Sumber Daya Air
Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat pada 25 September 2025
Mengapa Efisiensi Investasi Air Menjadi Kunci Masa Depan?
Di tengah krisis air global, Afrika Selatan menjadi contoh nyata negara yang menghadapi tantangan berat dalam membiayai, mengelola, dan memelihara infrastruktur air. Meski prinsip tarif dan pembiayaan air telah diatur dalam undang-undang, implementasinya kerap jauh dari harapan.
Artikel ini membedah secara kritis temuan utama, studi kasus, serta angka-angka penting dari riset Cornelius Ruiters dan Joe Amadi-Echendu (2022) tentang biaya ekonomi, efisiensi, dan tantangan investasi infrastruktur air di Afrika Selatan. Dengan mengaitkan tren global, opini, dan rekomendasi, artikel ini diharapkan memberi insight strategis bagi pembuat kebijakan, pelaku industri, dan masyarakat luas.
Latar Belakang: Krisis Air, Investasi, dan Kesenjangan Infrastruktur
Fakta dan Tren
Tantangan Utama
Kerangka Analisis: Dari Biaya Ekonomi hingga Efisiensi Operasional
Komponen Biaya Air
Prinsip Ekonomi
Studi Kasus: Potret Infrastruktur Air di Afrika Selatan
Sampel dan Metodologi
Temuan Kunci
1. Kerugian Ekonomi Akibat Inefisiensi
2. Gap Investasi dan Dampaknya
3. Non-Revenue Water (NRW)
4. Efisiensi Anggaran dan Eksekusi Proyek
5. Multiplikasi Tarif Air
6. Return on Capital dan Revenue Management
Analisis Kritis: Kelebihan, Keterbatasan, dan Komparasi Global
Kelebihan Studi
Keterbatasan
Komparasi dengan Negara Lain
Kota Rural (Kategori B4)
Implikasi Praktis dan Rekomendasi Strategis
1. Reformasi Tarif dan Kebijakan Subsidi
2. Investasi pada Pemeliharaan dan Teknologi
3. Penguatan Kapasitas dan Tata Kelola
4. Diversifikasi Sumber Pendanaan
5. Perencanaan Investasi Berbasis Prioritas
Opini dan Kritik: Paradoks Air Murah, Investasi Mahal
Studi ini menegaskan paradoks klasik: air yang terlalu murah justru membuat investasi infrastruktur menjadi mahal akibat inefisiensi, kebocoran, dan backlog pemeliharaan. Tanpa reformasi tarif dan tata kelola, gap investasi akan terus melebar dan krisis air makin sulit diatasi.
Kritik utama terhadap praktik saat ini adalah lemahnya political will untuk menaikkan tarif air secara rasional, serta kecenderungan mengorbankan pemeliharaan saat terjadi tekanan fiskal. Selain itu, ketergantungan pada dana hibah pusat membuat banyak kota tidak punya insentif untuk meningkatkan efisiensi dan inovasi.
Komparasi dengan Tren Global dan Industri
Kesimpulan: Menuju Ekosistem Air yang Efisien dan Berkelanjutan
Afrika Selatan menjadi cermin tantangan global dalam pembiayaan, efisiensi, dan pengelolaan infrastruktur air. Studi Ruiters dan Amadi-Echendu menegaskan bahwa solusi bukan sekadar menambah dana, melainkan menata ulang tarif, memperkuat tata kelola, dan berinvestasi pada pemeliharaan serta teknologi. Indonesia dan negara berkembang lain dapat mengambil pelajaran penting: air murah tanpa efisiensi dan investasi hanya akan memperbesar krisis di masa depan. Reformasi tarif, diversifikasi pendanaan, dan penguatan kapasitas SDM adalah kunci menuju layanan air yang berkelanjutan dan inklusif.
Sumber
Cornelius Ruiters, Joe Amadi-Echendu. (2022). Economic costs, efficiencies and challenges of investments in the provision of sustainable water infrastructure supply systems in South Africa. Journal of Infrastructure Asset Management, doi: 10.1680/jinam.21.00014.
