Profesi & Etika

Profesionalisme Keinsinyuran dalam Penerapan Kontrak Kerja Subkontraktor terhadap Pelaksanaan di Proyek Swasta Tasikmalaya

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 14 Maret 2025


Dalam dunia konstruksi, penerapan kontrak kerja antara kontraktor utama (main contractor) dan subkontraktor menjadi elemen kunci dalam memastikan proyek berjalan sesuai rencana. Laporan Profesionalisme Keinsinyuran dalam Penerapan Kontrak Kerja Subkontraktor terhadap Pelaksanaan di Proyek Swasta Tasikmalaya karya M. Ali Hanafiah membahas bagaimana kontrak kerja ini diterapkan di lapangan serta tantangan yang dihadapi dalam implementasinya.

Laporan ini mengulas pentingnya pengawasan berkala dalam pelaksanaan proyek, menganalisis kesesuaian antara kontrak awal dan realisasi di lapangan, serta memberikan wawasan mengenai dinamika kerja antara kontraktor dan subkontraktor dalam proyek konstruksi. Dalam resensi ini, kita akan membahas isi utama laporan, studi kasus dari proyek di Tasikmalaya, serta pelajaran yang dapat diambil untuk meningkatkan efisiensi proyek konstruksi.

Laporan ini bertujuan untuk memahami bagaimana kontrak kerja antara main contractor dan subkontraktor diimplementasikan dalam proyek konstruksi swasta di Tasikmalaya. Beberapa aspek utama yang dibahas meliputi:

  • Struktur organisasi proyek konstruksi.
  • Kesepakatan kontrak antara kontraktor utama dan subkontraktor.
  • Evaluasi pekerjaan tambah dan kurang dalam proyek.
  • Pengaruh addendum kontrak terhadap pelaksanaan proyek.

Penelitian ini menggunakan metode observasi lapangan, wawancara dengan pihak terkait, serta analisis dokumentasi kontrak kerja dan laporan proyek. Data yang dikumpulkan kemudian dibandingkan dengan standar industri untuk mengidentifikasi kesenjangan dalam implementasi kontrak.

Penerapan Kontrak Subkontraktor di Proyek Tasikmalaya

1. Ketidaksesuaian Volume Pekerjaan dengan Kontrak Awal

Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa 69,23% subkontraktor mengalami perubahan volume pekerjaan yang tidak sesuai dengan kontrak awal. Ini terjadi karena adanya modifikasi desain, perubahan spesifikasi material, serta kondisi lapangan yang tidak terduga.

Dampaknya:

  • Subkontraktor harus melakukan pekerjaan tambahan tanpa persiapan awal.
  • Risiko keterlambatan proyek meningkat karena perubahan pekerjaan yang terus terjadi.
  • Meningkatnya potensi sengketa antara kontraktor utama dan subkontraktor.

Sebaliknya, 30,77% subkontraktor tetap sesuai dengan kontrak awal, sehingga tidak ada pekerjaan tambahan atau pengurangan.

2. Tantangan dalam Implementasi Kontrak

Beberapa tantangan yang diidentifikasi dalam laporan ini meliputi:

  • Kurangnya koordinasi antara main contractor dan subkontraktor, terutama dalam perubahan pekerjaan di lapangan.
  • Kurangnya kontrol berkala terhadap pekerjaan subkontraktor, yang menyebabkan perbedaan antara rencana awal dan realisasi di lapangan.
  • Kurangnya kepastian hukum dalam addendum kontrak, yang dapat menyebabkan konflik terkait biaya tambahan dan tanggung jawab kerja.

3. Proses Addendum dan Kerja Tambah Kurang

Dalam proyek konstruksi, perubahan pekerjaan sering kali membutuhkan addendum kontrak. Laporan ini menemukan bahwa banyak perubahan di proyek Tasikmalaya tidak selalu didokumentasikan dengan baik, sehingga menghambat kejelasan tanggung jawab antara pihak-pihak yang terlibat.

Implikasi dari masalah ini:

  • Subkontraktor sering kali tidak mendapatkan pembayaran yang sesuai dengan pekerjaan tambahan yang telah dilakukan.
  • Perubahan desain tanpa dokumentasi yang jelas dapat menyebabkan konflik antara pemilik proyek, kontraktor utama, dan subkontraktor.
  • Kualitas proyek dapat menurun jika perubahan pekerjaan dilakukan tanpa analisis teknis yang matang.

Relevansi dan Pelajaran dari Kasus Ini

1. Pentingnya Pengawasan Berkala terhadap Pelaksanaan Kontrak

Salah satu temuan utama laporan ini adalah pentingnya kontrol berkala terhadap pekerjaan subkontraktor. Dengan pengawasan yang ketat, proyek dapat berjalan lebih efisien dan risiko ketidaksesuaian dengan kontrak awal dapat diminimalkan.

2. Transparansi dalam Perubahan Kontrak

Agar proyek berjalan dengan lancar, semua perubahan pekerjaan harus didokumentasikan dengan baik dalam bentuk addendum kontrak. Hal ini penting untuk mencegah:

  • Kesalahpahaman antara kontraktor utama dan subkontraktor.
  • Sengketa pembayaran atas pekerjaan tambahan.
  • Penurunan kualitas proyek akibat perubahan yang tidak terencana.

