Industri Otomotif
Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat pada 23 Oktober 2025
Pendahuluan
Seiring transformasi menuju industri 4.0, tantangan dalam menjaga keandalan operasional sistem manufaktur menjadi semakin kompleks. Salah satu sektor yang paling terdampak adalah industri otomotif, di mana downtime sekecil apa pun dapat menyebabkan kerugian besar dan gangguan rantai pasokan.
Dalam konteks inilah, makalah karya Soltanali et al. (2019), yang berjudul Operational reliability evaluation-based maintenance planning for automotive production line, menawarkan pendekatan menyeluruh yang memadukan metode statistik dan simulasi Monte Carlo untuk merancang strategi pemeliharaan berbasis keandalan.
Tantangan Keandalan dalam Lini Produksi Otomotif
Produksi otomotif melibatkan ribuan komponen dan subsistem yang harus bekerja secara sinkron. Salah satu sistem kritikal yang dievaluasi dalam studi ini adalah fluid-filling system, yang mencakup subsistem seperti:
Setiap subsistem memiliki komponen-komponen vital, seperti pompa vakum, ABS, starter, mini-valves, coupling, dan O-rings & seals. Kegagalan satu komponen saja dapat mengakibatkan terhentinya seluruh lini produksi.
Metodologi Evaluasi Keandalan
1. Struktur Statistik
Penilaian keandalan dimulai dari pengumpulan data gangguan nyata dari sistem manajemen pemeliharaan terkomputerisasi (CMMS) di pabrik otomotif Iran. Data tersebut mencakup frekuensi, waktu antar gangguan (time between failure atau TBF), dan waktu perbaikan.
Proses analisis mencakup:
2. Simulasi Monte Carlo
Metode simulasi berbasis algoritma Kamat dan Raily (K-R) digunakan untuk memprediksi keandalan sistem dengan pendekatan stokastik:
3. Model Optimasi Interval Pemeliharaan
Model optimasi berbasis biaya total ekspektasi dihitung untuk menentukan interval pemeliharaan ideal. Biaya yang diperhitungkan meliputi:
Hasil dan Temuan Kunci
Statistik Keandalan
Estimasi Parameter Weibull (contoh):
Semakin besar parameter shape (>1), semakin besar laju kegagalan seiring waktu.
Simulasi Monte Carlo
Perencanaan Pemeliharaan Optimal
Berdasarkan ambang keandalan 85%, interval pemeliharaan ideal sebagai berikut:
Jika keandalan ditingkatkan ke 90%, interval semakin pendek: misalnya ABS disarankan diperiksa tiap 65 jam.
Model Biaya Total
Untuk horizon 2.000 jam, total biaya ekspektasi minimum diperoleh pada:
Studi Kasus: O-rings & Seals
O-rings adalah komponen sederhana namun krusial. Dengan TBF minimum 1,5 jam dan bentuk distribusi yang menunjukkan kecenderungan wear-out, pemeliharaan harus difokuskan secara ketat. Kerusakan akibat korosi fluida, kesalahan operator, dan tekanan berulang menunjukkan perlunya pendekatan desain ulang dan pelatihan operator.
Implikasi Industri
Dampak Praktis:
Potensi Integrasi Teknologi:
Kritik dan Rekomendasi
Kelebihan Studi:
Keterbatasan:
Rekomendasi Lanjutan:
Kesimpulan
Studi ini menunjukkan bahwa evaluasi keandalan berbasis data statistik dan simulasi Monte Carlo bukan hanya layak, tetapi sangat efektif dalam meningkatkan efisiensi dan keberlanjutan produksi otomotif. Dengan memperhitungkan frekuensi gangguan, parameter distribusi kegagalan, serta optimalisasi berbasis biaya dan keandalan, perusahaan dapat merancang interval pemeliharaan yang presisi, hemat, dan strategis.
Dalam era industri 4.0, integrasi metode ini dengan teknologi cerdas seperti AI dan IoT akan menjadi keharusan. Strategi pemeliharaan bukan lagi reaktif, tapi proaktif dan berbasis prediksi.