Industri Kontruksi
Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat pada 25 September 2025
Mengapa Pelatihan Berbasis Kompetensi Menjadi Kunci Transformasi SDM Konstruksi?
Industri konstruksi Indonesia menghadapi tantangan berat di era digitalisasi dan persaingan global. Produktivitas proyek, kualitas hasil, dan keselamatan kerja sangat dipengaruhi oleh kompetensi tenaga kerja yang terlibat. Namun, realitas di lapangan menunjukkan masih rendahnya proporsi pekerja konstruksi bersertifikat hanya sekitar 7,4% dari total 8,3 juta pekerja pada 2018. Pemerintah merespons dengan menerbitkan regulasi pelatihan berbasis kompetensi dan mewajibkan sertifikasi melalui UU No. 2 Tahun 2017 serta Permen PUPR No. 24/PRT/M/2014. Namun, seberapa efektif pelatihan ini dalam meningkatkan kompetensi riil tenaga kerja?
Artikel ini mengulas secara kritis hasil penelitian Dwifitra Jumas, Vivi Ariani, dan Asrini (2021) yang mengevaluasi efektivitas pelatihan berbasis kompetensi untuk tenaga kerja konstruksi di Sumatera Barat menggunakan model Kirkpatrick. Dengan mengangkat studi kasus, data statistik, serta membandingkan dengan tren industri dan penelitian lain, artikel ini bertujuan memberikan insight strategis bagi pelaku industri, pembuat kebijakan, dan pembaca umum.
Latar Belakang: Tantangan Kompetensi dan Sertifikasi di Industri Konstruksi
Fakta Industri
Mengapa Kompetensi Penting?
Kerangka Evaluasi: Model Kirkpatrick dalam Mengukur Efektivitas Pelatihan
Empat Level Evaluasi Kirkpatrick
Model ini dipilih karena mampu mengevaluasi pelatihan secara holistik, dari persepsi awal hingga dampak riil di lapangan.
Studi Kasus: Evaluasi Pelatihan di Sumatera Barat (2017–2018)
Metodologi Penelitian
Profil Responden
Hasil Evaluasi: Efektivitas Pelatihan Berbasis Kompetensi
1. Level Reaction (Kepuasan Peserta)
2. Level Learning (Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan)
3. Level Behavior (Perubahan Perilaku di Tempat Kerja)
4. Level Results (Dampak Nyata di Lapangan)
Analisis Data dan Angka-Angka Kunci
Studi Kasus Lapangan: Tantangan dan Realitas Implementasi
Studi Kasus 1: Peserta Berpengalaman vs Peserta Baru
Studi Kasus 2: Dampak pada Produktivitas Proyek
Analisis Kritis: Kelebihan, Keterbatasan, dan Perbandingan dengan Penelitian Lain
Kelebihan Studi
Keterbatasan
Komparasi dengan Penelitian Lain
Implikasi Praktis dan Rekomendasi Strategis
1. Rekrutmen Peserta Berbasis Standar Kompetensi
2. Penguatan Kualitas Instruktur dan Materi
3. Integrasi Pelatihan dengan Proyek Nyata
4. Evaluasi dan Pembaruan Kurikulum
5. Insentif dan Pengakuan Industri
6. Monitoring dan Evaluasi Berkelanjutan
Tren Global: Digitalisasi, Lifelong Learning, dan Kolaborasi Industri
Opini dan Kritik: Pelatihan Bukan Sekadar Formalitas
Pelatihan berbasis kompetensi adalah fondasi penting untuk membangun SDM konstruksi yang produktif dan kompeten. Namun, tanpa seleksi peserta yang tepat, materi yang relevan, dan tindak lanjut di tempat kerja, pelatihan hanya akan menjadi formalitas administratif. Pemerintah dan industri harus berani mereformasi sistem pelatihan—dari sekadar memenuhi target kuantitas menjadi fokus pada kualitas dan dampak nyata di lapangan.
Kritik utama terhadap praktik saat ini adalah kurangnya sinergi antara lembaga pelatihan, perusahaan, dan asosiasi profesi. Selain itu, insentif bagi pekerja dan perusahaan yang aktif dalam pelatihan masih minim. Indonesia perlu belajar dari negara-negara yang sukses membangun ekosistem pelatihan berbasis kompetensi, di mana pelatihan, sertifikasi, dan pengakuan industri berjalan beriringan.
