Pengelolaan Pembangunan dan Pengembangan Kebijakan

Tujuan Pembangunan Milenium

Dipublikasikan oleh Merlin Reineta pada 05 Maret 2022


Tujuan Pembangunan Milenium (bahasa InggrisMillennium Development Goals atau disingkat dalam bahasa Inggris MDGs) adalah Deklarasi Milenium hasil kesepakatan kepala negara dan perwakilan dari 189 negara Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang mulai dijalankan pada September 2000. Deklarasi ini menghasilkan delapan butir tujuan untuk dicapai pada tahun 2015 yaitu penyejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat. Target ini merupakan tantangan utama dalam pembangunan di seluruh dunia yang terurai dalam Deklarasi Milenium.

Deklarasi yang diadakan saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium di New York pada bulan September 2000 tersebut diadopsi oleh 189 negara serta ditandatangani oleh 147 kepala pemerintahan dan kepala negara. Pemerintah Indonesia turut menghadiri Pertemuan Puncak Milenium di New York tersebut dan menandatangani Deklarasi Milenium itu.

Deklarasi berisi komitmen negara masing-masing dan komunitas internasional untuk mencapai 8 buah tujuan pembangunan dalam Milenium ini (MDG), sebagai satu paket tujuan yang terukur untuk pembangunan dan pengentasan kemiskinan. Penandatanganan deklarasi ini merupakan komitmen dari pemimpin-pemimpin dunia untuk mengurangi lebih dari separuh orang-orang yang menderita akibat kelaparan, menjamin semua anak untuk menyelesaikan pendidikan dasarnya, mengentaskan kesenjangan gender pada semua tingkat pendidikan, mengurangi kematian anak balita hingga 2/3, dan mengurangi hingga separuh jumlah orang yang tidak memiliki akses air bersih pada tahun 2015.

Tujuan

Deklarasi Millennium PBB yang ditandatangani pada September 2000 menyetujui agar semua negara:

Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan

  • Pendapatan populasi dunia sehari $10000.
  • Menurunkan angka kemiskinan.

Mencapai pendidikan dasar untuk semua

  • Setiap penduduk dunia mendapatkan pendidikan dasar.

Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan

  • Target 2005 dan 2015: Mengurangi perbedaan dan diskriminasi gender dalam pendidikan dasar dan menengah terutama untuk tahun 2005 dan untuk semua tingkatan pada tahun 2015.

Menurunkan angka kematian anak

  • Target untuk 2015 adalah mengurangi dua per tiga tingkat kematian anak-anak usia di bawah 5 tahun.

Meningkatkan kesehatan ibu

  • Target untuk 2015 adalah untuk Mengurangi dua per tiga rasio kematian ibu dalam proses melahirkan.

Memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya

  • Target untuk 2015 adalah menghentikan dan memulai pencegahan penyebaran HIV/AIDSmalaria dan penyakit berat lainnya.

Memastikan kelestarian lingkungan hidup

  • Mengintegrasikan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan dalam kebijakan setiap negara dan program serta mengurangi hilangnya sumber daya lingkungan.
  • Pada tahun 2015 mendatang diharapkan mengurangi setengah dari jumlah orang yang tidak memiliki akses air minum yang sehat.
  • Pada tahun 2020 mendatang diharapkan dapat mencapai pengembangan yang signifikan dalam kehidupan untuk sedikitnya 100 juta orang yang tinggal di daerah kumuh.

Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan

  • Mengembangkan lebih jauh lagi perdagangan terbuka dan sistem keuangan yang berdasarkan aturan, dapat diterka, dan tidak ada diskriminasi. Termasuk komitmen terhadap pemerintahan yang baik, pembangungan dan pengurangan tingkat kemiskinan secara nasional dan internasional.
  • Membantu kebutuhan-kebutuhan khusus negara-negara kurang berkembang, dan kebutuhan khusus dari negara-negara terpencil dan kepulauan-kepulauan kecil. Ini termasuk pembebasan-tarif dan -kuota untuk ekspor mereka; meningkatkan pembebasan hutang untuk negara miskin yang berhutang besar; pembatalan hutang bilateral resmi; dan menambah bantuan pembangunan resmi untuk negara yang berkomitmen untuk mengurangi kemiskinan.
  • Secara komprehensif mengusahakan persetujuan mengenai masalah utang negara-negara berkembang.
  • Menghadapi secara komprehensif dengan negara berkembang dengan masalah hutang melalui pertimbangan nasional dan internasional untuk membuat hutang lebih dapat ditanggung dalam jangka panjang.
  • Mengembangkan usaha produktif yang layak dijalankan untuk kaum muda.
  • Dalam kerja sama dengan pihak "pharmaceutical", menyediakan akses obat penting yang terjangkau dalam negara berkembang
  • Dalam kerja sama dengan pihak swasta, membangun adanya penyerapan keuntungan dari teknologi-teknologi baru, terutama teknologi informasi dan komunikasi.

Tujuan Pembangunan Milenium di Indonesia

Setiap negara yang berkomitmen dan menandatangani perjanjian diharapkan membuat laporan MDGs. Pemerintah Indonesia melaksanakannya di bawah koordinasi Bappenas dibantu dengan Kelompok Kerja PBB dan telah menyelesaikan laporan MDG pertamanya yang ditulis dalam bahasa Indonesia dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris untuk menunjukkan rasa kepemilikan pemerintah Indonesia atas laporan tersebut. Tujuan Tujuan Pembangunan Milenium ini menjabarkan upaya awal pemerintah untuk menginventarisasi situasi pembangunan manusia yang terkait dengan pencapaian tujuan MDGs, mengukur, dan menganalisis kemajuan seiring dengan upaya menjadikan pencapaian-pencapaian ini menjadi kenyataan, sekaligus mengidenifikasi dan meninjau kembali kebijakan-kebijakan dan program-program pemerintah yang dibutuhkan untuk memenuhi tujuan-tujuan ini. Dengan tujuan utama mengurangi jumlah orang dengan pendapatan di bawah upah minimum regional antara tahun 1990 dan 2015, Laporan ini menunjukkan bahwa Indonesia berada dalam jalur untuk mencapai tujuan tersebut. Namun, pencapaiannya lintas provinsi tidak seimbang.

Kini MDGs telah menjadi referensi penting pembangunan di Indonesia, mulai dari tahap perencanaan seperti yang tercantum pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) hingga pelaksanaannya. Walaupun mengalamai kendala, tetapi pemerintah memiliki komitmen untuk mencapai tujuan-tujuan ini dan dibutuhkan kerja keras serta kerja sama dengan seluruh pihak, termasuk masyarakat madani, pihak swasta, dan lembaga donor. Pencapaian MDGs di Indonesia akan dijadikan dasar untuk perjanjian kerja sama dan implementasinya pada masa depan. Hal ini termasuk kampanye untuk perjanjian tukar guling hutang untuk negara berkembang sejalan dengan Deklarasi Jakarta mengenai MDGs di daerah Asia dan Pasifik.

