Sumber Daya Air

Analisis Kualitas Air Danau Balang Tonjong, Makassar Menggunakan Metode Indeks Pencemaran

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 11 Juni 2025


Mengungkap Kondisi Danau Balang Tonjong

Danau Balang Tonjong di Kota Makassar memegang peranan penting sebagai kawasan resapan air dan area budidaya. Namun, pertumbuhan eceng gondok yang pesat di danau ini menjadi indikasi adanya masalah pencemaran. Penelitian yang dilakukan oleh Muh. Haikal Ahram (2024) bertujuan untuk mengevaluasi kualitas air danau dengan mengukur berbagai parameter pencemaran dan mengklasifikasikan status pencemarannya menggunakan metode Indeks Pencemaran (IP)1. Penelitian ini menyoroti perlunya pengelolaan lingkungan yang lebih baik untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan mengurangi dampak pencemaran terhadap kesehatan masyarakat1.

Metode Penelitian: Pendekatan Komprehensif

Penelitian ini dilakukan di Danau Balang Tonjong, Kecamatan Manggala, Kota Makassar pada bulan Oktober 20231. Metode survei digunakan untuk penelitian kuantitatif ini, dengan pengambilan sampel air permukaan mengikuti SNI 6989-57:20081. Delapan titik pengambilan sampel dipilih untuk mewakili berbagai kondisi di sekitar danau, termasuk aliran masuk sungai, saluran drainase domestik dan pertanian, serta lokasi keluarnya air danau1.

Parameter kualitas air yang diukur meliputi suhu, pH, DHL, TDS (diukur in-situ), DO, NO3, NO2, NH3, PO3, dan Total Coliform (diukur di laboratorium)1. Data dianalisis menggunakan metode Indeks Pencemaran (IP) berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003, dengan membandingkan nilai parameter dengan baku mutu Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 20211.

Hasil Penelitian: Gambaran Kualitas Air yang Mengkhawatirkan

Parameter Kualitas Air dan Pelanggaran Baku Mutu

Hasil penelitian menunjukkan adanya tingkat pencemaran yang signifikan di sebagian besar titik sampel, terutama pada parameter TDS, COD, BOD, dan Total Coliform1.

  • Suhu: Suhu air berkisar antara 30-37°C1. Fluktuasi suhu dapat memengaruhi aktivitas biologis dan kimia di dalam air1.
  • Total Dissolved Solid (TDS): Nilai TDS berkisar antara 113-576 mg/L, masih di bawah baku mutu 1000 mg/L1. TDS dipengaruhi oleh pelapukan vegetasi dan aktivitas manusia1.
  • pH: Nilai pH berkisar antara 6.2-7.2, menunjukkan kondisi netral1. pH memengaruhi spesiasi senyawa kimia dan toksisitas bagi organisme1.
  • Dissolved Oxygen (DO): Nilai DO berkisar antara 0.96-6.2 mg/L. Beberapa titik memiliki DO di bawah baku mutu 4 mg/L, yang penting untuk kehidupan organisme air1.
  • Biochemical Oxygen Demand (BOD): Nilai BOD < 2.01 mg/L, memenuhi baku mutu 3 mg/L1. BOD mencerminkan jumlah oksigen yang dibutuhkan mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik1.
  • Nitrat: Nilai nitrat berkisar antara 1.14-8.43 mg/L, memenuhi baku mutu 10 mg/L1.
  • Nitrit: Beberapa titik sampel melebihi baku mutu nitrit 0.06 mg/L, terutama di kawasan permukiman1.
  • Amonia: Nilai amonia tertinggi mencapai 28 mg/L, jauh melebihi baku mutu 0.2 mg/L, mengindikasikan pencemaran dari limbah domestik1.
  • Fosfat: Konsentrasi fosfat di seluruh titik sampel melebihi baku mutu 0.03 mg/L, memicu potensi eutrofikasi1.
  • Total Coliform: Beberapa titik sampel melebihi baku mutu Total Coliform 5.000 MPN/100mL, terkait dengan tumpukan sampah dan saluran air limbah1.

Status Mutu Air

Metode Indeks Pencemaran (IP) menunjukkan status mutu air yang bervariasi1:

  • Cemar Ringan: Titik T-1, T-7, dan T-8 (IP 1.21 - 4.61)1
  • Cemar Sedang: Titik T-2, T-3, T-4, T-5, dan T-6 (IP 5.00 - 8.60)1

Titik T-3 memiliki nilai IP tertinggi (8.60) dan dikategorikan sebagai cemar sedang1. Variabel pencemar utama adalah amonia, fosfat, dan Total Coliform1.

Dampak Aktivitas Manusia dan Strategi Pengendalian

Penelitian ini mengidentifikasi aktivitas manusia, terutama permukiman padat dan pertanian, sebagai sumber utama pencemaran di Danau Balang Tonjong1. Pembuangan limbah domestik dan penggunaan pupuk yang berlebihan berkontribusi pada tingginya kadar amonia, fosfat, dan Total Coliform1.

Strategi pengendalian pencemaran yang diusulkan meliputi peningkatan pengetahuan dan kepedulian masyarakat, penetapan daya tampung beban pencemaran, dan pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)1.

Opini dan Kritik

Penelitian ini memberikan gambaran yang jelas tentang kualitas air Danau Balang Tonjong dan mengidentifikasi sumber-sumber pencemaran utama1. Metode IP yang digunakan memberikan hasil yang mudah dipahami dan dapat menjadi dasar untuk pengambilan keputusan dalam pengelolaan danau1.

Namun, penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan:

  • Pengambilan sampel hanya dilakukan pada satu waktu (Oktober 2023), sehingga tidak mencerminkan variasi musiman1.
  • Tidak ada analisis mendalam mengenai jenis limbah dan sumber spesifik pencemaran1.
  • Tidak ada evaluasi efektivitas strategi pengendalian yang diusulkan1.

Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengatasi keterbatasan ini dan memberikan rekomendasi yang lebih komprehensif untuk pengelolaan Danau Balang Tonjong.

Relevansi dengan Tren Industri dan Konservasi

Penelitian ini relevan dengan isu pencemaran air yang semakin meningkat di perkotaan1. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan kebijakan dan program pengelolaan danau yang berkelanjutan, serta meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kualitas air1.

