Industri Otomotif

Indonesia Bersiap Menjadi Basis Produksi Mobil Listrik Global

Dipublikasikan oleh Jovita Aurelia Sugihardja pada 29 April 2024


JAKARTA, KOMPAS.com – Industri otomotif masuk ke dalam salah satu sektor prioritas pengembangan dalam peta jalan Making Indonesia 4.0 yang digagas Kementerian Perindustrian (Kemenperin).

Dengan rencana ini, industri otomotif bisa bertransformasi dan meningkatkan daya saing. Sekaligus mengurangi cost, meningkatkan revenue, dan memiliki kesempatan untuk memperluas market secara global 

Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin Taufiek Bawazier mengatakan, Indonesia merupakan negara potensial untuk menjadi basis produksi mobil listrik global.

Apalagi, menurut Taufiek, Indonesia telah menerapkan peta jalan pengembangan kendaraan listrik melalui Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 27 tahun 2020. 

“Sangat penting untuk investor berinvestasi di Indonesia karena kami yakin di masa depan akan terjadi peningkatan demand EV di dunia,” ujar Taufiek, dalam keterangan resmi (24/10/2021 

“Indonesia punya target pengembangan komponen utama untuk EV seperti baterai, motor elektrik, dan inverter,” kata dia

Hal ini dimungkinkan karena Pemerintah Indonesia sedang fokus dalam pengembangan industri kendaraan listrik. 

Seperti diketahui, sudah ada beberapa peraturan dan kebijakan yang diterbitkan dalam upaya memberikan kemudahan untuk mendatangkan investor di tanah air. 

“Salah satu investasi yang digenjot adalah pengembangan baterai. Sebab, itu merupakan komponen utama dalam electric vehicle (EV), dan Indonesia punya raw material-nya berupa aluminium, tembaga, graphite, nikel, mangan, dan cobalt,” ucap Taufiek.

Taufiek memaparkan bahwa Indonesia adalah pasar otomotif terbesar di Asia Tenggara. Ekosistem di sektor ini telah mempekerjakan lebih dari 1,5 juta orang. 

“Saat ini, industri otomotif Indonesia didukung oleh industri komponen tier 1, 2, dan 3 yang berperan penting terhadap produktivitasnya,” kata Taufiek.

“Pemerintah terus meningkatkan ekosistem industri otomotif ini karena membawa dampak luas bagi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat,” tuturnya.

Sumber: otomotif.kompas.com

Selengkapnya
Indonesia Bersiap Menjadi Basis Produksi Mobil Listrik Global

Industri Otomotif

DFSK Indonesia Melonjak 119 Persen dalam Ekspor, Tegaskan Sebagai Hub Produksi Global

Dipublikasikan oleh Jovita Aurelia Sugihardja pada 29 April 2024


Merdeka.com - DFSK komitmen melayani kebutuhan mobilitas dalam dan luar negeri melalui kendaraan-kendaraan berkualitas, desain modern, dan berteknologi mendapat penerimaan positif.Aspek lengkap yang dibutuhkan mobilitas global ini membuat kendaraan-kendaraan DFSK mendapatkan permintaan cukup baik dari pasar global dan sudah lulus uji di berbagai negara.

Hal ini dibuktikan dengan angka ekspor DFSK pada tahun ini yang mengalami pertumbuhan cukup signifikan. Periode Januari-Oktober 2021, DFSK mencatat pertumbuhan sebanyak 119 persen secara tahunan untuk berbagai model kendaraan baik kendaraan penumpang maupun kendaraan komersial. Seluruh kendaraan ini diproduksi di Cikande, Serang, Banten. Pabrik ini diresmikan pada 2017 dengan kapasitas produksi maksimal hingga 50.000 unit per tahun.

Seluruh kendaraan ini diproduksi melalui proses produksi presisi, dibantu dengan teknologi Industri 4.0, dan tangan-tangan terampil sumber daya manusia (SDM) Indonesia. Alhasil, menghadirkan sebuah kendaraan berkualitas dan memiliki standar internasional untuk bisa diterima di berbagai negara.

Saat ini pabrik DFSK Indonesia sudah memproduksi sejumlah model kendaraan baik kendaraan penumpang mulai dari DFSK Glory 560 dan DFSK Glory i-AUTO. Selain itu, sejumlah kendaraan komersial juga sudah lahir di pabrik ini yakni DFSK Super Cab dan DFSK Gelora. Model-model ini diposisikan untuk memenuhi berbagai kebutuhan mobilitas masyarakat Indonesia dan mancanegara.