Sumber: Soltanali, H., Rohani, A., Tabasizadeh, M., Abbaspour-Fard, M.H., & Parida, A. (2019). Operational reliability evaluation-based maintenance planning for automotive production line. Quality Technology & Quantitative Management. https://doi.org/10.1080/16843703.2019.1567664
Industri Tekstil
Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat pada 23 Oktober 2025
Pendahuluan
Dalam industri tekstil, efisiensi biaya merupakan penentu utama daya saing global. Fluktuasi harga bahan baku, ketidakpastian pasar, dan risiko kegagalan proses produksi menjadi tantangan utama bagi perusahaan tekstil, terutama di negara berkembang seperti Pakistan.
Dalam konteks ini, tesis Muhammad Anees dari KTH Royal Institute of Technology, Swedia (2013), yang berjudul Practical Use of Monte Carlo Simulation for Costing of Yarn in Textile Industry, menawarkan pendekatan inovatif melalui penerapan Monte Carlo Simulation untuk memetakan dan mengendalikan biaya produksi benang.
Mengapa Biaya Produksi Sulit Diprediksi?
Produksi benang bukan sekadar merangkai serat menjadi gulungan. Prosesnya kompleks dan terdiri atas beberapa tahapan:
Di setiap tahap, potensi pemborosan atau cacat produk bisa memicu kerugian finansial. Misalnya, serat pendek (noil) dari mesin combing bisa mengurangi yield, sementara variabilitas harga kapas memengaruhi harga pokok secara drastis. Untuk itu, diperlukan pendekatan kuantitatif yang mampu mengakomodasi ketidakpastian tersebut dan di sinilah Monte Carlo menjadi relevan.
Metodologi: Menyatukan Data Nyata dan Simulasi Probabilistik
Anees menggabungkan data historis dari Dewan Farooque Textile Mill dengan model matematis berbasis simulasi. Prosesnya melibatkan:
Parameter Utama dalam Analisis:
Studi Kasus: Mana Produk yang Paling Menguntungkan?
1. 40/CM Weaving – Non-Compact vs Compact
Pada produk 40/CM non-compact:
Produk yang sama namun dibuat dengan mesin compact (K44):
Analisis: Mesin compact menghasilkan benang berkualitas lebih tinggi, dengan kekuatan dan konsistensi yang lebih baik. Hal ini memungkinkan harga jual lebih tinggi dan margin keuntungan lebih besar.
2. 60/CM vs 80/CM – Produk Premium
Produk 60/CM (K44):
Produk 80/CM:
Analisis: Meskipun keduanya menggunakan bahan baku berkualitas, 80/CM memiliki konsumsi pasar lebih luas dan efisiensi yang lebih baik.
Monte Carlo Simulation: Menjadikan Ketidakpastian Sebagai Informasi
Dengan menerapkan simulasi Monte Carlo, Anees dapat menghasilkan kurva distribusi probabilitas untuk masing-masing skenario:
Ini memungkinkan manajemen memahami batas bawah dan atas keuntungan berdasarkan berbagai kemungkinan kondisi pasar dan produksi.
Nilai Tambah: Simulasi sebagai Alat Pengambilan Keputusan
Keuntungan Praktis:
Insight Strategis:
Kritik dan Evaluasi
Kelebihan:
Keterbatasan:
Saran Pengembangan:
Penutup: Menjadikan Data sebagai Senjata dalam Industri Tekstil
Studi ini memperlihatkan bagaimana simulasi berbasis Monte Carlo dapat menjadi alat yang powerful dalam mengelola ketidakpastian biaya produksi di industri tekstil. Di tengah fluktuasi harga kapas global, tekanan margin, dan tuntutan pasar akan harga kompetitif, pendekatan berbasis data seperti ini bukan hanya opsional, tetapi menjadi keharusan strategis.
Implementasi simulasi ini bisa diperluas tidak hanya dalam aspek biaya, tetapi juga dalam prediksi kualitas, pengendalian persediaan, dan bahkan strategi ekspansi pasar. Dalam konteks industri 4.0, data-driven decision making bukan lagi pilihan masa depan, tetapi standar hari ini.
Sumber: Anees, Muhammad. (2013). Practical Use of Monte Carlo Simulation for Costing of Yarn in Textile Industry. Master’s thesis, KTH Royal Institute of Technology, Sweden. [Tautan tidak tersedia dalam DOI; sumber tersedia dalam bentuk PDF].
