Ekonomi dan Bisnis
Dipublikasikan oleh Hansel pada 16 Oktober 2025
Kekuatan Ekonomi Tersembunyi di Balik Aspal yang Mulus
Di tengah hiruk pikuk wacana pembangunan nasional, sorotan publik dan politik sering kali tertuju pada proyek-proyek infrastruktur raksasa: jalan tol baru yang membelah pulau, jembatan megah yang menghubungkan daratan, atau bandara internasional yang berkilauan. Namun, sebuah penelitian mendalam yang meneliti data selama hampir dua dekade di Indonesia mengungkapkan sebuah kebenaran yang lebih sunyi namun jauh lebih berdampak: kekuatan ekonomi terbesar mungkin tidak terletak pada pembangunan baru, melainkan pada tindakan yang sering dianggap remeh, yaitu pemeliharaan jalan yang sudah ada.1
Meskipun sebagian besar anggaran publik untuk jalan dialokasikan untuk rehabilitasi—memperbaiki, melapisi ulang, dan merawat—kita selama ini kekurangan bukti kuat tentang bagaimana investasi ini benar-benar memengaruhi kehidupan masyarakat, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh para ekonom dari University of California, Berkeley, Syracuse University, dan RAND Corporation ini mengisi kekosongan tersebut dengan temuan yang mengejutkan. Berdasarkan data komprehensif dari tahun 1990 hingga 2007 di tiga pulau terpadat Indonesia—Jawa, Sumatra, dan Sulawesi—studi ini membuktikan adanya hubungan sebab-akibat yang kuat antara kualitas jalan yang lebih baik dengan penciptaan lapangan kerja baru, peningkatan upah, dan lonjakan kesejahteraan rumah tangga secara keseluruhan.1
Ini bukanlah sekadar cerita tentang aspal dan alat berat. Ini adalah kisah transformasi manusia. Temuan inti dari penelitian ini melukiskan gambaran yang jelas: jalan yang lebih mulus membuka jalan bagi para pekerja untuk beralih dari sektor informal yang tidak menentu menuju pekerjaan formal di pabrik-pabrik dengan upah yang lebih tinggi dan stabilitas yang lebih besar. Ini bukan lagi soal mempersingkat waktu tempuh, melainkan mengubah secara fundamental lintasan ekonomi sebuah keluarga dari generasi ke generasi.1 Dengan kata lain, setiap rupiah yang diinvestasikan untuk meratakan jalan berlubang ternyata menjadi investasi langsung pada sumber daya manusia dan fondasi ekonomi lokal yang lebih kokoh.
Laboratorium Alami Indonesia: Cara Peneliti Mengungkap Kebenaran
Membuktikan bahwa jalan yang lebih baik benar-benar menyebabkan pertumbuhan ekonomi adalah tantangan besar. Para peneliti dihadapkan pada teka-teki klasik "ayam dan telur": apakah jalan yang bagus memicu kemakmuran, ataukah daerah yang sudah makmur yang cenderung mendapatkan alokasi dana lebih besar untuk perbaikan jalan? Jika pemerintah cenderung menargetkan perbaikan jalan ke daerah-daerah yang sudah menunjukkan potensi pertumbuhan, maka mengukur dampak sebenarnya dari jalan itu sendiri menjadi sangat sulit. Bias seleksi ini telah lama menjadi duri dalam studi pembangunan.1
Untuk memecahkan teka-teki ini, para peneliti memanfaatkan struktur birokrasi unik di Indonesia sebagai sebuah "laboratorium alami". Mereka merancang sebuah strategi cerdas yang berpusat pada proses penganggaran dua tahap untuk pendanaan jalan di Indonesia, yang secara efektif memungkinkan mereka untuk memisahkan keputusan politik dari dampak ekonomi murni.1
Prosesnya berjalan seperti ini:
Kunci dari metodologi penelitian ini terletak pada bagaimana mereka memanfaatkan struktur ini. Para peneliti menciptakan apa yang disebut "variabel instrumental" dengan cara yang sangat inovatif. Mereka mengamati bagaimana total anggaran provinsi (dari Tahap 1 yang formulatif) berinteraksi dengan karakteristik distrik-distrik lain di provinsi yang sama. Logikanya sederhana: karena total kue anggaran untuk satu provinsi sudah tetap, kebutuhan perbaikan jalan di satu kabupaten akan memengaruhi sisa dana yang tersedia untuk kabupaten tetangganya. Dengan mengisolasi bagian dari pendanaan jalan di suatu kabupaten yang dipengaruhi oleh kondisi tetangganya—faktor yang tidak berhubungan langsung dengan lintasan ekonomi kabupaten itu sendiri—para peneliti berhasil menyaring dampak kausal murni dari perbaikan jalan.1
Pendekatan brilian ini didukung oleh fondasi data yang luar biasa solid. Para peneliti menggabungkan data kualitas jalan yang sangat rinci dari tahun 1990 hingga 2007, yang diukur menggunakan International Roughness Index (IRI), dengan data ekonomi berkualitas tinggi dari Survei Kehidupan Keluarga Indonesia (IFLS), Sensus Industri tahunan (SI), dan data sensus penduduk. Kombinasi metodologi yang cerdas dan data yang kaya inilah yang membuat temuan penelitian ini begitu kuat dan kredibel.1
Dari Sawah ke Pabrik: Transformasi Tenaga Kerja Indonesia
Dampak paling nyata dari jalan yang lebih mulus dirasakan langsung di tingkat rumah tangga, mengubah cara orang bekerja dan hidup. Penelitian ini menerjemahkan data statistik yang rumit menjadi sebuah narasi yang kuat tentang mobilitas ekonomi dan peningkatan kualitas hidup bagi jutaan orang Indonesia.
Hasilnya sangat signifikan: peningkatan kualitas jalan sebesar 10% secara langsung menyebabkan lonjakan belanja konsumsi per kapita rumah tangga sebesar 2,2%.1 Untuk memberikan gambaran, ini setara dengan sebuah keluarga mendapatkan tambahan pendapatan lebih dari satu bulan gaji setiap tahunnya, hanya karena jalan di luar rumah mereka menjadi lebih baik dan lebih rata. Ini adalah peningkatan daya beli yang nyata, yang memungkinkan keluarga untuk membeli lebih banyak makanan bergizi, membiayai pendidikan anak, atau menabung untuk masa depan.
Dari mana datangnya kemakmuran tambahan ini? Yang mengejutkan, bukan dari bekerja lebih keras. Studi ini tidak menemukan bukti bahwa perbaikan jalan membuat orang bekerja lebih lama atau meningkatkan kemungkinan seseorang untuk mendapatkan pekerjaan. Sebaliknya, sumber kemakmuran datang dari perolehan pekerjaan yang lebih baik. Pendapatan tenaga kerja secara keseluruhan menunjukkan peningkatan elastisitas sebesar 0,19 terhadap kualitas jalan, angka yang hampir setara dengan peningkatan konsumsi.1
Mekanisme di baliknya adalah sebuah pergeseran struktural yang mendalam dalam ekonomi lokal:
Ini adalah kisah klasik "dari sawah ke pabrik" yang didorong oleh infrastruktur. Seorang anak petani yang sebelumnya hanya memiliki pilihan terbatas, kini dapat mengakses pekerjaan di pabrik yang baru didirikan di kotanya, membawa pulang gaji yang stabil dan mengubah nasib keluarganya. Lebih penting lagi, penelitian ini memastikan bahwa pertumbuhan ini adalah pembangunan yang otentik. Para peneliti secara khusus menguji dan menemukan bahwa kemunculan lapangan kerja baru ini bukanlah hasil dari pemindahan aktivitas ekonomi dari kabupaten tetangga. Ini adalah penciptaan nilai ekonomi yang murni dan baru, bukan sekadar pergeseran kue ekonomi yang ada.1
Lahirnya Industri Lokal: Bagaimana Jalan Mulus Memicu Kewirausahaan
Jika perbaikan jalan menciptakan gelombang pekerjaan formal baru, pertanyaan berikutnya adalah: dari mana semua pekerjaan ini berasal? Jawaban yang ditemukan oleh penelitian ini menyoroti peran infrastruktur sebagai katalisator kewirausahaan dan dinamisme industri lokal. Pertumbuhan tidak datang dari perusahaan-perusahaan raksasa yang sudah mapan, melainkan dari lahirnya para pemain baru.
Dengan menganalisis data Sensus Industri tahunan (SI) yang mencakup semua perusahaan manufaktur besar, para peneliti menemukan bahwa kualitas jalan yang lebih baik secara dramatis meningkatkan jumlah perusahaan manufaktur baru yang didirikan di suatu kabupaten. Elastisitas pembukaan perusahaan baru terhadap kualitas jalan mencapai angka 0,6 yang sangat besar, menunjukkan bahwa jalan yang lebih baik adalah pemicu kuat bagi investasi baru.1
Namun, temuan yang paling menarik muncul ketika para peneliti mengamati perusahaan-perusahaan yang sudah ada (petahana) sebelum jalan diperbaiki. Hasilnya nihil. Perbaikan jalan ternyata tidak memiliki dampak signifikan terhadap output, nilai tambah, atau jumlah karyawan di perusahaan-perusahaan lama.1
Kesimpulannya sangat jelas dan kuat: ledakan ekonomi yang teramati hampir seluruhnya didorong oleh penciptaan perusahaan-perusahaan baru. Perusahaan-perusahaan ini sebelumnya tidak dapat atau tidak mau beroperasi di lokasi dengan infrastruktur yang buruk. Jalan yang rusak, waktu tempuh yang lama, dan biaya transportasi yang tinggi bertindak sebagai penghalang tak terlihat yang membuat model bisnis mereka tidak layak. Begitu penghalang ini dihilangkan dengan aspal yang mulus, para wirausahawan melihat peluang baru dan berani berinvestasi. Dengan kata lain, perbaikan jalan secara efektif menurunkan biaya masuk ke pasar, memicu gelombang kewirausahaan lokal.