Achmad Rofiqi, PR & Media Manager PT Sokonindo Automobile, menjelaskan pasar ekspor DFSK sesuai dengan semangat utama ketika mulai membangun pabrik dan memasuki industri otomotif Tanah Air. DFSK menjunjung semangat berakar di Indonesia, ekspansi ke Asia Tenggara, dan didistribusikan ke seluruh dunia.

“DFSK sudah memiliki visi untuk memenuhi kebutuhan mobilitas kendaraan global dengan memaksimalkan fasilitas produksi yang kami miliki di Indonesia. Semua ini bisa terlaksana berkat kendaraan-kendaraan yang kami tawarkan ini memiliki kualitas baik, memiliki karakteristik yang bisa diterima oleh pasar global, dan memenuhi standar yang dimiliki oleh setiap negara tujuan ekspor.

Sumber: www.merdeka.com

Selengkapnya
DFSK Indonesia Melonjak 119 Persen dalam Ekspor, Tegaskan Sebagai Hub Produksi Global

Industri Otomotif

Buku Terbaru: Dinamika Industri Otomotif Indonesia Selama 5 Dekade Lebih

Dipublikasikan oleh Jovita Aurelia Sugihardja pada 29 April 2024


Merdeka.com - Buku baru tentang otomotif Indonesia dan struktur industrinya berjudul Industri Otomotif untuk Negeri: Menjadi Pemain Utama Era Mobil Listrik dirilis pada Selasa (14/12) di Dreams Cafe, Senayan Park, Jakarta (14/12).

Buku ini karya Agus Tjahajana Wirakusumah, mantan direktur jenderal di Kementerian Perindustrian yang punya pengalaman sangat banyak di industri otomotif nasional, kini berkarir sebagai Staf Khusus di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Menurut Agus, perkembangan industri otomotif di republik ini sangat penting dan strategis bagi perekonomian nasional termasuk menunjang ekspor non-migas nasional. Selama 50 tahun lebih, industri ini telah berkontribusi sangat besar untuk negeri ini, baik untuk peningkatan nilai tambah ekonomi, penyerapan tenaga kerja, maupun peningkatan teknologi tinggi khususnya penggunaan teknologi otomasi dan robotik di fasilitas manufakturnya.

Perkembangan dan kemajuan industri otomotif Indonesia juga semakin diakui dunia, terutama saat volume pasar otomotif Indonesia tembus satu juta unit sejak 2012, sehingga Indonesia masuk kelompok elite dunia: “klub pasar satu juta unit”. Sejak itu, pamor industri otomotif nasional semakin tinggi dan menarik banyak merek otomotif dunia menjadikan Indonesia sebagai salah satu basis produksinya, sekaligus bagian dari rantai pasok global (global supply chain).

Kementerian Perindustrian RI menyebutkan industri otomotif merupakan salah satu industri besar di republik ini. Berdasarkan data yang dihimpun dari Badan Kebijakan Fiskal, BPS, dan BKPM, kontribusi industri otomotif terhadap perekonomian nasional (GDP) sebesar 1,76 persen, setara Rp 260,9 triliun pada 2019, salah satu kontribusinya datang dari pajak penjualan mobil. Produksi mobil dalam negeri juga berhasil menembus pasar ekspor hingga ke 83 negara.

"Perjalanan panjang dan dinamika industri otomotif Indonesia tidak banyak didokumentasikan dengan lengkap dan baik. Dalam konteks inilah, saya menuliskan buku yang berjudul 'Industri Otomotif untuk Negeri: Menjadi Pemain Utama Era Mobil Listrik'," ujar Agus Tjahajana di Dreams Café by Honda, Senayan Park, kemarin.

Acara peluncuran buku ini juga dihadiri beberapa tokoh otomotif Indonesia, seperti Soebronto Laras, Presiden Komisaris PT Indomobil Sukses International Tbk; dan Benawati Abas, Senior Vice President PT Honda Prospect Motor, serta sahabat dan kerabat Agus Tjahajana.
Buku yang diterbitkan penerbit Pustaka Kaji hadir untuk memperkaya data dan dokumentasi industri otomotif nasional. Buku ini juga hadir di tengah era baru industri menuju kendaraan zero emission dan upaya pemerintah menerapkan rezim pajak baru kendaraan bermotor, yakni pajak emisi atau carbon tax yang efektif per 16 Oktober 2021.

Dalam proses penulisannya, Agus Tjahajana didukung oleh M Syakur Usman, Senior Editor Merdeka.com dan Lahyanto Nadie, mantan Managing Editor Bisnis Indonesia.

