eksklusi, mendorong kelompok rentan ke ekstremisme.

Studi Kasus: Danau Chad dan Delta Niger

Danau Chad, yang menjadi sumber penghidupan bagi 13 juta orang, kini menyusut drastis akibat pengambilan air berlebihan dan perubahan iklim. Migrasi massal dan konflik bersenjata (misal Boko Haram) memperburuk krisis. Delta Niger di Mali juga menghadapi tantangan serupa: pembangunan bendungan dan irigasi di hulu mengurangi banjir musiman, mengancam ekosistem dan penghidupan lebih dari 1 juta orang yang bergantung pada pertanian resesi banjir dan perikanan.

Solusi: Diversifikasi, Kolaborasi, dan Pendekatan Problem-Driven

Paper ini merekomendasikan pergeseran paradigma dari pendekatan normatif (IWRM klasik) ke pendekatan problem-driven (“problemshed”). Artinya, solusi harus disesuaikan dengan skala dan konteks masalah—baik lokal, lintas batas, maupun regional—dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.

Empat strategi utama:

  • Diversifikasi sumber air dan peningkatan kapasitas penyimpanan: Investasi pada sumur, bendungan kecil, recharge akuifer, dan panen air hujan sangat penting untuk meningkatkan ketahanan iklim.
  • Rehabilitasi dan efisiensi infrastruktur: Fokus pada perbaikan jaringan irigasi dan titik air pastoral yang ada, alih-alih ekspansi besar-besaran yang mahal dan berisiko konflik.
  • Penguatan kelembagaan dan data: Investasi pada sistem informasi, monitoring, dan tata kelola air, termasuk pengelolaan air tanah yang selama ini terabaikan.
  • Kolaborasi lintas negara: Penguatan organisasi basin dan kerjasama bilateral, seperti antara Ghana dan Burkina Faso di basin Volta, terbukti efektif dalam mengelola bendungan dan pertukaran data.

Kritik dan Analisis

Kekuatan Laporan

  • Analisis holistik: Mengaitkan air dengan pembangunan ekonomi, kesehatan, stabilitas sosial, dan keamanan.
  • Studi kasus konkret: Menampilkan contoh nyata di Mali, Chad, Burkina Faso, dan Volta Basin.
  • Pendekatan inovatif: Mendorong pergeseran ke problem-driven dan kolaborasi lintas skala.

Tantangan dan Kekurangan

  • Implementasi kebijakan: Banyak rekomendasi bagus di atas kertas, namun pelaksanaan di lapangan sering terhambat birokrasi, lemahnya kapasitas, dan fragmentasi institusi.
  • Kesenjangan investasi: Sebagian besar proyek masih bersifat nasional dan sektoral, belum cukup regional dan multisektor.
  • Kurangnya integrasi air tanah: Pengelolaan air tanah masih minim, padahal potensinya besar untuk ketahanan jangka panjang.

Relevansi Global dan Industri

  • Adaptasi perubahan iklim: Sahel menjadi laboratorium penting untuk inovasi adaptasi air di kawasan kering dan rapuh.
  • Kolaborasi lintas batas: Model kerjasama basin dan problem-driven dapat diadopsi di kawasan lain yang menghadapi tantangan serupa.
  • Investasi swasta dan karbon: Potensi investasi swasta melalui skema offset karbon dan agroforestry mulai berkembang.

Rekomendasi Kebijakan

  1. Dorong investasi pada diversifikasi sumber air dan penyimpanan skala kecil-menengah.
  2. Prioritaskan rehabilitasi infrastruktur dan efisiensi, bukan sekadar ekspansi.
  3. Perkuat sistem data, monitoring, dan tata kelola air tanah.
  4. Fasilitasi dialog lintas negara dan lintas sektor, dengan pendekatan problem-driven.
  5. Libatkan komunitas lokal dan kelompok rentan dalam perencanaan dan pelaksanaan.
  6. Integrasikan air dalam strategi pembangunan regional dan pencegahan konflik.

Kesimpulan: Air sebagai Fondasi Ketahanan dan Perdamaian Sahel

Laporan ini menegaskan bahwa keamanan air bukan sekadar isu teknis, melainkan fondasi utama bagi ketahanan, pertumbuhan ekonomi, dan perdamaian di Sahel. Tanpa reformasi tata kelola, investasi cerdas, dan kolaborasi lintas batas, kawasan ini akan terus terjebak dalam siklus krisis air, kemiskinan, dan konflik. Namun, dengan strategi yang tepat, Sahel dapat bertransformasi menjadi kawasan yang lebih tangguh, inklusif, dan berkelanjutan.

Sumber Artikel Asli

Strengthening Regional Water Security for Greater Resilience in the G5 Sahel, World Bank, 2021.

Selengkapnya
Memperkuat Keamanan Air Regional untuk Meningkatkan Ketahanan di Kawasan G5 Sahel

Keamanan Air

Irigasi dan Keamanan Air: Peran Instrumen Ekonomi dan Tata Kelola

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 22 Juni 2025


Mengapa Irigasi dan Keamanan Air Semakin Krusial?