Masuknya perusahaan-perusahaan baru ini pada akhirnya meningkatkan produktivitas seluruh kabupaten. Data menunjukkan bahwa nilai tambah dan output per pekerja di tingkat kabupaten keduanya meningkat secara signifikan setelah perbaikan jalan.1 Ini menunjukkan bahwa infrastruktur bukan hanya membantu pemain yang ada menjadi sedikit lebih baik; ia secara fundamental mengubah lanskap kompetitif, memungkinkan perusahaan baru yang mungkin lebih efisien untuk masuk dan berkembang, yang pada akhirnya menciptakan lebih banyak nilai bagi seluruh ekosistem ekonomi lokal.
Harga Sebuah Kemajuan: Biaya Hidup di Era Pembangunan
Tentu saja, tidak ada kemajuan tanpa konsekuensi. Pembangunan ekonomi adalah pedang bermata dua, dan penelitian ini dengan jujur memaparkan sisi lain dari medali kemakmuran. Sementara jalan yang lebih baik membawa banyak manfaat, ia juga mengubah struktur biaya hidup, menciptakan dinamika pemenang dan pecundang di tingkat lokal.
Kabar baiknya bagi konsumen sangat jelas. Jalan yang lebih mulus berarti biaya transportasi yang lebih rendah, terutama untuk barang-barang yang sensitif terhadap waktu. Studi ini menemukan hubungan negatif yang signifikan antara kualitas jalan dan harga makanan yang mudah rusak, seperti daging, ikan, dan sayuran. Peningkatan kualitas jalan sebesar 1% terbukti menurunkan harga barang-barang ini sebesar 0,6%.1 Ini adalah suntikan langsung ke daya beli rumah tangga, terutama bagi keluarga berpenghasilan rendah yang mengalokasikan sebagian besar anggarannya untuk makanan.
Namun, ada pertukaran yang tak terhindarkan. Ketika suatu daerah menjadi lebih menarik bagi perusahaan untuk berinvestasi dan bagi pekerja untuk mencari nafkah, permintaan akan lahan dan perumahan secara alami meningkat. Penelitian ini mengonfirmasi fenomena ini dengan data yang kuat:
Dinamika ini menciptakan divergensi hasil. Bagi pemilik properti, ini adalah anugerah karena nilai aset mereka meningkat drastis. Namun, bagi para penyewa, keluarga muda yang ingin membeli rumah pertama, atau bahkan perusahaan baru yang membutuhkan lahan, kenaikan biaya ini menjadi beban baru. Ini adalah nuansa kritis yang menunjukkan bahwa manfaat pembangunan tidak selalu terdistribusi secara merata.
Meskipun demikian, penelitian ini juga mencatat bahwa kenaikan harga ini tampaknya lebih didorong oleh peningkatan permintaan lokal—dari para pekerja yang baru mendapatkan pekerjaan formal dan perusahaan-perusahaan baru—daripada oleh gelombang besar migrasi dari daerah lain. Efek migrasi yang teramati ternyata tidak terlalu besar secara ekonomi.1 Hal ini menyiratkan bahwa kebijakan infrastruktur idealnya perlu diiringi dengan kebijakan pendukung lainnya, seperti perencanaan tata ruang yang baik dan penyediaan perumahan yang terjangkau, untuk memastikan bahwa kemajuan ekonomi tidak secara ironis mengusir penduduk lokal yang seharusnya menjadi penerima manfaat utama.
Kalkulasi Investasi: Mengurai Rasio Manfaat-Biaya Pembangunan
Pada akhirnya, bagi para pembuat kebijakan, pertanyaan terpenting adalah: apakah investasi ini sepadan? Penelitian ini memberikan jawaban yang tegas dan didukung oleh data kuantitatif yang solid. Dengan melakukan analisis manfaat-biaya yang komprehensif, studi ini menunjukkan bahwa pemeliharaan jalan bukan hanya program pekerjaan umum, melainkan salah satu investasi publik dengan tingkat pengembalian tertinggi yang bisa dibayangkan.
Setelah memperhitungkan semua dampak—kenaikan upah, keuntungan bisnis, penurunan harga makanan, dan kenaikan biaya perumahan—para peneliti menghitung dampak bersihnya terhadap kesejahteraan. Hasilnya, peningkatan kualitas jalan sebesar 10% secara konsisten meningkatkan kesejahteraan rumah tangga secara keseluruhan sebesar 1,6%.1 Ini adalah ukuran komprehensif dari manfaat bersih yang dirasakan oleh keluarga rata-rata.
Angka yang paling menonjol bagi para perencana pembangunan adalah rasio manfaat-biaya. Para peneliti melakukan simulasi di mana semua jalan nasional dan provinsi di sebuah kabupaten ditingkatkan ke standar kualitas jalan beraspal yang baik. Hasilnya luar biasa:
Jika diukur dari sisi nilai ekonomi total yang diciptakan, program peningkatan jalan untuk kabupaten rata-rata akan menghasilkan Net Present Value (NPV) atau nilai sekarang bersih sekitar 6,2% dari seluruh Produk Domestik Bruto (PDB) tahunan kabupaten tersebut.1 Ini bukan sekadar stimulus kecil, melainkan injeksi ekonomi yang masif dan berdampak luas.
Namun, manfaat ini memiliki batas waktu. Jalan, secara alami, akan kembali rusak seiring waktu dan penggunaan. Studi ini memperkirakan bahwa efek stimulus positif dari sebuah proyek perbaikan jalan akan bertahan selama rata-rata enam tahun sebelum kualitasnya kembali ke tingkat awal.1 Temuan ini membawa implikasi kebijakan yang sangat penting: pemeliharaan jalan bukanlah proyek satu kali, melainkan sebuah siklus investasi yang berkelanjutan. Mengabaikan pemeliharaan berarti membiarkan aset publik yang sangat produktif ini kehilangan nilainya, dan bersamaan dengan itu, mematikan mesin pertumbuhan ekonomi lokal yang telah terbukti sangat efektif.
Cetak Biru Baru untuk Kemakmuran Nasional
Perjalanan panjang melalui data dan analisis yang cermat ini membawa kita pada sebuah kesimpulan yang kuat dan jelas. Dalam upaya Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya untuk mencapai kemakmuran yang berkelanjutan dan merata, jalan ke depan mungkin tidak selalu harus dibangun dari nol. Terkadang, lompatan terbesar justru dimulai dengan merawat dan memperbaiki jalan yang sudah ada di bawah kaki kita.
Penelitian ini secara komprehensif menunjukkan sebuah rantai sebab-akibat yang transformatif: pemeliharaan jalan yang baik memicu lahirnya perusahaan-perusahaan manufaktur baru. Perusahaan-perusahaan ini, pada gilirannya, menyerap tenaga kerja dari sektor informal ke dalam pekerjaan formal yang lebih produktif dan bergaji lebih tinggi. Hasilnya adalah peningkatan pendapatan dan kesejahteraan rumah tangga yang signifikan, sebuah fondasi yang kokoh untuk pembangunan ekonomi lokal.
Dengan rasio manfaat-biaya yang mencapai 2,8, bukti ini mengirimkan sinyal yang tidak bisa diabaikan kepada para pembuat kebijakan: anggaran pemeliharaan jalan bukanlah pos biaya, melainkan pusat laba bagi perekonomian nasional. Ini adalah investasi strategis dalam modal manusia, diversifikasi ekonomi, dan ketahanan nasional. Lebih jauh lagi, manfaat ini terbukti lebih dari sekadar mempermudah perdagangan antar-daerah. Perbaikan jalan terbukti memiliki dampak independen dalam meningkatkan produktivitas di dalam ekonomi lokal itu sendiri, membuatnya berfungsi lebih efisien dari dalam.1
Pada akhirnya, studi ini menawarkan sebuah cetak biru baru, sebuah pergeseran paradigma dari model pembangunan "bangun dan mereka akan datang" menjadi pendekatan yang lebih berkelanjutan: "rawat dan mereka akan berkembang". Di tengah keterbatasan fiskal dan kebutuhan mendesak untuk pertumbuhan inklusif, memprioritaskan pemeliharaan infrastruktur yang ada mungkin merupakan strategi paling cerdas, paling cepat, dan paling efektif untuk membuka potensi ekonomi yang selama ini tersembunyi di balik jalan-jalan yang rusak dan berlubang.
Sumber Artikel:
Gertler, P. J., Gonzalez-Navarro, M., Rothenberg, A. D., & Gračner, T. (2022). Road Maintenance and Local Economic Development: Evidence from Indonesia's Highways. University of California, Berkeley.
