Infrastruktur Jalan

Tanggung Gugat Perencana Jalan Tol: Menjaga Akuntabilitas dalam Infrastruktur Nasional

Dipublikasikan oleh Anisa pada 05 Mei 2025


Pendahuluan: Saat Rancang Bangun Jadi Sumber Gugatan

Dalam konteks pembangunan infrastruktur, khususnya jalan tol, posisi perencana seringkali terlupakan dalam diskursus publik. Padahal, peran mereka sangat krusial dalam menjamin keselamatan pengguna jalan, efisiensi biaya, hingga keberlanjutan struktur dalam jangka panjang. Buku karya Dr. Arya Wijayanto ini hadir sebagai pengingat bahwa tanggung jawab perencana tak bisa dianggap sepele—bahkan bisa menjadi subjek tuntutan hukum jika kelalaiannya terbukti merugikan pengguna atau negara.

Dengan fokus pada aspek tanggung gugat perdata, buku ini menyoroti berbagai prinsip hukum yang mengikat perencana dalam proyek jalan tol. Mengacu pada teori hukum perdata dan praktik di lapangan, kajian ini sangat relevan di tengah meningkatnya insiden kecelakaan akibat kegagalan perencanaan teknis.

 

Hukum Perdata dan Peran Profesional: Siapa yang Bertanggung Jawab?

Prinsip Dasar Tanggung Gugat

Secara yuridis, tanggung gugat adalah kewajiban seseorang untuk memberikan ganti rugi atas kerugian yang ditimbulkan oleh perbuatannya, baik karena wanprestasi (ingkar janji) maupun perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad). Dalam konteks perencana jalan tol, tanggung gugat bisa muncul dari:

  • Kesalahan teknis dalam perencanaan geometrik (tikungan, tanjakan, drainase).
     

  • Kegagalan menganalisis data geoteknik secara akurat.
     

  • Kelalaian dalam mengikuti standar baku desain nasional/internasional.

Analisis Kritis: Kapan Perencana Bisa Digugat?

Buku ini menjelaskan bahwa perencana profesional, termasuk konsultan atau insinyur sipil, terikat oleh kontrak kerja dan kewajiban hukum tak tertulis untuk menjalankan pekerjaannya sesuai standar keahlian yang wajar (duty of care).

Berdasarkan pasal 1365 KUHPerdata, seseorang dapat dimintai tanggung jawab jika memenuhi unsur:

  1. Ada perbuatan melawan hukum
     

  2. Ada kerugian
     

  3. Ada hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian
     

  4. Ada kesalahan (schuld)
     

Dalam buku ini, dijelaskan secara rinci bahwa perencana jalan tol bisa dimintai tanggung jawab apabila hasil perencanaannya menimbulkan kerugian, misalnya:

  • Konstruksi amblas karena kesalahan hitung beban tanah.
     

  • Genangan rutin akibat desain saluran air yang tidak mencukupi.
     

  • Kecelakaan lalu lintas karena tikungan tajam di luar standar toleransi.
     

Contoh Kasus: Kegagalan Jalan Tol Cipularang

Salah satu studi kasus penting yang relevan adalah amblesnya Jalan Tol Cipularang KM 100+600. Berdasarkan audit teknis, ditemukan adanya kelemahan dalam perencanaan fondasi dan geoteknik, khususnya terkait daerah rawan longsor. Jika dibuktikan bahwa perencana mengabaikan data lapangan atau menyederhanakan parameter keamanan, maka bisa dibuktikan unsur kelalaiannya secara hukum.

Dimensi Praktis: Apakah Perencana Bisa Bebas dari Gugatan?

Dalam praktiknya, perencana seringkali berkilah dengan menyatakan bahwa mereka hanya memberikan “saran teknis”, sementara keputusan akhir di tangan pelaksana. Namun argumen ini lemah, karena tanggung jawab profesional tetap melekat pada output yang diberikan.

Beberapa cara mitigasi risiko tanggung gugat, sebagaimana dijelaskan dalam buku ini:

  • Kontrak kerja yang rinci, termasuk klausul pembatasan tanggung jawab.
     

