Energi dan Sumber Daya Mineral

Wamenkeu: Penggunaan EBT Bukan Merupakan Suatu Pilihan, Itu adalah Arah Indonesia Ke Depan

Dipublikasikan oleh Wanda Adiati, S.E. pada 04 Maret 2022


Penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) bukan merupakan suatu pilihan bagi Indonesia, namun itu adalah hal yang harus dilakukan di masa depan. Hal ini ditegaskan oleh Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara saat menyampaikan keynote speech pada acara Kompas Talk dengan tema ‘Energi Terbarukan: Sudut Pandang Supply-Demand, Keterjangkauan Tarif, Reliability, dan Akses’, yang diselenggarakan secara daring pada Kamis (21/10).

“Energi terbarukan itu, kalau buat dalam banyak sekali pembicaraan, ini bukan pilihan. Ini adalah arah ke depan kita. Kita ingin menciptakan tentu satu sisi kebutuhan energi kita akan terus berlanjut dan membesar dan rasanya kalau hanya dipenuhi yang sifatnya fosil energi mungkin tidak akan pernah cukup. Di sisi lain keberadaan dari fosil energi yang memiliki efek CO2 ini tidak baik bagi kita dalam jangka menengah panjang,” terang Wamenkeu.

Wamenkeu mengingatkan bahwa dalam proses menuju ke arah penggunaan EBT secara penuh tersebut, Indonesia tidak berangkat dari titik nol. Indonesia telah meratifikasi Paris Agreement dimana memiliki komitmen untuk menurunkan emisi CO2 sebesar 41% dengan bantuan dari dunia internasional dan 29% dengan usaha sendiri.

“Cara menjalankannya adalah dengan melihat sektor-sektor apa sih di perekonomian kita yang memiliki emisi. Dari hampir semua publikasi yang diupayakan, kajian yang dirumuskan, desain yang dihitung, ada sekitar 38% (sepertiga lebih dari emisi yang harus kita turunkan itu) pada sektor energi. Nah disini termasuk di sektor penyediaan listrik,” lanjut Wamenkeu.

Hal ini tidak terlepas dikarenakan pada masa lalu Indonesia memang membangun pembangkit-pembangkit listrik yang berbasiskan energi atau input berasal dari fosil, diantaranya pembangkit-pembangkit listrik batubara dan pembangkit listrik bahan bakar solar.

“Saat ini kita punya PLTU batubara, kita punya PLTD diesel. Tapi seperti saya sampaikan tadi bahwa komitmen adalah menuju energi terbarukan bukan pilihan. Ini jalan kita ke depan yang harus kita pikirkan,” terangnya.

Wamenkeu menyingung mengenai penggunaan bauran energi sebagai suatu langkah bertahap untuk menurunkan komposisi PLTU batubara dan PLTD serta menggantikannya dengan EBT. Hal ini berkenaan dengan target net zero emissiosn pada tahun 2060 yang dirancang oleh pemerintah Indonesia.

“Komitmennya adalah mempercepat (terwujudnya net zero emissions). Kalau 2060 bisa dapat, Oke. Lebih cepat dari 2060, Mau. Dan ini yang mesti kita desain dan kita cari cara menjalankannya,” tegas Wamenkeu.

Namun, Wamenkeu juga mengingatkan mengenai berbagai macam skema kontrak antara PLN dengan para operator PLTU yang tidak boleh dikesampingkan. Dalam kontrak tersebut ada hak dan kewajiban, dan kontrak penyediaan ketenagalistrikan adalah kontrak jangka panjang yang memiliki sejumlah konsekuensi apabila kemudian dilakukan penyesuian.

“Kontrak-kontrak pembangkit itu juga berkaitan dengan iklim investasi di Indonesia karena kontrak-kontrak itu juga sangat dilihat oleh berbagai macam institusi internasional. PLN sendiri juga sangat diperhatikan oleh institusi internasional. PLN mengeluarkan obligasi, menjual obligasinya kepada internasional, dan PLN berhubungan dengan multilateral banks,” tambah Wamenkeu.

Maka dari itu, Wamenkeu mengatakan bahwa sekarang Indonesia sedang mengembangkan mekanisme transisi energi, sehingga dalam mekanisme transisi energi ini akan ada desain kebijakan yang pas untuk menyesuikan antara komitmen pemerintah untuk mengurangi emisi karbon dengan kewajiban PLN pada  kontrak-kontrak yang sudah ada, sekaligus kemudian membangun pembangkit-pembangkit listrik EBT yang baru.