Tentang Era Mobil Listrik

Buku ini dimulai dari fakta perniagaan mobil di Indonesia yang sudah ada sejak negara ini berada dalam masa pemerintah kolonial Belanda. Perdagangan mobil pada era ini mendorong beberapa merek otomotif asal Amerika dan Eropa masuk ke Indonesia dengan mitra para pengusaha lokal. Pengusaha lokal inilah yang memasarkan mobil asal Amerika dan Eropa dengan perannya sebagai importir. Buku ini juga menuliskan soal para tokoh yang menjadi perintis industri otomotif berkembang di Indonesia, seperti William Soeryadjaya, Hadi Budiman, dan Sjarnoebi Said, dan Soebronto Laras.

Mereka menjadi pembuka jalan bagi merek otomotif dunia bersama perusahaan atau kelompok usahanya, seperti PT Astra International Tbk, PT Honda Prospect Motor, PT Mitsubishi Motors Krama Yudha Sales Indonesia dan PT Krama Yudha Tiga Berlian Motors, serta PT Indomobil Sukses Internasional Tbk. Jasa mereka membuat merek otomotif dunia asal Jepang: Toyota, Honda, Suzuki, dan Mitsubishi ekspansi ke Indonesia sejak 1970-an hingga masih berkibar di industri saat ini.

Menariknya, buku ini juga menulis tentang perjuangan Indonesia membangun mobil merek nasional (mobnas) dengan konteks global. Mulai era “mobnas” sebelum sedan Timor, mobil Esemka, hingga mobil mikro nasional seperti Ammdes. Ini menjadi salah satu cerita menarik perjalanan industri ini di Tanah Air sekaligus gambaran betapa tidak mudahnya kegiatan mengembangkan mobil merek nasional.

Buku ini juga secara khusus memaparkan soal peluang dan tantangan industri otomotif Indonesia di era mobil listrik. Termasuk bagaimana potensi Indonesia bisa menjadi pemain utama di era mobil zero emission, setelah era mobil internal combustion engine (ICE).

“Harapan saya buku ini menjadi referensi yang utuh dan lengkap tentang industri otomotif yang selama lima dekade telah berkontribusi sangat besar untuk negeri ini. Semoga buku ini juga menarik perhatian para anak muda dan berbagai kalangan yang ingin mengenal lebih dalam struktur industri otomotif kita,” ucapnya.

Menurut Agus Tjahajana, di tengah terbatasnya referensi tentang struktur industri otomotif Indonesia yang lengkap, buku ini semoga dapat menjadi referensi penting bagi seluruh pemangku kepentingan di industri manufaktur pada umumnya, sehingga kita semua memiliki landasan kuat bagaimana industri ini dikembangkan lagi ke depan, di tengah babak baru industri otomotif nasional. Apalagi buku ini juga merangkum kebijakan dan regulasi soal industri ini sejak 1970 hingga 2021 termasuk peristiwa-peristiwa penting dan menarik yang terjadi selama periode waktu itu.

Biodata Agus Tjahajana Wirakusumah

Tempat & Tgl lahir: Bandung, 18 Januari 1955

Pendidikan:Sarjana (S1) di Teknik Mesin, Institut Teknologi Bandung (1978)Sajana (S1) Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia (1988)Pascasarjana (S2) Industrial System Engineering, University of Florida, USA (1991)

Pekerjaan:Birokrat dengan karirnya puncak lima (5) kali sebagai Eselon 1 yang berbeda di Kementerian Perindustrian-Perdagangan RI dan Kementerian Perindustrian RI, yakni Direktur Jenderal yang mengurusi industri otomotif dan Sekretaris Jenderal.

Pasca-purnatugas di Kementerian Perindustrian, pernah ditunjuk sebagai Wakil Kepala BP Pulau Batam dan kini Staf Khusus Menteri Kementerian ESDM (sekarang). Pernah menjabat sebagai komisaris di berbagai perusahaan, antara lain PT INALUM (Persero), dan PT Industri Baterai Indonesia.

Saat ini masih sebagai komisaris PT Astra Otoparts Tbk dan Asia Pacific Fiber Tbk. Jabatan di luar kedinasannya erat kaitannya dengan otomotif adalah Chairman dari APEC Automotive Dialogue, Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) (2002-2004).