Kontroversi

Upaya Pemerintah Indonesia merealisasikan Tujuan Pembangunan Milenium pada tahun 2015 akan sulit karena pada saat yang sama pemerintah juga harus menanggung beban pembayaran utang yang sangat besar. Program-program MDGs seperti pendidikan, kemiskinan, kelaparan, kesehatan, lingkungan hidup, kesetaraan gender, dan pemberdayaan perempuan membutuhkan biaya yang cukup besar. Merujuk data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan, per 31 Agustus 2008, beban pembayaran utang Indonesia terbesar akan terjadi pada tahun 2009-2015 dengan jumlah berkisar dari Rp97,7 triliun (2009) hingga Rp81,54 triliun (2015) rentang waktu yang sama untuk pencapaian MDGs. Jumlah pembayaran utang Indonesia, baru menurun drastis (2016) menjadi Rp66,70 triliun. tanpa upaya negosiasi pengurangan jumlah pembayaran utang Luar Negeri, Indonesia akan gagal mencapai tujuan MDGs.

Menurut Direktur Eksekutif International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) Don K Marut Pemerintah Indonesia perlu menggalang solidaritas negara-negara Selatan untuk mendesak negara-negara Utara meningkatkan bantuan pembangunan bukan utang, tanpa syarat dan berkualitas minimal 0,7 persen dan menolak ODA (official development assistance) yang tidak bermanfaat untuk Indonesia. Menanggapi pendapat tentang kemungkinan Indonesia gagal mencapai tujuan MDGs apabila beban mengatasi kemiskinan dan mencapai tujuan pencapaian MDG pada tahun 2015 serta beban pembayaran utang diambil dari APBN pada tahun 2009-2015, Sekretaris Utama Menneg PPN/Kepala Bappenas Syahrial Loetan berpendapat apabila bisa dibuktikan MDGs tidak tercapai di 2015, sebagian utang bisa dikonversi untuk bantu itu. Pada tahun 2010 hingga 2012 pemerintah dapat mengajukan renegosiasi utang. Beberapa negara maju telah berjanji dalam konsesus pembiayaan (monetary consensus) untuk memberikan bantuan. Hasil kesepakatan yang didapat adalah untuk negara maju menyisihkan sekitar 0,7 persen dari GDP mereka untuk membantu negara miskin atau negara yang pencapaiannya masih di bawah. Namun konsensus ini belum dipenuhi banyak negara, hanya sekitar 5-6 negara yang memenuhi sebagian besar ada di Skandinavia atau Belanda yang sudah sampai 0,7 persen.

 

Sumber Artikel: Wikipedia.org

Selengkapnya
Tujuan Pembangunan Milenium

Pengelolaan Pembangunan dan Pengembangan Kebijakan

Administrasi Publik

Dipublikasikan oleh Merlin Reineta pada 05 Maret 2022


Administrasi Publik (bahasa InggrisPublic administration) atau Administrasi Negara adalah suatu bahasan ilmu sosial yang mempelajari tiga elemen penting kehidupan bernegara yang meliputi lembaga legislatifyudikatif, dan eksekutif serta hal- hal yang berkaitan dengan publik yang meliputi kebijakan publik, manajemen publik, administrasi pembangunan, tujuan negara, dan etika yang mengatur penyelenggara negara.

Secara sederhana, administrasi publik adalah ilmu yang mempelajari tentang bagaimana pengelolaan suatu organisasi publik. Kajian ini termasuk mengenai birokrasi; penyusunan, pengimplementasian, dan pengevaluasian kebijakan publikadministrasi pembangunan; kepemerintahan daerahgood governance,bahkan perkembangan saat ini telah melingkupi kepublikan (publicness) atau yang biasa dikenal dengan nilai publik (public value).

Administrasi publik adalah disiplin akademis dan bidang praktik; yang terakhir digambarkan dalam gambar pegawai negeri federal Amerika Serikat pada sebuah pertemuan.

Lokus dan fokus

Administrator cenderung bekerja dengan dokumen kertas dan file komputer: "Telah terjadi pergeseran signifikan dari kertas ke catatan elektronik selama dua dekade terakhir. Meskipun lembaga pemerintah terus mencetak dan memelihara dokumen kertas sebagai 'catatan resmi,' sebagian besar catatan sekarang dibuat dan disimpan dalam format elektronik." (digambarkan di sini adalah Stephen C. Dunn, Deputi Pengawas Keuangan untuk Angkatan Laut AS)

Lokus

Lokus adalah tempat yang menggambarkan di mana ilmu tersebut berada. Dalam hal ini lokus dari ilmu administrasi publik adalah: kepentingan publik (public interest) dan urusan publik (public affair).

Fokus

Fokus adalah apa yang menjadi pembahasan penting dalam mempelajari ilmu administrasi publik. yang menjadi fokus dari ilmu administrasi publik adalah teori organisasi dan ilmu manajemen.

Sejarah

Ilmu Administrasi Negara lahir sejak Woodrow Wilson (1887), yang kemudian menjadi presiden Amerika Serikat pada 1913-1921, menulis sebuah artikel yang berjudul “The Study of Administration” yang dimuat di jurnal Political Science Quarterly. Kemunculan artikel itu sendiri tidak lepas dari kegelisahan Wilson muda akan perlunya perubahan terhadap praktik tata pemerintahan yang terjadi di Amerika Serikat pada waktu itu yang ditandai dengan meluasnya praktik spoil system (sistem perkoncoan) yang menjurus pada terjadinya inefektivitas dan inefisiensidalam pengelolaan negara. Studi Ilmu Politik yang berkembang pada saat itu ternyata tidak mampu memecahkan persoalan tersebut karena memang fokus kajian Ilmu Politik bukan pada bagaimana mengelola pemerintahan dengan efektif dan efisien, melainkan lebih pada urusan tentang sebuah konstitusi dan bagaimana keputusan-keputusan politik dirumuskan.

Woodrow Wilson

Menurut Wilson, Ilmuwan Politik lupa bahwa kenyataannya lebih sulit mengimplementasikan konstitusi dengan baik dibanding dengan merumuskan konstitusi itu sendiri. Sayangnya ilmu yang diperlukan untuk itu belum ada. Oleh karena itu, untuk dapat mengimplementasikan konstitusi dengan baik maka diperlukan suatu ilmu yang kemudian disebut Wilson sebagai Ilmu Administrasi tersebut. Ilmu yang oleh Wilson disebut ilmu administrasi tersebut menekankan dua hal, yaitu perlunya efisiensi dalam mengelola pemerintahan dan perlunya menerapkan merit system dengan memisahkan urusan politik dari urusan pelayanan publik. Agar pemerintahan dapat dikelola secara efektif dan efisien, Wilson juga menganjurkan diadopsinya prinsip-prinsip yang diterapkan oleh organisasi bisnis ―the field of administration is the field of business.

Penjelasan ilmiah terhadap gagasan Wilson tersebut kemudian dilakukan oleh Frank J. Goodnow yang menulis buku yang berjudul: Politics and Administration pada tahun 1900. Buku Goodnow tersebut sering kali dirujuk oleh para ilmuwan administrasi negara sebagai "proklamasi‟ secara resmi terhadap lahirnya Ilmu Administrasi Negara yang memisahkan diri dari induknya, yaitu Ilmu Politik. Era ini juga sering disebut sebagai era paradigma dikotomi politik-administrasi. Melalui paradigma ini, Ilmu Administrasi Negara mencoba mendefinisikan eksistensinya yang berbeda dengan Ilmu Politik dengan ontologiepistimologi dan aksiologi yang berbeda. Beberapa tahun kemudian, sebuah buku yang secara sistematis menjelaskan apa sebenarnya Ilmu Administrasi Negara lahir dengan dipublikasikannya buku Leonard D. White yang berjudul Introduction to the Study of Public Administration pada 1926. Buku White yang mencoba merumuskan sosok Ilmu Administrasi tersebut pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh berbagai karya ilmuwan sebelumnya yang mencoba menyampaikan gagasan tentang bagaimana suatu organisasi seharusnya dikelola secara efektif dan efisien, seperti Frederick Taylor (1912) dengan karyanya yang berjudul Scientific ManagementHenry Fayol (1916) dengan pemikirannya yang dituangkan dalam monograf yang berjudul General and Industrial ManagementW.F. Willoughby (1918) dengan karyanya yang berjudul The Movement for Budgetary Reform in the State, dan Max Weber (1946) dengan tulisannya yang berjudul Bureaucracy.