Dalam kaitannya dengan pendanaan program tersebut, pemerintah mengembangkan skema blended financing (bauran pendanaan) di mana memberikan kesempatan untuk menghimpun dana publik (APBN), dana dari filantropis, serta sumber pendanaan dari lembaga multilateral internasional. Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, Kementerian BUMN dan juga PLN saat ini berada dalam satu pemikiran untuk mendesain ini.

Terakhir, Wamenkeu juga menekankan bahwa adanya aturan pajak karbon dalam Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan adalah satu lagi steping stone dalam menuju penggunaan EBT. “Termasuk apa yang sudah kita mintakan restu dari Dewan Perwakilan Rakyat untuk menerapkan pajak karbon, yang tentu tidak langsung dikenakan kesemuanya karena ada sejumlah infrastruktur yang diperlukan untuk menjalankan pajak karbon tersebut, tapi komitmen kita adalah menuju energi baru terbarukan,” tutup Wamenkeu.


Sumber Artikel: kemenkeu.go.id

Selengkapnya
Wamenkeu: Penggunaan EBT Bukan Merupakan Suatu Pilihan, Itu adalah Arah Indonesia Ke Depan

Energi dan Sumber Daya Mineral

Potensi Energi Terbarukan di Indonesia Besar, tapi Baru Dipakai 0,3 Persen

Dipublikasikan oleh Wanda Adiati, S.E. pada 04 Maret 2022


Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan potensi energi baru terbarukan (EBT) yang dimiliki Indonesia sangat besar yaitu mencapai 3.686 giga watt (GW).

Namun, pemanfaatannya masih perlu ditingkatkan karena baru mencapai 0,3 persen.

Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, potensi energi terbarukan yang dimiliki Indonesia berasal dari energi surya, air atau hidro, bioenergy, angin, panas bumi (geothermal), dan gelombang laut.

Porsi terbanyak berasal dari energi surya yang potensinya mencapai 3.295 GW.

"Potensi energi terbarukan mencapai 3.686 GW dengan sebagain besar didominiasi enegri surya. Hingga saat ini pemanfaatannya masih rendah hanya 0,3 persen dari total potensi," ungkapnya dalam Mandiri Investment Forum, Rabu (9/2/2022).

Oleh sebab itu, pemerintah terus berupaya meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan guna mencapai target nol emisi atau net zero emission pada 2060 mendatang.
 

2025 Target Bauran Energi Terbarukan 23 Persen

Hal itu dilakukan dengan meningkatkan porsi penggunaan energi terbarukan secara bertahap dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021 - 2060.

Arifin menjelaskan, hingga akhir 2021 bauran energi terbarukan telah mencapai 11,7 persen dari total energi nasional. Targetnya hingga 2025 mendatang penggunaan energi hijau tersebut bisa meningkat mencapai 23 persen.

"Untuk 2025 kami telah menetapkan energy mix, kami akan memproduksi lebih banyak energi terbarukan dalam bauran energi nasional," kata dia.
 

Pemerintah Stop PLTU Batu Bara Per 2030

Di sisi lain, pemerintah menetapkan mulai 2030 penambahan pembangkit listrik hanya berasal dari energi terbarukan. Tujuannya, untuk mengurangi penggunaan energi fosil secara bertahap hingga akhirnya distop.

Itu artinya tak ada lagi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang berbasis batu bara mulai 2030. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) akan menjadi fokus dalam pengembangan energi terbarukan ke depannya.
 

2060, Seluruh Pembangkit di Indonesia dari Energi Terbarukan

Adapun target pemerintah pada 2060 seluruh pembangkit listrik di Indonesia sudah berasal dari energi terbarukan, tak lagi dari pembangkit dengan energi fosil.

"Sepanjang 2021 - 2025 kami akan implementasikan penggunaan PLTS atap. Kami juga akan menghentikan pembangkit litsrik berbasis batu bara dan mengkonversi penggunaan bahan bakar diesel ke gas, mengingat Indonesia memiliki sumber gas dalam jumlah yang banyak," jelas Arifin.

Ia mengungkapkan, saat ini proyek pembangunan pembangkit listrik berbasis energi terbarukan terus berjalan dengan target kapasitas 20,92 GW. Sebagian besar atau 74 persen masih dalam perencanaan, 15,7 persen masih dalam konstruksi, dan 1,8 persen sudah beroperasi.