Sumber: www.merdeka.com

Selengkapnya
Buku Terbaru: Dinamika Industri Otomotif Indonesia Selama 5 Dekade Lebih

Industri Otomotif

Peran Strategis Indonesia dalam Rantai Pasok Global Kendaraan Listrik

Dipublikasikan oleh Jovita Aurelia Sugihardja pada 29 April 2024


JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita, optimis Indonesia punya peran strategis dalam rantai pasok global perkembangan industri kendaraan listrik. 

Hal tersebut lantaran kayanya cadangan nikel serta tingginya bahan baku primer, seperti mangan, aluminium, dan kobalt. Lebih lagi, saat ini kebutuhan akan baterai kendaraan listrik juga sangat meningkat. 

Agus mengatakan, ada sembilan perusahaan yang mendukung industri baterai saat ini. Lima perusahaan penyedia bahan baku seperti kobalt murni, nikel murni, endapan hidroksida campuran, dan lainnya, sementara empat lagi perusahaan produsen baterai. 

"Dengan demikian, Indonesia mampu mendukung rantai pasok beterai untuk kendaraan listrik mulai dari bahan baku, kilang, manufaktur sel baterai dan perakitan baterai, manufaktur electric vehicle (EV), sampai daur ulang EV," ucap Agus dalam keterangan resminya, Sabtu (16/10/2021).

Lebih lanjut Agus menjelaskan, masa depan kendaraan listrik juga tergantung pada inovasi baterai yang saat ini cenderung tak menggunakan bahan baku nikel, kobalt, dan mangan seperti lithium sulfur serta lithium ferro phosphor yang membuat baterai lebih murah. Termasuk inovasi solid baterai dan pengembangan basis storage hidrogen. 

Karenanya, industri baterai di Tanah Air harus mengantisipasi perkembangan teknologi ke depan lantaran bisa membawa dampak pada baterai yang lebih murah, energi yang dihasilkan lebih tinggi, dan waktu pengisian yang singkat. 

"Adanya teknologi disruptive battery seperti ini, mengindikasikan ketersediaan nikel, mangan, dan kobalt melimpah tidak menjamin keberhasilan produksi baterai. Pertimbangan biaya dan kemampuan storage dari material baru juga harus diantisipasi," katanya. 

Menurut Agus, meskipun di tengah-tengah wabah Covid-19, tapi penjualan baterai kendaraan listrik mengalami peningkatan tiap tahunnya. Diperkirakan penjualan baterai untuk jenis kendaraan penumpang pada 2021 mencapai lebih dari 28 juta unit dengan market share sekitar 30 persen.

Pertumbuhan tersebut berdampak pada peningkatan kebutuhan lithium ion battery (LIB) sebesar 1,65 juta GWh pada 2030, serta kebutuhan infrastruktur charging station sekitar 9,89 juta unit pada tahun yang sama. 

"Tingginya proyeksi peningkatan populasi kendaraan listrik dunia sedikit banyak dipengaruhi global initiative campaign yang diprakarsai berbagai negara maju dengan kerja sama produsen EV global serta organisasi nirlaba lainnya," ucap Agus. 

Sebelumnya, Indonesia sendiri ditargetkan produksi BEV pada tahun 2030 dapat mencapai 600.000 unit untuk roda empat atau lebih, serta 2,45 juta unit untuk roda 2. Guna mendorong pencapaian tersebut, pemerintah memberikan berbagai insentif fiskal dan non-fiskal bagi konsumen. 

Mulai pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPnBM) sebesar 0 persen pada PP No 74/2021, pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor (BBN-KB) sebesar 0 persen untuk KBLBB di Pemprov DKI Jakarta.

Selain itu, BBN-KB 10 persen untuk mobil listrik dan 1,5 persen untuk motor diberikan oleh Pemprov Jawa Barat, sampai uang muka minimum 0 persen dan suku bunga rendah untuk mendapatkan kendaraan listrik sesuai Peraturan Bank Indonesia No.22 tahun 2022. "Produksi kendaraan listrik diharapkan mampu menurunkan emisi CO2 sebesar 2,7 juta ton untuk roda empa atau lebih dan sebesar 1,1 juta ton untuk roda dua," kata Agus.

Sumber: otomotif.kompas.com

 

 

Selengkapnya
Peran Strategis Indonesia dalam Rantai Pasok Global Kendaraan Listrik

Industri Otomotif

Daihatsu Ungkap Hasil Survei: Masyarakat Belum Siap Terima Mobil Listrik

Dipublikasikan oleh Jovita Aurelia Sugihardja pada 29 April 2024


JAKARTA, KOMPAS.com - Perkembangan kendaraan listrik di Indonesia saat ini cukup pesat, seiring dengan banyaknya program akselerasi yang dilakukan pemerintah. Mulai dari insentif, pembangunan infrastruktur, dan lain sebagainya. 