Kesimpulan: Menuju Ekosistem Pelatihan Konstruksi yang Efektif dan Berkelanjutan
Penelitian Jumas dkk. menegaskan bahwa efektivitas pelatihan berbasis kompetensi di sektor konstruksi masih perlu banyak perbaikan, baik dari sisi seleksi peserta, kualitas instruktur, relevansi materi, hingga tindak lanjut pasca pelatihan. Dengan reformasi sistem pelatihan, penguatan kolaborasi industri, dan adopsi teknologi digital, Indonesia dapat membangun SDM konstruksi yang tidak hanya kompeten di atas kertas, tetapi juga produktif dan adaptif di lapangan.
Sumber
Dwifitra Jumas, Vivi Ariani, Asrini. (2021). Effectiveness of Competency-Based Training for Construction Labor in West Sumatera. Jurnal Rekayasa Sipil, Vol. 17 No. 1, Maret 2021, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Andalas.
Bencana Alam
Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat pada 25 September 2025
Mengapa Transisi Kekeringan ke Banjir Jadi Sorotan Global?
Dalam beberapa tahun terakhir, dunia menyaksikan semakin banyak fenomena cuaca ekstrem yang melampaui aturan normal. Salah satu yang kian sering terjadi adalah transisi atau perubahan cepat dari kekeringan parah ke banjir besar, yang dikenal sebagai drought-to-flood transition. Dampaknya kompleks: dari kerugian ekonomi, rusaknya ekosistem, hingga korban jiwa.
Hal ini tak hanya menjadi isu global, tapi juga berdampak lokal di banyak tempat, mulai dari Eropa, Amerika, hingga Asia Tenggara. Sebuah studi yang dirilis oleh Anderson dkk. pada tahun 2025 mencoba menjawab pertanyaan mendasar: bagaimana kita mendefinisikan dan mendeteksi fenomena seperti ini secara akurat?
Artikel ini membahas secara mendalam temuan dari studi Anderson dkk., dan mengaitkannya dengan kondisi nyata, termasuk studi kasus dengan angka-angka relevan, serta menyertakan perspektif kritis untuk membuatnya berguna bagi perencana, ilmuwan, dan masyarakat umum.
Banjir Besar Setelah Kemarau Panjang: Realitas yang Mengerikan
Transisi dari kekeringan ke banjir bukan sekadar perubahan cuaca biasa. Di banyak wilayah, kejadian ini justru menjadi pemicu krisis besar. Misalnya, Italia mengalami periode kekeringan dari awal 2022 hingga Mei 2023. Pada saat itu, Sungai Po menyusut drastis dan banyak lahan pertanian gagal panen. Dampaknya, Italia mengalami kerugian ekonomi lebih dari 6 miliar euro hanya dari sektor pertanian dan industri air.
Namun belum usai pulih dari krisis air, wilayah Emilia-Romagna justru dihantam banjir besar pada awal Mei 2023. Hujan ekstrem menyebabkan sungai meluap dan menewaskan sedikitnya 17 orang, serta memicu lebih dari 400 tanah longsor. Transisi ini memperlihatkan betapa cepat dan destruktif satu peristiwa dapat berubah menjadi yang lainnya, ketika sistem alami tak lagi bisa meredam tekanan ekstrem akibat perubahan iklim.
Contoh serupa juga terjadi di Texas, Amerika Serikat. Awal tahun 2023, daerah Sungai Llano menghadapi kekeringan ekstrem selama berbulan-bulan. Tanah mengering, permintaan air melonjak, dan sistem irigasi kolaps. Namun pada akhir Oktober 2023, badai besar datang dan menyebabkan banjir bandang. Air meluap hingga ke jalan raya dan menenggelamkan sejumlah permukiman pinggiran. Transisi tersebut terjadi hanya dalam hitungan hari.