Ekonomi dan Bisnis
Dipublikasikan oleh Hansel pada 14 Oktober 2025
Mengurai Benang Kusut: Mengapa Manajemen Kontrak Tak Selalu Cukup Dikuasai
Suka atau tidak, dinamika pembangunan di Indonesia akan selalu diwarnai oleh satu isu krusial: permasalahan kontraktual. Sebagai landasan hukum dalam setiap proyek konstruksi, kontrak adalah jantung yang menentukan keberhasilan, dan sayangnya, kerap menjadi sumber kegagalan. Sebuah karya praktis, "100 Tanya-Jawab Permasalahan Kontrak Konstruksi Indonesia" yang ditulis oleh Seng Hansen, akademisi sekaligus praktisi, berupaya membedah isu-isu ini dari akarnya. Temuan yang paling mengejutkan dari buku ini adalah pemahaman yang belum matang tentang Manajemen Kontrak Konstruksi (MKK) sebagai sebuah disiplin ilmu di Indonesia.1
MKK sendiri bukanlah Manajemen Konstruksi (MK) yang lebih umum dikenal. Jika MK adalah pengelolaan proyek secara menyeluruh yang mencakup perencanaan, koordinasi, dan pengendalian aspek kualitas, biaya, dan waktu, MKK adalah sub-bidang spesifik yang berfokus pada pengelolaan kontrak.1 MKK adalah pedoman dan alat pengendali yang memastikan hubungan hukum, distribusi risiko, serta hak dan kewajiban setiap pihak berjalan sebagaimana mestinya. Ketiadaan pemahaman yang mendalam terhadap disiplin ilmu ini terbukti menjadi benang kusut di balik banyaknya sengketa yang terjadi.1
Buku ini mengungkap tiga faktor utama yang menyebabkan MKK belum berkembang pesat di Indonesia. Pertama, praktik MKK di lapangan seringkali mengadopsi standar internasional namun dimodifikasi terlalu bebas tanpa fondasi keilmuan yang kuat. Kedua, tidak adanya pendidikan formal atau sertifikasi profesi yang berfokus pada MKK. Berbeda dengan negara tetangga seperti Malaysia, di mana MKK sudah menjadi program Magister, di Indonesia MKK seringkali hanya menjadi topik selayang pandang dalam mata kuliah Manajemen Konstruksi di tingkat Sarjana.1 Ketiga, belum adanya pedoman atau peraturan baku yang menjadi rujukan standar praktik MKK nasional.1
Kondisi ini menciptakan sebuah siklus yang problematis. Kurangnya pendidikan formal menyebabkan para praktisi belajar secara otodidak atau menerapkan praktik seadanya, yang pada akhirnya memicu lebih banyak masalah kontraktual. Pada gilirannya, banyaknya permasalahan ini menuntut adanya jawaban praktis, yang justru menjadi motivasi penulisan buku ini. Lahirnya Komunitas Manajemen Kontrak Konstruksi Indonesia (KMKKI) yang beranggotakan para akademisi dan praktisi merupakan sebuah langkah proaktif untuk mengisi kekosongan tersebut, mendorong kemajuan dan diseminasi ilmu MKK yang berlandaskan standar internasional namun tetap menjunjung kebijaksanaan lokal.1
Di Balik Tanda Tangan: Mengapa Perjanjian Tak Selalu Selesai di Meja Negosiasi
Proses penyusunan kontrak kerap dianggap sebagai formalitas, padahal di sinilah risiko terbesar bersembunyi. Buku ini menekankan bahwa kontrak yang baik haruslah hitam di atas putih dan mudah dipahami, disusun dengan prinsip-prinsip yang logis, terorganisir, dan menghindari ambiguitas.1 Namun, di balik serangkaian klausul, terdapat dinamika kekuasaan yang seringkali mengikis prinsip kesetaraan.
Menurut studi yang dikutip dalam buku, permasalahan kesetaraan kontrak di Indonesia masih jauh dari predikat adil. Hal ini terlihat dari sanksi yang timpang: kelalaian penyedia jasa (kontraktor) dapat dikenai sanksi berat, sementara kelalaian pengguna jasa (pemilik proyek) seringkali hanya berujung pada sanksi ringan atau bahkan tanpa sanksi sama sekali. Ketidaksetaraan ini menciptakan lingkungan di mana satu pihak dapat memaksakan pemahaman kontrak di luar koridor yang seharusnya, menjadikan hubungan kontraktual tidak seimbang.1
Ketimpangan ini juga tecermin dalam hierarki dokumen kontrak yang seringkali tidak jelas. Proyek konstruksi melibatkan banyak dokumen teknis seperti Rencana Anggaran Biaya (RAB), gambar rencana (DED), dan spesifikasi teknis. Tanpa hierarki yang jelas, perbedaan data di antara dokumen-dokumen ini dapat memicu konflik. Buku ini dengan lugas memaparkan contoh hierarki yang umum, di mana adendum, surat perjanjian, dan syarat-syarat khusus kontrak memiliki prioritas lebih tinggi dibanding dokumen lain.1 Penjelasan ini sangat penting, karena tanpa hierarki yang jelas, klaim sebesar apa pun bisa kandas di tengah jalan hanya karena perbedaan interpretasi dokumen.
Fenomena ini adalah cerminan dari kurangnya pemahaman MKK yang meluas, di mana kontrak dibuat dengan modifikasi seadanya tanpa mempertimbangkan dampaknya. Solusi yang dianjurkan adalah penggunaan Format Standar Kontrak Konstruksi (FSKK) yang dibuat oleh pihak netral, seperti FIDIC (Fédération Internationale Des Ingénieurs-Conseils). FSKK yang baik, seperti FIDIC Red Book, memiliki Golden Principles yang menjamin alokasi risiko yang adil dan seimbang, serta penyelesaian sengketa yang lebih teratur.1 Keberadaan buku ini dan FSKK menjadi sebuah kritik realistis: bahwa permasalahan yang sering kita lihat bukan hanya tentang niat buruk, melainkan juga tentang ketidakmampuan profesional untuk membuat kontrak yang adil.
Kisah Lumpsum dan Desain-Bangun: Mitos dan Fakta di Mata Auditor dan Pelaksana Proyek
Dalam dunia kontrak, jenis lumpsum dan Design and Build (DB) seringkali menjadi sumber kebingungan. Kontrak lumpsum adalah perjanjian dengan harga pasti yang tidak akan berubah, di mana semua risiko ditanggung sepenuhnya oleh kontraktor.1 Sementara itu, kontrak DB adalah jenis di mana kontraktor bertanggung jawab penuh atas desain dan pelaksanaan pekerjaan di lapangan, memberikan kesempatan untuk inovasi dan efisiensi.1
Namun, di sini terletak paradoks terbesar yang diungkap buku ini: banyak auditor, terutama dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kerap mengevaluasi proyek lumpsum dengan kacamata kontrak unit-price (harga satuan). Mereka berpendapat bahwa jika volume pekerjaan yang terealisasi lebih sedikit dari yang tercantum di RAB, maka hal itu adalah kerugian negara dan kontraktor wajib mengembalikan kelebihan pembayaran.1 Padahal, esensi kontrak lumpsum adalah kepastian biaya bagi pemilik proyek dan transfer risiko yang lebih besar kepada kontraktor. Jika seorang kontraktor berhasil menciptakan efisiensi yang signifikan, misalnya mengurangi volume material melalui rekayasa nilai, seharusnya hal itu menjadi keuntungan mereka.
Namun, cara pandang auditor ini menciptakan model risiko yang tidak adil: kontraktor menanggung risiko kerugian jika ada pekerjaan tambahan, tetapi tidak diizinkan menikmati keuntungan dari efisiensi yang diciptakan. Ini dapat mengecilkan dampak inovasi dan mengurangi semangat kompetitif dalam industri. Dalam beberapa kasus, perbedaan interpretasi ini bahkan berujung ke pengadilan, mencerminkan adanya ketidaktepatan pengambilan keputusan di tingkat auditor.1
Perlu diketahui bahwa Peraturan Presiden (Perpres) No. 16/2018 telah menghilangkan ketentuan sebelumnya yang melarang pekerjaan tambah/kurang pada kontrak lumpsum, menegaskan bahwa perubahan nilai kontrak dimungkinkan jika terjadi perubahan lingkup pekerjaan atau spesifikasi.1 Dengan demikian, permasalahan ini bukanlah sekadar masalah teknis, melainkan cerminan dari tantangan sistemis dalam pengelolaan keuangan negara dan pemahaman yang masih tumpang tindih mengenai alokasi risiko yang wajar.
Saat Bencana dan Konflik Datang: Mengapa Keadaan Kahar Bukan Sekadar Klausa Kertas
Proyek konstruksi tidak pernah berjalan dalam ruang hampa. Ada kalanya, di tengah perjalanan, ia dihadapkan pada situasi yang tidak terduga, seperti bencana alam atau konflik sosial. Dalam dunia hukum, kondisi ini dikenal dengan istilah Keadaan Kahar atau force majeure, yang merupakan doktrin dari sistem Hukum Sipil.1 Buku ini menjelaskan bahwa suatu peristiwa dapat dikategorikan sebagai keadaan kahar jika memenuhi lima karakteristik: tidak terduga, tidak terhindarkan, tidak dapat dikendalikan, menghambat pemenuhan kewajiban, dan di luar tanggung jawab para pihak.1
Pandemi COVID-19 yang terjadi baru-baru ini adalah contoh nyata bagaimana sebuah exceptional event bisa menguji ketahanan sebuah kontrak. Sebuah studi yang dipaparkan dalam buku ini mengungkapkan bahwa dampak pandemi sungguh luar biasa. Lebih dari separuh proyek (56,78%) mengalami perlambatan, dan sebagian besar (84,92%) mengalami perubahan besar, baik dalam target, struktur organisasi, maupun budaya kerja.1 Angka-angka ini menunjukkan bahwa Keadaan Kahar bukan sekadar klausa teoretis, melainkan realitas yang dapat menghantam proyek dengan dampak seperti menaikkan biaya dari Rp 20 juta menjadi Rp 70 juta.1
Lebih lanjut, buku ini menyoroti bahwa di Indonesia, Keadaan Kahar tidak hanya terbatas pada bencana alam. Konteks lokal yang unik, seperti keberadaan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), juga dapat dikategorikan sebagai peristiwa Keadaan Kahar yang dapat menghambat pelaksanaan proyek.1 Hal ini memberikan sebuah pelajaran penting: klausul-klausul dalam kontrak konstruksi tidak bisa bersifat generik, tetapi harus secara eksplisit memasukkan elemen-elemen risiko yang relevan dengan kondisi geografis dan sosial di Indonesia. Tanpa klausul yang jelas, kontraktor yang proyeknya terhambat karena masalah keamanan tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk mengajukan klaim perpanjangan waktu atau biaya tambahan.1
Titik Didih: Meredakan Konflik dan Menyelesaikan Klaim Tanpa Harus ke Meja Hijau
Meski kontrak telah disusun seadil mungkin, konflik tetap akan muncul. Buku ini secara realistis mengakui bahwa setiap kegiatan kontrak konstruksi berpotensi terjadi sengketa.1 Namun, yang menjadi ironi di Indonesia adalah pengajuan klaim konstruksi kerap dianggap tabu, terutama ketika berurusan dengan pihak pemerintah.1 Kontraktor seringkali enggan mengajukan klaim karena takut dicap sebagai rewel atau bahkan khawatir akan masuk daftar hitam.