Pembangunan pembangkit listrik energi terbarukan itu tersebar di wilayah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku Papua dan Nusa Tenggara, serta Jawa, Madura, Bali.

"Saat ini kami memiliki target untuk mencapai 20,9 GW energi terbarukan, dan beberapa pembangkit sudah selesai sehingga bisa beroperasi. Kami juga masih merencenakan untuk ke depannya pembangunannya mencapai 56,6 GW," pungkas Arifin.


Sumber Artikel: kompas.com

Selengkapnya
Potensi Energi Terbarukan di Indonesia Besar, tapi Baru Dipakai 0,3 Persen

Energi dan Sumber Daya Mineral

Energi Terbarukan dan Target Indonesia

Dipublikasikan oleh Wanda Adiati, S.E. pada 04 Maret 2022


Bahan bakar fosil yang merupakan salah satu bagian dari sunset industry, akan segera menjadi energi masa lalu. Meredup dan tenggelam karena tidak ada lagi cadangan yang dapat diolah.

Beruntunglah Indonesia yang berada di daerah tropis sekaligus terletak di antara cincin api Pasifik (ring of fire). Posisi yang strategis tersebut membuat negara ini memiliki sumber daya energi terbarukan (EBT) yang melimpah ruah, dari mulai tenaga surya, tenaga air, bayu hingga panas bumi.

Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Indonesia memiliki potensi EBT yang mencapai 400.000 Mega Watt (MW) pada 2021. Jika diasumsikan daya terpasang satu rumah sebesar 450 volt ampere (VA), maka kapasitas EBT yang dimiliki negara ini mampu mengaliri listrik kurang lebih 800 juta rumah penduduk.

Pemerintah sendiri telah menetapkan target bauran energi primer hingga 2025 yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2014.

Indonesia menargetkan komposisi bauran energi nasional pada 2025 akan terdiri dari EBT 23 persen, gas bumi sebesar 22 persen, minyak bumi sebesar 25 persen, dan batu bara sebesar 30 persen.

Sebagai penanda keseriusan pemerintah, Presiden Joko Widodo juga menegaskan komitmennya untuk penggunaan EBT mengeluarkan Peraturan Presiden No. 22 Tahun 2017 mengenai Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).

Dalam RUEN, disebutkan target energi primer EBT pada 2025 paling sedikit mencapai 23 persen dan meningkat menjadi 31 persen pada 2050. Dengan patokan tersebut, maka kapasitas penyediaan pembangkit listrik EBT pada 2025 harus mencapai sekitar 42,5 gigawatt dan menjadi 167,7 GW pada 2050.

Namun target hanya tinggal target. Ibarat jauh panggang dari api. Hingga 2020, realisasi kapasitas pembangkit EBT baru 10.467 megawatt, naik dari 2019 sebesar 10.291 MW.

Angka realisasi kapasitas pembangkit EBT 2020 pada 2020 di antaranya berasal dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA) 6.121 MW, panas bumi 2.130 MW, dan tenaga surya 153,5 megawatt peak (MWp). Dan pada 2021, pemerintah menargetkan kapasitas pembangkit EBT mencapai 11.362 MW.
 

Pemerintah Kejar Target

Lalu apakah penyebab pemerintah terlihat tergopoh-gopoh dalam mengejar target pembangkit EBT ini? Salah satunya adalah kebijakan pemerintah.

Saat ini, pemerintah memang telah memberikan sejumlah insentif, baik fiskal maupun non-fiskal, untuk mendorong pemanfaatan EBT. Insentif tersebut berupa pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 30 persen dari nilai investasi, insentif bea masuk bagi peralatan penunjang dan juga keringanan pajak (tax holiday) selama 5-20 tahun dengan investasi minimal Rp 500 miliar.

Namun,iming-iming insentif yang dianggap pemerintah tersebut ternyata kurang mendapat sambutan meriah dari investor. Salah satunya adalah instrument kebijakan dan regulasi pemerintah yang dianggap kurang memadai.

Investor menginginkan adanya payung hukum sebagai dasar tata kelola pengembangan EBT yang lebih mengikat. Selain itu, hal yang paling mendasar adalah masalah harga listrik EBT yang dinilai masih kurang kompetitif dan ekonomis dalam pengembangan pembangkit EBT.

Berdasarkan perhitungan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), harga jual listrik dari pembangkit EBT saat ini mencapai 5-6 sen dollar AS per kilo Watt hour (kWh), jauh lebih mahal daripada harga jual listrik dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara yang hanya 3 sen dollar AS. Perbedaan yang signifikan ini tentu menjadi hambatan dalam merangsang investor untuk membangun proyek-proyek pembangkit EBT.