Masalah Utama: Sulitnya Mendeteksi dan Mendefinisikan Transisi
Salah satu kontribusi utama dari studi Anderson dkk. adalah menunjukkan bahwa definisi dan metode deteksi drought-to-flood transition saat ini masih bermasalah. Meski kasus-kasus transisi ekstrem sering terjadi, metode formal sering gagal mendeteksinya atau bahkan salah mengidentifikasi kejadian.
Masalahnya terletak pada tiga hal utama:
Studi Kasus Lintas Negara dan Penemuan Penting
Penulis menyertakan delapan kasus nyata di Eropa, Amerika, hingga Australia dan Chili. Beberapa contohnya menunjukkan hasil-hasil menarik:
Studi ini menunjukkan bahwa tidak ada satu pun metode deteksi yang bekerja optimal di semua jenis sungai atau iklim. Sebaliknya, pendekatan harus kontekstual, disesuaikan dengan karakter hidrologi lokal dan kebutuhan aplikasi (misalnya keperluan pengelolaan air, cuaca ekstrem, atau pertanian).
Bagaimana Seharusnya Kita Merespons? Rekomendasi Praktis dari Studi
Penulis menyarankan sejumlah langkah konkrit bagi peneliti, praktisi, dan pengambil kebijakan untuk memahami dan menghadapi fenomena ini secara lebih efektif:
Kritik dan Pandangan Tambahan
Salah satu kekuatan besar studi ini adalah keberaniannya untuk tidak mengklaim “solusi final”. Alih-alih, penulis justru mengungkap kerumitan definisi dan pentingnya penyesuaian metode secara dinamis. Namun, beberapa kekurangan tetap layak dicatat:
Apa Relevansinya Untuk Indonesia?
Dengan lokasi di zona tropis dan curah hujan yang tak menentu akibat perubahan iklim, Indonesia berisiko tinggi mengalami transisi jenis ini. Contoh tahun 2019 dan 2020 menunjukkan fluktuasi ekstrem dari musim kemarau panjang ke banjir mendadak. Kota-kota seperti Jakarta, Bandung, dan Makassar sudah punya pengalaman pahit soal curah hujan ekstrem setelah musim panas yang berkepanjangan.
Sayangnya, Indonesia masih kurang dalam hal data hidrologi resolusi tinggi dan sistem peringatan dini yang mampu mendeteksi dua ekstrem secara berurutan. Kajian seperti ini memberi landasan ilmiah yang kuat bagi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), BMKG, dan pemerintah daerah untuk membentuk sistem deteksi dan respons bencana yang lebih holistik.
Penutup dan Kesimpulan
Fenomena drought-to-flood transition bukan hanya istilah teknis, tetapi nyata di kehidupan sehari-hari. Ketika hujan ekstrem menggantikan kemarau panjang, masyarakat rentan terjebak dalam krisis beruntun tanpa jeda pemulihan. Studi Anderson dkk. memperingatkan bahwa tanpa pemahaman metodologis yang tepat, kita berisiko mengabaikan peringatan dini dan gagal mengelola kedua ekstrem ini secara terintegrasi.
Masa depan perencanaan bencana dan perubahan iklim menuntut pendekatan baru yang tidak hanya fokus pada satu bencana dalam satu waktu, tetapi pada transisi di antara keduanya. Indonesia dan dunia perlu segera merespons, sebelum siklus ekstrem ini menjadi norma yang menyakitkan.
Sumber:
Anderson, B. J., Muñoz-Castro, E., Tallaksen, L. M., Matano, A., Götte, J., Armitage, R., Magee, E., & Brunner, M. I. (2025). What is a drought-to-flood transition? Pitfalls and recommendations for defining consecutive hydrological extreme events.
Pendidikan Tinggi
Dipublikasikan oleh Raihan pada 25 September 2025
Dalam era digital saat ini, literasi informasi menjadi salah satu keterampilan inti bagi mahasiswa. Literasi informasi mencakup kemampuan untuk mencari, mengevaluasi, mengelola, dan menggunakan informasi secara efektif dari berbagai sumber. Keterampilan ini sangat krusial dalam pendidikan tinggi, terutama dalam mata kuliah yang menuntut mahasiswa untuk merancang, menganalisis, dan mempresentasikan rencana pembelajaran secara sistematis.