3. Penerapan Standar Kontrak yang Lebih Kuat

Kontrak kerja harus mencakup:

  • Ketentuan yang jelas terkait perubahan pekerjaan dan prosedur persetujuannya.
  • Mekanisme penyelesaian sengketa yang efektif.
  • Persyaratan pembayaran yang transparan untuk pekerjaan tambahan.

4. Hubungan dengan Tren Industri Konstruksi

Dalam industri konstruksi modern, penerapan teknologi Building Information Modeling (BIM) dapat membantu mengurangi ketidaksesuaian antara rencana proyek dan realisasi di lapangan. Dengan BIM, semua perubahan dapat dianalisis secara digital sebelum diterapkan di lapangan, sehingga mengurangi kebutuhan akan pekerjaan tambah kurang yang tidak terduga.

Laporan Profesionalisme Keinsinyuran dalam Penerapan Kontrak Kerja Subkontraktor terhadap Pelaksanaan di Proyek Swasta Tasikmalaya memberikan wawasan penting tentang dinamika kerja antara kontraktor utama dan subkontraktor dalam proyek konstruksi. Dari laporan ini, kita dapat menarik beberapa pelajaran utama:

  • Kontrol berkala sangat penting dalam memastikan proyek berjalan sesuai rencana.
  • Dokumentasi perubahan pekerjaan harus dilakukan dengan transparan untuk menghindari sengketa.
  • Kontrak kerja harus dirancang dengan jelas, mencakup ketentuan terkait perubahan pekerjaan dan mekanisme pembayaran.
  • Penerapan teknologi seperti BIM dapat membantu mengurangi tantangan dalam perubahan pekerjaan di lapangan.

Laporan ini menjadi referensi yang berharga bagi para profesional di industri konstruksi untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam pengelolaan kontrak kerja.

Sumber: M. Ali Hanafiah. Profesionalisme Keinsinyuran dalam Penerapan Kontrak Kerja Subkontraktor terhadap Pelaksanaan di Proyek Swasta Tasikmalaya. Universitas Katolik Soegijapranata, April 2023.

 

Selengkapnya
Profesionalisme Keinsinyuran dalam Penerapan Kontrak Kerja Subkontraktor terhadap Pelaksanaan di Proyek Swasta Tasikmalaya

Keselamatan Kebakaran

Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Keselamatan Kebakaran Penghuni

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 14 Maret 2025


Keselamatan kebakaran di bangunan tempat tinggal merupakan isu kritis yang sering kali dipengaruhi oleh perilaku penghuni. Studi ini mengkaji berbagai elemen yang berkontribusi terhadap kesiapsiagaan penghuni dalam menghadapi kebakaran, termasuk faktor usia, gangguan fisik dan mental, tingkat pengetahuan tentang kebakaran, serta faktor sosial ekonomi. Dengan menggunakan metodologi meta-analysis, penelitian ini mengumpulkan dan menganalisis temuan dari berbagai sumber untuk memberikan wawasan yang lebih dalam tentang bagaimana penghuni merespons situasi kebakaran.

Faktor Risiko Personal dalam Keselamatan Kebakaran

1. Pengaruh Usia terhadap Perilaku Keselamatan Kebakaran

  • Penghuni lanjut usia (di atas 65 tahun) lebih rentan terhadap kebakaran karena keterbatasan mobilitas dan penurunan kognitif.
  • Studi menemukan bahwa orang tua sering kurang menyadari risiko kebakaran dan memiliki reaksi yang lebih lambat saat terjadi kebakaran (Karemaker et al., 2021).
  • Sebaliknya, anak-anak dan remaja (usia 18–24 tahun) lebih cenderung terlibat dalam perilaku yang berisiko, seperti bermain dengan sumber api atau tidak mengikuti prosedur evakuasi yang tepat.

2. Dampak Gangguan Fisik dan Mental dalam Situasi Kebakaran

  • Individu dengan gangguan penglihatan, pendengaran, atau mobilitas mengalami kesulitan dalam merespons tanda bahaya kebakaran.
  • Mereka membutuhkan dukungan tambahan, seperti tanda evakuasi dalam Braille atau sistem alarm dengan getaran dan pencahayaan khusus (Egodage et al., 2020).
  • Orang dengan gangguan kognitif, seperti demensia, lebih sulit memahami instruksi evakuasi, yang meningkatkan risiko cedera atau kematian.

3. Pengetahuan dan Pengalaman dalam Menghadapi Kebakaran

  • Penghuni yang pernah mengalami kebakaran cenderung lebih siap dan memiliki rencana keselamatan yang lebih baik.
  • Studi menemukan bahwa individu yang aktif dalam komunitas gedung tempat tinggal mereka lebih cenderung memiliki kesadaran tinggi akan prosedur keselamatan kebakaran (Glauberman, 2020).
  • Latihan kebakaran di sekolah atau tempat kerja terbukti meningkatkan kesiapan individu dalam menghadapi situasi darurat.