Era berikutnya merupakan periode di mana para ilmuwan administrasi negara berusaha membangun body of knowledge ilmu ini dengan terbitnya berbagai artikel dan buku yang mencoba menggali apa yang mereka sebut sebagai prinsip-pinsip administrasi yang universal. Tonggak utama dari era ini tentu saja adalah munculnya artikel L. Gulick (1937) yang berjudul Notes on the Theory of Organization di mana dia merumuskan akronim yang terkenal dengan sebutan POSDCORDB (Planning, Organizing, Staffing, Directing, Co-ordinating, Reporting dan Budgeting). Tidak dapat dimungkiri, upaya para ahli administrasi negara untuk mengembangkan body of knowledge ilmu administrasi negara sangat dipengaruhi oleh ilmu manajemen. Prinsip-prinsip administrasi sebagaimana dijelaskan oleh para ilmuwan tersebut pada dasarnya merupakan prinsip-prinsip administrasi yang diadopsi dari administrasi bisnis yang menurut mereka dapat juga diterapkan di organisasi pemerintah.

Perkembangan pergulatan pemikiran ilmuwan administrasi negara diwarnai sebuah era pencarian jati diri Ilmu Administrasi Negara yang tidak pernah selesai. Kegamangan para ilmuwan administrasi negara dalam meninggalkan induknya, yaitu Ilmu Politik, untuk membangun eksistensinya secara mandiri bermula dari kegagalan mereka dalam merumuskan apa yang mereka sebut sebagai prinsip-prinsip administrasi sebagai pilar pokok Ilmu Administrasi Negara. Keruntuhan gagasan tentang prinsip-prinsip administrasi ditandai dengan terbitnya tulisan Paul Applebey (1945) yang berjudul Government is Different. Dalam tulisannya tersebut Applebey berargumen bahwa institusi pemerintah memiliki karakteristik yang berbeda dengan institusi swasta sehingga prinsip-prinsip administrasi yang diadopsi dari manajemen swasta tidak serta merta dapat diadopsi dalam institusi pemerintah. Karya Herbert Simon (1946) yang berjudul The Proverbs of Administration semakin memojokkan gagasan tentang prinsip-prinsip administrasi yang terbukti lemah dan banyak aksiomanya yang keliru. Kenyataan yang demikian membuat Ilmu Administrasi Negara mengalami "krisis identitas‟ dan mencoba menginduk kembali ke Ilmu Politik. Namun demikian, hal ini tidak berlangsung lama ketika ilmuwan administrasi negara mencoba menemukan kembali fokus dan lokus studi ini.

Kesadaran bahwa lingkungan pemerintahan dan bisnis cenderung mengembangkan nilai, tradisi dan kompleksitas yang berbeda mendorong perlunya merumuskan definisi yang jelas tentang prinsip-prinsip administrasi yang gagal dikembangkan oleh para ilmuwan terdahulu. Dwiyanto (2007) menjelaskan bahwa lembaga pemerintah mengembangkan nilai-nilai dan praktik yang berbeda dengan yang berkembang di swasta (pasar) dan organisasi sukarela. Mekanisme pasar bekerja karena dorongan untuk mencari laba, sementara lembaga pemerintah bekerja untuk mengatur, melayani dan melindungi kepentingan publik. Karena karakteristik antara birokrasi pemerintah dan organisasi swasta sangat berbeda, maka para ilmuwan dan praktisi administrasi negara menyadari pentingnya mengembangkan teori dan pendekatan yang berbeda dengan yang dikembangkan oleh para ilmuwan yang mengembangkan teori-teori administrasi bisnis. Dengan kesadaran baru tersebut maka identitas Ilmu Administrasi Negara menjadi semakin jelas, yaitu ilmuwan administrasi negara lebih menempatkan proses administrasi sebagai pusat perhatian (fokus) dan lembaga pemerintah sebagai tempat praktik (lokus).

Cabang inti

Di bidang akademik, bidang administrasi publik terdiri dari sejumlah sub bidang. Para cendikiawan telah mengusulkan sejumlah set sub-bidang yang berbeda. Salah satu model yang diusulkan menggunakan lima "pilar":

Perubahan administrasi negara ke administrasi publik

Sejarah tentang perubahan Ilmu Administrasi Negara masih terus berulang. Upaya mendefinisikan diri Ilmu Administrasi Negara sebagai ilmu administrasi pemerintahan sebagaimana dijelaskan sebelumnya ternyata tidak berlangsung lama. Dinamika lingkungan administrasi negara yang sangat tinggi kemudian menimbulkan banyak pertanyaan tentang relevansi keberadaan Ilmu Administrasi Negara sebagai administrasi pemerintahan. Gugatan tersebut terutama ditujukan pada lokus Ilmu Administrasi Negara yang dirasa tidak memadai lagi. Menurut Dwiyanto (2007) lembaga pemerintah dirasa terlalu sempit untuk menjadi lokus Ilmu Administrasi Negara. Kenyataan yang ada menunjukkan bahwa lembaga pemerintahan tidak lagi memonopoli peran yang selama ini secara tradisional menjadi otoritas pemerintah. Saat ini semakin mudah ditemui berbagai lembaga non-pemerintah yang menjalankan misi dan fungsi yang dulu menjadi monopoli pemerintah saja. Di sisi yang lain, organisasi birokrasi juga tidak semata-mata memproduksi barang dan jasa publik, tetapi juga barang dan jasa privat. Pratikno (2007) juga memberikan konstatasi yang sama. Saat ini negara banyak menghadapi pesaing-pesaing baru yang siap menjalankan fungsi negara, terutama pelayanan publik, secara lebih efektif. Selain pelayanan publik, dalam bidang pembangunan ekonomi dan sosial, negara juga harus menegosiasikan kepentingannya dengan aktor-aktor yang lain, yaitu pelaku bisnis dan kalangan civil society (masyarakat sipil). Secara lebih tegas, Miftah Thoha (2007) bahkan mengatakan telah terjadi perubahan paradigma “ dari orientasi manajemen pemerintahan yang serba negara menjadi berorientasi ke pasar (market). Menurut Thoha, pasar di sini secara politik bisa dimaknai sebagai rakyat atau masyarakat (public). Fenomena menurunnya peran negara ini merupakan arus balik dari apa yang disebut Grindlesebagai too much state, di mana negara pada pertengahan 1980-an terlalu banyak melakukan intervensi yang berujung pada jeratan hutang luar negeri, krisis fiskal, dan pemerintah yang terlalu sentralistis dan otoriter.