Kesimpulan

Kualitas air Danau Balang Tonjong tergolong cemar ringan hingga sedang1. Sumber pencemaran utama adalah aktivitas manusia, terutama permukiman padat dan pertanian1. Strategi pengendalian pencemaran yang melibatkan berbagai pihak dan penerapan teknologi pengolahan limbah diperlukan untuk menjaga kelestarian Danau Balang Tonjong1.

Sumber:

Ahram, M. H. (2024). Analisis Kualitas Air Menggunakan Metode Indeks Pencemaran di Danau Balang Tonjong Kota Makassar. Jurnal LINEARS, 7(2), 89-99.

Selengkapnya
Analisis Kualitas Air Danau Balang Tonjong, Makassar Menggunakan Metode Indeks Pencemaran

Sumber Daya Air

Analisis Kualitas Air Danau Mesangat, Kabupaten Kutai Timur – Studi Mutu Air dan Daya Tampung Beban Pencemar

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 11 Juni 2025


Pentingnya Monitoring Kualitas Air di Danau Mesangat

Danau Mesangat, yang terletak di Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur, merupakan bagian dari Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) yang sangat penting untuk keberlangsungan ekosistem dan kehidupan masyarakat di sekitarnya. Danau ini tidak hanya berfungsi sebagai habitat bagi flora dan fauna, termasuk spesies langka seperti Buaya Badas, tetapi juga berperan dalam menjaga keseimbangan hidrologi wilayah tersebut. Namun, keberadaan dan aktivitas perkebunan kelapa sawit yang mengelilingi danau menjadi ancaman utama terhadap kualitas air danau.

Penelitian yang dilakukan oleh Rama Tirta Nurwantara Putra dan rekan-rekan (2023) bertujuan untuk menganalisis kualitas air Danau Mesangat dengan menggunakan metode STORET dan Indeks Pencemaran (IP) serta menghitung Daya Tampung Beban Pencemaran (DTBP) khususnya untuk parameter BOD. Penelitian ini penting sebagai dasar pengelolaan dan konservasi danau agar fungsi ekologis dan nilai ekonomisnya tetap terjaga.

Metode Penelitian: Pendekatan Komprehensif dengan Metode STORET, IP, dan DTBP

Penelitian ini berlangsung selama lima bulan pada tahun 2022, dengan pengambilan sampel air permukaan di enam titik berbeda yang tersebar di sekitar Danau Mesangat. Titik-titik pengambilan sampel mencakup hilir dan hulu danau, termasuk aliran sungai yang masuk ke danau seperti Sungai Bliwit dan Sungai Senyun yang berada di kawasan perkebunan kelapa sawit.

Pengujian parameter kualitas air dilakukan di laboratorium dengan mengacu pada SNI 6989.57:2008 dan Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021 tentang baku mutu air danau kelas 3. Parameter yang diuji meliputi DO, BOD, COD, pH, TSS, fosfat, nitrogen total, klorofil-a, dan koliform.

Metode STORET digunakan untuk menentukan status mutu air dengan membandingkan hasil pengukuran terhadap baku mutu dan memberikan skor negatif jika parameter melebihi batas baku mutu. Metode IP digunakan sebagai metode komplementer yang lebih cepat karena hanya membutuhkan data satu waktu (single time). DTBP dihitung untuk mengetahui kapasitas danau dalam menampung beban pencemar, khususnya BOD, berdasarkan peraturan lingkungan hidup yang berlaku.

Hasil Penelitian: Kondisi Kualitas Air Danau Mesangat

Parameter Kualitas Air dan Pelanggaran Baku Mutu

Hasil pengujian menunjukkan bahwa beberapa parameter telah melampaui baku mutu air danau kelas 3, yaitu:

  • Dissolved Oxygen (DO): Rata-rata DO di beberapa titik berada di bawah ambang batas minimum 3 mg/L, dengan nilai terendah 2,6 mg/L. Kondisi ini mengindikasikan kekurangan oksigen terlarut yang dapat mengancam kelangsungan biota air.
  • Chemical Oxygen Demand (COD): Seluruh titik pengambilan sampel memiliki kadar COD jauh melebihi baku mutu 40 mg/L, dengan rata-rata mencapai 106 mg/L. Tingginya COD menunjukkan tingginya kandungan bahan organik dan anorganik yang sulit terurai secara biologis.
  • Fosfat (PO4-P): Beberapa titik, terutama di hilir danau, menunjukkan kadar fosfat yang melampaui batas baku mutu 0,1 mg/L, dengan nilai tertinggi mencapai 0,41 mg/L. Fosfat berlebih dapat memicu eutrofikasi dan pertumbuhan alga berlebihan.

Parameter lain seperti pH (rata-rata 6,65), Total Suspended Solids (TSS) yang rendah (rata-rata 0,38 mg/L), BOD (rata-rata 0,63 mg/L), nitrogen total (rata-rata 1,29 mg/L), klorofil-a (rata-rata 0,0065 mg/L), dan koliform (rata-rata 162,63 MPN) masih berada dalam batas yang relatif aman.

Fenomena Eutrofikasi dan Dampaknya

Kombinasi rendahnya DO dan tingginya COD serta fosfat menunjukkan adanya fenomena eutrofikasi di Danau Mesangat. Eutrofikasi ini menyebabkan suplai oksigen di danau berkurang karena proses penguraian bahan organik yang tinggi dan pertumbuhan alga yang menghambat penetrasi cahaya. Selain itu, sirkulasi air yang lambat dan muka air yang dangkal memperburuk kondisi tersebut dengan mengurangi difusi oksigen dari udara ke dalam air.

Kontribusi Perkebunan Kelapa Sawit

Aktivitas perkebunan kelapa sawit di sekitar danau diduga menjadi sumber utama pencemaran, terutama melalui aliran air yang membawa residu pupuk kimia seperti nitrogen, fosfat, dan kalium ke dalam danau. Pemupukan yang rutin menggunakan pupuk kimiawi seperti NPK, urea, dan TSP meningkatkan kandungan nutrien yang memicu eutrofikasi. Selain itu, limbah pestisida dan aktivitas pengelolaan lahan yang kurang ramah lingkungan turut memperburuk kualitas air.