Penelitian ini berfokus pada pengaruh kemampuan literasi informasi terhadap hasil belajar mahasiswa pada mata kuliah Perencanaan Pembelajaran. Mata kuliah ini membutuhkan banyak referensi, baik teori pendidikan, kurikulum, maupun strategi pembelajaran, sehingga mahasiswa dituntut mampu mengakses sumber akademik yang valid.
Metodologi penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menyebarkan instrumen tes literasi informasi dan mengukur hasil belajar mahasiswa setelah mengikuti perkuliahan. Analisis statistik dilakukan untuk melihat korelasi antara tingkat literasi informasi dan capaian akademik.
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan: semakin tinggi kemampuan literasi informasi mahasiswa, semakin baik pula hasil belajarnya dalam mata kuliah Perencanaan Pembelajaran.
Sorotan Data Kuantitatif
Data ini mengindikasikan bahwa literasi informasi bukan sekadar keterampilan tambahan, melainkan faktor kunci dalam pencapaian hasil belajar yang optimal.
Kontribusi Utama terhadap Bidang
Penelitian ini mempertegas pentingnya literasi informasi dalam pendidikan tinggi, khususnya dalam konteks perencanaan pembelajaran:
Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka
Keterbatasan penelitian ini antara lain:
Pertanyaan terbuka yang muncul:
5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan
Ajakan Kolaboratif
Penelitian ini membuka peluang kolaborasi antara perguruan tinggi, perpustakaan digital, dan pengembang teknologi informasi pendidikan. Fakultas Ilmu Pendidikan UNJ, Perpustakaan Nasional RI, serta pengembang aplikasi akademik dapat bersinergi untuk merancang program literasi informasi yang lebih sistematis. Dengan kolaborasi ini, mahasiswa tidak hanya unggul dalam perencanaan pembelajaran, tetapi juga siap menghadapi tantangan akademik dan profesional di era informasi.
Baca Selengkapnya di: Pelita Sukma, T. C. (2020). BUKU PROSIDING SEMINAR PENELITIAN UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 2020 "Inovasi Pembangunan dalam Teknologi dan Pendidikan". Buku Prosiding SPKTS 2020 Jilid 1.
Teknologi Pendidikan
Dipublikasikan oleh Raihan pada 25 September 2025
Mata kuliah Hidrolika merupakan salah satu fondasi penting dalam pendidikan teknik sipil maupun pendidikan teknik bangunan. Konsep yang dipelajari meliputi aliran fluida, tekanan hidrostatik, debit, hingga hukum Bernoulli. Materi ini tergolong kompleks karena tidak hanya bersifat teoritis tetapi juga memerlukan keterampilan dalam melakukan analisis perhitungan yang detail. Sayangnya, metode pembelajaran konvensional seperti slide presentasi, buku teks, dan catatan manual sering dianggap kurang membantu mahasiswa dalam memahami konsep abstrak ini.
Penelitian ini hadir untuk menjawab permasalahan tersebut melalui analisis kebutuhan pengembangan media pembelajaran berbasis web. Peneliti berasumsi bahwa dengan memanfaatkan teknologi berbasis internet, mahasiswa dapat mengakses materi kapan pun dan di mana pun, serta memperoleh pengalaman belajar yang lebih interaktif.
Metodologi penelitian dilakukan dengan survei kuesioner yang diberikan kepada mahasiswa Program Studi Pendidikan Teknik Bangunan (PTB) Universitas Negeri Jakarta (UNJ) yang telah mengikuti mata kuliah Hidrolika. Kuesioner ini berisi pertanyaan mengenai kesulitan belajar, media yang paling membantu, serta harapan mahasiswa terhadap format pembelajaran digital.
Hasil survei memperlihatkan kecenderungan yang kuat: mahasiswa menginginkan media pembelajaran berbasis web yang lebih dinamis, dengan visualisasi animasi, simulasi interaktif, serta bank soal online. Sebagian besar responden menilai bahwa media konvensional tidak cukup memfasilitasi pemahaman materi yang sifatnya abstrak. Dengan media berbasis web, mereka berharap konsep aliran air, distribusi tekanan, dan perilaku fluida dapat divisualisasikan dengan cara yang lebih konkret.