  • Asuransi profesi (professional indemnity insurance) untuk menutup risiko hukum.
     

  • Audit eksternal sebelum implementasi desain besar.
     

Statistik & Tren Industri: Meningkatnya Gugatan terhadap Konsultan

Data dari LPJK dan Kementerian PUPR menunjukkan bahwa dalam satu dekade terakhir, jumlah gugatan terhadap konsultan teknik di Indonesia mengalami peningkatan 32%. Sebagian besar terkait proyek jalan raya dan tol.

Beberapa Angka Penting:

  • Rata-rata kerugian akibat kegagalan desain jalan tol mencapai Rp12,5 miliar per kasus.
     

  • 65% kecelakaan struktural dalam proyek tol diakibatkan oleh kelalaian teknis tahap perencanaan.
     

  • Hanya 20% perusahaan konsultan yang memiliki asuransi tanggung gugat profesional secara aktif.
     

Angka-angka ini menunjukkan pentingnya urgensi pembahasan buku ini, serta perlunya peningkatan standar akuntabilitas dalam jasa perencanaan.

Dimensi Etika: Bukan Sekadar Persoalan Hukum

Dalam banyak kasus, kegagalan desain bukan hanya persoalan hukum, tetapi juga mencerminkan krisis etika profesional. Buku ini menekankan bahwa tanggung gugat perencana juga bermuatan moral, karena menyangkut keselamatan publik yang bergantung pada hasil pekerjaan teknis tersebut.

Komparasi Internasional:

  • Di Inggris dan Australia, konsultan teknik diwajibkan memiliki lisensi dan mempertanggungjawabkan pekerjaan dalam pengadilan profesional.
     

  • Di Indonesia, sanksi terhadap perencana seringkali hanya bersifat administratif atau teguran ringan dari asosiasi.
     

Buku ini dengan tepat menyerukan reformasi kelembagaan, di mana Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) perlu lebih tegas dalam mengawasi tanggung jawab etika dan hukum perencana.

Kritik dan Saran: Mengembangkan Perspektif Multidisipliner

Walaupun buku ini memberikan fondasi hukum yang kuat, ada beberapa aspek yang bisa diperluas:

  • Dimensi sosioteknis: Bagaimana tekanan proyek cepat selesai berdampak pada kualitas desain?
     

  • Kajian ekonomi: Sejauh mana tanggung gugat memengaruhi biaya total proyek tol?
     

  • Pendekatan preventif: Penguatan sistem peer review dalam desain sebelum disahkan.
     

Penulis bisa mempertimbangkan memasukkan studi perbandingan sistem tanggung gugat di negara maju, sehingga pembaca mendapat perspektif global tentang bagaimana perlindungan pengguna jalan bisa dilakukan secara sistemik.

Kesimpulan: Membangun Jalan, Menjaga Tanggung Jawab

Buku “Prinsip Tanggung Gugat Perencana Jalan Tol” merupakan kontribusi penting dalam memperkuat aspek hukum dari profesi perencana infrastruktur. Dalam era pembangunan masif seperti sekarang, kejelasan tanggung jawab profesional menjadi sangat vital untuk menjaga integritas proyek dan keselamatan publik.

Nilai Plus Buku Ini:

  • Penjelasan hukum disampaikan dengan lugas dan sistematis.
     

  • Studi kasus dan implikasi praktis memperkuat argumen.
     

  • Relevan dengan kondisi aktual proyek jalan tol di Indonesia.
     

Dampak Praktis:

Buku ini layak dibaca oleh:

  • Konsultan teknik dan profesional konstruksi.
     

  • Mahasiswa teknik sipil dan hukum.
     

  • Pembuat kebijakan di sektor infrastruktur.

Sumber Asli:

Wijayanto, Arya. (2023). Prinsip Tanggung Gugat Perencana Jalan Tol. Jakarta: Lembaga Penerbit Badan Litbang PUPR.
Tersedia melalui katalog digital PUPR atau pustaka perguruan tinggi teknik.