Penentuan Status Mutu Air

Berdasarkan metode STORET, seluruh titik pengambilan sampel menunjukkan status mutu air cemar ringan dengan skor rata-rata -3,67 (skor berkisar antara -2 hingga -6). Metode Indeks Pencemaran (IP) juga mengkonfirmasi hasil yang sama, yaitu status mutu air cenderung tercemar ringan dengan indeks rata-rata 2,23.

Daya Tampung Beban Pencemaran (DTBP)

Perhitungan DTBP untuk parameter BOD menunjukkan bahwa Danau Mesangat memiliki daya tampung sebesar 1.034,935 ton/tahun atau 21.910,98 mg/m²/tahun. Alokasi beban pencemar BOD yang diperbolehkan adalah 1.300 mg/m³. Hasil ini menunjukkan bahwa saat ini beban pencemar BOD di danau masih dalam kapasitas daya tampungnya, sehingga belum memerlukan tindakan pengurangan beban pencemar secara intensif. Namun, kondisi ini harus tetap dipantau untuk mencegah terjadinya overload di masa depan.

Studi Kasus: Dampak Perkebunan Sawit terhadap Kualitas Air Danau

Danau Mesangat dikelilingi oleh konsesi perkebunan kelapa sawit, yang sebagian besar merupakan lahan yang tidak terurus akibat genangan air yang menyebabkan kerusakan tanaman sawit. Aktivitas perkebunan ini menyebabkan aliran air yang membawa bahan kimia pupuk dan pestisida masuk ke danau, memperburuk kualitas air. Kondisi ini mirip dengan fenomena yang terjadi di beberapa danau di Indonesia, seperti Danau Sembuluh di Kalimantan Tengah, yang juga mengalami pencemaran berat akibat aktivitas perkebunan sawit dan industri (Kompas, 2018).

Opini dan Kritik

Penelitian ini memberikan gambaran komprehensif mengenai kondisi kualitas air Danau Mesangat dengan pendekatan multidimensional menggunakan metode STORET, IP, dan DTBP. Penggunaan data primer yang dikombinasikan dengan data sekunder dan analisis spasial memperkuat validitas hasil.

Namun, penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, antara lain:

  • Pengambilan sampel dilakukan hanya pada periode musim kemarau dengan muka air surut, sehingga belum mencerminkan kondisi kualitas air sepanjang tahun yang mungkin dipengaruhi oleh musim hujan.
  • Perhitungan DTBP hanya dilakukan untuk parameter BOD dengan menggunakan data alokasi beban pencemar dari Sungai Mahakam sebagai referensi, yang mungkin tidak sepenuhnya representatif untuk kondisi Danau Mesangat.
  • Penelitian belum memasukkan parameter biologis dan mikrobiologis secara lebih mendalam yang dapat memberikan gambaran lebih luas tentang dampak pencemaran terhadap ekosistem danau.

Pengembangan penelitian ke depan dapat melibatkan pemantauan jangka panjang, analisis parameter tambahan seperti logam berat dan mikroplastik, serta studi dampak sosial ekonomi terhadap masyarakat sekitar.

Relevansi dengan Tren Industri dan Konservasi

Kualitas air danau yang memburuk akibat aktivitas perkebunan sawit merupakan isu lingkungan yang semakin mendesak di Indonesia. Dengan meningkatnya permintaan minyak sawit, tekanan terhadap ekosistem perairan di sekitar perkebunan juga meningkat. Penelitian ini relevan untuk mendorong pengelolaan perkebunan yang lebih berkelanjutan dan konservasi kawasan lahan basah sebagai habitat penting.

Teknologi pemantauan kualitas air yang lebih canggih dan kebijakan pengelolaan limbah yang ketat perlu diterapkan untuk menjaga kelestarian danau dan ekosistemnya. Selain itu, edukasi dan keterlibatan masyarakat lokal dalam pengawasan lingkungan dapat memperkuat upaya konservasi.

Kesimpulan

  • Kualitas air Danau Mesangat secara umum tergolong tercemar ringan berdasarkan metode STORET dan Indeks Pencemaran dengan skor rata-rata masing-masing -3,67 dan 2,23.
  • Parameter yang menjadi perhatian utama adalah rendahnya kadar DO, tingginya COD, dan fosfat yang melampaui baku mutu air danau kelas 3.
  • Aktivitas perkebunan kelapa sawit di sekitar danau berkontribusi signifikan terhadap pencemaran air melalui aliran pupuk dan pestisida.
  • Daya tampung beban pencemaran BOD danau masih mencukupi yaitu sebesar 1.034,935 ton/tahun, sehingga belum memerlukan pengurangan beban pencemar secara intensif saat ini.
  • Pengelolaan lingkungan yang lebih baik dan pemantauan berkelanjutan sangat diperlukan untuk menjaga kelestarian Danau Mesangat.

Sumber:
Putra, R. T. N., Setiawan, Y., Sulistioadi, Y. B. (2023). Analisis Kualitas Air Danau Mesangat, Kabupaten Kutai Timur. Jurnal Teknologi Lingkungan UNMUL, 7(2), 45-55. e-ISSN 2987-0119.

Selengkapnya
Analisis Kualitas Air Danau Mesangat, Kabupaten Kutai Timur – Studi Mutu Air dan Daya Tampung Beban Pencemar

Sumber Daya Air

Evaluasi Status Mutu Air Sungai Serayu dengan Teknologi Online Monitoring dan Metode Storet

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 11 Juni 2025


Sungai Serayu merupakan salah satu Daerah Aliran Sungai (DAS) prioritas di Indonesia yang melintasi lima kabupaten di Jawa Tengah dan memiliki peran penting sebagai sumber air baku untuk berbagai keperluan masyarakat1. Namun, aktivitas masyarakat seperti pertanian, industri, dan domestik telah menyebabkan penurunan kualitas air sungai15. Untuk mengatasi masalah ini, pemantauan kualitas air secara berkala dan online menjadi sangat penting139. Penelitian ini bertujuan untuk memantau kualitas air Sungai Serayu secara berkala menggunakan teknologi Online Monitoring (Onlimo) dan menentukan status mutu airnya dengan metode Storet1.