4. Persepsi Risiko dan Pengambilan Keputusan

  • Penghuni yang tinggal di lantai bawah sering kali memiliki persepsi risiko kebakaran yang lebih rendah dibandingkan mereka yang tinggal di lantai atas.
  • Banyak individu cenderung menunggu reaksi orang lain sebelum memutuskan untuk mengevakuasi diri, yang dapat menyebabkan keterlambatan dan kepadatan dalam jalur evakuasi (Gerges, 2020).
  • Studi juga menunjukkan bahwa ketakutan terhadap rasa malu atau penilaian sosial dapat menyebabkan seseorang enggan bereaksi cepat dalam situasi darurat.

Faktor Risiko Umum dalam Keselamatan Kebakaran

1. Akses dan Jalur Evakuasi

  • Kompleksitas desain bangunan multi-penghuni sering kali membingungkan penghuni saat keadaan darurat.
  • Banyak penghuni lebih memilih menggunakan jalur keluar yang familiar, meskipun ada opsi evakuasi yang lebih aman dan efisien (Gerges, 2020; Kurdi et al., 2018).

2. Rencana Evakuasi dan Instruksi Keselamatan

  • Penelitian menunjukkan bahwa banyak penghuni tidak memahami atau bahkan tidak mengetahui rencana evakuasi yang ada di gedung mereka.
  • Bencana kebakaran Grenfell Tower 2017 di Inggris menjadi contoh bagaimana kurangnya komunikasi dan pemahaman terhadap instruksi evakuasi dapat meningkatkan jumlah korban jiwa (Arewa et al., 2021).

3. Ketersediaan dan Pemanfaatan Peralatan Keselamatan Kebakaran

  • Alarm asap adalah alat keselamatan paling umum, tetapi banyak rumah tangga, terutama dengan penghasilan rendah, tidak memilikinya atau tidak memelihara alat ini dengan baik (Tannous & Agho, 2019).
  • Penghuni sering kali mencoba memadamkan api sendiri sebelum menghubungi pemadam kebakaran, sering kali karena rasa malu atau takut mendapat masalah (Wales, 2021).

4. Kepadatan dan Hambatan saat Evakuasi

  • Bangunan dengan kepadatan penghuni yang tinggi lebih rentan terhadap antrean panjang dan kepadatan saat evakuasi, yang dapat menyebabkan cedera tambahan.
  • Studi menemukan bahwa penghuni sering kali mengikuti orang lain ke jalur yang paling ramai, bukannya mencari jalur alternatif yang lebih cepat dan aman (Gerges et al., 2021).

5. Penggunaan Teknologi dalam Keselamatan Kebakaran

  • Smartphone menjadi alat penting dalam komunikasi darurat, tetapi penggunaannya dapat menghambat evakuasi jika orang lebih fokus merekam kebakaran daripada menyelamatkan diri (Gerges, 2020).
  • Sistem komunikasi suara langsung lebih efektif dibandingkan dengan pengumuman rekaman dalam memberikan instruksi evakuasi kepada penghuni.

Rekomendasi untuk Meningkatkan Keselamatan Kebakaran

  1. Meningkatkan Kesadaran dan Pelatihan Keselamatan
    • Pelatihan rutin dan kampanye edukasi dapat membantu penghuni memahami risiko dan prosedur keselamatan dengan lebih baik.
  2. Peningkatan Infrastruktur Keselamatan
    • Memastikan bahwa semua jalur evakuasi bersih dari hambatan dan memiliki tanda yang jelas.
    • Menyediakan alat pemadam kebakaran yang mudah diakses dan sesuai dengan kebutuhan penghuni, termasuk mereka yang memiliki keterbatasan fisik.
  3. Optimalisasi Sistem Komunikasi Darurat
    • Menggunakan sistem komunikasi suara langsung dalam gedung untuk memberikan instruksi evakuasi secara real-time.
    • Menerapkan teknologi berbasis AI untuk mendeteksi kebakaran lebih awal dan memberikan peringatan lebih cepat kepada penghuni.
  4. Meningkatkan Regulasi dan Kepatuhan
    • Mengembangkan standar keselamatan yang lebih ketat untuk bangunan multi-penghuni, terutama dalam aspek evakuasi dan pemeliharaan peralatan keselamatan.

Kesimpulan

Paper Influences on Resident’s Fire Safety Behaviours: An Evidence Review memberikan wawasan yang komprehensif tentang bagaimana berbagai faktor—baik pribadi maupun lingkungan—mempengaruhi respons penghuni terhadap kebakaran. Dengan memahami faktor-faktor ini, langkah-langkah yang lebih efektif dapat diambil untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan keselamatan penghuni dalam situasi darurat.

Sumber Artikel

Allen Jones, A. (2022). Influences on Resident’s Fire Safety Behaviours: An Evidence Review. Cardiff: Welsh Government, GSR report number 10/2023.

Selengkapnya
Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Keselamatan Kebakaran Penghuni

Keselamatan Kebakaran

Evaluasi Penyebab dan Pengendalian Kebakaran di Arepo, Ogun State, Nigeria

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 14 Maret 2025


Kebakaran merupakan salah satu bencana paling merusak yang dapat berdampak pada kehidupan manusia, infrastruktur, dan lingkungan. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan survei untuk mengumpulkan data dari 210 penduduk dewasa di lingkungan Arepo, Ogun State. Dari total kuesioner yang dibagikan, 150 valid digunakan untuk analisis. Studi ini mengukur persepsi warga tentang penyebab utama kebakaran serta kesiapan mereka dalam menghadapi bencana dengan menggunakan skala Likert 5 poin.