Untuk memastikan target bauran energi nasional itu dapat dicapai, maka dibutuhkan komitmen yang kuat dari pemerintah, baik Presiden maupun antarkementerian.

Kementerian ESDM diharapkan dapat memberikan usulan kepada Presiden mengenai skema tarif listrik yang kompetitif dan berkeadilan, baik bagi investor dan konsumen, yang akan tertuang dalam Peraturan Presiden Tarif EBT.

Sementara itu, Kementerian Keuangan juga dapat memberikan masukan kepada Presiden mengenai instrumen-instrumen fiskal yang lebih menarik bagi investor dalam pengembangan pembangkit EBT. Serta yang tak kalah pentingnya, pemerintah juga harus memastikan agar PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) berkomitmen untuk mewujudkan target tersebut.


Sumber Artikel: kompas.com

Selengkapnya
Energi Terbarukan dan Target Indonesia

Energi dan Sumber Daya Mineral

PLTSa Putri Cempo Solo Tak Kunjung Beroperasi, Menteri ESDM Berikan Penjelasan

Dipublikasikan oleh Wanda Adiati, S.E. pada 04 Maret 2022


Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menjelaskan, Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Putri Cempo Solo tak kunjung beroperasi karena adanya keterlambatan alat saat pandemi Covid-19.

"Kendala yang terjadi keterlambatan karena pandemi Covid-19, Peralatan-peralatan jadi terlambat. Menggangkut alat berat butuh waktu 3 bulan, padahal jarak Pelabuhan Semarang ke sini (Solo) hanya beberapa jam," kata Arifin saat berada di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Putri Cempo, Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres, Kota Solo, Jawa Tengah, Selasa (25/1/2022).

Saat berada di PLTSa Putri Cempo Solo, Arifin didampingi investor PLTSa Elan Syuherlan dan Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka.

Meski adanya keterlambatan pengiriman alat, Menteri ESDM menjelaskan pada April 2022, PLTSa Putri Cempo Solo bisa beroperasi.

"Melalui kebijakan-kebijakan bisa kami dorong dan fasilitasi, sedang diusahakan 2 Megawatt bulan April. Kemudian Desember mudah-mudahan bisa full kapasitas 8 Megawatt," jelas Arifin.

Rencananya akan ada 12 PLTSa di Indonesia, dua di antaranya di PLTSa Putri Cempo Solo dan PLTSa Gasifikasi Benowo Surabaya.

Sementara itu, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka mengatakan Pemerintah Kota (Pemkot) Solo akan mendukung sepenuhnya pengoprasionalan PLTSa Putri Cempo Solo.

"Dari hulunya harus kita selesaikan. Dari para Camat dan Luah kami sudah inisiasi di satu kecamatan untuk memilih sampah," kata Gibran, Selasa (25/1/2022).

"Kita mulai dari Kecamatan Banjarsari nanti 4 kecamatan mengikuti. Nanti ke depan sampah plastik dan organik udah dipisah semua. Banjarsari udah jalan. Nanti dikopi di kecamatan lain," lanjutnya.


Sumber Artikel: kompas.com

Selengkapnya
PLTSa Putri Cempo Solo Tak Kunjung Beroperasi, Menteri ESDM Berikan Penjelasan

Energi dan Sumber Daya Mineral

Duet Jasa Marga-Bukit Asam, Bangun PLTS di Tol Bali Mandara

Dipublikasikan oleh Wanda Adiati, S.E. pada 04 Maret 2022


Jalan Tol Bali Mandara nantinya akan dipasang satu set Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan total kapasitas maksimum 400 kilowatt peak (kWp).

Implementasi tersebut diwujudkan dengan dilaksanakannya penandatanganan Perjanjian Kerja Sama Fasilitas PLTS di Jalan Tol Bali Mandara antara PT Bukit Energi Investama atau BEI dan PT Jasamarga Bali Tol atau JBT.

Pemasangan PLTS ini bertujuan dalam mendukung kegiatan usaha JBT sekaligus menjadi provinsi tuan rumah Presidensi G20 Indonesia Tahun 2022 yang diharapkan bisa terealisasi sesuai target.

Sejauh ini, PT Jasa Marga (Persero) Tbk dan PT Bukit Asam Tbk tengah menjajaki potensi kerja sama pengembangan PLTS di jalan tol Jasa Marga Group.