Monte Carlo
Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat pada 23 Oktober 2025
Pendahuluan
Dalam dunia yang semakin bergantung pada pasokan listrik yang stabil, keandalan sistem tenaga menjadi prioritas utama dalam perencanaan dan operasional infrastruktur energi. Paper karya Hemansu Patel dan Anuradha Deshpande, yang diterbitkan dalam International Journal of Applied Engineering Research (2019), mengangkat pentingnya metode simulasi berbasis Monte Carlo yang diterapkan melalui perangkat lunak PSpice untuk mengevaluasi keandalan sistem tenaga listrik.
Studi ini memberikan pendekatan praktis dan komprehensif terhadap pengukuran probabilitas kegagalan sistem, dengan hasil yang dikomparasikan secara ketat terhadap metode analitik.
Latar Belakang: Mengapa Simulasi Diperlukan?
Evaluasi keandalan sistem tenaga umumnya dilakukan dengan dua pendekatan:
Dalam sistem tenaga besar, ketidakpastian seperti gangguan komponen, variasi beban, atau gangguan paralel memerlukan pendekatan yang lebih fleksibel. MCS menjawab tantangan ini dengan melakukan ribuan uji coba acak berdasarkan histogram distribusi kegagalan.
Metodologi: Kombinasi Pendekatan Analitik dan Simulasi Monte Carlo
1. Model Sistem Tenaga
Studi dilakukan pada sistem tenaga tiga bus dengan
2. Analisis Probabilistik
Metode analitik menggunakan kombinasi binomial dari keadaan komponen (success/failure), lalu menghitung probabilitas kegagalan sistem dari setiap konfigurasi kemungkinan gangguan (total 17 kondisi outage).
3. Simulasi Monte Carlo di PSpice
MCS dilakukan dengan:
Hasil: Apakah Simulasi MCS di PSpice Akurat?
Perbandingan Hasil
Detail Skenario Gangguan
Visualisasi Data
Studi Kasus: Dua Komponen dalam Konfigurasi Paralel
Simulasi awal dilakukan pada sistem dua komponen identik:
Implikasi Praktis dan Manfaat Industri
1. Pengambilan Keputusan Lebih Akurat
MCS memungkinkan operator sistem untuk memahami kemungkinan skenario ekstrem yang tidak dapat dicakup oleh model deterministik.
2. Evaluasi Skala Besar Lebih Fleksibel
Meskipun studi dilakukan pada sistem kecil, pendekatan ini dapat diperluas untuk sistem bulk power dengan banyak unit dan variabel.
3. Integrasi ke Tools Engineering
Penggunaan PSpice, software umum di kalangan insinyur elektro, menjadikan metodologi ini mudah direplikasi dan diintegrasikan dalam praktik industri.
Kritik dan Potensi Pengembangan
Kelebihan:
Kekurangan:
Saran Lanjutan:
Kesimpulan
Makalah ini menunjukkan bahwa metode simulasi berbasis Monte Carlo dalam lingkungan PSpice merupakan pendekatan yang praktis, akurat, dan fleksibel untuk mengevaluasi keandalan sistem tenaga listrik. Dengan margin kesalahan kecil terhadap hasil analitik, metode ini layak digunakan dalam tahap desain dan evaluasi sistem energi, bahkan pada kondisi kompleks sekalipun.
Seiring dengan transisi energi dan meningkatnya kebutuhan akan sistem tenaga yang tanggap terhadap perubahan, pendekatan ini membuka peluang bagi evaluasi keandalan yang lebih berbasis data dan adaptif terhadap ketidakpastian.
Sumber: Patel, H., & Deshpande, A. (2019). Reliability Evaluation of Power System using Monte Carlo Simulation in Pspice. International Journal of Applied Engineering Research, 14(9), 2252–2259. http://www.ripublication.com
Keandalan
Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat pada 23 Oktober 2025
Pendahuluan
Dalam dunia konstruksi modern, struktur beton bertulang adalah tulang punggung banyak infrastruktur penting seperti jembatan, gedung tinggi, dan fasilitas publik lainnya. Keandalan struktur menjadi isu utama, terlebih ketika kita berhadapan dengan ketidakpastian dalam properti material, dimensi geometrik, dan beban kerja aktual.