Teknik analisis yang digunakan meliputi:

  • Mean score dan indeks kepentingan relatif (RII) untuk menilai faktor penyebab kebakaran.
  • Frekuensi dan persentase untuk menggambarkan distribusi jawaban responden.
  • Visualisasi data dengan grafik dan tabel.

Penyebab Utama Kebakaran di Arepo

Hasil survei mengungkapkan bahwa kebakaran di Arepo paling sering terjadi di lingkungan perumahan, dengan insiden kebakaran di area pemukiman menduduki peringkat kedua tertinggi dari enam kategori lokasi kebakaran yang diteliti. Penyebab utama kebakaran di wilayah ini meliputi:

  1. Peralatan listrik yang rusak (62%)
  2. Kelalaian dalam penggunaan alat memasak (57%)
  3. Lonjakan listrik (51%)
  4. Penyimpanan bahan bakar di dalam rumah (38%)
  5. Kecerobohan manusia (58%)
  6. Kecelakaan (50%)

Sebagai contoh, dalam salah satu kejadian kebakaran besar di Arepo, kebakaran terjadi akibat korsleting listrik yang menyebar dengan cepat ke bangunan sekitar karena material bangunan yang tidak tahan api. Kurangnya sistem deteksi dini juga memperparah situasi.

Dampak Kebakaran di Arepo

Dampak kebakaran di wilayah ini cukup luas, mencakup:

  • Kerugian ekonomi yang signifikan, dengan banyak rumah dan bisnis kecil mengalami kebangkrutan akibat kebakaran.
  • Dampak sosial, di mana banyak warga kehilangan tempat tinggal dan harus mengungsi sementara.
  • Kerusakan lingkungan, termasuk pencemaran udara akibat asap beracun dari kebakaran.

Analisis ini sejalan dengan laporan National Emergency Management Agency (NEMA) yang mencatat bahwa di Lagos, Nigeria, tingkat kematian akibat kebakaran antara 2009-2014 mencapai 98,4%. Angka ini menunjukkan bahwa risiko kebakaran di Nigeria, termasuk di Arepo, masih sangat tinggi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar rumah di Arepo tidak dilengkapi dengan sistem proteksi kebakaran yang memadai. Meskipun 100% responden memiliki jalur keluar darurat, hanya 74,7% yang memiliki alat pemadam kebakaran, sementara keberadaan detektor asap dan alarm kebakaran masih kurang dari 65%. Selain itu, tidak adanya pos pemadam kebakaran di wilayah Arepo menjadi salah satu kendala utama dalam menangani kebakaran dengan cepat. Warga sering kali harus menunggu bantuan dari kota terdekat, yang menyebabkan keterlambatan dalam pemadaman api dan meningkatkan tingkat kerusakan.

Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyarankan beberapa langkah untuk meningkatkan kesiapsiagaan terhadap kebakaran di Arepo:

1. Meningkatkan Kesadaran dan Edukasi Keselamatan Kebakaran

  • Mengadakan kampanye keselamatan kebakaran secara berkala untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pencegahan kebakaran.
  • Memasukkan pelatihan penggunaan alat pemadam kebakaran dalam program komunitas.
  • Meningkatkan sosialisasi mengenai risiko penyimpanan bahan bakar di dalam rumah.

2. Membangun Pos Pemadam Kebakaran Lokal

  • Pemerintah daerah perlu segera membangun stasiun pemadam kebakaran di Arepo untuk mempercepat respons terhadap kebakaran.
  • Menyediakan akses air yang lebih baik untuk pemadaman api, seperti membangun hydrant di titik-titik strategis.

3. Peningkatan Regulasi dan Infrastruktur

  • Mewajibkan pemasangan sistem alarm kebakaran dan detektor asap di semua bangunan perumahan dan komersial.
  • Menegakkan regulasi mengenai penggunaan kabel listrik berkualitas standar guna mencegah korsleting.
  • Mengembangkan sistem inspeksi berkala untuk memastikan kepatuhan terhadap standar keselamatan kebakaran.

Kesimpulan

  1. Peralatan listrik yang rusak, kelalaian dalam memasak, dan lonjakan listrik adalah penyebab utama kebakaran di Arepo.
  2. Kurangnya peralatan keselamatan kebakaran dan tidak adanya pos pemadam kebakaran meningkatkan risiko dan dampak kebakaran di wilayah ini.
  3. Meningkatkan kesadaran masyarakat, membangun infrastruktur pemadam kebakaran, dan memperkuat regulasi keselamatan kebakaran adalah langkah yang harus segera diambil untuk mengurangi insiden kebakaran di masa depan.

Dengan implementasi strategi yang lebih baik, diharapkan risiko kebakaran di Arepo dapat berkurang secara signifikan, serta menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi masyarakat setempat.