Penelitian ini menggunakan data dari dua stasiun pemantauan Onlimo yang terpasang di Sungai Serayu, yaitu Bendung Wanganaji (hulu) dan Bendung Gerak Serayu (hilir)1. Data yang dianalisis meliputi parameter fisika (suhu, DHL, TDS, turbiditas) dan kimia (DO, pH, nitrat, amonia) yang diperoleh dari database online monitoring kualitas air Pusat Teknologi Lingkungan (PTL), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi1. Data yang digunakan adalah data bulanan pada September 2016 untuk Bendung Wanganaji dan Desember 2016 untuk Bendung Gerak Serayu1. Status mutu air ditentukan dengan metode Storet berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003 dan mengacu pada baku mutu air kelas II pada PP No. 82 Tahun 200114.

Metode Storet memerlukan data time series untuk menganalisis status mutu air4. Analisis dilakukan dengan memberikan skor pada setiap parameter yang dibandingkan dengan baku mutu air14. Klasifikasi status mutu air terdiri dari empat kelas: A (baik), B (tercemar ringan), C (tercemar sedang), dan D (tercemar berat)10.

Teknologi Onlimo

Onlimo adalah sistem monitoring kualitas air online yang dikembangkan oleh Pusat Teknologi Lingkungan, BPPT19. Sistem ini memanfaatkan teknologi sensor yang dicelupkan ke dalam air untuk mengukur parameter kualitas air secara realtime3. Data diukur menggunakan multiprobe sensor yang terdiri dari suhu, DO, pH, TDS, DHL, turbiditas, nitrat dan amonia1. Data dari sensor dikirim dan dianalisis secara online oleh sistem onlimo, kemudian diverifikasi dan dianalisis ulang menggunakan metode Storet1.

Parameter Kualitas Air

Suhu

Suhu di Sungai Serayu meningkat dari hulu ke hilir. Stasiun Bendung Wanganaji memiliki suhu rata-rata 21,63°C (20°C-23,8°C), sedangkan stasiun Bendung Gerak Serayu memiliki suhu rata-rata 26,93°C (25,1°C-29,3°C)1. Kisaran suhu ini masih dalam klasifikasi baku mutu air kelas II PP No. 82 Tahun 20011. Suhu perairan dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, pertukaran panas air dan udara, kondisi geografis, dan curah hujan1.

Dissolved Oxygen (DO)

Kadar DO rata-rata di stasiun Bendung Wanganaji adalah 6 mg/l (1,14 – 7,13 mg/l), sedangkan di stasiun Bendung Gerak Serayu adalah 5,07 mg/l (4,32 – 5,71 mg/l)1. Nilai DO pada kedua stasiun memenuhi baku mutu perairan kelas II dengan kadar DO minimum 4 mg/l1. DO penting untuk kehidupan organisme perairan, dan konsentrasi yang baik adalah 2-10 mg/l1.

pH

Nilai pH rata-rata di stasiun Bendung Wanganaji adalah 7,37 (6,52 – 7,66), memenuhi baku mutu air kelas II1. Namun, di stasiun Bendung Gerak Serayu, nilai pH rata-rata adalah 8,64 (6,47 – 12,25), dengan beberapa pengukuran melebihi baku mutu1. pH air dipengaruhi oleh limbah industri dan rumah tangga1.

Total Dissolved Solid (TDS) dan DHL

Nilai TDS rata-rata di stasiun Bendung Wanganaji adalah 106,25 mg/l (0 – 200 mg/l), dan di stasiun Bendung Gerak Serayu adalah 94,62 mg/l (0 – 100 mg/l)1. Nilai DHL rata-rata di stasiun Bendung Wanganaji adalah 20,48 µS/cm (1,60 µS/cm – 31,50 µS/cm), dan di stasiun Bendung Gerak Serayu adalah 16,26 µS/cm (0,5 µS/cm – 21,6 µS/cm)1. TDS dan DHL menunjukkan tingkat kesuburan perairan dan dipengaruhi oleh bahan organik dan mineral terlarut1.

Turbiditas

Nilai turbiditas rata-rata di stasiun Bendung Wanganaji adalah 94,90 NTU (0 NTU – 392,30 NTU), dan di stasiun Bendung Gerak Serayu adalah 174,31 NTU (0 NTU – 399 NTU)1. Turbiditas yang tinggi disebabkan oleh limbah industri, penambangan pasir, dan erosi tanah1. Kekeruhan yang tinggi mengurangi intensitas sinar matahari yang masuk ke perairan, berdampak pada fotosintesis dan produktivitas fitoplankton1.

Nitrat

Nilai nitrat rata-rata di stasiun Bendung Wanganaji adalah 5,18 mg/l (0,48 mg/l – 68,9 mg/l), sedangkan di stasiun Bendung Gerak Serayu adalah 17,54 mg/l (0,02 mg/l – 589 mg/l)1. PP No. 82 Tahun 2001 menetapkan baku mutu nitrat untuk perairan kelas II maksimal 10 mg/l, sehingga terdapat nilai nitrat yang terlampau tinggi1. Peningkatan konsentrasi nitrat disebabkan oleh aktivitas pertanian yang mengalirkan air buangan ke sungai1.

Amonia

Nilai amonia rata-rata di stasiun Bendung Wanganaji adalah 0,004 mg/l (0 mg/l – 0,04 mg/l), sedangkan di stasiun Bendung Gerak Serayu adalah 2,15 mg/l (1,44 – 6,14 mg/l)1. Kadar amonia di stasiun Bendung Wanganaji memenuhi kadar yang aman, namun di stasiun Bendung Gerak Serayu melebihi kadar amonia normal untuk perairan umum1. Tingginya kadar amonia mengindikasikan adanya limbah domestik, industri, dan pertanian yang masuk ke sungai15.

Status Mutu Air

Dengan metode Storet, status mutu air di stasiun Bendung Wanganaji adalah tercemar ringan (skor -8), sedangkan di stasiun Bendung Gerak Serayu adalah tercemar sedang (skor -14)1. Turbiditas dan nitrat adalah parameter yang menyebabkan nilai Storet tinggi1.

Studi Kasus dan Implikasi

Sungai Serayu dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan masyarakat, seperti pertanian, kegiatan rumah tangga, PLTA, dan penambangan liar1. Kegiatan-kegiatan ini berpotensi menurunkan kualitas air sungai1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemantauan kualitas air secara online dengan Onlimo dan metode Storet dapat memberikan informasi yang cepat dan akurat mengenai kondisi sungai9.