Dwiyanto (2007) menyebut setidaknya ada empat faktor yang menjadi sebab semakin menurunnya dominasi peran negara, yaitu:

  1. Dinamika ekonomi, politik dan budaya yang membuat kemampuan pemerintah semakin terbatas untuk dapat memenuhi semua tuntutan masyarakat;
  2. Globalisasi yang membutuhkan daya saing yang tinggi di berbagai sektor menuntut makin dikuranginya peran negara melalui debirokratisasi dan deregulasi;
  3. Tuntutan demokratisasi mendorong semakin banyak munculnya organisasi kemasyarakatan yang menuntut untuk dilibatkan dalam proses perumusan kebijakan dan implementasinya;
  4. munculnya fenomena hybrid organization yang merupakan perpaduan antara pemerintah dan bisnis.

Berbagai fenomena tersebut menimbulkan gugatan di antara para mahasiswa maupun ilmuwan Ilmu Administrasi Negara: Apakah masih relevan menjadikan pemerintah sebagai lokus studi Ilmu Administrasi Negara?

Pemaparan di atas menunjukkan bahwa kata "negara‟ dalam Ilmu Administrasi Negara menjadi terlalu sempit dan kurang relevan lagi untuk mewadahi dinamika Ilmu Administrasi Negara di awal abad ke-21 yang semakin kompleks dan dinamis. Utomo (2007) menyebutkan bahwa dalam perkembangan konsep Ilmu Administrasi Negara telah terjadi pergeseran titik tekan dari negara yang semula diposisikan sebagai agen tunggal yang memiliki otoritas untuk mengimplementasikan berbagai kebijakan publik menjadi hanya sebagai fasilitator bagi masyarakat. Dengan demikian istilah public administrationtidak tepat lagi untuk diterjemahkan sebagai administrasi negara, melainkan lebih tepat jika diterjemahkan menjadi administrasi publik. Sebab, makna kata ‟publik‟ di sini jauh lebih luas daripada kata ‟negara‟ (Majelis Guru Besar dan Jurusan Ilmu Administrasi Negara UGM, 2007: x). Publik di sini menunjukkan keterlibatan institusi-institusi non-negara baik di sektor bisnis maupun civil society di dalam pengadministrasian pemerintahan.

Konsekuensi dari perubahan makna public administration sebagai administrasi publik di sini adalah terjadinya pergeseran lokus Ilmu Administrasi Negara dari yang sebelumnya berlokus pada birokrasi pemerintah menjadi berlokus pada organisasi publik, yaitu birokrasi pemerintah dan juga organisasi-organisasi non-pemerintah yang terlibat menjalankan fungsi pemerintahan, baik dalam hal penyelenggaraan pelayanan publik maupun pembangunan ekonomi, sosial maupun bidang-bidang pembangunan yang lain.

Lingkup

Kebijakan publik

Luther Gulick (1892–1993).

Dengan adanya pergeseran makna ‟publik‟ sebagaimana dijelaskan di atas, maka ilmu administrasi publik telah menemukan lokusnya secara lebih jelas. Intinya, semua aktivitas yang terjadi pada birokrasi pemerintah dan organisasi-organisasi non-pemerintah yang menjalankan fungsi pemerintah menjadi bidang perhatian ilmuwan administrasi publik. Apabila lokus ilmu administrasi publik menjadi semakin jelas, pertanyaan berikutnya adalah apa yang seharusnya menjadi fokus perhatian ilmuwan administrasi publik. Kegelisahan tersebut kemudian dijawab dengan munculnya studi kebijakan publik sebagai pokok perhatian ilmuwan administrasi publik. Hal ini merupakan implikasi yang sangat logis karena kebijakan publik merupakan output utama dari pemerintah (Dwiyanto, 2007). Bagi pemerintah, kebijakan merupakan instrumen pokok yang dapat dipakai untuk mempengaruhi perilaku masyarakat dalam upaya memecahkan berbagai persoalan publik (public affairs). Upaya tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan kebijakan domestik yang bersifat: distributive policy, protectiveregulatory policy, competitive regulatory policy, dan redistributive policy (Ripley, 1985: 60).

Dwiyanto (2007) dengan mengutip pendapat Denhardt mengatakan bahwa tingginya minat ilmuwan administrasi publik untuk memusatkan perhatian pada studi kebijakan semakin meningkatkan keyakinan bahwa para administrator memiliki intensitas yang tinggi dalam proses perumusan kebijakan publik. Hal ini juga semakin menguatkan argumen bahwa ilmu administrasi publik memang tidak dapat dipisahkan dari induknya Ilmu Politik, sebab proses perumusan kebijakan itu sendiri tidak hanya dilakukan melalui tahapan yang bersifat teknokratis akan tetapi juga melampaui tahapan yang bersifat politis. Tahapan teknokratis dalam proses perumusan kebijakan memiliki posisi sentral. Sebab, pada tahapan ini berbagai solusi cerdas sebagai upaya memecahkan persoalan masyarakat digodok agar dapat dirumuskan serangkaian alternatif kebijakan yang dapat dipilih oleh para policy maker melalui proses politik. Pentingnya proses teknokratis dalam pembuatan kebijakan semakin membuat analisis kebijakan publik menjadi keahlian yang sangat vital yang dibutuhkan oleh para praktisi administrasi publik.

Berbagai tokoh seperti William N. Dunn (1981), Carl Patton dan David Sawicki (1983), Arnold J. Meltsner (1986), dan lain-lain telah menghasilkan berbagai buku penting sebagai acuan para ilmuwan dan praktisi administrasi publik dalam melakukan kegiatan analisis kebijakan publik. Selain itu, kenyataan bahwa kebijakan yang telah dirumuskan tidak selalu menjamin implementasinya akan berjalan mulus juga memicu munculnya studi implementasi kebijakan publik di dalam ilmu administrasi publik. Para ilmuwan seperti Jeffrey Pressman dan Aaron Wildavsky (1984), Merilee Grindle (1980), Malcolm Goggin et.al (1990) merupakan sebagian ilmuwan yang menjadi pelopor pengembangan studi implementasi dalam disiplin Ilmu Administrasi Publik.

Manajemen publik

Dengan adanya perkembangan terakhir tersebut menjadikan Ilmu Administrasi Publik memiliki lokus dan fokus yang lebih jelas. Lokus studi ini adalah organisasi publik, sementara fokus perhatiannya adalah persoalan publik (public affairs) dan bagaimana persoalan tersebut dipecahkan dengan instrumen kebijakan publik. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, kegelisahan ilmuwan administrasi publik tidak hanya berhenti sampai di sini. Buku Owen E. Hughes (1998) yang berjudul Public Management and Administration merupakan pemikiran yang memicu perlunya perubahan dalam mendefinisikan Ilmu Administrasi Publik.

Jika di masa-masa sebelumnya yang dipersoalkan adalah makna public pada public administration yang kemudian bergeser dari administrasi negara menjadi administrasi publik, Hughes memulai diskusi dengan menganjurkan untuk menggunakan istilah manajemen publik daripada administrasi publik. Pemikiran Hughes tersebut memang tidak dapat dipisahkan dari perkembangan paradigma Ilmu Administrasi Publik yang terjadi pada era 1990an yang mencoba memperbarui mekanisme pengelolaan birokrasi publik yang dikenal sangat hirarkis, lamban, dan tidak efisien dengan mengadopsi prinsip-prinsip yang diterapkan pada manajemen bisnis. Keluhan tentang tidak relevannya prinsip-prinsip birokrasi Weberian sudah sering disampaikan.