Sumber Artikel

O.C. Oloke, A.O. Oluwatobi, A. Oni, D. Oke. Assessment of Causes and Control of Fire Disaster in Arepo Neighbourhood, Ogun State, Nigeria. IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science, Vol. 993, 2022, 012004.

Selengkapnya
Evaluasi Penyebab dan Pengendalian Kebakaran di Arepo, Ogun State, Nigeria

Reliability Block Diagram

Evaluasi Keandalan High Integrity Pressure Protection System (HIPPS) dengan Metode Kuantitatif

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 14 Maret 2025


Pendahuluan
Industri minyak dan gas menghadapi tantangan besar dalam menjaga keamanan operasional di tengah kondisi lingkungan yang ekstrem. Salah satu sistem keselamatan utama dalam industri ini adalah High Integrity Pressure Protection System (HIPPS), yang berfungsi mencegah tekanan berlebih pada pipa dan peralatan produksi guna menghindari risiko ledakan atau kebocoran.

Penelitian yang dilakukan oleh Jacob Glæsner di Aalborg University Esbjerg berfokus pada evaluasi kuantitatif keandalan HIPPS pada Svend oil & gas platform. Studi ini membandingkan tiga metode analisis utama, yaitu Reliability Block Diagram (RBD), Fault Tree Analysis (FTA), dan Markov Modelling, untuk menentukan metode paling efektif dalam menilai keandalan HIPPS dan memastikan sistem ini memenuhi standar Safety Integrity Level (SIL) 2.

Pendekatan Evaluasi Keandalan HIPPS

  1. Reliability Block Diagram (RBD)
    Pendekatan ini digunakan untuk memodelkan keandalan sistem berdasarkan konfigurasi blok yang mewakili komponen individu. Jika salah satu blok gagal dalam sistem seri, seluruh sistem dianggap gagal. Sebaliknya, jika sistem memiliki konfigurasi paralel atau redundansi, kegagalan satu blok tidak serta-merta menyebabkan kegagalan sistem secara keseluruhan.

    Metode RBD sangat cocok untuk sistem yang memiliki konfigurasi redundan seperti HIPPS, karena memungkinkan analisis terhadap bagaimana penempatan sensor dan logic solver dapat meningkatkan keandalan. Namun, pendekatan ini memiliki keterbatasan dalam menangani kegagalan yang saling bergantung (dependent failures) dan kurang fleksibel dalam memodelkan sistem yang berubah seiring waktu.

  2. Fault Tree Analysis (FTA)
    Metode FTA digunakan untuk menguraikan hubungan antar komponen HIPPS dalam bentuk diagram pohon kegagalan. Dengan menggunakan pendekatan logika AND-OR, FTA dapat mengidentifikasi penyebab utama kegagalan dan menghitung probabilitas kegagalan sistem secara keseluruhan.

    Pendekatan ini sangat bermanfaat dalam menganalisis Probability of Failure on Demand (PFD), yang merupakan indikator penting dalam menentukan apakah HIPPS memenuhi standar SIL 2 atau tidak. Namun, semakin kompleks sistem yang dianalisis, semakin sulit pula menyusun diagram pohon yang merepresentasikan seluruh kegagalan potensial.

  3. Markov Modelling
    Berbeda dengan dua metode sebelumnya, Markov Modelling mampu menangani perubahan status sistem secara dinamis. Dalam model ini, setiap komponen HIPPS memiliki beberapa kemungkinan kondisi, seperti berfungsi normal, mengalami degradasi, atau mengalami kegagalan total. Dengan menggunakan persamaan probabilistik, metode ini dapat memodelkan dampak dari perawatan prediktif dan deteksi dini terhadap keandalan HIPPS.

    Keunggulan utama dari pendekatan Markov adalah kemampuannya dalam menangani kegagalan yang saling bergantung dan memodelkan sistem yang berubah seiring waktu. Namun, metode ini memiliki kompleksitas perhitungan yang jauh lebih tinggi dibandingkan RBD dan FTA, serta memerlukan data yang lebih rinci untuk memberikan hasil yang akurat.

Studi Kasus: Evaluasi HIPPS pada Svend Platform

Penelitian ini menerapkan metode di atas pada HIPPS yang digunakan di Svend oil & gas platform. Beberapa hasil yang ditemukan adalah sebagai berikut:

  • Sebelum dilakukan optimasi, reliabilitas sistem hanya mencapai 90%, yang masih di bawah standar SIL 2.
  • Setelah optimasi menggunakan RBD dan FTA, nilai reliabilitas meningkat hingga 98%, sehingga memenuhi standar SIL 2.
  • Pendekatan Markov Modelling menunjukkan bahwa probabilitas kegagalan dalam kondisi ekstrem dapat ditekan hingga hanya 1%, terutama dengan penerapan redundansi dalam sensor dan logic solver.
  • Berdasarkan perhitungan PFD menggunakan FTA, ditemukan bahwa redundansi dalam sistem HIPPS dapat mengurangi probabilitas kegagalan hingga 40% dibandingkan sistem tanpa redundansi.