Sorotan Data Kuantitatif
Data ini menegaskan bahwa kebutuhan akan media web bukan sekadar preferensi, tetapi tuntutan nyata dari mahasiswa untuk memperbaiki pengalaman belajar mereka.
Kontribusi Utama terhadap Bidang
Penelitian ini memiliki kontribusi penting dalam bidang pendidikan teknik, khususnya dalam pengembangan media pembelajaran digital. Ada tiga kontribusi utama:
Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka
Walaupun memberikan kontribusi yang kuat, penelitian ini juga memiliki beberapa keterbatasan:
Pertanyaan terbuka yang perlu dijawab penelitian lanjutan antara lain:
5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan
Ajakan Kolaboratif
Pengembangan media berbasis web pada mata kuliah Hidrolika membutuhkan sinergi antara akademisi, pengembang IT pendidikan, dan praktisi teknik sipil. Fakultas Teknik UNJ dapat menggandeng developer aplikasi edukasi, dosen hidrolika dari universitas lain (misalnya ITB, ITS), serta asosiasi profesional teknik sipil. Dengan kolaborasi tersebut, media berbasis web yang dihasilkan tidak hanya relevan untuk kebutuhan akademik, tetapi juga mampu mendukung standar pembelajaran industri teknik sipil yang modern.
Baca Selengkapnya di: Pelita Sukma, T. C. (2020). BUKU PROSIDING SEMINAR PENELITIAN UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 2020 "Inovasi Pembangunan dalam Teknologi dan Pendidikan". Buku Prosiding SPKTS 2020 Jilid 1.
Keselamatan Kerja
Dipublikasikan oleh Raihan pada 25 September 2025
Kecelakaan kerja tidak hanya terjadi di dunia industri, tetapi juga dalam kegiatan praktik di perguruan tinggi, terutama pada program studi teknik dan vokasi. Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor-faktor penyebab kecelakaan kerja di lingkungan pendidikan tinggi, dengan fokus pada kegiatan praktik di bengkel dan laboratorium.
Metodologi penelitian melibatkan observasi langsung serta penyebaran kuesioner kepada mahasiswa dan dosen pendamping. Analisis data menunjukkan bahwa kecelakaan kerja disebabkan oleh kombinasi faktor manusia (human error), faktor lingkungan, serta faktor manajemen keselamatan yang belum optimal.
Beberapa kasus kecelakaan ringan seperti luka gores, terjepit peralatan, hingga terpeleset sering dilaporkan. Penyebab utama antara lain:
Sorotan Data:
Kontribusi Utama terhadap Bidang
Penelitian ini memperkaya literatur tentang keselamatan kerja di pendidikan tinggi, sebuah area yang sering terabaikan karena fokus keselamatan lebih banyak diberikan pada dunia industri. Studi ini menunjukkan bahwa perguruan tinggi perlu mengadopsi standar keselamatan industri dalam pembelajaran praktik agar mahasiswa terbiasa dengan budaya kerja aman sejak dini.
Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka
Pertanyaan terbuka: Bagaimana strategi pelatihan keselamatan yang paling efektif untuk mahasiswa teknik? Apakah integrasi teknologi digital (misalnya modul e-safety atau simulasi VR) dapat menurunkan angka kecelakaan?
5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan
Ajakan Kolaboratif
Penelitian lebih lanjut sebaiknya melibatkan Fakultas Teknik UNJ, politeknik, serta lembaga keselamatan kerja seperti Kementerian Ketenagakerjaan atau BPJS Ketenagakerjaan, agar strategi pencegahan kecelakaan benar-benar sesuai standar industri.
Baca Selengkapnya di: Pelita Sukma, T. C. (2020). BUKU PROSIDING SEMINAR PENELITIAN UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 2020 "Inovasi Pembangunan dalam Teknologi dan Pendidikan". Buku Prosiding SPKTS 2020 Jilid 1.