Opini dan Kritik

Penelitian ini memberikan informasi penting mengenai status mutu air Sungai Serayu dengan menggunakan teknologi online dan metode analisis yang terstandar13. Namun, penelitian ini hanya menggunakan data dari dua stasiun pemantauan dan data bulanan pada periode waktu tertentu1. Penelitian selanjutnya dapat memperluas cakupan stasiun dan periode waktu untuk mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif. Selain itu, perlu adanya analisis lebih lanjut mengenai sumber-sumber pencemaran dan dampaknya terhadap ekosistem sungai2.

Kesimpulan

Kualitas air Sungai Serayu tergolong tercemar ringan hingga sedang berdasarkan metode Storet. Nilai turbiditas dan nitrat menjadi faktor utama yang mempengaruhi status mutu air1. Pemantauan kualitas air secara online dengan Onlimo dan analisis dengan metode Storet membantu dalam memantau kondisi sungai secara realtime dan berkala. Untuk menjaga kualitas air Sungai Serayu, perlu adanya pengelolaan yang lebih baik terhadap limbah industri, domestik, dan pertanian, serta perawatan peralatan Onlimo agar pengukuran kualitas air lebih akurat116.

Sumber:

Arinda, E. S., Wahyono, H. D., & Santoso, A. D. (2022). Penentuan Status Mutu Air Sungai Serayu Menggunakan Teknologi Online Monitoring (Onlimo) dengan Metode Analisa Storet. TRITON: Jurnal Manajemen Sumberdaya Perairan, 19(2), 102-1131.

Selengkapnya
Evaluasi Status Mutu Air Sungai Serayu dengan Teknologi Online Monitoring dan Metode Storet

Sumber Daya Air

Menilai Kualitas Air Sungai Patrean Kabupaten Sumenep Melalui Parameter Fisika dan Kimia

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 11 Juni 2025


Sungai Patrean di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, merupakan sumber air yang vital bagi masyarakat di beberapa kecamatan seperti Manding, Batuputih, Dasuk, Gapura, dan Kota. Sungai ini dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas manusia, mulai dari pertanian, mandi, mencuci, hingga pembuangan sampah organik dan anorganik. Namun, aktivitas tersebut memberikan tekanan pencemaran yang dapat menurunkan kualitas air, mengancam ekosistem, dan kesehatan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kualitas air Sungai Patrean berdasarkan parameter fisika dan kimia, serta membandingkannya dengan standar baku mutu air yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021.

Penelitian menggunakan metode purposive sampling dengan pengambilan sampel air di tiga titik yang dipilih berdasarkan potensi pencemaran. Titik pertama berada di hulu sungai di Desa Giring, Kecamatan Manding, yang banyak aktivitas mandi dan mencuci. Titik kedua di tengah sungai di Desa Lalangon, Kecamatan Manding, dengan aktivitas saluran drainase. Titik ketiga di hilir sungai di Desa Kacongan, Kecamatan Kota Sumenep, yang dipengaruhi oleh aktivitas pertanian dan pembuangan sampah. Pengambilan sampel dilakukan pada bulan Februari hingga Maret 2022 dengan pengukuran parameter secara in situ dan ex situ di laboratorium lingkungan hidup Kabupaten Sumenep. Data dianalisis secara deskriptif dan dibandingkan dengan baku mutu air kelas III yang diperuntukkan bagi pembudidayaan ikan tawar, peternakan, dan irigasi.

Kondisi Kualitas Air Sungai Patrean

Secara umum, kualitas air Sungai Patrean berada dalam kategori kelas I hingga IV berdasarkan parameter fisika dan kimia. Parameter seperti suhu, total dissolved solids (TDS), total suspended solids (TSS), pH, dan biochemical oxygen demand (BOD) masih memenuhi baku mutu kelas III. Namun, terdapat beberapa parameter yang tidak memenuhi standar, yaitu dissolved oxygen (DO) di stasiun hulu dengan nilai 2,74 mg/L (di bawah ambang batas 3 mg/L) dan chemical oxygen demand (COD) di stasiun hulu sebesar 51,2 mg/L serta di stasiun hilir sebesar 48 mg/L, yang melebihi batas maksimum 50 mg/L untuk kelas III.

Suhu Air

Suhu air berkisar antara 27,73 hingga 28,73°C, masih sesuai dengan standar baku mutu air. Suhu tertinggi di hulu diduga akibat proses dekomposisi bahan organik oleh bakteri yang meningkatkan kadar CO2 dan menurunkan oksigen terlarut, sehingga suhu naik. Suhu ini masih cocok untuk kehidupan biota air seperti ikan dan fitoplankton, yang idealnya berada di rentang 28-32°C.

Total Dissolved Solids (TDS)

Nilai TDS berkisar antara 330 hingga 375 mg/L, masih dalam batas aman menurut standar. Tingginya TDS di hulu dipengaruhi oleh aktivitas mandi dan mencuci yang menambah kandungan surfaktan, fosfat, dan garam dari deterjen. Peningkatan TDS dapat mengubah salinitas dan komposisi ion dalam air, yang berpotensi mengganggu keseimbangan biota air.

Total Suspended Solids (TSS)

TSS berkisar antara 0,67 hingga 4,83 mg/L, masih memenuhi standar. Nilai tertinggi terdapat di hilir, yang disebabkan oleh sedimentasi dari lahan terbuka dan limpasan pertanian membawa pasir dan pupuk ke sungai. Sedimentasi ini dapat mengurangi penetrasi cahaya matahari, menghambat fotosintesis fitoplankton, dan menurunkan oksigen terlarut.

pH Air

pH air berkisar antara 7,17 hingga 8,37, menunjukkan kondisi netral hingga sedikit basa yang masih sesuai standar. Nilai pH yang lebih tinggi di tengah sungai dipengaruhi oleh proses fotosintesis fitoplankton yang mengurangi CO2 dan meningkatkan oksigen terlarut. pH yang stabil penting untuk kelangsungan hidup organisme air.