Padahal, klaim bukanlah sesuatu yang harus dihindari; melainkan sebuah hak kontraktual yang sah. MKK yang baik mengajarkan bahwa manajemen klaim adalah proses yang harus dikuasai, mulai dari identifikasi, notifikasi, dokumentasi, hingga negosiasi.1 Tanpa dokumentasi yang akurat, klaim yang sebetulnya valid dapat dengan mudah ditolak, seperti kasus seorang kontraktor yang ditolak klaimnya karena tidak menyajikan data lengkap saat pemeriksaan prestasi pekerjaan.1
Untuk meredakan titik didih konflik, buku ini menyarankan mekanisme Alternative Dispute Resolution (ADR) sebagai langkah pertama sebelum membawa masalah ke meja hijau. Prosesnya dimulai dari negosiasi langsung, berlanjut ke mediasi, dan kemudian ke ajudikasi. Buku ini memperkenalkan model Dewan Pencegahan dan Ajudikasi Sengketa (DAAB) yang direkomendasikan oleh FIDIC. DAAB adalah dewan yang terdiri dari satu atau tiga ahli yang ditunjuk oleh kedua pihak untuk menengahi dan memutuskan sengketa. Keputusan DAAB bersifat mengikat, cepat, dan tidak menghentikan progres pekerjaan di lapangan.1
Keunggulan ADR dibandingkan litigasi (jalur pengadilan) adalah kecepatannya, biayanya yang lebih efisien, serta kemampuannya untuk menjaga hubungan baik antara para pihak. Ketergantungan pada proses hukum formal seringkali memakan waktu bertahun-tahun dan biaya yang besar, yang pada akhirnya merugikan semua pihak. Dengan mempromosikan ADR dan manajemen klaim yang profesional, buku ini tidak hanya memberikan jawaban, tetapi juga mendorong perubahan budaya dari yang konfrontatif menjadi kolaboratif.
Sebuah Peta Jalan Menuju Industri Konstruksi yang Lebih Adil dan Akuntabel
Buku "100 Tanya-Jawab Permasalahan Kontrak Konstruksi Indonesia" bukanlah sekadar kumpulan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan teknis. Karya ini adalah sebuah cermin yang merefleksikan tantangan fundamental yang dihadapi industri konstruksi di Indonesia. Ia menunjukkan bahwa banyak masalah, dari proyek yang mangkrak hingga sengketa di pengadilan, berakar dari satu hal: ketidakmatangan Manajemen Kontrak Konstruksi sebagai sebuah disiplin ilmu dan praktik.
Temuan ini membawa kita pada kesimpulan mendalam. Pertama, ketidakjelasan dalam kontrak dan pemahaman yang tumpang tindih tentang jenis-jenis kontrak bukanlah kebetulan. Ini adalah hasil dari kurangnya edukasi formal dan standar baku. Kedua, pendekatan auditor yang keliru terhadap kontrak lumpsum menciptakan lingkungan di mana efisiensi dan inovasi dihukum, padahal seharusnya diberi insentif. Ketiga, realitas geografis dan sosial Indonesia menuntut kontrak yang lebih spesifik dan detail, terutama dalam mengelola Keadaan Kahar seperti pandemi atau konflik. Terakhir, budaya yang menganggap klaim sebagai tabu menunjukkan ketidakpercayaan yang lebih dalam terhadap sistem penyelesaian sengketa, mendorong perlunya adopsi mekanisme ADR yang lebih cepat dan efisien.
Secara keseluruhan, jika diterapkan, temuan dari buku ini berpotensi untuk membawa transformasi nyata. Pemahaman yang lebih baik tentang MKK akan menciptakan kontrak yang lebih adil dan transparan. Lingkungan yang menghargai efisiensi akan mendorong inovasi. Dan sistem penyelesaian sengketa yang lebih profesional akan mengurangi biaya hukum yang tidak perlu dan mempercepat penyelesaian proyek. Dalam waktu lima tahun, adopsi prinsip-prinsip ini dapat mengurangi biaya proyek hingga 10-15% dan memangkas waktu penyelesaian yang disebabkan oleh sengketa, mewujudkan mimpi infrastruktur Indonesia yang lebih kuat, lebih adil, dan lebih akuntabel.
Sumber Artikel:
Hansen, S. 100 Tanya-Jawab P.
Ekonomi dan Bisnis
Dipublikasikan oleh Hansel pada 17 September 2025
Sebuah Bom Waktu di Balik Pembangunan Infrastruktur Nigeria
Industri konstruksi adalah urat nadi perekonomian Nigeria, sebuah sektor vital yang menyumbang secara signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan menyediakan fondasi bagi infrastruktur dan perumahan yang esensial.1 Namun, sektor ini menghadapi tantangan yang mengancam efisiensi dan kualitasnya, yaitu kekurangan tenaga kerja terampil. Dikutip dari berbagai penelitian sebelumnya, kondisi ini telah lama menyebabkan keterlambatan proyek, pembengkakan biaya, dan standar keselamatan yang terkompromi.1 Penelitian yang dipublikasikan dalam International Journal of Civil Engineering, Construction and Estate Management oleh Abubakar Sadiq Idris dan timnya ini bertujuan untuk mengukur tingkat keparahan kekurangan tersebut di kalangan artisan konstruksi bangunan di Nigeria.
Dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan survei deskriptif, para peneliti mengumpulkan data dari 229 pemangku kepentingan, termasuk para artisan, pelatih, verifikator, dan pengawas di tujuh negara bagian di Nigeria Utara-Barat.1 Tujuan awalnya adalah untuk mengidentifikasi "kekurangan" keterampilan yang selama ini dipersepsikan sebagai masalah utama. Namun, alih-alih menemukan kelangkaan tenaga kerja teknis, penelitian ini justru mengungkap sebuah paradoks yang lebih dalam. Masalah terparah di lapangan ternyata bukanlah kurangnya keterampilan teknis seperti tukang pipa atau tukang las, melainkan krisis dalam keterampilan "lunak" atau non-teknis, seperti manajemen amarah dan komunikasi.1 Ini menunjukkan bahwa industri ini tidak hanya menghadapi masalah kuantitas pekerja, tetapi juga krisis profesionalisme yang jauh lebih fundamental, yang berpotensi menjadi bom waktu bagi pembangunan di Nigeria.
Mengapa Kekurangan Tenaga Terampil Adalah Bom Waktu Ekonomi Nigeria?
Sebelum mengulas temuan mengejutkan dari penelitian ini, penting untuk memahami lanskap industri konstruksi Nigeria. Sektor ini dianggap sebagai pendorong utama pertumbuhan ekonomi, tetapi kinerjanya kerap terhambat oleh tantangan yang berakar dari berbagai faktor. Berbagai studi telah menunjukkan bahwa kekurangan tenaga terampil di Nigeria disebabkan oleh serangkaian isu, termasuk kurangnya pelatihan kejuruan yang memadai, kondisi kerja yang buruk, upah yang rendah, dan stigma sosial yang melekat pada pekerjaan tangan.1 Faktor-faktor ini menciptakan lingkaran setan: industri yang dianggap kurang bergengsi atau berpenghasilan rendah cenderung menarik individu dengan tingkat motivasi dan profesionalisme yang lebih rendah, yang pada gilirannya memperburuk reputasi industri.
Dalam konteks ini, penelitian Idris dan timnya mencoba mengukur secara empiris masalah-masalah yang selama ini hanya diasumsikan. Mereka menggunakan metodologi yang kuat, termasuk pengambilan sampel acak dan analisis statistik menggunakan perangkat lunak SPSS, untuk mengumpulkan data dari populasi sampel yang representatif. Populasi penelitian mencapai 750 pemangku kepentingan, di mana 229 di antaranya memberikan tanggapan yang valid. Para responden mencakup beragam peran, dari artisan terlatih, pelatih di pusat-pusat pelatihan, hingga para master pengrajin, dan verifikator.1 Jangkauan responden yang luas ini memastikan bahwa temuan yang dihasilkan tidak hanya berasal dari satu sudut pandang, tetapi mencerminkan realitas yang kompleks dari seluruh ekosistem industri konstruksi di Nigeria Utara-Barat.