Artikel berjudul "Probabilistic Modeling and Structural Reliability based Monte Carlo Simulation: A Case Study" oleh Hicham Lamouri, Mouna El Mkhalet, dan Nouzha Lamdouar (2024) mengeksplorasi bagaimana Monte Carlo Simulation (MCS) diterapkan dalam konteks rekayasa sipil untuk menilai probabilitas kegagalan dan indeks keandalan struktur beton bertulang.
Mengapa Keandalan Struktural Perlu Dievaluasi Secara Probabilistik?
Struktur teknik sipil beroperasi dalam lingkungan yang penuh ketidakpastian, baik karena faktor alam (seperti gempa, angin, atau suhu ekstrem) maupun karena kesalahan manusia (konstruksi tidak presisi, variasi bahan, perawatan buruk). Di sinilah pendekatan probabilistik menjadi relevan.
MCS bekerja dengan mensimulasikan ribuan skenario acak berdasarkan distribusi statistik dari parameter masukan. Hal ini memungkinkan insinyur memahami sebaran kemungkinan hasil dan bukan hanya satu nilai pasti, memberikan dasar yang lebih kuat dalam pengambilan keputusan.
Studi Kasus 1: Balok Beton Bertulang – Estimasi Momen dan Geser
Spesifikasi Model:
Formula Eurocode 2:
Hasil Simulasi:
Dengan 50.000 iterasi menggunakan Excel, hasil yang diperoleh:
Distribusi probabilitas dan frekuensi kumulatif memberikan wawasan yang dalam:
Interpretasi:
Simulasi ini menyoroti bagaimana parameter acak berdampak signifikan terhadap performa struktur. Alih-alih hanya menggunakan nilai nominal, pendekatan ini mempertimbangkan rentang kemungkinan kondisi aktual.
Studi Kasus 2: Balok Jembatan Bertulang Flens
Data Geometrik Lapangan:
Beban yang Diperhitungkan:
Fungsi Limit:
Hasil Simulasi (5.000 trial):
Konfirmasi:
Simulasi diulang hingga 1 juta iterasi, dan nilai Pf tetap di sekitar 0.62. Hal ini menandakan stabilitas hasil simulasi dan kekuatan pendekatan MCS dalam menangkap probabilitas ekstrem.
Kelebihan dan Kekurangan Monte Carlo dalam Rekayasa Struktur
Kelebihan:
Kekurangan:
Pengembangan Masa Depan: Kombinasi MCS dengan AI dan Logika Fuzzy
Penulis menyarankan bahwa keterbatasan waktu komputasi dapat diatasi dengan menggabungkan MCS dengan:
Dampak Praktis bagi Dunia Teknik Sipil
Pendekatan ini sangat relevan dalam konteks modern di mana:
Dengan Monte Carlo, insinyur dapat:
Kesimpulan
Paper ini berhasil menunjukkan bahwa Monte Carlo Simulation bukan hanya metode akademis, tetapi alat praktis yang sangat kuat untuk dunia nyata. Dari evaluasi momen dan geser balok beton, hingga analisis keandalan balok jembatan, MCS mampu menghadirkan gambaran probabilistik yang kaya terhadap performa struktur.
Ke depan, integrasi metode ini dengan AI dan teknik optimasi lainnya akan memperluas daya gunanya di tengah tuntutan efisiensi, keselamatan, dan keberlanjutan dalam rekayasa sipil.
Sumber: Lamouri, H., El Mkhalet, M., & Lamdouar, N. (2024). Probabilistic Modeling and Structural Reliability based Monte Carlo Simulation: A Case Study. International Journal of Engineering Trends and Technology, 72(5), 321–331. https://doi.org/10.14445/22315381/IJETT-V72I5P133
Ketenagakerjaan
Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat pada 23 Oktober 2025
Pendahuluan
Industri jasa konstruksi merupakan sektor yang sangat mengandalkan sumber daya manusia (SDM) sebagai pelaksana utama kegiatan proyek. Dalam konteks ini, loyalitas dan retensi karyawan menjadi aspek strategis yang krusial untuk menjaga kesinambungan operasional dan efisiensi perusahaan. Fenomena turnover intention atau keinginan karyawan untuk keluar dari perusahaan telah menjadi perhatian serius, terutama dalam industri konstruksi yang bersifat padat karya dan penuh tekanan.