Irigasi menjadi tulang punggung ketahanan pangan global. Sekitar 17% lahan pertanian dunia yang diirigasi menghasilkan lebih dari sepertiga pangan dan serat dunia. Namun, di balik kontribusinya, irigasi juga menjadi sumber berbagai masalah lingkungan: penurunan muka air tanah, salinisasi, degradasi ekosistem, dan penurunan kualitas air. Paper ini menyoroti bahwa modernisasi irigasi—baik dari sisi teknologi maupun kelembagaan—saja tidak cukup untuk memastikan keberlanjutan sektor ini. Kunci utamanya adalah tata kelola air yang efektif, dengan peran penting instrumen ekonomi, namun harus dilengkapi dengan prinsip-prinsip tata kelola yang adil, transparan, dan partisipatif.

Irigasi: Sumber Pangan, Sumber Masalah

Kontribusi Irigasi bagi Ketahanan Pangan

  • Sekitar 250 juta hektar lahan di dunia telah diirigasi, meningkat lima kali lipat sejak awal abad ke-20.
  • Lahan irigasi hanya 17% dari total lahan pertanian, namun menghasilkan lebih dari 33% pangan dunia.
  • Permintaan irigasi diprediksi terus naik, terutama di negara berkembang yang populasinya tumbuh pesat.

Dampak Lingkungan dan Efisiensi

  • Irigasi mengonsumsi 70% dari total pengambilan air tawar dunia, setara 2.000–2.500 km³ per tahun.
  • Hanya 40% air irigasi yang benar-benar sampai ke tanaman; sisanya hilang akibat evaporasi, infiltrasi, atau pertumbuhan gulma.
  • Praktik irigasi yang buruk menyebabkan 10% lahan irigasi dunia mengalami waterlogging dan salinisasi.
  • Penurunan muka air tanah, polusi, dan perubahan aliran sungai telah menjadi masalah di banyak kawasan, memperburuk ketersediaan air permukaan.

Keamanan Air: Konsep dan Tantangan Tata Kelola

Definisi Keamanan Air

Global Water Partnership mendefinisikan keamanan air sebagai “akses terhadap air dalam jumlah dan kualitas yang memadai untuk kebutuhan manusia dan lingkungan.” Keamanan air tercapai jika air yang cukup dan berkualitas tersedia untuk kebutuhan sosial, ekonomi, budaya, sekaligus menjaga fungsi ekosistem penting.

Tantangan Tata Kelola

  • Keterlibatan Stakeholder: Tata kelola air yang baik harus melibatkan masyarakat, LSM, dan sektor swasta, bukan hanya pemerintah.
  • Transparansi dan Akuntabilitas: Pengambilan keputusan harus terbuka, adil, dan dapat dipertanggungjawabkan.
  • Integrasi Sektor: Keputusan alokasi air harus terintegrasi dengan tata guna lahan, ekonomi, dan perlindungan lingkungan.
  • Skala Pengambilan Keputusan: Harus disesuaikan dengan konteks lokal, regional, hingga nasional.

Sistem Alokasi Air dan Instrumen Ekonomi

Sistem Alokasi Air

Sistem alokasi air menentukan siapa, kapan, dan berapa banyak air yang boleh digunakan untuk berbagai keperluan—mulai dari irigasi, kota, industri, hingga lingkungan. Sistem ini sangat mempengaruhi produktivitas ekonomi, kesejahteraan sosial, dan kualitas ekosistem.

  • Ketika air langka, sistem alokasi yang tidak efisien atau tidak adil dapat memperburuk konflik dan menurunkan keamanan air.
  • Alokasi air yang efektif, efisien, dan adil sangat penting, terutama di wilayah yang ekonominya sangat tergantung pada pertanian irigasi.

Peran Instrumen Ekonomi

Instrumen ekonomi seperti harga air, pajak, atau insentif digunakan untuk meningkatkan efisiensi alokasi air. Dengan harga yang mencerminkan kelangkaan air, pengguna didorong untuk berhemat dan mengalokasikan air ke penggunaan yang paling produktif.

  • Pasar air dan mekanisme harga telah diterapkan di banyak negara untuk mengatasi kelangkaan.
  • Namun, efisiensi alokasi saja tidak cukup. Instrumen ekonomi harus didukung tata kelola yang kuat agar tidak menciptakan ketidakadilan atau mengorbankan kebutuhan lingkungan.

Modernisasi Irigasi: Teknologi dan Kelembagaan

Teknologi Irigasi

  • Inovasi seperti irigasi tetes (drip irrigation), laser leveling, dan penjadwalan irigasi berbasis data telah meningkatkan efisiensi penggunaan air.
  • Namun, modernisasi teknologi tanpa perubahan kelembagaan dan kebijakan sering gagal mengatasi masalah mendasar.

Reformasi Kelembagaan

  • Banyak negara kini beralih dari paradigma “menambah pasokan” ke “mengoptimalkan penggunaan” air.
  • Reformasi sistem alokasi air dan penggunaan instrumen ekonomi menjadi prioritas, namun tetap harus memperhatikan aspek sosial, budaya, dan lingkungan.