Selengkapnya
Tanggung Gugat Perencana Jalan Tol: Menjaga Akuntabilitas dalam Infrastruktur Nasional

Infrastruktur Jalan

Sistem Pengadaan Proyek Design and Build di Indonesia: Solusi Strategis atau Tantangan Terselubung?

Dipublikasikan oleh Anisa pada 30 April 2025


Pendahuluan: Menjawab Tantangan Pembangunan Infrastruktur Nasional

Indonesia tengah menghadapi kebutuhan mendesak akan percepatan pembangunan infrastruktur. Dalam konteks itu, sistem pengadaan proyek Design and Build (D&B) mulai dipertimbangkan sebagai pendekatan inovatif untuk menjawab permasalahan keterlambatan proyek, efisiensi anggaran, serta peningkatan kualitas hasil bangunan. Paper oleh Dwijendra (2024) menyelami topik ini secara komprehensif, menelaah efektivitas sistem D&B dalam konteks pembangunan infrastruktur Indonesia yang kompleks dan penuh tantangan birokrasi.

Artikel ini mengulas dan menganalisis secara kritis isi paper tersebut, menambahkan studi kasus, tren terkini, serta implikasi praktis di lapangan agar menjadi rujukan yang informatif dan unik bagi pembaca profesional maupun awam.

Apa Itu Sistem Design and Build?

Berbeda dengan metode konvensional (Design-Bid-Build), sistem D&B menggabungkan perencanaan desain dan pelaksanaan konstruksi dalam satu kontrak. Artinya, satu pihak bertanggung jawab penuh dari awal hingga akhir proyek. Tujuannya adalah menciptakan efisiensi waktu, penghematan biaya, dan peningkatan kualitas proyek.

Kelebihan sistem D&B menurut Dwijendra:

  • Mengurangi konflik antar pihak (perencana dan pelaksana).

  • Mempercepat waktu pelaksanaan karena proses desain dan konstruksi bisa dilakukan paralel.

  • Menekan potensi pembengkakan biaya.

Namun, sistem ini juga menimbulkan tantangan tersendiri, terutama dalam hal pengawasan kualitas, kesenjangan kompetensi, dan potensi monopoli oleh penyedia jasa besar.

Analisis Kontekstual: Mengapa D&B Jadi Pilihan?

Tren Nasional

Dalam proyek-proyek strategis nasional (PSN) seperti jalan tol, bendungan, dan bandara, pendekatan D&B mulai dipilih oleh pemerintah untuk memangkas waktu dan biaya tender yang rumit. Dalam data Bappenas, tercatat bahwa proyek yang menggunakan metode D&B rata-rata selesai 20–25% lebih cepat dibanding metode konvensional.

Studi Kasus: Proyek Jalan Tol Cisumdawu

Proyek Tol Cisumdawu menjadi salah satu contoh penerapan metode D&B yang relatif berhasil. Dalam proyek sepanjang 60 km ini, kolaborasi desain dan konstruksi oleh satu konsorsium mempercepat penyelesaian proyek yang sebelumnya tersendat akibat permasalahan pembebasan lahan dan koordinasi desain.

Temuan Utama dari Paper Dwijendra

Dwijendra menyoroti beberapa temuan kunci yang layak menjadi bahan diskusi lanjutan:

1. Dukungan Regulasi Masih Lemah

Meski Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mengakomodasi metode D&B, implementasinya di lapangan masih minim panduan teknis. Akibatnya, banyak pelaksana proyek bingung dalam menerapkan standar operasional (SOP) yang sesuai.

2. Rendahnya Kapasitas SDM

Mayoritas instansi pemerintah daerah belum siap mengelola proyek D&B karena kurangnya pemahaman teknis serta lemahnya sistem manajemen risiko.

3. Konflik Peran Pengawas

Karena desain dan pelaksanaan dilakukan oleh satu entitas, potensi konflik kepentingan meningkat. Fungsi pengawasan cenderung lemah, karena tidak ada pihak independen yang benar-benar netral.