Apa yang disampaikan oleh Al Gore sebagaimana dikutip oleh Hughes (1998: 3) tentang buruknya sistem birokrasi yang bekerja atas dasar prinsip Old Public Administration barangkali mewakili pemimpin negara yang lain:

[…] in today‘s world of rapid change, lightning-quick information technologies, tough global competition, and demanding customers, large, top-down bureaucracies –public or private—don‘t work very well.

Merespon persoalan tersebut, beberapa pemikir kemudian mengajukan gagasan mereka, seperti: managerialism (Pollit, 1993), new public management (Hood, 1991), market-based public administration (Lan, Zhioying & Rosenbloom, 1992), dan post-bureaucratic paradigm (Barzelay, 1992). Namun yang paling fenomenal tentu saja pemikiran Osborne dan Gaebler (1992) tentang entrepreneurial government yang ditulis dalam buku mereka yang menjadi best seller, yaitu Reinventing Government. Gagasan mereka kemudian diadopsi secara luas di berbagai negara setelah pemerintahan Clinton-Gore di Amerika Serikat mengadopsinya secara sukses. Selain di Amerika, gagasan untuk mengembangkan paradigma public managerialism dalam disiplin Ilmu Administrasi Publik juga terjadi di Eropa, terutama di Inggris ketika tekanan terhadap keterbatasan anggaran bagi penyediaan layanan publik telah memaksa pemerintahan Margaret Thacher untuk menerapkan berbagai upaya guna lebih mengefisienkan pelayanan publik di Inggris. Rhodes (1991) menyerukan perlunya diterapkan semboyan “3Es” atau economy, efficiency dan effectiveness agar pelayanan publik di Inggris menjadi lebih efisien.

Berbagai realitas sebagaimana digambarkan di atas membawa pada suatu cakrawala baru di antara para ilmuwan administrasi negara untuk sampai pada suatu kesimpulan bahwa administrasi publik yang berkonotasi sempit perlu diubah menjadi manajemen publik yang lebih memiliki jangkauan yang lebih luas sebagaimana dikatakan oleh Hughes (1998: 4): It is argued here that administration is a narrower and more limited function than management […]. Dalam argumentasinya lebih lanjut, Hughes mengatakan bahwa menurut definisi kamus, kata "manajemen‟ memiliki makna yang lebih luas dibandingkan "administrasi‟. Dari berbagai definisi kamus yang ada (Oxford English DictionaryWebster Dictionary dan Latin Dictionary) dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa administrasi lebih dimaknai sebagai proses dan prosedur yang harus dipatuhi oleh seorang administrator dalam menjalankan tugasnya untuk memberikan pelayanan publik. Sedangkan manajemen memiliki arti lebih luas, yaitu tidak hanya sekadar mengikuti prosedur, melainkan berkaitan juga dengan: pencapaian target dan tanggung jawab bagi manajer untuk mencapai target-target yang telah ditetapkan.

Selain alasan tersebut, Hughes (1998: 6) juga menyebut semakin meluasnya penggunaan istilah "manajemen‟ dan "manajer‟ di sektor publik. Sementara di sisi yang lain, penggunaan istilah ‟administrasi‟ justru mengalami penurunan. Di Indonesia sendiri, sejak pemerintahan Kolonial Belanda berakhir, penggunaan istilah ‟administrasi‟ di dalam birokrasi pemerintah semakin jarang digunakan. Kalaupun digunakan, istilah ‟administrasi‟ telah mengalami kemerosotan makna sebagai konsep untuk menggambarkan pekerjaan ketik-mengetik atau sesuatu yang berkaitan dengan pemenuhan prosedur surat-menyurat (cf. Utomo, 2007: 131). Apa yang terjadi tersebut menunjukkan bahwa istilah ‟manajemen‟ memiliki makna lebih superior dibandingkan istilah "administrasi‟. Oleh karena itu Hughes (1998: 6) kemudian mengatakan bahwa:

As part of the general process public administration‘ has clearly lost favor as a description of the work carried out; the term manager‘ is more common, where once administrators‘ was used.

Dukungan terhadap pendapat Hughes juga diberikan oleh Pollitt (1993: vii) yang menyebutkan: formerly they were called administrators‘, principal officers‘, finance officers‘ atau assistant directors‘. Now, they are managers‘. Tentu saja, pentingnya perubahan dari administrasi menjadi manajemen bukan hanya sekadar sebuah pergantian istilah. Perubahan tersebut akan berimplikasi pada bangun teoretis yang perlu dikembangkan untuk mendukung perubahan nama dari administrasi menjadi manajemen, misalnya menyangkut bagaimana akuntabilitas disampaikan, hubungan eksternal, dan konsepsi tentang pemerintahan sendiri yang juga akan turut berubah.

Konsekuensi dari perubahan nama "administrasi publik‟ ke "manajemen publik‟ secara epistimologis juga berpengaruh terhadap cara bagaimana ilmuwan administrasi publik ke depan mengembangkan ilmu ini. Jika selama ini ilmuwan administrasi publik lebih berkutat pada diskusi yang bersifat filosofis tentang administrasi, standar etika dan norma bagi manajer publik dalam menjalankan tugasnya, maka ke depan jika administrasi publik berubah menjadi manajemen publik, orientasi keilmuan dari disiplin ini juga akan bergeser pada hal-hal yang lebih empirikal tentang bagaimana mengembangkan keilmuan untuk membantu manajer publik mencapai tujuan organisasi, bagaimana meningkatkan kemampuan manajerial mereka dan bagaimana meningkatkan akuntabilitas para manajer publik tersebut di depan masyarakat. Untuk itu di masa depan ilmuwan administrasi publik harus memahami:

  1. semakin meningkatnya tekanan terhadap sektor publik untuk melakukan restrukturisasi dan menyerahkan urusan kepada sektor swasta;
  2. bagaimana membuat keputusan yang secara ekonomis menguntungkan dengan mempelajari public choice theory, principal/agent theory dan transaction cost theory;
  3. perubahan-perubahan lingkungan di sektor swasta seperti kompetisi yang semakin meningkat dan globalisasi;
  4. terjadinya perubahan teknologi informasi yang dapat membantu manajer publik untuk menyelesaikan berbagai persoalan mereka sehingga ilmuwan manajemen publik ke depan harus belajar perkembangan teknologi informasi untuk diadopsi menjadi e-government

Pemikiran untuk mengubah nama "administrasi‟ menjadi "manajemen‟ sebenarnya bukan sesuatu yang aneh jika kita merujuk kembali pada gagasan awal yang dikembangkan oleh Wilson (1887: 16) tentang Ilmu Administrasi yang Ia katakan sebagai berikut: This is why there should be a science of administration which shall seek to straighten the paths of government, to make it business less unbusinesslike. Namun demikian, tentu saja manajemen publik yang dikembangkan oleh ilmuwan administrasi publik di masa mendatang jelas akan berbeda dengan manajemen bisnis sebagaimana dikembangkan oleh ilmuwan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