Tak heran bila banyak merek mobil yang mulai memperkaya jajaran produk elektrifikasinya di Indonesia. Mulai hybrid, PHEV, sampai mobil listrik murni berbasis baterai. Lantas bagaimana dengan PT Astra Daihatsu Motor (ADM) menanggapi era elektrifikasi yang sudah di depan mata? Karena sejauh ini, produk-produk yang dirilis masih berfokus pada mobil konvensional alias mesin bensin

Menjawab hal tersebut, Amelia Tjandra selaku Marketing Director PT ADM mengatakan, pihaknya percaya tren elektrifikasi akan masuk ke Indonesia, namun berdasarkan survei terbaru, untuk saat ini masih banyak masyarakat yang belum bisa menerima.

"Berdasarkan survei sebuah grup terbaru yang kami terima datanya, ternyata masih belum diterima masyarakat dan alasannya itu menurut saya cukup masuk akal," kata Amel dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (12/2/2022). 

Amel menjelaskan, dari hasil survei tersebut, banyak masyarakat yang menanyakan soal kesiapan infrastruktur di Indonesia, harga yang masih sangat tinggi, sampai kondisi alam di Tanah Air yang banyak banjir sehingga membuat banyak keraguan untuk saat ini. 

Meski demikian, Amel menyatakan Daihatsu selalu mencermati perkembangan yang ada. Bila ada permintaan alias demand, maka langkah selanjutnya ada suplai. 

"Secara mental masih belum siap, buat kami kalau dari data menunjukkan pasar ini belum tumbuh meski disuplai tidak akan diserap, dan itu tidak akan memberikan efek yang bagus bagi perekonomian Indonesia," ucap Amel.

Sumber: otomotif.kompas.com

Selengkapnya
Daihatsu Ungkap Hasil Survei: Masyarakat Belum Siap Terima Mobil Listrik

Industri Otomotif

Mengapa Daihatsu Enggan Jualan Mobil Listrik: Penjelasan Alasannya

Dipublikasikan oleh Jovita Aurelia Sugihardja pada 29 April 2024


JAKARTA, KOMPAS.com - Elektrifikasi kendaraan bermotor di Indonesia kian naik pamornya. Sejumlah produsen mobil pun turut meluncurkan produknya dalam berbagai tipe, mulai hybrid, BEV, PHEV, dan sebagainya. Untuk penjualannya sendiri, dilansir dari data yang dirilis Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), mobil listrik mencatatkan wholesales sebanyak 685 unit pada 2021. Angka tersebut memang terhitung kecil jika dibandingkan dengan total wholesales seluruh model mobil tak termasuk pikap pada tahun tersebut yang menembus angka 887.202 unit.

Melihat data tersebut, belum semua produsen mobil ingin berniaga mobil listrik di Indonesia. Salah satunya yakni Daihatsu. Astra Daihatsu Motor (ADM) belum menunjukkan tanda-tanda sedikit pun akan berjualan kendaraan listrik di Tanah Air.

Dalam konferensi pers virtual, Jumat (11/2/2022), Marketing Director PT ADM Amelia Tjandra menuturkan bahwa masyarakat Indonesia belum sepenuhnya menerima kehadiran kendaraan listrik. Selain dari banderolnya yang rata-rata masih lebih tinggi dibanding mobil bermesin pembakaran internal, infrastruktur pendukung untuk ekosistem kendaraan listrik belum sepenuhnya optimal di seluruh daerah. 

Menurutnya, jumlah permintaan terhadap mobil listrik di pasar domestik saat ini masih terbilang rendah. Kontribusinya terhadap sektor otomotif Indonesia juga belum besar. “Pada dasarnya Daihatsu selalu mencermati. Buat kami kalau ada demand pasti kita supply. Kalau data menunjukkan permintaannya belum tumbuh dan supply-nya tidak diserap tentu tidak akan menimbulkan efek yang bagus untuk perekonomian Indonesia,” ucap Amelia. Ia menegaskan, Daihatsu akan ikut memenuhi kebutuhan elektrifikasi kendaraan apabila masyarakat Indonesia sudah siap menerima kehadiran mobil listrik dan permintaan akan jenis mobil tersebut mulai benar-benar tumbuh.

Sumber: otomotif.kompas.com

 

Selengkapnya
Mengapa Daihatsu Enggan Jualan Mobil Listrik: Penjelasan Alasannya
« First Previous page 3 of 12 Next Last »