4. Efektivitas Biaya Belum Konsisten

Meski D&B diklaim mampu menekan biaya, dalam beberapa kasus justru terjadi cost overrun akibat spesifikasi desain berubah selama proses berjalan. Ini menunjukkan perlunya perencanaan yang lebih matang sejak awal.

Perbandingan dengan Sistem Internasional

Di Amerika Serikat dan Inggris, metode D&B telah menjadi praktik umum, terutama dalam proyek sektor swasta dan militer. Perbedaannya terletak pada:

  • Kematangan regulasi.

  • Adanya lembaga independen pengontrol kualitas.

  • Penggunaan teknologi Building Information Modeling (BIM) yang membuat desain terintegrasi dan transparan.
     

Indonesia, menurut penulis, belum optimal dalam aspek tersebut. BIM masih belum diadopsi luas, dan belum ada badan audit proyek yang terintegrasi digital.

Tantangan di Indonesia: Birokrasi, Korupsi, dan Kesenjangan Kapasitas

Salah satu kendala besar adalah struktur birokrasi yang lamban serta potensi praktik korupsi dalam proses pengadaan. Dalam Laporan ICW tahun 2023, pengadaan barang/jasa masih menjadi sektor dengan potensi korupsi terbesar. Sistem D&B, jika tidak diawasi ketat, bisa membuka celah lebih besar karena kontrol teknis yang minim.

Rekomendasi Praktis dari Dwijendra

Dwijendra menyarankan reformasi besar-besaran dalam sistem pengadaan, dengan beberapa poin kunci:

  • Peningkatan kapasitas SDM pengelola proyek di daerah.

  • Penyusunan pedoman teknis khusus proyek D&B.

  • Pelibatan lembaga pengawas independen.

  • Adopsi sistem digital seperti e-procurement dan BIM.

Pandangan Kritis & Nilai Tambah

Meski Dwijendra menyajikan kajian yang solid, ada beberapa hal yang bisa dipertajam:

  • Belum adanya kuantifikasi dampak D&B di proyek-proyek gagal. Kajian lebih dalam soal risiko kegagalan D&B perlu dilakukan, misalnya dalam konteks proyek rusunawa yang desainnya buruk dan tak bisa dihuni.

  • Minimnya pendekatan studi ekonomi. Apakah D&B memang efisien secara makroekonomi, atau hanya terlihat lebih cepat dalam jangka pendek?
     

Dampak Strategis untuk Indonesia

Dengan masuknya Ibu Kota Negara (IKN) dan ratusan proyek PSN lainnya, sistem pengadaan yang cepat, efisien, dan adaptif sangat krusial. D&B bisa menjadi solusi—jika dan hanya jika—peraturan, sumber daya manusia, dan sistem pengawasan dibenahi.

Jika tidak, sistem ini justru bisa menjadi alat legitimasi praktik korupsi yang lebih terstruktur, di mana satu entitas mengendalikan seluruh proses tanpa kontrol eksternal yang memadai.

Kesimpulan: Menuju D&B yang Cerdas dan Transparan

Paper karya Dwijendra menjadi pengingat penting bahwa inovasi dalam sistem pengadaan proyek tidak cukup hanya di atas kertas. D&B hanya akan efektif jika dibarengi dengan:

  • Peningkatan kapasitas lembaga publik,

  • Reformasi regulasi,

  • Integrasi teknologi digital,

  • Dan, tentu saja, akuntabilitas dalam setiap tahap.

Sistem Design and Build bisa menjadi masa depan pengadaan proyek di Indonesia—tapi hanya jika dijalankan dengan visi yang jelas, etika yang kuat, dan kontrol yang tepat.

Sumber Asli Paper

Ngakan Ketut Acwin Dwijendra. (2024). Kajian Sistem Pengadaan Proyek Design and Build dalam Percepatan Pembangunan Infrastruktur di Indonesia. Diakses dari: ResearchGate Link

Selengkapnya
Sistem Pengadaan Proyek Design and Build di Indonesia: Solusi Strategis atau Tantangan Terselubung?
« First Previous page 3 of 3