Paper berjudul "The Effect of Job Satisfaction and Job Environment on Turnover Intention Employees in Engineering and Services Construction Services" karya Christina Catur Widayati, Purnamawati Helen Widjaja, dan Lia D. menjadi salah satu rujukan penting dalam memahami keterkaitan antara kepuasan kerja, lingkungan kerja, dan niat untuk keluar dari perusahaan.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada salah satu perusahaan jasa konstruksi di Jakarta dengan jumlah responden sebanyak 66 orang. Metode yang digunakan adalah kuantitatif deskriptif dengan pendekatan Partial Least Square (PLS). Penulis juga melakukan pre-survei terhadap 24 karyawan yang menunjukkan bahwa faktor dominan penyebab turnover intention adalah kepuasan kerja (45,8%) dan lingkungan kerja (37,5%).
Hasil dan Temuan Kunci
Data Turnover
Selama periode April 2016 hingga April 2017, tingkat turnover di perusahaan mencapai 6,06%, dengan lonjakan signifikan pada November 2016 (11,86%). Angka-angka ini mengindikasikan masalah sistemik yang membutuhkan intervensi manajerial segera.
Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Turnover Intention
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa kepuasan kerja memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap turnover intention (nilai T-statistik: 1,966). Artinya, semakin tinggi kepuasan kerja, semakin rendah niat karyawan untuk keluar dari perusahaan. Faktor-faktor yang dinilai meliputi:
Pekerjaan itu sendiri
Gaji
Hubungan dengan rekan kerja
Kesempatan promosi
Supervisi
Analisis tambahan menunjukkan bahwa gaji dan kesempatan promosi menjadi indikator yang paling sering menimbulkan ketidakpuasan, terutama ketika dibandingkan dengan benefit yang ditawarkan perusahaan sejenis.
Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Turnover Intention
Hasil pengujian juga menunjukkan pengaruh negatif signifikan dari lingkungan kerja terhadap turnover intention (T-statistik: 7,080). Faktor lingkungan yang dinilai meliputi:
Sirkulasi udara dan suhu ruangan
Tata letak ruang kerja
Keamanan tempat kerja
Tingkat kebisingan
Pencahayaan
Hubungan antarpegawai
Lingkungan kerja yang tidak kondusif berkontribusi besar terhadap stres kerja dan keinginan karyawan untuk mencari tempat kerja lain yang lebih nyaman dan aman.
Studi Kasus dan Perbandingan
Dalam konteks global, data dari Society for Human Resource Management (SHRM) menunjukkan bahwa rata-rata tingkat turnover tahunan di industri konstruksi global berkisar antara 20-25%. Meski angka 6,06% pada studi ini relatif lebih rendah, tren fluktuatif dan ketimpangan data dari bulan ke bulan menunjukkan adanya ketidakstabilan organisasi.
Penelitian oleh Khikmawati (2015) di perusahaan ritel menunjukkan temuan serupa, di mana lingkungan kerja dan kepuasan berpengaruh signifikan terhadap turnover intention. Hal ini mengindikasikan bahwa fenomena ini bersifat lintas industri, namun memiliki sensitivitas lebih tinggi dalam sektor konstruksi yang menuntut kerja fisik dan koordinasi tim tinggi.
Nilai Tambah dan Implikasi Praktis
1. Integrasi Sistem Reward
Perusahaan perlu mengembangkan sistem kompensasi yang kompetitif serta transparan dalam peluang promosi. Salah satu model yang dapat diterapkan adalah merit-based reward system yang mempertimbangkan output kerja dan kontribusi nyata terhadap proyek.
2. Evaluasi Ergonomi dan Kebisingan
Tingkat kebisingan di area kerja yang tinggi terbukti menjadi penyebab stres kerja. Solusi yang dapat diterapkan adalah audit lingkungan kerja secara berkala dan pengadaan ruang kerja tenang untuk aktivitas administrasi dan pengambilan keputusan.
3. Program Keterlibatan Karyawan
Karyawan yang merasa dilibatkan dalam pengambilan keputusan operasional cenderung memiliki loyalitas lebih tinggi. Penguatan komunikasi dua arah dan forum diskusi internal dapat menjadi solusi konkret.
Kritik dan Saran untuk Penelitian Selanjutnya
Penelitian ini memiliki kekuatan pada penggunaan metode PLS yang komprehensif serta penyajian data yang rapi. Namun, keterbatasan utama terletak pada ukuran sampel yang hanya mencakup 66 karyawan dan konteks yang hanya terbatas di satu perusahaan.