Penjajakan kerja sama ini ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) antara Direktur Utama Bukit Asam Arsal Ismail dan Direktur Utama Jasa Marga Subakti Syukur di Merusaka Nusa Dua, Bali, Rabu (2/2/2022).

Direktur Utama Bukit Asam Arsal Ismail menyambut baik potensi kerja sama yang diharapkan dapat membawa kontribusi positif bagi setiap pihak.

Menurut Arsal, kemitraan ini mencerminkan implementasi strategi untuk mencapai transformasi bisnis Bukit Asam pada tahun 2026 sebagai perusahaan energi.

"Kemudian, peningkatan portofolio pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan menjadi salah satu strategi bisnis yang kian gencar untuk dikembangkan," ujar Arsal dalam rilis, Rabu (2/2/2022).

Subakti berpendapat, penandatanganan MoU ini merupakan kolaborasi yang sangat baik dalam mengawali hubungan kemitraan Bukit Asam dan Jasa Marga, serta selaras dengan komitmen Jasa Marga untuk mewujudkan jalan tol berkelanjutan.

Sebab, kata dia, Jasa Marga sebagai pemegang pangsa pasar terbesar dan pemimpin di industri jalan tol di Indonesia berpotensi mengembangkan bisnis di koridor infrastruktur konektivitas perseroan.

"Jasa Marga memiliki potensi pengembangan bisnis prospektif di sepanjang koridor jalan tol Jasa Marga Group serta peluang kemitraan dan kerja sama yang produktif untuk kemajuan bersama,” pungkasnya.


Sumber Artikel: kompas.com

Selengkapnya
Duet Jasa Marga-Bukit Asam, Bangun PLTS di Tol Bali Mandara

Energi dan Sumber Daya Mineral

Cara Kerja Turbin Angin dan Komponennya

Dipublikasikan oleh Wanda Adiati, S.E. pada 04 Maret 2022


Turbin angin adalah seperangkat teknologi yang mengubah energi angin menjadi energi kinetik atau energi listrik.

Keseluruhan sistem turbin angin membentuk pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB).

Secara sederhana dan ringkas, turbin angin memiliki komponen inti yakni bilah, poros, generator, dan tiang penyangga.

Cara kerja turbin angin adalah mengubah energi kinetik yang ada di angin menjadi energi mekanik.

Energi kinetik dari angin menabrak bilah turbin angin. Bilah turbin angin kemudian berputar dan membuat porosnya berotasi.

Rotasi poros inilah yang kemudian menggerakkan generator dan akhirnya menghasilkan listrik.

Rotasi poros turbin angin juga bisa langsung digunakan untuk memutar pompa untuk keperluan irigasi.
 

Komponen Turbin Angin

Ilustrasi Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) offshore. PLTB adalah adalah salah satu sumber energi terbarukan.
Ilustrasi Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) offshore. PLTB adalah adalah salah satu Sumber Energi Terbarukan.

Sebagaimana dijelaskan di awal artikel, turbin angin memiliki komponen inti yakni bilah, poros, generator, dan tiang penyangga.

Bilah turbin angin merupakan penerima energi kinetik dari angin lalu mengubahnya menjadi energi mekanik yang berupa gerak rotasi poros.

Poros adalah penyalur dari putaran bilah turbin ke generator atau pun pompa. Bila digunakan untuk memutar generator, maka akan menghasilkan listrik.

Generator adalah sebuah alat atau sistem yang mengubah daya mekanis poros turbin angin menjadi energi listrik.

Tiang penyangga dibutuhkan sebagai landasan atau dudukan turbin angin sehingga dapat berdiri tegak baik di darat atau di lepas pantai.
 

Jenis-jenis Turbin Angin

Secara umum, turbin angin diklasifikasikan menjadi dua jenis yakni turbin angin sumbu horizontal dan turbin angin sumbu vertikal.

Sesuai namanya, turbin angin sumbu horizontal memilik poros horizontal alias mendatar. Menurut Kementerian Energi AS, turbin angin jenis ini sangat umum digunakan di sana.

Sedangkan jenis turbin angin sumbu vertikal memiliki poros verikal alias berbentuk tegak.

Turbin angin sumbu vertikal memiliki beberapa variasi pada bilahnya dan kebanyakan dinamai menurut penemu desainnya.


Sumber Artikel: kompas.com

Selengkapnya
Cara Kerja Turbin Angin dan Komponennya
« First Previous page 760 of 773 Next Last »