Hasil dan Implikasi

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa:

Markov Modelling adalah metode paling akurat dalam menganalisis keandalan HIPPS karena mampu menangani kegagalan yang saling bergantung dan memodelkan perubahan sistem secara dinamis.
RBD merupakan metode yang lebih sederhana dan mudah diimplementasikan, tetapi kurang mampu menangani kegagalan terkait antar komponen.
FTA memberikan hasil yang cukup akurat untuk menentukan PFD dan menilai kepatuhan terhadap standar SIL, tetapi kompleksitasnya meningkat saat sistem menjadi lebih besar.
Penerapan redundansi pada sensor dan logic solver dapat meningkatkan keandalan HIPPS secara signifikan, sehingga lebih efektif dalam mencegah tekanan berlebih.

Kesimpulan

Penelitian ini membuktikan bahwa High Integrity Pressure Protection System (HIPPS) merupakan elemen penting dalam memastikan keamanan operasional di industri minyak dan gas. Dengan menggunakan Reliability Block Diagram (RBD), Fault Tree Analysis (FTA), dan Markov Modelling, operator dapat memilih metode terbaik untuk memastikan sistem HIPPS memenuhi standar Safety Integrity Level (SIL) 2.

Sumber Asli: Glæsner, J. (2017). Quantitative Reliability Modelling and Functional Safety Calculations of Svend Topside High Integrity Pressure Protection System. Aalborg University Esbjerg.

Selengkapnya
Evaluasi Keandalan High Integrity Pressure Protection System (HIPPS) dengan Metode Kuantitatif

Profesi & Etika

Pelanggaran Etika Profesi Pada Proyek Hambalang

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 14 Maret 2025


Etika profesi merupakan salah satu pilar utama dalam dunia kerja, terutama dalam bidang teknik sipil dan arsitektur. Jurnal Pelanggaran Etika Profesi Pada Proyek Hambalang karya Amirudin Kurdi membahas bagaimana pelanggaran etika dalam proyek ini menjadi salah satu contoh terbesar kegagalan tata kelola proyek di Indonesia. Jurnal ini menyoroti berbagai bentuk penyimpangan, seperti mark-up anggaran, manipulasi hasil survei, serta pelanggaran dalam proses lelang proyek yang menyebabkan skandal korupsi besar.

Dalam resensi ini, kita akan membahas isi utama jurnal, studi kasus dari proyek Hambalang, serta relevansi dan pelajaran yang dapat diambil untuk mencegah kasus serupa di masa depan.

Proyek pembangunan Sport Center Hambalang di Bogor bertujuan untuk meningkatkan kualitas atlet nasional dengan menyediakan fasilitas olahraga bertaraf internasional. Pembangunan ini menjadi prioritas pemerintah karena Sekolah Atlet Ragunan dianggap sudah tidak memadai. Namun, dalam pelaksanaannya, proyek ini penuh dengan penyimpangan yang melibatkan pejabat tinggi negara dan BUMN.

Jurnal ini mengidentifikasi beberapa pelanggaran etika utama, antara lain:

  • Mark-up anggaran proyek: Anggaran proyek yang awalnya bernilai Rp 300 miliar melonjak menjadi Rp 1,2 triliun akibat penggelembungan dana.
  • Manipulasi data survei: Konsultan proyek menyembunyikan fakta bahwa tanah Hambalang tidak layak untuk konstruksi karena struktur tanah yang labil.
  • Penyalahgunaan wewenang dalam proses lelang: Pemenang tender proyek dipilih secara tidak transparan dan proyek disubkontrakkan tanpa pengawasan yang memadai.
  • Pelanggaran prinsip dasar dan kode etik panitia lelang, seperti tidak transparan dalam proses pengadaan barang dan jasa.

Studi Kasus: Pelanggaran Etika dan Dampaknya

1. Mark-Up Anggaran Proyek

Salah satu bentuk pelanggaran paling mencolok dalam proyek ini adalah penggelembungan anggaran secara tidak wajar. KPK menemukan bahwa anggaran proyek ini mengalami peningkatan cepat hingga mencapai Rp 1,2 triliun, jauh di atas perkiraan awal Rp 300 miliar.

Dampaknya:

  • Negara mengalami kerugian besar akibat dana yang tidak digunakan secara efisien.
  • Proyek tidak selesai tepat waktu dan kualitasnya menurun.
  • Banyak pejabat negara dan eksekutif perusahaan konstruksi terlibat dalam kasus hukum.

2. Manipulasi Hasil Survei Kelayakan Tanah

Seharusnya, proyek konstruksi besar diawali dengan studi kelayakan yang jujur dan transparan. Namun, dalam proyek Hambalang, hasil survei kelayakan disembunyikan. Konsultan proyek tidak melaporkan bahwa tanah di Hambalang merupakan clay soil yang tidak stabil, yang dapat menyebabkan amblesnya bangunan.

Dampaknya:

  • Beberapa bangunan, seperti gedung bulu tangkis dan power house, hampir roboh akibat amblesnya tanah.
  • Proyek mengalami perombakan besar yang menambah biaya konstruksi.
  • Kepercayaan terhadap konsultan teknik dan perencana proyek menurun drastis.