Untuk penelitian mendatang, disarankan:
Menambah variabel seperti stres kerja, budaya organisasi, dan beban kerja.
Melibatkan lebih dari satu perusahaan atau menggunakan desain komparatif antar sektor.
Menggunakan metode kualitatif untuk menggali motivasi personal secara lebih dalam.
Kesimpulan
Penelitian ini menyimpulkan bahwa kepuasan kerja dan lingkungan kerja memiliki pengaruh signifikan dan negatif terhadap turnover intention. Artinya, peningkatan kedua aspek tersebut dapat menurunkan keinginan karyawan untuk keluar dari perusahaan. Temuan ini menjadi masukan berharga bagi manajemen perusahaan jasa konstruksi yang ingin meningkatkan retensi karyawan dan menciptakan lingkungan kerja yang produktif dan stabil.
Sumber
Widayati, C. C., Widjaja, P. H., & Lia, D. (2019). The Effect of Job Satisfaction and Job Environment on Turnover Intention Employees in Engineering and Services Construction Services. Dinasti International Journal of Education Management and Social Science, 1(1), 28–42. DOI: 10.31933/DIJEMSS
Teknologi Infrastruktur
Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat pada 23 Oktober 2025
Pendahuluan
Indonesia, sebagai negara berkembang dengan populasi yang besar dan pertumbuhan ekonomi yang dinamis, kerap dihadapkan pada tantangan infrastruktur yang kompleks. Dalam artikel ilmiah berjudul "Analysing Indonesia’s Infrastructure Deficits from a Developmentalist Perspective" karya Kyunghoon Kim (2021), penulis mengupas kegagalan reformasi institusional pasca-krisis Asia 1997 dan menawarkan pendekatan alternatif melalui kacamata developmentalist.
Penelitian ini memberikan narasi baru bahwa kegagalan pembangunan infrastruktur di Indonesia bukan hanya akibat kelemahan tata kelola (good governance), melainkan juga akibat absennya kebijakan pembangunan yang proaktif.
Latar Belakang Historis: Dari Krisis ke Reformasi
Pasca-krisis moneter 1997–1998, Indonesia mengadopsi berbagai kebijakan reformasi institusional yang dikenal sebagai agenda good governance. Tujuannya adalah memperbaiki efisiensi investasi publik dan menarik investasi swasta. Namun, sebagaimana Kim tunjukkan, reformasi ini tidak berhasil sepenuhnya karena justru membuka ruang bagi para elit bisnis untuk menangkap institusi baru demi kepentingan pribadi. Korupsi masih merajalela, meskipun dalam bentuk dan jaringan yang lebih terdesentralisasi dibandingkan era Orde Baru.
Kelemahan Reformasi Institusional di Sektor Konstruksi
Reformasi di sektor konstruksi difokuskan pada tiga aspek utama: pendaftaran perusahaan, pengadaan publik, dan reformasi BUMN. Dalam implementasinya, ketiga aspek ini mengalami tantangan besar, terutama akibat lemahnya kapasitas institusi dan tingginya pengaruh kelompok kepentingan. Organisasi sektor seperti Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) sering disusupi kepentingan asosiasi bisnis yang menciptakan hambatan masuk baru dan praktik rente terselubung.
Paradoks Pertumbuhan Konstruksi vs. Defisit Infrastruktur
Menariknya, meski pertumbuhan sektor konstruksi meningkat dari 5% menjadi 10,1% dari PDB antara 2000 hingga 2014, investasi infrastruktur justru menurun dari 7,8% menjadi hanya 2,7% dari PDB. Hal ini menunjukkan bahwa lonjakan aktivitas konstruksi lebih banyak diarahkan ke sektor properti komersial dan residensial, bukan proyek infrastruktur publik seperti jalan tol, pelabuhan, atau jalur kereta api.
Kebangkitan Strategi Developmentalist di Era Jokowi
Dari pertengahan 2010-an, strategi pembangunan negara mulai bergeser dari pendekatan liberal ke pendekatan negara-intervensionis. Presiden Joko Widodo secara eksplisit mendorong peran aktif BUMN dalam proyek infrastruktur besar. Data menunjukkan, pada 2015 untuk pertama kalinya belanja modal pemerintah melampaui subsidi BBM, dan pada 2019, anggaran infrastruktur empat kali lipat dari subsidi energi. Contohnya, proyek-proyek besar seperti jalan tol Trans-Jawa, kereta cepat Jakarta–Bandung, dan pembangunan pelabuhan menjadi bukti konkret dari strategi ini.