Dissolved Oxygen (DO)

DO di stasiun hulu sangat rendah, hanya 2,74 mg/L, di bawah ambang batas kelas III yang minimal 3 mg/L. Rendahnya DO disebabkan oleh aktivitas masyarakat seperti mandi dan mencuci yang menghasilkan busa deterjen menghambat difusi oksigen dari udara ke air. Proses dekomposisi bahan organik juga meningkatkan konsumsi oksigen. Kondisi ini berisiko menyebabkan kematian biota air akibat kekurangan oksigen.

Biochemical Oxygen Demand (BOD)

Nilai BOD berkisar antara 0,93 hingga 2,21 mg/L, masih dalam batas aman. Nilai tertinggi ditemukan di stasiun tengah, menandakan adanya beban pencemaran organik dari limbah domestik seperti sisa makanan dan air cucian yang dibuang ke sungai. BOD menunjukkan jumlah oksigen yang dibutuhkan mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik secara aerobik. Nilai BOD yang tinggi dapat menurunkan DO dan mengancam kehidupan akuatik.

Chemical Oxygen Demand (COD)

COD di stasiun hulu mencapai 51,2 mg/L dan di hilir sebesar 48 mg/L, keduanya melebihi batas maksimum kelas III yaitu 50 mg/L. COD mengukur total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganik secara kimiawi, termasuk yang sulit terurai secara biologis. Tingginya COD menunjukkan pencemaran berat akibat limbah deterjen dan sampah plastik yang sulit terdegradasi, berpotensi menurunkan kualitas air dan kesehatan ekosistem.

Analisis Statistik

Analisis Principal Component Analysis (PCA) dan Cluster Analysis mengungkapkan bahwa ketiga stasiun memiliki karakteristik fisika-kimia yang berbeda namun memiliki kemiripan sebesar 98%. Stasiun hulu didominasi oleh suhu dan TDS tinggi, stasiun tengah oleh pH tinggi, dan stasiun hilir oleh TSS dan COD tinggi. Secara umum, dari hulu ke hilir terjadi peningkatan beban pencemar akibat aktivitas manusia yang semakin intensif.

Studi Kasus dan Implikasi

Pertumbuhan penduduk Kabupaten Sumenep yang meningkat dari sekitar 1,08 juta jiwa pada 2018 menjadi 1,12 juta jiwa pada 2020 meningkatkan kebutuhan air bersih dan tekanan terhadap sumber daya air Sungai Patrean. Aktivitas masyarakat yang tidak terkelola dengan baik, seperti membuang limbah rumah tangga dan sampah ke sungai, menyebabkan penurunan kualitas air terutama di hulu dan hilir sungai. Studi ini menegaskan perlunya pengelolaan kualitas air dan zona riparian yang efektif untuk menjaga fungsi ekosistem sungai dan keberlanjutan pemanfaatan air bagi masyarakat.

 

Opini dan Kritik

Penelitian ini memberikan gambaran komprehensif mengenai kondisi kualitas air Sungai Patrean dengan menggunakan parameter fisika dan kimia yang relevan. Penggunaan metode purposive sampling dan perbandingan dengan standar baku mutu nasional memberikan validitas hasil yang kuat. Namun, penelitian ini dapat diperkuat dengan menambahkan parameter biologis seperti keanekaragaman plankton atau biomarker pencemaran untuk gambaran dampak yang lebih menyeluruh.

Selain itu, pengelolaan sungai Patrean harus melibatkan masyarakat secara aktif agar aktivitas yang merusak kualitas air dapat diminimalisir. Pemerintah daerah juga perlu meningkatkan pengawasan dan edukasi lingkungan untuk menjaga keberlanjutan sumber daya air ini.

Kesimpulan

Kualitas air Sungai Patrean Kabupaten Sumenep secara umum masih memenuhi baku mutu kelas III untuk sebagian besar parameter fisika dan kimia. Namun, parameter DO di hulu dan COD di hulu serta hilir melebihi batas aman, menunjukkan adanya tekanan pencemaran dari aktivitas manusia. Dari hulu ke hilir terjadi peningkatan kualitas air, meskipun beban pencemar terus bertambah. Pengelolaan kualitas air dan zona riparian yang efektif sangat diperlukan untuk menjaga fungsi ekologis sungai dan keberlanjutan pemanfaatannya bagi masyarakat.

Sumber:
Alfatihah, A., Latuconsina, H., Prasetyo, H. D. (2022). Analisis Kualitas Air Berdasarkan Parameter Fisika dan Kimia di Perairan Sungai Patrean Kabupaten Sumenep. AQUACOASTMARINE: Journal of Aquatic and Fisheries Sciences, 1(2), 76-84. ISSN 2829-1751.

Selengkapnya
Menilai Kualitas Air Sungai Patrean Kabupaten Sumenep Melalui Parameter Fisika dan Kimia

Sumber Daya Air

Analisis Kualitas Air Danau Lut Tawar Kabupaten Aceh Tengah – Studi Komprehensif Parameter Fisik, Kimia, dan Biologi

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Juni 2025


Signifikansi Danau Lut Tawar bagi Aceh Tengah

Danau Lut Tawar yang terletak di dataran tinggi Gayo, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh, merupakan danau vulkanik dengan luas sekitar 57 km² pada ketinggian 1230 mdpl. Danau ini tidak hanya berfungsi sebagai destinasi wisata utama, tetapi juga sebagai sumber air bersih yang vital untuk pertanian, industri, dan perikanan di wilayah sekitarnya. Kualitas air danau menjadi indikator kesehatan ekosistem perairan dan sangat penting untuk keberlangsungan fungsi danau tersebut. Penelitian ini bertujuan menganalisis kualitas air dan tingkat pencemaran di Danau Lut Tawar dengan menggunakan parameter fisika, kimia, dan biologi, serta metode STORET untuk penilaian status pencemaran.

Sampling dan Analisis Parameter Kualitas Air

Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling di empat stasiun yang dipilih berdasarkan aktivitas di sekitar danau:

  • Stasiun I: Desa One-One (daerah Keramba Jaring Apung/KJA)
  • Stasiun II: Desa Nosar (daerah pertanian)
  • Stasiun III: Desa Bintang (daerah pemukiman)
  • Stasiun IV: Desa Baor Kelitu (lokasi kontrol)

Setiap stasiun diambil dua sampel air (permukaan dan bawah permukaan) selama dua bulan berturut-turut. Parameter fisik yang diukur secara in situ meliputi suhu, pH, dan penetrasi cahaya. Parameter kimia dan biologi dianalisis di laboratorium, termasuk Total Suspended Solid (TSS), Dissolved Oxygen (DO), Chemical Oxygen Demand (COD), Biochemical Oxygen Demand (BOD), Nitrat, dan Fosfat.