3. Penyimpangan dalam Proses Lelang

Panitia lelang melanggar banyak prosedur, seperti:

  • Mengatur agar perusahaan tertentu memenangkan tender.
  • Menetapkan pemenang lelang tanpa transparansi.
  • Mensubkontrakkan pekerjaan tanpa prosedur yang jelas.

Dampaknya:

  • Persaingan usaha yang tidak sehat dalam industri konstruksi.
  • Banyaknya perusahaan yang tidak kompeten mendapatkan proyek besar.
  • Proyek dikerjakan oleh pihak yang tidak memiliki kapasitas optimal, mengakibatkan keterlambatan dan penurunan kualitas.

Relevansi dan Pelajaran dari Kasus Hambalang

1. Pentingnya Transparansi dan Akuntabilitas dalam Proyek Publik

Kasus Hambalang menjadi contoh nyata bagaimana kurangnya transparansi dapat menyebabkan korupsi besar-besaran. Oleh karena itu, proyek publik harus diawasi secara ketat oleh lembaga independen agar tidak terjadi penyalahgunaan dana.

2. Penerapan Kode Etik Profesi yang Ketat

Kode etik insinyur, seperti yang diatur oleh Accreditation Board for Engineering and Technology (ABET), mengharuskan insinyur untuk bersikap jujur dan tidak memihak. Jika prinsip ini diterapkan dengan ketat, kasus manipulasi hasil survei seperti di Hambalang dapat dicegah.

3. Reformasi Sistem Lelang dan Pengadaan Barang

Untuk mencegah terulangnya kasus serupa, sistem lelang harus lebih transparan dan bebas dari intervensi politik. Setiap pelanggaran harus ditindak tegas, dan proses seleksi harus dilakukan secara terbuka dengan standar internasional.

4. Pentingnya Keberlanjutan dalam Pembangunan Infrastruktur

Keputusan membangun proyek di tanah yang tidak stabil menunjukkan kurangnya pertimbangan terhadap aspek keberlanjutan. Seharusnya, proyek besar mempertimbangkan aspek lingkungan agar tidak menyebabkan kerusakan yang lebih besar di kemudian hari.

Jurnal Pelanggaran Etika Profesi Pada Proyek Hambalang karya Amirudin Kurdi mengungkap bagaimana pelanggaran etika dapat merusak proyek besar dan menyebabkan kerugian negara yang sangat besar. Dari kasus ini, kita dapat menarik beberapa pelajaran penting:

  • Etika profesi harus diterapkan dengan ketat dalam setiap tahap proyek konstruksi.
  • Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan proyek publik sangat penting.
  • Reformasi sistem lelang dan pengadaan barang harus menjadi prioritas untuk mencegah korupsi.

Kasus Hambalang bukan hanya pelajaran bagi dunia konstruksi, tetapi juga bagi semua sektor profesional agar selalu menjunjung tinggi integritas dan profesionalisme.

Sumber: Amirudin Kurdi. Pelanggaran Etika Profesi Pada Proyek Hambalang. Jurnal Teknik Sipil - Arsitektur Volume 17 No.1, Mei 2018.

 

Selengkapnya
Pelanggaran Etika Profesi Pada Proyek Hambalang

Industri Minyak dan Gas

Implementasi Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di Perusahaan Minyak dan Gas di Jawa Tengah

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 14 Maret 2025


Industri minyak dan gas merupakan salah satu sektor dengan risiko tinggi terhadap kecelakaan, kebakaran, ledakan, dan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu, penerapan sistem tanggap darurat kebakaran sangat penting untuk meminimalkan risiko, melindungi pekerja, serta menjaga lingkungan tetap aman. Paper ini membahas bagaimana perusahaan minyak dan gas di Jawa Tengah menerapkan sistem tanggap darurat kebakaran, termasuk identifikasi potensi bahaya, fasilitas perlindungan kebakaran, serta langkah-langkah pencegahan. Studi ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan cross-sectional, dengan data yang dikumpulkan pada Februari–April 2017.

Potensi bahaya kebakaran dalam perusahaan minyak dan gas sangat tinggi, terutama dalam fasilitas produksi dan penyimpanan. Beberapa sumber utama bahaya kebakaran meliputi:

  • Penggunaan perangkat elektronik seperti kamera ponsel, yang dapat memicu percikan api.
  • Fasilitas produksi yang memiliki sumber penyalaan, seperti listrik, kompresor, generator, dan pipa minyak.
  • Parkir truk tangki yang tidak sesuai prosedur, meningkatkan risiko kebocoran bahan bakar.
  • Operasi Oil Catcher, yang dapat menyebabkan tumpahan minyak, diesel, dan bahan kimia lainnya.
  • Proses pembersihan tangki minyak, yang dapat menghasilkan gas H₂S (hidrogen sulfida) beracun.
  • Petir saat musim hujan, yang bisa memicu kebakaran di tangki penyimpanan minyak.

Studi mencatat bahwa beberapa insiden kebakaran telah terjadi di perusahaan ini, termasuk:

  • Kebakaran pada 2014 dan 2015 di salah satu area produksi, meskipun tidak menyebabkan korban jiwa.
  • Kebakaran pipa minyak pada 2016, yang menyebabkan dua warga lokal terluka dan harus dirawat di rumah sakit.