Peran SOEs: Antara Agen Pembangunan dan Instrumen Pasar
Salah satu aspek menarik dalam artikel ini adalah sorotan terhadap peran BUMN. Di satu sisi, mereka digunakan sebagai alat negara untuk mendorong pembangunan infrastruktur, tapi di sisi lain juga diarahkan untuk mengejar profitabilitas melalui privatisasi parsial. Perusahaan seperti Waskita Karya dan Wijaya Karya mengalami lonjakan posisi di bursa saham Waskita naik dari peringkat 94 menjadi 16 antara 2014–2019. Namun, tekanan untuk menghasilkan laba membuat banyak BUMN enggan mengambil proyek berisiko tinggi, terutama di wilayah terluar.
Kritik terhadap Narasi ‘Good Governance’
Kim secara tajam mengkritik dominasi narasi good governance yang dianut lembaga keuangan internasional (IFIs). Menurutnya, narasi ini terlalu fokus pada institusi formal dan mengabaikan kenyataan bahwa reformasi sering kali ditunggangi oleh elite oligarki. Reformasi yang mestinya mendemokratisasi proses investasi publik justru melahirkan bentuk baru dari patronase dan rente. Kim juga menyoroti bahwa agenda reformasi ini terlalu berfokus pada liberalisasi pasar dan perluasan peran swasta, tanpa mempertimbangkan konteks Indonesia, di mana investasi swasta pada dasarnya masih memerlukan dukungan awal dari negara.
Studi Perbandingan: Asia Timur vs. Indonesia
Dalam membandingkan pengalaman Indonesia dengan negara-negara Asia Timur seperti China dan Korea Selatan, terlihat perbedaan mencolok. Di negara-negara tersebut, pemerintah memainkan peran langsung dalam mobilisasi sumber daya dan penguatan sektor konstruksi. Di China, misalnya, 7,6% kontraktor SOE menghasilkan 40% output konstruksi nasional pada 1994. Sementara itu, Indonesia justru menarik diri dari pembangunan dan menyerahkan peran tersebut pada pasar yang belum siap.
Opini dan Nilai Tambah
Resensi ini mendukung argumen Kim bahwa pendekatan developmentalist lebih cocok untuk negara seperti Indonesia. Dengan kebutuhan besar akan infrastruktur dasar dan lemahnya pasar domestik, ketergantungan pada investasi swasta akan selalu timpang tanpa dukungan negara. Namun, strategi negara-intervensionis juga bukan tanpa risiko. Lonjakan utang BUMN, inefisiensi proyek, dan potensi korupsi tetap menjadi perhatian. Di sinilah pentingnya membangun keseimbangan antara penguatan peran negara dan tata kelola yang transparan.
Kaitannya dengan Tren Industri Saat Ini
Dalam konteks global, tren menuju state capitalism mulai terlihat kembali, terutama pasca pandemi COVID-19. Negara-negara semakin menyadari pentingnya peran negara dalam pembangunan infrastruktur untuk pemulihan ekonomi. Strategi Indonesia yang mengedepankan peran BUMN dalam pembangunan dapat dianggap selaras dengan tren ini. Namun, untuk menjamin keberlanjutan, dibutuhkan reformasi kebijakan fiskal, pengawasan proyek, serta transparansi dalam pengadaan.
Kesimpulan
Artikel ini memberikan kontribusi penting dalam wacana pembangunan Indonesia. Alih-alih menyalahkan kegagalan pada reformasi institusional yang belum matang, Kim mengajak pembaca untuk mempertimbangkan kembali pentingnya kebijakan pembangunan yang aktif dan terencana. Melalui pendekatan developmentalist, pemerintah diharapkan tidak hanya menjadi wasit, tetapi juga pemain utama dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif melalui pembangunan infrastruktur yang merata dan strategis.
Sumber
Kim, K. (2021). Analysing Indonesia’s Infrastructure Deficits from a Developmentalist Perspective. Competition & Change, Vol. 27(1), 115–142. DOI: 10.1177/10245294211043355