Temuan yang Mengejutkan: Keterampilan 'Non-Teknis' yang Paling Parah Dikeluhkan
Hasil penelitian menunjukkan sebuah pergeseran paradigma yang signifikan dalam pemahaman kita tentang kekurangan keterampilan di industri konstruksi. Para peneliti menggunakan teknik peringkat rata-rata (mean ranking) untuk menilai keparahan berbagai masalah yang diidentifikasi. Alih-alih kekurangan tukang pasang bata atau tukang kayu, temuan paling signifikan justru mengarah pada masalah yang bersifat personal dan manajerial.
Peringkat teratas dalam daftar masalah ini adalah kurangnya keterampilan manajemen amarah di tempat kerja. Isu ini menduduki peringkat pertama dengan skor rata-rata 4.8 dari skala 5, menunjukkan bahwa para responden menganggapnya sebagai hambatan paling serius di lapangan.1 Temuan ini mengejutkan karena secara intuitif, kita sering mengasosiasikan masalah konstruksi dengan kegagalan teknis—seperti fondasi yang retak atau atap yang bocor. Namun, penelitian ini secara tegas menunjukkan bahwa konflik interpersonal dan ketidakmampuan mengelola emosi adalah faktor utama yang mengganggu kelancaran proyek. Secara naratif, ini berarti bahwa perselisihan antarpekerja atau antara atasan dan bawahan dapat menghentikan pekerjaan secara total, menyebabkan stagnasi yang lebih parah daripada kurangnya alat atau bahan.
Keterkaitan masalah ini semakin jelas ketika melihat temuan di peringkat kedua: keterlambatan pengiriman proyek bangunan. Masalah ini memperoleh skor rata-rata 4.4, langsung mengikuti masalah manajemen amarah.1 Hal ini mengindikasikan bahwa ada hubungan kausal yang kuat antara krisis emosi di tempat kerja dan ketidakmampuan untuk menyelesaikan proyek tepat waktu. Konflik yang tidak terselesaikan bisa merusak kolaborasi, menurunkan semangat kerja, dan pada akhirnya, menunda penyelesaian proyek.
Temuan penting lainnya yang berada di peringkat atas adalah kurangnya keterampilan Kesehatan, Keselamatan & Kerapian (peringkat 3, skor rata-rata 4.2) dan kurangnya keterampilan komunikasi (peringkat 4, skor rata-rata 4.1).1 Bersama-sama, masalah-masalah ini membentuk sebuah narasi yang konsisten: industri konstruksi di wilayah ini menghadapi krisis profesionalisme yang mendalam. Keterampilan-keterampilan ini, meskipun sering dianggap "lunak," adalah fondasi yang mutlak diperlukan untuk memastikan lingkungan kerja yang aman, teratur, dan efisien.
Yang paling kontradiktif dari semua temuan ini adalah bahwa masalah yang secara umum diasumsikan sebagai "kekurangan keterampilan," yaitu "kurangnya artisan yang memadai untuk memenuhi permintaan", justru berada di peringkat paling bawah, yaitu peringkat ke-25 dengan skor rata-rata hanya 2.3.1 Paradoks ini adalah inti dari temuan penelitian. Ini menunjukkan bahwa masalahnya bukanlah tidak adanya jumlah pekerja, melainkan kualitas profesionalisme dari tenaga kerja yang sudah ada. Krisis ini adalah krisis kualitatif, bukan kuantitatif. Para artisan yang ada mungkin memiliki pengetahuan dasar untuk melakukan pekerjaan mereka, tetapi mereka kekurangan etos kerja, disiplin, dan kemampuan interpersonal yang krusial untuk beroperasi secara efektif dalam lingkungan tim yang kompleks dan seringkali penuh tekanan.
Di Balik Angka: Kisah Para Veteran dan Kredibilitas Pengalaman
Kredibilitas temuan ini semakin diperkuat oleh profil demografi responden. Penelitian ini menemukan bahwa mayoritas peserta survei (85.6%) adalah laki-laki, dan yang paling menarik, sebagian besar dari mereka (59%) memiliki pengalaman kerja yang sangat panjang, yaitu 16-20 tahun di industri konstruksi.1 Proporsi terbesar dari responden (62.9%) juga berusia 40 tahun ke atas.1
Profil ini sangat signifikan. Ini menunjukkan bahwa temuan mengenai kurangnya keterampilan "lunak" ini bukan berasal dari pengamatan sekilas oleh pendatang baru, melainkan merupakan pengakuan dari para veteran paling berpengalaman di industri. Pandangan mereka mencerminkan realitas yang telah mereka saksikan selama bertahun-tahun di lapangan. Pandangan para praktisi yang paling matang dan berpengetahuan luas inilah yang memberikan otoritas tak terbantahkan pada temuan penelitian.
Namun, data demografi ini juga mengungkapkan sebuah krisis yang lebih dalam dan potensial untuk memburuk. Meskipun penelitian ini menunjukkan bahwa masalah terbesar bukanlah "kekurangan" tenaga kerja, salah satu faktor yang berada di peringkat bawah (peringkat ke-22, skor rata-rata 3.0) adalah "non-replacement of aged trained artisans of the industry".1 Ini menciptakan sebuah lingkaran setan yang berbahaya. Jika tenaga kerja yang ada—yang sebagian besar berusia di atas 40 tahun—tidak digantikan oleh generasi baru, masalah keterampilan, baik teknis maupun non-teknis, akan semakin akut. Hal ini diperparah oleh rendahnya daya tarik industri bagi kaum muda, yang enggan masuk ke sektor yang dipersepsikan memiliki kondisi kerja buruk dan upah rendah. Tanpa regenerasi, industri konstruksi Nigeria berisiko mengalami kemunduran yang signifikan dalam dekade-dekade mendatang.
Jalan Keluar dari Krisis: Solusi Menuju Sektor Konstruksi yang Berkelanjutan
Studi ini tidak hanya mengidentifikasi masalah, tetapi juga menawarkan rekomendasi strategis untuk mengatasi krisis. Berdasarkan analisis, solusi yang dianggap paling penting oleh para responden adalah penyediaan pelatih berbasis kompetensi yang memadai.1 Hal ini menyoroti bahwa investasi pada kualitas pengajaran adalah kunci untuk menanamkan keterampilan yang benar, bukan hanya secara teknis, tetapi juga secara profesional.
Sejalan dengan temuan utama, para peneliti merekomendasikan pelatihan wajib dalam manajemen amarah, kesehatan, keselamatan, dan kerapian.1 Program-program ini harus terstruktur dan ditujukan untuk semua artisan, tidak hanya untuk mengatasi masalah di tempat kerja saat ini, tetapi juga untuk membangun budaya kerja yang lebih positif dan profesional di masa depan.
Lebih jauh lagi, laporan ini menekankan perlunya pelembagaan Kerangka Kualifikasi Keterampilan Nasional (NSQ) sebagai kerangka kerja regulasi yang kuat.1 Saat ini, kurangnya sistem evaluasi yang terstandarisasi, efisien, dan objektif—yang seringkali mengandalkan metode berbasis kertas yang memakan waktu dan subjektif—memperburuk masalah.1 Pelembagaan NSQ akan menciptakan sebuah sistem di mana kompetensi dapat dievaluasi, disertifikasi, dan diakui secara nasional. Ini bukan hanya tentang melatih individu, tetapi tentang membangun ekosistem yang berkelanjutan di mana keterampilan dihargai dan dipertahankan.
Secara spesifik, studi ini juga menyinggung potensi penggunaan platform e-assessment untuk meningkatkan proses penilaian keterampilan.1 Meskipun adopsi teknologi ini berada di peringkat yang lebih rendah dalam survei, temuan ini menunjukkan bahwa solusi digital adalah bagian integral dari modernisasi industri. Platform e-assessment dapat menawarkan sistem yang lebih transparan, efisien, dan objektif untuk mengukur kompetensi, mengatasi keterbatasan metode penilaian tradisional.
Kritik Realistis dan Opini Ringan: Menakar Batasan Studi dan Tantangan Implementasi
Meskipun temuan dari penelitian ini sangat kuat, penting untuk menyoroti keterbatasannya. Studi ini secara eksplisit terbatas pada tujuh negara bagian di Nigeria Utara-Barat.1 Meskipun hasilnya memberikan wawasan yang sangat berharga, realitas di wilayah lain di Nigeria mungkin berbeda, dipengaruhi oleh dinamika sosial, ekonomi, dan budaya yang unik. Oleh karena itu, temuan ini tidak dapat sepenuhnya digeneralisasi untuk seluruh industri konstruksi di Nigeria tanpa penelitian lebih lanjut.
Selain itu, penting untuk menambahkan kritik realistis terhadap tantangan implementasi rekomendasi yang ada. Penelitian ini menyoroti masalah pembangunan sosial dan ekonomi yang buruk di Nigeria, yang, meskipun berada di peringkat terendah dalam survei (peringkat ke-24, skor rata-rata 2.6), merupakan fondasi yang memengaruhi segalanya.1 Masalah makro seperti korupsi, infrastruktur yang tidak memadai, dan ketidakstabilan politik yang dilaporkan oleh berbagai studi lain 1 menciptakan lingkungan yang sangat menantang untuk menerapkan reformasi mikro. Tanpa reformasi yang lebih luas, seperti tata kelola yang baik dan investasi dalam infrastruktur sosial, upaya untuk meningkatkan profesionalisme di industri konstruksi bisa jadi terhambat. Artinya, perbaikan industri ini tidak bisa lepas dari perbaikan di tingkat nasional.