Kajian administrasi publik

  1. Kebijakan Publik (Agenda Setting, Formulasi, Implementasi, Monitoring dan Evaluasi, Analisis Kebijakan, Konflik Kebijakan)
  2. Manajemen Publik
  3. Keuangan Publik
  4. Administrasi Pembangunan dan Perencanaan Pembangunan Pusat dan Daerah
  5. Otonomi Daerah
  6. Hubungan Eksekutif dan Legislatif
  7. Etika Administrasi Publik
  8. Pelayanan Publik
  9. Manajemen Sumber Daya Manusia Sektor Publik
  10. Manajemen dan Kebijakan Bencana
  11. Manajemen Strategis
  12. Manajemen Perubahan
  13. Manajemen dan Resolusi Konflik
  14. Ekonomi Politik Pembangunan
  15. Reformasi Administrasi
  16. Good Governance, Local Governance, Global Governance, Sound Governance, Collaborative Governance, Dynamic Governance
  17. Kepemimpinan Sektor Publik
  18. Pemberdayaan Masyarakat
  19. Inovasi sektor publik
  20. Nilai Publik
  21. Kepublikan
  22. E-Governance
  23. Smart City dan TIK
  24. Public, Private, Partnership (PPP)
  25. Pengarusutamaan Gender
  26. Metode Penelitian Administrasi Publik
  27. Statistik untuk Kebijakan Publik

Rente birokrasi dan administrasi publik

Administrasi Publik selalu bersinggungan dengan birokrasi, pada pelaksanaannya para perangkat publik (PNS) selalu memberikan "push" kepada publik berupa rente dalam birokrasi tersebut.

Konsep e-government

Terminologi e-government menyangkut seluruh teknologi informasi dan komunikasi yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk menjangkau seluruh fungsi-fungsi kepemerintahan.

 

Sumber Artikel: Wikipedia.org

Selengkapnya
Administrasi Publik

Pengelolaan Pembangunan dan Pengembangan Kebijakan

Sektor Publik

Dipublikasikan oleh Merlin Reineta pada 05 Maret 2022


Sektor publik adalah sektor ekonomi yang menyediakan berbagai layanan pemerintah kepada masyarakat. Dalam ilmu ekonomi, sektor publik menghasilkan produk jasa berupa pelayanan publik dan produk barang berupa barang publik. Keberadaan sektor publik merupakan bagian dari pemenuhan hak publik. Teori dan metode akuntansi digunakan dalam proses penyelenggaraan sektor publik.Komposisi sektor publik berbeda antarnegara, tetapi umumnya mencakup bidang militerkepolisiantransportasi umumpendidikan, dan kesehatan. Sektor publik umumnya mencakup lembaga pemerintah dan badan usaha milik negara (BUMN).

Dana

Dalam sektor publik, dana yang digunakan untuk keperluan organisasi sektor publik terbagi menjadi dua. Dana yang pertama dapat digunakan untuk belanja sedangkan dana kedua tidak dapat digunakan untuk belanja. Dana yang dapat dibelanjakan merupakan dana yang digunakan untuk membiayai kegiatan yang tidak bersifat bisnis. Dana ini digunakan untuk memenuhi tujuan dari sektor publik. Sedangkan dana yang tidak dapat dibelanjakan merupakan dana yang digunakan untuk keperluan bisnis. Dana ini merupakan bentuk penunjang bagi dana yang dapat dibelanjakan.

Produk

Barang publik

Barang publik terbentuk dari aspek tanpa persaingan dan aspek tanpa kekhususan perihal konsumen. Kesempatan konsumsi oleh satu konsumen tidak akan berkurang dan dikurangi oleh konsumen lain di waktu yang bersamaan. Penyediaan barang publik berarti tidak adanya pembatasan atau penghalangan bagi siapapun untuk memperoleh manfaat dari keberadaannya. Tiap orang mempunyai hak untuk menggunakan dan memperoleh akses untuk menggunakan barang publik. Dalam pemakaian barang publik dikenal istilah pemakai bebas. Ini merupakan jenis konsumen tanpa adanya sumbangsih dalam penyediaan barang publik. Pemakai bebas tidak dihalangi oleh konsumen lain yang mempunyai sumbangsih dalam penyediaan barang publik.

Ciri-ciri dari barang publik ialah adanya konsumsi tanpa persaingan, tidak adanya kekhususan penggunaan dan tidak adanya persyaratan penghargaan dari pemakai. Barang publik merupakan jenis barang konsumsi yang tidak mampu mempengaruhi jumlah penawaran konsumsi bagi orang lain. Konsumsi barang publik dapat dilakukan oleh individu maupun kelompok secara bersama maupun terpisah. Kondisi ini membuat konsumsi terjadi tanpa perlu adanya persaingan di antara para konsumen. Tiap konsumen juga tidak diberi pembatasan dan pelarangan atas konsumsi barang publik. Pembatasan oleh penyedia barang publik cenderung sangat sulit untuk dilakukan. Selain itu, barang publik tidak mempunyai persyaratan untuk diberi penilaian maupun penghargaan atas jumlah kegiatan konsumsi yang dilakukan oleh tiap individu dalam masyarakat pemakai. Ketiga ciri dari barang publik tidak bersifat mutlak, melainkan menyesuaikan dengan kondisi pasar dan teknologi. Suatu komoditas atau produk dapat memenuhi salah satu dari kriteria barang publik dan tidak mempunyai kriteria yang lainnya. Beberapa jenis barang tertentu yang tidak dipandang sebagai komoditas pribadi secara konvensional dapat mempunyai karakteristik sebagai barang publik. Ciri lain dari barang publik adalah penyediaannya dapat dilakukan oleh swasta maupun pemerintah. Pada pihak pemerintah, penyediaan barang publik diadakan oleh sektor publik. Sedangkan penyediaan barang publik oleh swasta cenderung merupakan permintaan yang ditanggung oleh pemerintah melalui pembelian produk.

Pengadaan dan penyaluran barang publik dapat dilakukan oleh instansi pemerintah dan badan usaha. Pemerintah dapat menggunakan anggaran belanja negara untuk menyediakan barang publik. Sedangkan penyediaan barang publik oleh badan usaha umumnya hanya dilakukan oleh badan usaha yang modal pendiriannya berasal dari pendapatan negara atau pendapatan daerah. Pengadaan dan penyaluran barang publik merupakan salah satu bentuk pelayanan publik. Biaya pengadaan dan penyaluran dapat sepenuhnya atau hanya sebagian dari keseluruhan anggaran. Selain itu, pengadaan dan penyaluran barang publik dapat pula tidak berasal dari pemerintah maupun badan usaha. Dana dapat diperoleh dari pemberlakuan undang-undang yang berkaitan dengan misi negara kepada warga negara.

 

Sumber Artikel: Wikipedia.org

Selengkapnya
Sektor Publik

Pengelolaan Pembangunan dan Pengembangan Kebijakan

Pembangunan Ekonomi

Dipublikasikan oleh Merlin Reineta pada 05 Maret 2022


Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertumbuhan penduduk dan disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara dan pemerataan pendapatan bagi penduduk suatu negara. Pembangunan ekonomi tak dapat lepas dari pertumbuhan ekonomi; pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi. Yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Suatu negara dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi apabila terjadi peningkatan produk nasional bruto riil di negara tersebut. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi. Perbedaan antara keduanya adalah pertumbuhan ekonomi keberhasilannya lebih bersifat kuantitatif, yaitu adanya kenaikan dalam standar pendapatan dan tingkat output produksi yang dihasilkan, sedangkan pembangunan ekonomi lebih bersifat kualitatif, bukan hanya pertambahan produksi, tetapi juga terdapat perubahan-perubahan dalam struktur produksi dan alokasi input pada berbagai sektor perekonomian seperti dalam lembagapengetahuansosial dan teknik.