Penelitian ini menemukan bahwa perusahaan telah menerapkan dua jenis sistem perlindungan kebakaran, yaitu proteksi aktif dan proteksi pasif.

A. Proteksi Kebakaran Aktif

Proteksi aktif mencakup berbagai alat pemadam kebakaran yang langsung berfungsi saat terjadi kebakaran, termasuk:

  • 18 unit alat pemadam api ringan (APAR) dengan bahan CO₂ dan dry chemical, ditempatkan setiap 15 meter.
  • 11 titik hydrant, dengan 8 unit firebox berisi selang air, nozzle, dan jet spray.
  • 7 unit foam chamber yang dipasang di setiap tangki penyimpanan minyak.
  • 7 unit water sprinkler, yang bekerja otomatis untuk mendinginkan tangki saat terjadi kebakaran.
  • Sistem alarm kebakaran, yang terdiri dari alarm otomatis dan manual (gong besi di pos penjagaan).
  • 2 unit fire pump, masing-masing berkapasitas 1.000 galon per menit (gpm) untuk menyuplai air ke sistem pemadam kebakaran.
  • 2 unit fire truck dengan kapasitas 3.000 liter air dan 500 liter busa pemadam.
  • 1 unit fire jeep, yang digunakan untuk pemadaman cepat di area terbatas.

B. Proteksi Kebakaran Pasif

Proteksi pasif dirancang untuk membantu evakuasi dan mencegah penyebaran kebakaran, termasuk:

  • Rute evakuasi yang jelas, dengan 2 jalur utama menuju titik kumpul.
  • Titik kumpul (muster points) yang diberi tanda hijau dengan tulisan putih untuk memudahkan pengenalan.
  • Peta evakuasi, yang dipasang di lokasi strategis agar semua pekerja mengetahui jalur keluar darurat.
  • Poster dan tanda peringatan, yang memberikan informasi tentang potensi bahaya dan prosedur keselamatan kebakaran.

Perusahaan telah membentuk tim pemadam kebakaran internal, yang terdiri dari 3 tim dengan total 18 orang, yang berjaga 24 jam dalam dua shift:

  • Shift pagi: 07.00–19.00
  • Shift malam: 19.00–07.00

Setiap tim terdiri dari:

  • 1 komandan tim, yang mengkoordinasikan pemadaman.
  • 2 nozzlemen, yang bertugas menyemprotkan air atau busa ke titik api.
  • 2 helper, yang membantu peralatan pemadam kebakaran.
  • 1 operator, yang mengendalikan pompa dan pasokan air.

Perusahaan secara rutin mengadakan:

  • Pelatihan pemadaman api sebulan sekali, untuk memastikan semua pekerja memahami penggunaan alat pemadam.
  • Simulasi kebakaran (fire drill) untuk menguji kesiapan tim dalam menangani situasi darurat.
  • Penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP), yang mengatur prosedur pemadaman kebakaran sesuai jenis material yang terbakar.

Penelitian ini menyoroti pentingnya sistem tanggap darurat dengan membandingkannya dengan beberapa insiden kebakaran besar di sektor minyak dan gas, termasuk:

  1. Ledakan Deepwater Horizon (2010) – Kebocoran gas dan kegagalan sistem pemadam mengakibatkan ledakan besar dan tumpahan minyak terbesar dalam sejarah AS.
  2. Kebakaran Kilang Balongan, Indonesia (2021) – Kebocoran tangki penyimpanan menyebabkan ledakan dahsyat dan evakuasi lebih dari 1.000 warga.
  3. Kebakaran Terminal BBM Plumpang, Indonesia (2023) – Kebakaran yang diduga akibat kebocoran pipa bahan bakar menewaskan lebih dari 20 orang dan melukai puluhan lainnya.

Kasus-kasus ini menunjukkan bahwa pengelolaan sistem tanggap darurat kebakaran yang baik sangat penting untuk mencegah dampak besar.

Studi ini menegaskan bahwa perusahaan minyak dan gas di Jawa Tengah telah menerapkan sistem tanggap darurat kebakaran yang cukup baik, namun masih perlu beberapa peningkatan, seperti:

  1. Memperbanyak titik hydrant dan fire extinguisher untuk cakupan yang lebih luas.
  2. Meningkatkan jumlah tim pemadam kebakaran dan pelatihan lebih intensif untuk mengurangi risiko human error.
  3. Mempercepat waktu respons alarm kebakaran, karena keterlambatan sekecil apa pun dapat memperburuk dampak kebakaran.
  4. Menggunakan sistem deteksi kebakaran berbasis IoT untuk memantau potensi kebocoran gas atau lonjakan suhu secara real-time.

Dengan menerapkan strategi ini, perusahaan dapat lebih siap menghadapi insiden kebakaran, melindungi pekerja, serta menjaga stabilitas operasional dan lingkungan.

Sumber Asli Paper

Habibah, A. N., & Cahyaningrum, I. (2022). The Implementation of Fire Emergency Response in the Central Java Oil and Gas Company. The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, 11(1), 21-32.

Selengkapnya
Implementasi Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di Perusahaan Minyak dan Gas di Jawa Tengah
« First Previous page 74 of 873 Next Last »