Implikasi Jangka Panjang: Mengubah Perekonomian dan Kualitas Hidup
Temuan ini membawa implikasi jangka panjang yang mendalam. Jika krisis profesionalisme—terutama dalam manajemen amarah, komunikasi, dan keselamatan kerja—dapat diatasi melalui program pelatihan yang ditargetkan dan pelembagaan NSQ, industri konstruksi Nigeria berpotensi mengalami lonjakan efisiensi dan kualitas yang dramatis.
Bayangkan proyek-proyek yang tidak lagi molor karena konflik di tempat kerja, atau kecelakaan yang berkurang drastis karena standar keselamatan yang ditegakkan. Dampak nyata dari perbaikan ini akan terasa di seluruh rantai nilai. Proyek dapat diselesaikan lebih cepat dan dengan biaya yang lebih rendah, meningkatkan daya saing ekonomi nasional. Selain itu, kondisi kerja yang lebih aman dan profesional akan membuat industri ini lebih menarik bagi generasi muda, menciptakan pasokan tenaga kerja yang berkelanjutan di masa depan. Ini adalah langkah krusial untuk membangun masa depan yang lebih kokoh dan stabil. Dengan mengatasi masalah yang tersembunyi di balik data, Nigeria dapat mengubah tantangan ini menjadi peluang emas untuk membangun perekonomian yang lebih kuat, satu bata pada satu waktu.
Saran Gambar:
Pekerja konstruksi sedang berdiskusi atau bekerja sama di lokasi proyek, atau gambar crane di lokasi konstruksi dengan latar belakang kota.
Sumber Artikel:
SADIQ, I. A., MOHAMMED, I., NURUDDEN, U., & KUNYA, U. (2025). ASSESSMENT OF THE SEVERITY OF THE SKILL SHORTAGES AMONG ARTISANS IN THE NIGERIAN BUILDING SECTOR. Journal of Biodiversity and Environmental Research.
Ekonomi dan Bisnis
Dipublikasikan oleh Afridha Nu’ma Khoiriyah pada 25 Februari 2025
Meskipun karisma pribadi masih lebih penting daripada kebijakan dalam pemilihan umum di Indonesia, janji-janji kebijakan para kandidat tidak boleh diremehkan. Platform kebijakan akan membentuk agenda presiden berikutnya dan dapat membuat perbedaan elektoral dalam persaingan ketat.
Menteri Pertahanan Prabowo tetap menjadi calon terdepan, dengan perolehan 45,8 persen suara menurut jajak pendapat pada Januari 2024, sementara Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo bersaing ketat dengan perolehan 25,5 dan 23,0 persen. Namun, perbedaan poin persentase yang tipis dapat menentukan dua hal: apakah Prabowo memenangkan mayoritas yang jelas pada tanggal 14 Februari atau akan menuju ke pemilihan lanjutan, dan siapa yang akan menjadi kandidat kedua yang bersaing dalam pemilihan lanjutan pada bulan Juni, kemungkinan melawan Prabowo.
Kelompok Milenial dan Generasi-Z (berusia di bawah 43 tahun) di Indonesia mencakup lebih dari 50 persen dari jumlah pemilih yang memenuhi syarat. Dengan jumlah mereka yang besar, kelompok demografis ini akan memainkan peran penting dalam pemilu mendatang, mempengaruhi substansi dan strategi komunikasi kampanye presiden.
Berdasarkan survei LSI (Lembaga Survei Indonesia) - ISEAS - Yusof Ishak Institute yang dilakukan secara nasional pada bulan November 2023, yang melibatkan lebih dari 2.000 responden usia pemilih, generasi Milenial dan Gen-Z Indonesia menunjukkan kesamaan tetapi juga perbedaan yang mencolok dengan generasi yang lebih tua dalam hal isu-isu nasional yang perlu diprioritaskan oleh kepemimpinan berikutnya.
Sebagai contoh, meskipun seperempat dari responden yang lebih tua menempatkan “kesehatan” sebagai salah satu dari tiga agenda nasional yang harus diprioritaskan, hanya 18 persen dari generasi Milenial dan Gen-Z yang menempatkannya. Sementara 29 persen generasi Milenial dan Gen-Z menempatkan “pendidikan” sebagai salah satu dari tiga agenda nasional yang harus diprioritaskan, hanya 21 persen dari kelompok generasi yang lebih tua yang melakukan hal yang sama (Gambar 1). Faktor tahap kehidupan dapat menjelaskan perbedaan antar generasi dalam preferensi kebijakan ini.
Catatan: Responden diminta untuk memilih tiga isu nasional teratas yang harus diprioritaskan oleh para pemimpin nasional.
Tiga prioritas nasional yang ingin diprioritaskan oleh Milenial dan Gen-Z Indonesia - yaitu pengangguran, kemiskinan, dan korupsi - merupakan isu-isu yang tepat waktu dan penting yang perlu diperhatikan oleh kampanye pemilu.
Pertama, penciptaan lapangan kerja menempati posisi teratas, dengan 56,1 persen responden memilih hal ini sebagai salah satu dari tiga isu terpenting. Kurangnya lapangan pekerjaan sangat akut bagi kaum muda (15-24 tahun), yang tingkat penganggurannya biasanya jauh lebih tinggi daripada tingkat pengangguran secara umum (19,4 persen vs 5,3 persen pada tahun 2023).
Statistik pengangguran tahunan terbaru Indonesia menunjukkan bahwa tingkat pengangguran secara keseluruhan dan tingkat pengangguran kaum muda lebih tinggi daripada tingkat pengangguran sebelum COVID-19. Tingkat pengangguran kaum muda Indonesia tidak hanya lebih tinggi dibandingkan dengan orang dewasa, tetapi juga dibandingkan dengan kaum muda di kawasan Asia Timur dan Pasifik. Secara struktural, penciptaan lapangan kerja yang tidak memadai, ketidaksesuaian keterampilan, dan alat pencarian kerja yang tidak memadai menghambat transisi dari sekolah ke dunia kerja di Indonesia.
Baru-baru ini, permintaan global yang lebih lemah karena pertumbuhan ekonomi global yang lemah telah menyebabkan hampir 300.000 pekerja terkena PHK di Indonesia. PHK ini terutama terjadi di industri tekstil, produk tekstil, dan alas kaki yang padat karya dan berorientasi ekspor dalam sebelas bulan pertama tahun 2023, meningkat 22 kali lipat dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (2022).
Sebagian besar terjadi di kawasan industri manufaktur, yaitu Jawa Barat (36,1 persen) dan Jawa Tengah (20,3 persen). Indonesia juga mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) perusahaan rintisan (start-up) seiring dengan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang melanda industri teknologi global, atau yang disebut sebagai “musim dingin teknologi”.
Strategi kebijakan ekonomi hilir yang padat modal, terutama pada proses peleburan nikel, telah gagal menciptakan lebih banyak kesempatan kerja. Kebijakan industri yang lebih luas, termasuk di sektor manufaktur padat karya, diperlukan untuk merespons tekanan pekerjaan.
Kedua, pengentasan kemiskinan merupakan isu strategis yang juga menjadi perhatian pemilih muda (38,1 persen), meskipun pada tingkat yang lebih rendah dibandingkan dengan generasi yang lebih tua. Kekhawatiran pemilih muda ini mungkin terkait dengan dampak guncangan yang belum pernah terjadi sebelumnya seperti pandemi, bencana alam, dan meningkatnya inflasi pangan - sebagian karena konflik geopolitik - terhadap kemiskinan nasional.
Meskipun Indonesia terus menikmati pertumbuhan ekonomi sebesar lima persen sejak tahun 2016 hingga 2022, kecuali pada tahun-tahun pandemi Covid-19 di tahun 2020 dan 2021, masih ada sekitar 26 juta orang miskin (9,4 persen dari populasi nasional), menurut data BPS terbaru pada Maret 2023.
Angka ini menutupi jumlah penduduk Indonesia yang rentan yang jauh lebih besar, yang dapat dengan cepat menjadi miskin selama krisis ekonomi. Laporan penilaian kemiskinan terbaru dari Bank Dunia menunjukkan bahwa pada tahun 2019, 40 persen penduduk Indonesia “tidak aman secara ekonomi”, dengan sebagian besar dari mereka “tidak miskin” (tingkat konsumsi di atas USD3,2 PPP 2011), tetapi ketika terkena guncangan ekonomi, mereka dapat dengan mudah jatuh ke dalam kemiskinan.
Tanpa komitmen dari presiden berikutnya untuk mengatasi masalah-masalah yang paling penting bagi penduduk muda Indonesia, akan sulit bagi negara ini untuk mencapai tujuan ambisius untuk menjadi negara dengan ekonomi berpenghasilan tinggi pada tahun 2045.
Ketiga, kaum muda Indonesia ingin melihat korupsi diberantas. Lebih banyak responden yang lebih muda (37,6 persen) memilih hal ini sebagai prioritas dibandingkan dengan generasi yang lebih tua. Hal ini sejalan dengan berbagai masalah yang dihadapi oleh penegak hukum nasional dan lembaga anti-korupsi (KPK) dalam beberapa tahun terakhir, dengan para kritikus yang menyatakan bahwa kekuasaan dan netralitasnya telah dilemahkan.
Kekhawatiran responden yang lebih muda terhadap memburuknya korupsi sejalan dengan penurunan peringkat Indonesia dalam Indeks Persepsi Korupsi Transparency International. Indonesia turun dari posisi 85 di tahun 2019 menjadi 110 dari 180 negara di tahun 2022. Salah satu alasan utama untuk hal ini adalah pengesahan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru pada tahun 2019, yang secara luas dituding sebagai pelemahan sistematis terhadap lembaga antirasuah tersebut.