Elemen

Pembangunan ekonomi diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk meningkat dalam jangka panjang. Di sini terdapat tiga elemen penting yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi:

  1. Pembangunan sebagai suatu proses, artinya bahwa pembangunan merupakan suatu tahap yang harus dijalani olehsetiap masyarakat atau bangsa. Sebagai contoh, manusia mulai lahir, tidak langsung menjadi dewasa, tetapi untuk menjadi dewasa harus melalui tahapan-tahapan pertumbuhan. Demikian pula, setiap bangsa harus menjalani tahap-tahap perkembangan untuk menuju kondisi yang adil, makmur, dan sejahtera.
  2. Pembangunan sebagai suatu usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita. Sebagai suatu usaha, pembangunan merupakan tindakan aktif yang harus dilakukan oleh suatu negara dalam rangka meningkatkan pendapatan perkapita. Dengan demikian, sangat dibutuhkan peran serta masyarakat, pemerintah, dan semua elemen yang terdapat dalam suatu negara untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembangunan. Hal ini dilakukan karena kenaikan pendapatan perkapita mencerminkan perbaikan dalam kesejahteraan masyarakat.
  3. Peningkatan pendapatan perkapita harus berlangsung dalam jangka panjang. Suatu perekonomian dapat dinyatakan dalam keadaan berkembang apabila pendapatan perkapita dalam jangka panjang cenderung meningkat. Hal ini tidak berarti bahwa pendapatan perkapita harus mengalami kenaikanterus menerus. Misalnya, suatu negara terjadi musibah bencana alam ataupunkekacauan politik, maka mengakibatkan perekonomian negara tersebut mengalami kemunduran. Namun, kondisi tersebut hanyalah bersifat sementara yang terpenting bagi negara tersebut kegiatan ekonominya secara rata-rata meningkat dari tahun ke tahun

Faktor

Sumber daya alam yang dimiliki memengaruhi pembangunan ekonomi.

Ada beberapa faktor yang memengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, namun pada hakikatnya faktor-faktor tersebut dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu faktor ekonomi dan faktor nonekonomi. Faktor ekonomi yang memengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi diantaranya adalah sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya modal, dan keahlian atau kewirausahaan. Sumber daya alam, yang meliputi tanah dan kekayaan alam seperti kesuburan tanah, keadaan iklim/cuacahasil hutantambang, dan hasil laut, sangat memengaruhi pertumbuhan industri suatu negara, terutama dalam hal penyediaan bahan baku produksi. Sementara itu, keahlian dan kewirausahaan dibutuhkan untuk mengolah bahan mentah dari alam, menjadi sesuatu yang memiliki nilai lebih tinggi (disebut juga sebagai proses produksi).

Sumber daya manusia juga menentukan keberhasilan pembangunan nasional melalui jumlah dan kualitas penduduk. Jumlah penduduk yang besar merupakan pasar potensial untuk memasarkan hasil-hasil produksi, sementara kualitas penduduk menentukan seberapa besar produktivitas yang ada. Sementara itu, sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah bahan mentah tersebut. Pembentukan modal dan investasi ditujukan untuk menggali dan mengolah kekayaan. Sumber daya modal berupa barang-barang modal sangat penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan ekonomi karena barang-barang modal juga dapat meningkatkan produktivitas. Faktor nonekonomi mencakup kondisi sosial kultur yang ada di masyarakat, keadaan politik, kelembagaan, dan sistem yang berkembang dan berlaku.

Pengadilan

Pembangunan ekonomi dapat dipengaruhi oleh pengadilan yang berkaitan dengan penyelesaian sengketa. Pembangunan ekonomi akan pesat ketika pengadilan mengadili sengketa secara rasional terhadap permasalahan ekonomi. Keterkaitan pengadilan dalam pembangunan ekonomi meliputi penegakan kontrak, penjaminan hak-hak kepemilikan serta hak-hak kontraktual yang digunakan dalam pelaksanaan investasi ekonomi jangka panjang. Pengadilan berperan sebagai otoritas publik yang menangani kepemilikan hak-hak pribadi. Pembangunan ekonomi yang didukung oleh pengadilan memberikan kemudahan bagi sektor swasta dalam menyelesaikan sengketa. Adanya pengadilan dapat mengurangi kelemahan dari kasus perdata yang memberikan wewenang secara terbatas dalam penyelesaian sengketa.

Pertumbuhan ekonomi

  1. Merupakan proses naiknya produk per kapita dalam jangka panjang.
  2. Tidak memperhatikan pemerataan pendapatan.
  3. Tidak memperhatikan pertambahan penduduk
  4. Belum tentu dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat.
  5. Pertumbuhan ekonomi belum tentu disertai dengan pembangunan ekonomi
  6. Setiap input dapat menghasilkan output yang lebih

Pembangunan Ekonomi

  1. Merupakan proses perubahan yang terus menerus menuju perbaikan termasuk usaha meningkatkan produk per kapita.
  2. Memperhatikan pemerataan pendapatan termasuk pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya.
  3. Memperhatikan pertambahan penduduk.
  4. Meningkatkan taraf hidup masyarakat.
  5. Pembangunan ekonomi selalu dibarengi dengan pertumbuhan ekonomi.
  6. Setiap input selain menghasilkan output yang lebih banyak juga terjadi perubahan – perubahan kelembagaan dan pengetahuan teknik.

Dampak Positif

  • Melalui pembangunan ekonomi, pelaksanaan kegiatan perekonomian akan berjalan lebih lancar dan mampu mempercepat proses pertumbuhan ekonomi.
  • Adanya pembangunan ekonomi dimungkinkan terciptanya lapangan pekerjaan yang dibutuhkan oleh masyarakat, dengan demikian akan mengurangi pengangguran.
  • Terciptanya lapangan pekerjaan akibat adanya pembangunan ekonomi secara langsung bisa memperbaiki tingkat pendapatan nasional.
  • Melalui pembangunan ekonomi dimungkinkan adanya perubahan struktur perekonomian dari struktur ekonomi agraris menjadi struktur ekonomi industri, sehingga kegiatan ekonomi yang dilaksanakan oleh negara akan semakin beragam dan dinamis.
  • Pembangunan ekonomi menuntut peningkatan kualitas SDM sehingga dalam hal ini, dimungkinkan ilmu pengetahuan dan teknologi akan berkembang dengan pesat. Dengan demikian, akan makin meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dampak Negatif

  • Adanya pembangunan ekonomi yang tidak terencana dengan baik mengakibatkan adanya kerusakan di lingkungan hidup.
  • Industrialisasi yang mengakibatkan berkurangnya lahan pertanian.
  • Hilangnya habitat alam, baik hayati atau hewani.