Metode STORET digunakan untuk membandingkan hasil pengukuran dengan baku mutu air sesuai Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021 dan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003.

Kondisi Kualitas Air Danau Lut Tawar

Parameter Fisik

  • Suhu: Rata-rata suhu air berkisar antara 21,1°C hingga 24,1°C, masih dalam rentang toleransi bagi organisme akuatik dan sesuai baku mutu.
  • TSS: Nilai TSS berkisar 7,45–9,25 mg/L, jauh di bawah batas maksimum 50 mg/L, menunjukkan air relatif jernih.
  • Penetrasi Cahaya: Berkisar 165–262,5 cm, menunjukkan tingkat kecerahan yang baik untuk kehidupan akuatik.

Parameter Kimia

  • pH: Berkisar 6,3–7,85, masih dalam rentang baku mutu kelas II (6–9), menunjukkan kondisi air yang netral hingga sedikit basa.
  • DO: Rata-rata 7,55 mg/L, menunjukkan kadar oksigen terlarut yang cukup untuk mendukung kehidupan ikan dan organisme air lainnya.
  • COD: Rata-rata 6,59 mg/L, jauh di bawah batas maksimum 25 mg/L, menandakan tingkat pencemaran kimia yang rendah.
  • BOD: Rata-rata 0,605–0,64 mg/L, berada di bawah batas maksimal 3 mg/L, mengindikasikan air tidak tercemar secara biologis.
  • Nitrat: Rata-rata 4,1 mg/L, tergolong mesotrofik dan masih di bawah batas maksimum 10 mg/L.
  • Fosfat: Rata-rata 0,03 mg/L, menunjukkan tingkat kesuburan sedang dan tidak menyebabkan pencemaran.

Status Pencemaran

Berdasarkan metode STORET, semua stasiun menunjukkan status pencemaran dalam kategori cemar sedang dengan skor antara -22 hingga -24. Pencemaran ini terutama disebabkan oleh aktivitas budidaya ikan keramba jaring apung (KJA), limbah domestik, pertanian, dan sampah rumah tangga yang masuk ke danau.

Faktor Penyebab dan Dampak Pencemaran

  • Budidaya ikan KJA: Makanan ikan yang tidak termakan meningkatkan beban organik dan nutrien terlarut (nitrat dan fosfat) di perairan.
  • Limbah domestik dan pertanian: Pembuangan limbah rumah tangga dan limbah pertanian memperparah pencemaran, terutama di daerah pemukiman dan pertanian.
  • Sampah rumah tangga: Sampah yang masuk ke danau juga berkontribusi pada penurunan kualitas air.

Dampak pencemaran ini dapat mengganggu ekosistem danau, menurunkan kualitas air, dan berpotensi mengancam kesehatan masyarakat serta keberlanjutan aktivitas ekonomi di sekitar danau.

Analisis Kritis dan Perbandingan dengan Penelitian Lain

Penelitian ini memberikan gambaran lengkap dan valid mengenai kualitas air Danau Lut Tawar dengan pendekatan multidisiplin dan data primer yang kuat. Hasilnya konsisten dengan studi lain yang menunjukkan bahwa danau di kawasan tropis dengan aktivitas manusia intensif cenderung mengalami pencemaran sedang akibat limbah organik dan nutrien.

Namun, penelitian ini juga menunjukkan bahwa kualitas air secara umum masih dalam batas toleransi, yang membuka peluang untuk pengelolaan berkelanjutan dengan pengawasan ketat dan partisipasi masyarakat.

Rekomendasi dan Implikasi Pengelolaan

  • Pengelolaan limbah KJA: Optimalisasi pemberian pakan dan pengelolaan limbah budidaya ikan untuk mengurangi beban organik.
  • Pengelolaan limbah domestik dan pertanian: Menerapkan sistem pengolahan limbah terpadu dan konservasi lahan.
  • Edukasi masyarakat: Meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga kebersihan danau.
  • Pemantauan berkala: Melanjutkan monitoring kualitas air dengan metode STORET dan teknologi modern.

Kesimpulan

Kualitas air Danau Lut Tawar di Kabupaten Aceh Tengah secara umum masih memenuhi baku mutu lingkungan, namun tergolong tercemar sedang berdasarkan metode STORET. Pencemaran terutama disebabkan aktivitas budidaya ikan, limbah domestik, dan pertanian. Penelitian ini menegaskan pentingnya pengelolaan terpadu dan berkelanjutan untuk menjaga fungsi dan kelestarian danau sebagai sumber kehidupan masyarakat.

Sumber Asli Artikel

Rima Tamara, Ternala Alexander Barus, Hesti Wahyuningsih. 2022. Analisis Kualitas Air Danau Lut Tawar Kabupaten Aceh Tengah Provinsi Aceh. Jurnal Serambi, Volume VII, No.4, Oktober 2022, Hal 4159-4167.

 

Selengkapnya
Analisis Kualitas Air Danau Lut Tawar Kabupaten Aceh Tengah – Studi Komprehensif Parameter Fisik, Kimia, dan Biologi

Sumber Daya Air

Analisis Kualitas Air di Sumber Mata Air Tolnaku, Kupang – Tantangan Air Bersih di NTT

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Juni 2025


Mata Air Sebagai Sumber Kehidupan di Desa Tolnaku

Air merupakan elemen vital bagi kehidupan manusia, terutama air bersih untuk kebutuhan sehari-hari. Di banyak daerah pedesaan, mata air menjadi sumber utama air bagi masyarakat. Namun, mata air rentan terhadap pencemaran akibat aktivitas manusia dan faktor alam. Penelitian oleh Susanti Y. Manune, Kristina Moi Nono, dan Demak E. R. Damanik (2019) meneliti kualitas air pada tiga sumber mata air penting di Desa Tolnaku, Kecamatan Fatule’u, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, yaitu mata air Betmanu, Oelmela, dan Oelekam. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas air dan sumber pencemar berdasarkan parameter fisik, kimia, dan biologi, serta membandingkannya dengan standar baku mutu air bersih.