KPK merupakan salah satu lembaga yang paling dipercaya di Indonesia sebelum revisi tahun 2019 dan merupakan ciri khas dari era reformasi pasca-Suharto. Sejak tahun 2019, KPK telah terjerat dalam berbagai kontroversi dan tuduhan yang melibatkan lembaga ini, termasuk penerimaan suap, pemerasan, dan bahkan pelecehan seksual. Kontroversi terakhir adalah penyelidikan pemerasan yang berujung pada pemecatan ketua KPK, Firli Bahuri. Memburuknya kinerja KPK mungkin telah memicu kekhawatiran di kalangan generasi muda tentang buruknya reformasi kelembagaan di negara ini.
Tanpa komitmen presiden berikutnya untuk menangani isu-isu yang paling penting bagi generasi muda Indonesia, akan sulit bagi Indonesia untuk mencapai tujuan ambisius untuk menjadi negara dengan ekonomi berpenghasilan tinggi pada tahun 2045. Hal ini terutama karena generasi Gen-X (44-59 tahun) dan Baby Boomer (60-78 tahun) Indonesia akan segera menggantikan dan mewariskan tongkat estafet kepemimpinan nasional kepada mereka.
Disadur dari: fulcrum.sg
Ekonomi dan Bisnis
Dipublikasikan oleh Afridha Nu’ma Khoiriyah pada 25 Februari 2025
Indonesia
Pertumbuhan PDB Indonesia pada kuartal keempat sedikit meningkat menjadi 5,04 persen, setelah turun di bawah 5,0 persen pada kuartal sebelumnya untuk pertama kalinya dalam dua tahun terakhir. Hal ini membawa pertumbuhan PDB 2023 menjadi 5,05 persen untuk tahun 2023 - turun dari 5,3 persen pada tahun 2022 - karena ekonomi terguncang oleh dampak penurunan harga komoditas dan kontraksi ekspor di sebagian besar tahun 2023.
Pada kuartal keempat, ekspor tumbuh, membalikkan kontraksi dari kuartal sebelumnya karena permintaan dari mitra dagang utama seperti Tiongkok, India, dan Amerika Serikat pulih kembali (Grafik 3). Rupiah menguat sementara inflasi cenderung menurun. Indikator inti lainnya, termasuk konsumsi dan produksi industri, tidak berkinerja sebaik di kuartal ketiga, sementara tingkat pengangguran ditutup lebih tinggi pada 5,5 persen di kuartal keempat 2023.
Ekspor Indonesia pulih menyusul rebound permintaan dari mitra dagang utama dan pariwisata, konsumsi swasta tetap stabil.
Kami berusaha untuk memberikan akses yang sama kepada para penyandang disabilitas. Jika Anda memerlukan informasi mengenai konten ini, kami akan dengan senang hati bekerja sama dengan Anda.
Prospek ekonomi makro
Pasar keuangan
Malaysia
Ekonomi Malaysia berkembang pada laju yang lebih lambat sebesar 3,0 persen y-o-y pada kuartal keempat 2023, setelah mencapai pertumbuhan 3,29 persen y-o-y pada kuartal ketiga. Hal ini membawa pertumbuhan PDB Malaysia secara keseluruhan tahun 2023 menjadi 3,7 persen, setelah tahun breakout pada tahun 2022 ketika ekonomi tumbuh 8,7 persen. Penurunan kinerja sektor eksternal Malaysia yang berkelanjutan berdampak pada perekonomian (Grafik 4). Di sisi domestik, konsumsi mengalami pertumbuhan yang stabil didukung oleh pasar tenaga kerja yang kuat dan harga-harga yang moderat. Sementara itu, ringgit terus mengalami penurunan dan mendekati level terendahnya sejak krisis keuangan Asia pada Januari 1998.
Pertumbuhan ekonomi Malaysia pada kuartal keempat berkembang dengan laju yang lebih lambat di tengah lingkungan eksternal yang menantang. Kami berusaha untuk memberikan akses yang setara kepada para penyandang disabilitas ke situs web kami. Jika Anda menginginkan informasi tentang konten ini, kami akan dengan senang hati bekerja sama dengan Anda.
Prospek ekonomi makro
Pasar keuangan
Filipina
Ekonomi Filipina tumbuh sebesar 5,6 persen pada kuartal keempat tahun 2023 dan mengakhiri tahun ini sebesar 5,6 persen secara keseluruhan, lebih rendah dari pertumbuhan 7,6 persen yang dicapai pada tahun 2022 dan meleset dari target pemerintah antara 6,0 hingga 7,0 persen. Namun, jika dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan ini, pertumbuhan Filipina pada tahun 2023 masih melampaui negara-negara seperti Tiongkok (5,2 persen), Malaysia (3,8 persen), dan Vietnam (5,0 persen).30
Pada kuartal keempat, tingkat pengangguran turun menjadi 3,1 persen, rekor terendah sejak 2005. Hal ini, pada gilirannya, mendukung konsumsi, yang membaik dari kuartal sebelumnya. Inflasi terus berlanjut secara moderat dan berada pada level terendah dalam dua tahun terakhir. Produksi manufaktur membaik, sementara perdagangan mencatat penurunan yang lebih lemah, mengingat berlanjutnya pelemahan perdagangan eksternal (Grafik 5).31
Pertumbuhan utama Filipina didorong oleh permintaan domestik yang kuat, sementara ekspor mengalami kontraksi pada Triwulan IV tahun 2023. Kami berusaha keras untuk memberikan akses yang setara kepada para penyandang disabilitas ke situs web kami. Jika Anda membutuhkan informasi mengenai konten ini, kami akan dengan senang hati bekerja sama dengan Anda.
Prospek ekonomi makro
Singapura
Pertumbuhan PDB Singapura pada kuartal keempat tahun 2023 mencapai 2,2 persen, lebih lambat dari perkiraan sebelumnya sebesar 2,8 persen oleh Kementerian Perdagangan dan Industri (MTI).44 Perekonomian tumbuh 1,1 persen pada tahun 2023, sedikit lebih rendah dari perkiraan pemerintah sebesar 1,2 persen dan jauh lebih rendah dari pertumbuhan 3,8 persen yang tercatat pada tahun 2022.
Kinerja jasa yang lebih kuat merupakan salah satu kontributor utama terhadap kinerja ekonomi kuartal keempat, dengan sektor keuangan dan asuransi, serta sektor informasi dan komunikasi membukukan pertumbuhan terkuat. Ekspor tumbuh hanya 0,2 persen pada kuartal keempat karena kinerja yang lebih lambat di sektor-sektor ekspor utama, seperti minyak dan non-minyak, di tengah permintaan global yang lebih lemah dan berlanjutnya tantangan geopolitik (Grafik 6). Di sektor jasa, pariwisata internasional mengalami pemulihan yang menjanjikan dengan kedatangan wisatawan yang meningkat dua kali lipat menjadi 13,6 juta pada tahun 2023 dari tahun sebelumnya.
Singapura mencapai pertumbuhan tertinggi sejak kuartal ketiga tahun 2022, didukung oleh perbaikan di sektor manufaktur.
Kami berupaya untuk memberikan akses yang setara bagi penyandang disabilitas ke situs web kami. Jika Anda memerlukan informasi tentang konten ini, kami akan dengan senang hati bekerja sama dengan Anda.
Prospek ekonomi makro
Pasar keuangan
Thailand
Ekonomi Thailand berkembang pada tingkat yang moderat sebesar 1,7 persen y-o-y, sedikit lebih tinggi dari pertumbuhan 1,4 persen yang tercatat pada kuartal sebelumnya. Untuk setahun penuh 2023, ekonomi berekspansi sebesar 1,9 persen, melambat dari pertumbuhan 2,5 persen pada tahun 2022. Kinerja konsumsi dan ekspor yang kuat mendukung pertumbuhan PDB pada kuartal keempat. Ekspor secara khusus pulih selama kuartal tersebut, terutama di sektor peralatan telekomunikasi, sementara aktivitas industri tetap lemah (Grafik 7). Inflasi berada pada level terendah dalam hampir tiga tahun terakhir pada Januari 2024.
Ekspor kuartal keempat Thailand pulih sementara produksi industri mengalami kontraksi. Kami berusaha keras untuk memberikan akses yang setara kepada para penyandang disabilitas ke situs web kami. Jika Anda memerlukan informasi tentang konten ini, kami akan dengan senang hati bekerja sama dengan Anda.
Prospek ekonomi makro
Pasar keuangan
Vietnam
Perekonomian Vietnam meningkat pada kuartal keempat 2023 karena pertumbuhan PDB meningkat menjadi 6,7 persen, yang merupakan kinerja kuartalan terbaik negara tersebut sejak 2019. Terlepas dari kuartal yang cerah, pertumbuhan PDB secara keseluruhan untuk tahun 2023 mencapai 5,0% y-o-y, masih di bawah target pemerintah sebesar 6,5% dan lebih rendah dari pertumbuhan tahun 2022 yang mencapai 8,0%. Lemahnya permintaan global dan terhentinya investasi publik di tengah tindakan keras antipencucian uang yang intensif berdampak pada perekonomian pada tahun 2023.