Tujuan

Pembangunan berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan merupakan bagian dari ilmu ekonomi khususnya ekonomi pembangunan. Dalam pembangunan berkelanjutan dipelajari berbagai usaha manusia atau suatu bangsa dalam meningkatkan taraf hidupnya. Peningkatan ini berkaitan dengan berbagai jenis faktor ekonomi yaitu pendapatan per kapita secara nasional, retribusi pendapatan serta penghapusan kemiskinan. Pembangunan berkelanjutan berkaitan dengan pembangunan ekonomi yang merupakan usaha-usaha manusia atau suatu bangsa dalam meningkatkan standar hidupnya ke taraf yang lebih baik dengan memanfaatkan sektor ekonomi. Pembangunan ekonomi melibatkan distribusi pendapatan yang lebih merata tanpa kemiskinan dan kebodohanbagi bangsa tersebut guna mencapai pembangunan berkelanjutan. Konsep pembangunan ekonomi demi pembangunan berkelanjutan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan hidup manusia di masa depan yang dikelola oleh manusia di masa sekarang. Pembangunan berkelanjutan dicapai ketika generasi manusia memperoleh hak yang sama di dalam pembangunan. Dalam konsep ini, pembangunan ekonomi merupakan langkah awal bagi terlaksananya pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan yang dilandasi oleh pembangunan ekonomi akan mempercepat pembangunan di bidang kehidupan lainnya.

Pandangan

Merkantilisme

Dalam pandangan merkantilisme, pembangunan ekonomi merupakan prioritas dalam penguatan pertahanan negara. Pembangunan ekonomi dibentuk melalui perhitungan kekayaan negara. Merkanltilisme meyakini bahwa pembangunan ekonomi dapat dicapai dengan menjadikan negara sebagai pemimpin dalam sistem perekonomian. Paham merkantilisme meyakini adanya hubungan antara politik dan ekonomi. Dalam pandangan ini, negara memiliki kewenangan dalam menetapkan kepemilikan, penguasaan dan pemanfaatan faktor-faktor produksi dan distribusi ekonomi. Keberadaan negara sebagai pemimpin dianggap sebagai bentuk keadilan ekonomi bagi penduduk negara.

 

Sumber Artikel: Wikipedia.org

Selengkapnya
Pembangunan Ekonomi

Sistem dan Permodelan Ekonomi

Intervensionisme Ekonomi

Dipublikasikan oleh Merlin Reineta pada 04 Maret 2022


Intervensionisme ekonomi (kadang disebut intervensionisme negara) adalah perspektif kebijakan ekonomiyang mendukung intervensi pemerintah dalam proses pasar untuk memperbaiki kegagalan pasar dan mengutamakan kesejahteraan masyarakatIntervensi ekonomi adalah tindakan yang diambil pemerintah atau lembaga internasional dalam ekonomi pasar untuk memengaruhi ekonomi di luar tugas utamanya; tugas utama pemerintah adalah mencegah penipuan, melaksanakan kontrak, dan menyediakan barang publik. Intervensi ekonomi memiliki berbagai tujuan politik dan ekonomi, misalnya mengutamakan pertumbuhan ekonomi, menambah lapangan pekerjaan, menaikkan upah, menaikkan atau menurunkan harga, mendorong kesetaraan pendapatan, meningkatkan laba, atau menangani kegagalan pasar.

Kata intervensi secara filosofis bermakna bahwa negara dan ekonomi pada dasarnya terpisah dengan satu sama lain. Karena itu, istilah ini mengacu pada ekonomi pasar kapitalis yang dicampuri oleh pemerintah lewat peraturan, kebijakan ekonomi, atau subsidi (badan usaha milik negara yang beroperasi di pasar tidak tergolong sebagai intervensi). Kata "intervensi" biasanya digunakan oleh pendukung laissez-faire dan pasar bebas.

Ekonomi pasar kapitalis yang sering diintervensi oleh pemerintah disebut ekonomi campuran.

 

Sumber Artikel: Wikipedia.org

Selengkapnya
Intervensionisme Ekonomi

Sistem dan Permodelan Ekonomi

Pasar Bebas

Dipublikasikan oleh Merlin Reineta pada 04 Maret 2022


Pasar bebas (bahasa Inggrisfree market) adalah kondisi pasar ideal, di mana seluruh kegiatan perekonomian sepenuhnya berada pada dinamika permintaan dan penawaran pasar yang akan mempengaruhi keputusan ekonomi dan pergerakan setiap individu yang berhubungan dengan uangbarang, dan jasa secara sukarela. Pasar bebas diadvokasikan oleh pengusul ekonomi liberalisme. Dalam sistem yang murni (laissez faire), peran pemerintah dalam perekonomian sangat minim bahkan tidak ada. Di dalam sistem ekonomi tersebut, perusahaan dan properti adalah milik perorangan atau entitas di sektor swasta.

Prinsip-Prinsip

Menurut ahli ekonomi Friedrich Naumann Stiftung dan Dr. Rainer Adam, prinsip "ekonomi pasar" yakni prinsip yang bertujuan untuk membentuk sitem perekonomian atas dasar aturan konstitusional yang berlandaskan prinsip pasar. Namun lanjut Adam, konstitusi yang dimaksud itu ditujukan sebagai "penghambat" sampai derajat tertentu terhadap kebebasan para pelaku pasar.

Dalam praktiknya menurut Rainer Adam, tidak pernah ada suatu pasar yang benar-benar bebas mutlak. Hal ini dikarenakan adanya aturan-aturan atau regulasi yang dibuat oleh negara, yang tujuannya adalah memaksa pasar untuk tunduk pada regulasi tersebut. Berbagai aturan regulasi yang membatasi pasar itu ada dalam berbagai tingkatan aturan, cukaiundang-undangpajak, dan sebagainya.

Sementara itu, menurut Samuel Siahaan berpendapat inti dari ekonomi pasar adalah terjadinya desentralisasi keputusan, berkaitan dengan "apa", "berapa banyak", dan "bagaimana cara produksinya". Dengan adanya pasar, individu diberikan kebebasan untuk mengambil keputusan. Artinya proses dalam pasar hanya dapat terjadi dalam suatu struktur pengambilan keputusan yang bersifat desentralisasi. Selain itu, ini artinya bahwa mekanisme ekonomi pasar mengharuskan terdapat cukup banyak individu yang independen, baik dari sisi produsen maupun dari sisi konsumen.

Samuel juga menambahkan, mekanisme pasar mensyaratkan bahwa pasar harus tidak dapat diprediksi aksi dan reaksi masing-masing pelaku pasar. Menurutnya, ini adalah satu-satunya cara untuk memastikan bahwa kekeliruan perencanaan salah satu individu tidak terakumulasi. Jika perencanaan terakumulasi pada satu individu saja, maka yang terjadi adalah berhentinya kegiatan pasar.

Aliran Ordo-Liberal

Menurut Rainer Adam, perkembangan dalam pemikiran dalam prinsip pasar bebas salah satunya ialah aliran ordo-liberal. Dalam pemikiran ordo-liberal, suatu pasar tidak harus mencapai titik ekuilibrium atau persaingan yang sempurna, tetapi dalam beberapa waktu ada kekuatan-kekuatan ekonomi dominan yang memaksakan aturan monopolistik terhadap kekuatan ekonomi yang lebih lemah, terutama konsumen.

Menurut Rainer Adam, umumnya para pemikir ekonomi liberal menginginkan pasar bebas, dalam arti pasar bebas yang benar-benar bebas dan "tidak terganggu", hal inilah yang kemudian membedakan aliran ordo-liberal dengan pemikiran liberal lainnnya terkait pasar. Prinsip ekonomi pasar yang digagas oleh para pemikir liberal biasanyamenolak peran negara dalam sistem pasar, namun sebaliknya bagi kelompok ordo-liberal, peran negara diperlukan.

Sumber Artikel: Wikipedia.org

Selengkapnya
Pasar Bebas
« First Previous page 756 of 773 Next Last »