Studi Kasus dan Bukti Empiris

Global

  • Laporan World Water Assessment Programme memperkirakan bahwa 10% lahan irigasi dunia rusak akibat waterlogging dan salinisasi, terutama di Asia Selatan dan Timur Tengah.
  • Di beberapa kawasan, modernisasi irigasi berhasil meningkatkan efisiensi hingga 30%, namun tanpa tata kelola yang baik, efisiensi ini sering tidak berkelanjutan.

Kanada

Penelitian de Loë dkk. di Kanada menunjukkan bahwa kegagalan melibatkan stakeholder secara adil bisa memicu konflik, terutama jika hak masyarakat adat diabaikan. Kurangnya transparansi dalam pengambilan keputusan menyebabkan ketidakpastian investasi dan ketidakpercayaan publik.

Australia

Murray-Darling Basin di Australia menjadi contoh sukses dan tantangan pasar air. Mekanisme pasar berhasil meningkatkan efisiensi, namun juga menimbulkan kontroversi soal keadilan distribusi dan dampak lingkungan jika tidak diawasi dengan ketat.

Dimensi Kritis Tata Kelola Air

Transparansi dan Partisipasi

  • Keterlibatan publik dan stakeholder dalam pengambilan keputusan meningkatkan legitimasi dan efektivitas kebijakan air.
  • Kurangnya transparansi dapat menyebabkan keputusan yang buruk dan konflik berkepanjangan.

Integrasi Lintas Sektor

  • Pengelolaan air harus terintegrasi dengan tata guna lahan, pengelolaan limbah, dan perencanaan ekonomi.
  • Perlindungan ekosistem air harus menjadi bagian dari sistem alokasi air, bukan sekadar tambahan.

Skala dan Kewenangan

  • Pengambilan keputusan harus sesuai dengan skala permasalahan—lokal, regional, nasional, hingga lintas negara.
  • Peran aktor non-negara (masyarakat, LSM, swasta) harus diakui dan difasilitasi.

Kritik dan Analisis Tambahan

Kekuatan Paper

  • Menekankan pentingnya tata kelola dan instrumen ekonomi dalam meningkatkan keamanan air dan keberlanjutan irigasi.
  • Mengintegrasikan analisis teknologi, ekonomi, dan kelembagaan dalam satu kerangka berpikir.

Kritik

  • Paper ini menyoroti bahwa efisiensi ekonomi tidak otomatis berarti keberlanjutan lingkungan atau keadilan sosial.
  • Instrumen ekonomi tanpa tata kelola yang kuat berisiko memperdalam kesenjangan dan mengorbankan kebutuhan ekosistem.

Relevansi dengan Tren Global

  • Isu keamanan air dan tata kelola irigasi menjadi agenda utama dalam SDGs dan kebijakan adaptasi perubahan iklim.
  • Negara-negara seperti Tiongkok, India, dan negara-negara Afrika kini mulai mengadopsi pendekatan berbasis tata kelola partisipatif dan instrumen ekonomi.
  • Inovasi teknologi dan kebijakan “smart water management” semakin didorong, namun harus diimbangi dengan perlindungan hak-hak masyarakat lokal dan ekosistem.

Rekomendasi Kebijakan

  1. Perkuat Tata Kelola:
    Keterbukaan, partisipasi, dan integrasi lintas sektor harus menjadi prinsip utama pengelolaan air dan irigasi.
  2. Instrumen Ekonomi yang Adil:
    Harga air dan insentif harus dirancang agar mendorong efisiensi tanpa mengorbankan kelompok rentan dan kebutuhan lingkungan.
  3. Modernisasi Teknologi dan Kelembagaan:
    Inovasi irigasi harus diiringi reformasi kelembagaan agar manfaatnya berkelanjutan.
  4. Pengakuan Hak Masyarakat Adat dan Lokal:
    Pengelolaan air harus menghormati hak-hak tradisional dan melibatkan masyarakat adat dalam pengambilan keputusan.
  5. Integrasi Perlindungan Ekosistem:
    Alokasi air untuk lingkungan harus dijamin secara hukum dan diimplementasikan secara efektif.

Irigasi, Keamanan Air, dan Masa Depan Ketahanan Pangan

Irigasi adalah penentu utama ketahanan pangan dunia, namun juga sumber tantangan lingkungan dan sosial. Paper ini menegaskan bahwa keamanan air hanya bisa dicapai melalui sinergi antara efisiensi ekonomi, tata kelola yang adil, dan perlindungan lingkungan. Instrumen ekonomi penting, namun tidak cukup tanpa tata kelola yang transparan, partisipatif, dan terintegrasi. Masa depan irigasi dan keamanan air akan sangat ditentukan oleh kemampuan negara-negara mengadopsi prinsip-prinsip tata kelola ini dalam kebijakan dan praktik sehari-hari.

Sumber Artikel 

Irrigation and water security: the role of economic instruments and governance, R. C. de Loë & H. Bjornlund, WIT Transactions on Ecology and the Environment, Vol 112, 2008.

Selengkapnya
Irigasi dan Keamanan Air: Peran Instrumen Ekonomi dan Tata Kelola
page 1 of 2 Next Last »