Pertumbuhan kuartal keempat didorong oleh pemulihan yang kuat dalam ekspor dan konsumsi swasta (Gambar 8). Produksi industri tumbuh pada tingkat yang lebih cepat, dengan PMI memasuki zona ekspansif pada Januari 2024, pertama kalinya sejak Agustus 2023. FDI mengalami arus masuk yang lebih besar pada Desember 2023, naik 32,1 persen y-o-y.68
Ekspor dan produksi industri Vietnam pulih pada kuartal keempat tahun 2023, didorong oleh meningkatnya permintaan untuk barang-barang luar negeri. Kami berusaha keras untuk memberikan akses yang sama kepada para penyandang disabilitas ke situs web kami. Jika Anda memerlukan informasi tentang konten ini, kami akan dengan senang hati bekerja sama dengan Anda.
Prospek ekonomi makro
Pasar keuangan
Disadur dari: mckinsey.com
Ekonomi dan Bisnis
Dipublikasikan oleh Afridha Nu’ma Khoiriyah pada 25 Februari 2025
Meskipun krisis tumpang tindih mencengkeram dunia, investasi asing langsung (FDI) di ASEAN mencapai rekor tertinggi sebesar $ 224 miliar pada tahun 2022, naik 5,5% dari tahun sebelumnya. Ketahanan aliran FDI ke Asia Tenggara sebagian disebabkan oleh pembentukan kembali rantai pasokan global dan penghijauan pasar negara berkembang.
Dirilis pada bulan Desember, Laporan Investasi ASEAN 2023 mengatakan bahwa beberapa wilayah berkembang, termasuk Asia Tenggara, melawan tren penurunan FDI. Laporan tersebut mencatat bahwa konflik di Ukraina, tingginya harga pangan dan energi, risiko resesi, dan meningkatnya utang publik memengaruhi FDI global, yang turun 12% menjadi $1,3 triliun pada tahun 2022.
Faktor utama di balik tren kenaikan di ASEAN termasuk peluang dari integrasi regional, yang mendorong pertumbuhan ekonomi dan industri; peningkatan lingkungan kebijakan investasi; dan ekspansi bisnis di seluruh wilayah. Transisi energi bersih dan peralihan ke kendaraan listrik juga mendorong minat investor di kawasan ini.
Laporan ini disusun dengan dukungan teknis dari United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) dan dukungan keuangan dari Pemerintah Indonesia, laporan ini memberikan analisis tren dan perkembangan PMA serta mengidentifikasi isu-isu dan peluang yang muncul, serta opsi-opsi kebijakan.
Pusat relokasi
“ASEAN mengukuhkan posisinya sebagai penerima investasi terbesar di negara berkembang, dengan arus masuk yang melampaui arus masuk yang diarahkan ke (republik rakyat) Tiongkok selama dua tahun berturut-turut,” kata laporan tersebut. “Pangsa kawasan ini terhadap FDI global semakin meluas, tumbuh dari kurang dari 15 persen pada tahun 2021 menjadi lebih dari 17 persen". Peningkatan tercatat dalam moda utama investasi internasional - proyek-proyek greenfield yang diumumkan, kesepakatan pembiayaan proyek internasional, dan merger dan akuisisi lintas batas.
“Perusahaan multinasional di kawasan ini secara proaktif berekspansi ke seluruh ASEAN, membangun rantai nilai regional dan memperkuat jaringan rantai pasokan,” kata laporan tersebut. Investasi ekuitas naik 8% menjadi $127 miliar, atau 56% dari FDI pada tahun 2022, sementara investasi ulang tumbuh 5% menjadi $86 miliar atau 38% dari total.
“Ketegangan geopolitik dan gangguan akibat pandemi telah memicu gelombang restrukturisasi rantai pasokan, yang menjadikan ASEAN sebagai pusat relokasi. Lingkungan ini memotivasi investor, termasuk yang sudah ada di ASEAN, untuk memperluas kapasitas, membangun pijakan regional yang lebih kuat, dan memperkuat rantai pasokan,” katanya.
Faktor “penarik” yang kuat untuk FDI adalah integrasi regional (yaitu Masyarakat Ekonomi ASEAN, Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional), yang menawarkan peluang bagi perusahaan untuk mengakses pasar dan sumber daya alam yang berkembang pesat, meningkatkan operasi, mengeksploitasi keunggulan lokasi, dan memperkuat rantai nilai regional.
Penerima utama
Malaysia, Singapura, dan Vietnam mencatat rekor tertinggi dalam FDI pada tahun 2022. Pertumbuhan Arus Masuk ke Kamboja dan Indonesia datar tetapi investasi masih tinggi. Singapura memimpin dalam hal FDI dengan $141 miliar, naik 10%, sementara Malaysia mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 39% menjadi $17 miliar. Sektor-sektor yang berkinerja tinggi adalah manufaktur, perdagangan grosir dan eceran, ekonomi digital, dan keuangan. Ada juga minat yang meningkat terhadap energi terbarukan dan sektor kendaraan listrik. Jumlah proyek di sektor SDGs yang menarik investasi asing meningkat selama dua tahun berturut-turut, tetapi arus FDI tetap tidak merata dengan infrastruktur dan energi terbarukan menarik lebih banyak minat daripada proyek air, sanitasi, dan kebersihan.
Masalah dan peluang yang muncul
Laporan ini menyoroti empat bidang utama untuk tindakan kebijakan. Keempat hal tersebut adalah reformasi pajak internasional, restrukturisasi rantai pasokan global, transisi energi, dan rantai pasokan kendaraan listrik. Reformasi pajak global. Laporan tersebut mengatakan bahwa ASEAN harus mempersiapkan dampak dari reformasi pajak internasional yang diusulkan oleh proyek Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) dari Kelompok 20 dan Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), yang menangani praktik penghindaran pajak perusahaan multinasional.
Reformasi besar yang dilakukan adalah menetapkan pajak minimum global sebesar 15% atas keuntungan perusahaan dengan pendapatan 750 juta euro atau lebih. Implementasinya, yang dimulai tahun ini, akan mempengaruhi kebijakan dan promosi FDI, seperti kebijakan zona ekonomi khusus di mana perusahaan-perusahaan menikmati insentif pajak berbasis laba. Sebagian besar negara anggota ASEAN telah menciptakan zona ekonomi khusus untuk menarik investor asing.
Pembentukan kembali rantai pasokan. Kawasan ini diharapkan dapat terus mendapatkan manfaat dari restrukturisasi rantai pasokan global. “Untuk mempertahankan momentum, promosi FDI yang aktif dan penjangkauan yang berkelanjutan sangat penting. Komunikasi yang efektif mengenai pembangunan regional, integrasi, sinergi, dan prospek yang muncul dapat menarik investor potensial,” kata laporan tersebut. “Pencapaian AEC dan RCEP [Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional] yang tepat waktu sangat penting.”
Transisi energi. ASEAN perlu menginvestasikan $180 miliar setiap tahunnya untuk meningkatkan porsi energi terbarukan menjadi 23% dari pasokan primer dan 35% dari kapasitas terpasang pada tahun 2025. Namun, investasi di kawasan ini masih jauh dari target dengan nilai proyek energi terbarukan internasional yang diperkirakan hanya mencapai $43 miliar pada tahun 2022 dan proyek-proyek investasi domestik yang bahkan lebih jauh lagi.
Lebih dari 40% pembiayaan untuk proyek-proyek berskala besar berasal dari sektor swasta antara tahun 2014 dan 2018. Untuk meningkatkan promosi FDI di sektor ini, laporan tersebut mengatakan bahwa para pembuat kebijakan harus melihat seluruh rantai pasokan energi terbarukan, termasuk teknologi dan peralatan terbarukan serta integrasinya ke dalam lokasi-lokasi manufaktur. “Mendorong keterlibatan swasta, termasuk investasi internasional, dalam pengembangan kawasan industri ramah lingkungan, eco-SEZ (kawasan ekonomi khusus) dan pusat data ramah lingkungan di seluruh kawasan dapat mendukung tujuan transisi energi ASEAN.” Mempercepat inisiatif kerja sama regional, seperti perdagangan lintas batas, juga akan meningkatkan lingkungan investasi untuk energi terbarukan.
Rantai pasokan kendaraan listrik. Investasi internasional di bidang ini tumbuh 570% menjadi $18 miliar pada tahun 2022, didorong oleh “permintaan yang terus meningkat, pasar negara berkembang, kebijakan yang mendukung, insentif, dan strategi rantai pasokan.” Kegiatan hulu, khususnya pertambangan dan pengolahan mineral penting, menarik investasi paling banyak. Kawasan ini kaya akan mineral-mineral tersebut. Indonesia merupakan produsen nikel terbesar di dunia dan produsen kobalt terbesar kedua di dunia, yang digunakan untuk membuat baterai. Laporan tersebut mencatat bahwa sembilan dari 10 produsen baterai teratas adalah investor aktif di kawasan ini.
Beberapa negara anggota ASEAN memposisikan diri mereka sebagai pusat otomotif regional dan telah mulai menarik FDI di bidang manufaktur. ASEAN sendiri ingin mengembangkan Ekosistem Kendaraan Listrik Regional. “Mempromosikan FDI dalam rantai pasokan kendaraan listrik merupakan peluang kebijakan industri yang besar,” kata laporan tersebut. “Para pembuat kebijakan harus menyesuaikan promosi investasi untuk mencakup beragam pelaku dalam rantai pasokan kendaraan listrik, selaras dengan tujuan transisi energi.” Misalnya, hubungan antara perusahaan multinasional dan usaha kecil dan menengah harus diperkuat, sementara jaringan sumber dan produksi intraregional harus difasilitasi.
Disadur dari: seads.adb.org