Pengambilan Sampel dan Analisis Laboratorium

Penelitian dilakukan pada Desember 2017–Januari 2018 dengan metode survei deskriptif. Sampel air diambil dari tiga sumber mata air pada empat stasiun berbeda: titik mata air, 10 meter dari mata air, dan 20 meter dari mata air (untuk mata air terbuka Betmanu dan Oelmela), serta titik mata air saja (untuk mata air tertutup Oelekam). Pengukuran bau, suhu, pH, dan Total Dissolved Solid (TDS) dilakukan langsung di lokasi (in-situ) selama tiga hari. Analisis kualitas air (Total Suspended Solid/TSS, Chemical Oxygen Demand/COD, dan bakteri) dilakukan di Laboratorium FKIP Biologi dan Kimia, Undana Kupang. Data dianalisis secara deskriptif kualitatif dan dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

Kualitas Air di Tiga Mata Air

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Desa Tolnaku memiliki topografi bervariasi dengan iklim tropis kering. Mata air berada di tengah perkebunan masyarakat yang didominasi pohon kelapa dan pinang. Terdapat perbedaan pada penampungan mata air: Oelekam memiliki penutup dan pipa penyalur air bersih, sedangkan Betmanu dan Oelmela masih terbuka. Aktivitas masyarakat seperti mandi, mencuci, dan memberi minum hewan ternak dilakukan di sekitar mata air terbuka.

Parameter Fisika

  • Bau: Semua mata air tidak berbau, memenuhi syarat air minum.
  • Suhu: Suhu rata-rata berkisar 27.6°C - 28.6°C, sesuai dengan baku mutu air minum (26-29°C). Mata air Oelmela memiliki suhu tertinggi karena lokasinya lebih terbuka, sementara Betmanu lebih rendah karena terlindungi vegetasi.
  • Total Dissolved Solid (TDS): Nilai TDS berkisar 234.4 mg/l - 244.8 mg/l, jauh di bawah ambang batas maksimum 1000 mg/l, memenuhi syarat air minum. Mata air Oelmela memiliki TDS tertinggi, diduga karena aktivitas masyarakat dan kandungan anorganik dari air yang menyebabkan kerak pada peralatan rumah tangga.
  • Total Suspended Solid (TSS): Nilai TSS sama untuk semua mata air, yaitu 5 mg/l, jauh di bawah ambang batas 50 mg/l, memenuhi syarat air minum.

Parameter Kimia

  • pH: Nilai pH berkisar 6.40 - 6.53, sedikit di bawah rentang ideal (6-9) namun masih relatif aman. Mata air Oelmela memiliki pH tertinggi, diduga karena larutan sabun dari aktivitas mencuci.
  • Chemical Oxygen Demand (COD): Mata air Betmanu memenuhi baku mutu (8.93 mg/l < 10 mg/l), sedangkan Oelmela (16.82 mg/l) dan Oelekam (14.28 mg/l) melebihi ambang batas maksimum. Tingginya COD di Oelmela diduga karena aktivitas masyarakat, sementara di Oelekam mungkin dipengaruhi oleh musim hujan.

Parameter Biologi

  • Total Koliform: Semua mata air memiliki nilai total koliform yang sama, yaitu 1100 MPN, melebihi baku mutu (1000 MPN). Hal ini mengindikasikan pencemaran bakteri yang tinggi, diduga berasal dari sampah organik, kurangnya pemeliharaan penampungan mata air, dan aktivitas masyarakat serta hewan ternak di sekitar mata air.

Analisis dan Diskusi: Faktor Pencemaran dan Risiko Kesehatan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mata air Betmanu memenuhi syarat sebagai air minum berdasarkan parameter fisik dan kimia, namun semua mata air tercemar secara mikrobiologis. Parameter COD pada mata air Oelmela dan Oelekam juga melampaui ambang batas.

Faktor pencemaran utama adalah:

  • Sampah organik dari dedaunan dan ranting kayu (serasah).
  • Kotoran hewan ternak.
  • Aktivitas manusia seperti mandi dan mencuci menggunakan sabun dan deterjen.
  • Kurangnya pemeliharaan penampungan mata air yang terbuka.

Kondisi ini berpotensi membahayakan kesehatan masyarakat Desa Tolnaku yang seringkali langsung meminum air tanpa direbus terlebih dahulu.

Perbandingan dengan Penelitian Lain dan Implikasi

Penelitian serupa di mata air Lahurus, Kabupaten Belu, NTT, juga menemukan nilai pH yang rendah dan keberadaan fecal coliform 34. Studi lain mengenai kualitas air tanah di Kupang menemukan bahwa aktivitas masyarakat dapat mencemari lingkungan sumber air 5. Hasil ini menggarisbawahi bahwa perlindungan dan pengelolaan sumber mata air secara berkelanjutan sangat penting untuk menjamin ketersediaan air bersih yang aman bagi masyarakat.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Mata air Betmanu, Oelmela, dan Oelekam di Desa Tolnaku memenuhi syarat air minum berdasarkan parameter fisik (bau, suhu, TDS, TSS) dan pH, namun tidak memenuhi syarat karena tingginya kandungan bakteri coliform dan COD pada mata air Oelmela dan Oelekam12. Sumber pencemar berasal dari sampah organik, aktivitas manusia, dan kotoran hewan12.

Penelitian ini merekomendasikan:

  • Perlindungan dan pemeliharaan sumber mata air, termasuk pembuatan penampungan tertutup.
  • Edukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan mata air dan merebus air sebelum diminum.
  • Pengelolaan limbah domestik dan peternakan yang baik.
  • Pemantauan kualitas air secara berkala.

Dengan pengelolaan yang baik, mata air di Desa Tolnaku dapat terus menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat setempat.

Sumber Asli Artikel

Manune, S. Y., Nono, K. M., & Damanik, D. E. R. (2019). Analisis Kualitas Air pada Sumber Mata Air di Desa Tolnaku Kecamatan Fatule’u Kabupaten Kupang Nusa Tenggara Timur. Jurnal Biotropikal Sains, 16(1), 40-5312.

 

Selengkapnya
Analisis Kualitas Air di Sumber Mata Air Tolnaku, Kupang – Tantangan Air Bersih di NTT
« First Previous page 92 of 1.119 Next Last »