Pengelolaan Air
Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 26 Mei 2025
Mengapa Integrasi IWRM dan Tata Guna Lahan Jadi Kunci Masa Depan?
Di tengah eskalasi krisis iklim, urbanisasi cepat, dan degradasi lingkungan, kolaborasi antar sektor tak lagi opsional. Salah satu pendekatan yang tengah naik daun adalah integrasi strategi pengelolaan sumber daya air (water resources management/WRM) ke dalam perencanaan tata guna lahan. Artikel dari Kalogiannidis et al. (2023) yang terbit di Sustainability menyodorkan kajian kuantitatif dari Yunani yang membuktikan bahwa sinergi antara WRM dan land use planning berkontribusi signifikan terhadap konservasi lingkungan.
IWRM dan Tata Guna Lahan: Dua Dunia yang Saling Bertaut
Secara historis, pengelolaan air dan perencanaan lahan kerap berjalan sendiri-sendiri. Namun dalam konteks modern, keduanya adalah sisi dari mata uang yang sama:
Kalogiannidis et al. menyoroti bahwa pengambilan keputusan yang terfragmentasi memperparah degradasi lingkungan. Mereka mendorong pendekatan lintas sektor untuk menciptakan kebijakan yang lebih tangguh dan adil.
Studi Kasus: Yunani sebagai Laboratorium Kebijakan
Penelitian ini mengambil sampel 278 ahli lingkungan di Yunani melalui survei daring, lalu dianalisis dengan regresi menggunakan SPSS. Hasil utamanya:
Nilai Tambah: Membaca Tren Lebih Luas
A. Relevansi Global
Dari California hingga Jakarta, pendekatan terintegrasi mulai jadi norma baru. Contoh:
B. Tantangan Nyata
Meski secara teoritis sinergi WRM dan perencanaan lahan ideal, ada banyak batu sandungan:
Studi Kalogiannidis et al. menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki >10 tahun pengalaman, menambah bobot validitasnya. Namun, generalisasi global perlu hati-hati karena konteks sosial-politik tiap negara berbeda.
C. Kritik dan Peluang Perbaikan
Rekomendasi Strategis
Untuk Pembuat Kebijakan
Untuk Industri & Komunitas
Kesimpulan: Menuju Perencanaan Ruang yang Berkelanjutan
Integrasi strategi WRM ke dalam tata guna lahan bukan sekadar jargon akademik, tapi kunci praktis untuk masa depan yang tangguh iklim. Studi Kalogiannidis et al. membuktikan adanya hubungan nyata antara kebijakan spasial dan kualitas lingkungan. Namun implementasi tak boleh setengah hati. Butuh kepemimpinan kolaboratif, pembiayaan adaptif, dan teknologi pendukung agar visi ini benar-benar terwujud.
Sumber: Kalogiannidis, S., Kalfas, D., Giannarakis, G., & Paschalidou, M. (2023). Integration of water resources management strategies in land use planning towards environmental conservation. Sustainability, 15(21), 15242
Manajemen Air
Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 26 Mei 2025
Memahami IWRM Lewat Lensa Jaringan Kebijakan
Integrated Water Resources Management (IWRM) telah lama diusung sebagai pendekatan ideal dalam pengelolaan air global. Namun, dalam praktiknya, implementasi IWRM di negara-negara berkembang kerap tertatih, termasuk di Bangladesh. Dalam disertasinya, Ubaydur Rahaman Siddiki (2022) mengusulkan pendekatan inovatif dengan memanfaatkan Policy Network Analysis (PNA) sebagai alat bedah untuk menilai bagaimana kebijakan dan proyek air dibentuk, diterapkan, dan—sering kali—gagal. Artikel ini meresensi dan memperluas tesis Siddiki dalam bahasa yang komunikatif, memperkaya dengan studi kasus dan tren global, serta menawarkan opini kritis yang membumi.
IWRM: Konsep Global, Tantangan Lokal
IWRM, menurut definisi Global Water Partnership (2000), adalah proses yang mempromosikan pengelolaan dan pengembangan air, tanah, dan sumber daya lainnya secara terkoordinasi untuk memaksimalkan kesejahteraan ekonomi dan sosial tanpa mengorbankan keberlanjutan ekosistem vital. Di atas kertas, IWRM menjanjikan harmoni. Namun dalam praktiknya, khususnya di Bangladesh:
Policy Network Analysis: Membongkar Simpul Masalah
Siddiki mengangkat PNA sebagai alat diagnosis kebijakan yang melihat:
Temuan Utama:
Studi Kasus: Proyek WMIP sebagai Cermin Kerapuhan Sistem
WMIP adalah proyek besar yang didanai ADB dan Bank Dunia, ditujukan untuk mereformasi kelembagaan air di Bangladesh. Namun:
Kritik tambahan: WMIP mencerminkan bias top-down yang masih kental dalam proyek air, yang seringkali mengabaikan indigenous knowledge atau praktik lokal.
Menghubungkan dengan Praktik Global: Apa yang Bisa Dipelajari?
Indonesia
Kasus Indonesia dalam menangani penurunan muka tanah di Jakarta juga mencerminkan pentingnya kolaborasi antarlembaga dan partisipasi warga. Tanpa data spasial terbuka dan mekanisme feedback dari masyarakat, kebijakan larangan sumur bor tidak efektif.
Iran (Danau Urmia)
Restorasi danau Urmia melibatkan model hidrologi partisipatif dan monitoring satelit. Bangladesh bisa belajar dari bagaimana integrasi sains dan partisipasi masyarakat dapat menjadi dasar kebijakan.
Menuju Solusi: Rekomendasi Kunci
Dampak Praktis dan Industri
Kritik Akademik dan Potensi Lanjutan
Meskipun komprehensif, penelitian ini masih fokus pada dua kasus (Water Act dan WMIP). Akan lebih kuat bila diperluas ke wilayah lain seperti Chittagong atau permukiman pesisir. Selain itu, pendekatan PNA bisa digabungkan dengan metode kuantitatif seperti Social Network Analysis (SNA) untuk menghasilkan peta interaksi yang lebih konkret.
Kesimpulan: IWRM Tak Cukup Hanya "Terintegrasi" di Atas Kertas
Siddiki berhasil membedah kenapa IWRM seringkali gagal bukan karena niat, melainkan karena desain kebijakan yang eksklusif, jaringan aktor yang timpang, serta implementasi yang tidak konsisten. Melalui PNA, ia menunjukkan bahwa solusi ada di balik interaksi manusia, bukan hanya dalam dokumen strategis.
Bottom line: Reformasi kebijakan air harus mulai dari "jaringan," bukan hanya "peraturan."
Sumber: Siddiki, U. R. (2022). Understanding Integrated Water Resources Management using Policy Network Analysis: Implications for Bangladesh. University of Canberra.
Kualitas Air
Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 26 Mei 2025
Krisis Air Bukan Sekadar Isu Ghana
Ketersediaan air bersih menjadi ancaman global, dan Ghana bukan pengecualian. Artikel "Review of Ghana’s Water Resources: The Quality and Management with Particular Focus on Freshwater Resources" oleh Yeleliere, Cobbina, dan Duwiejuah (2018) merupakan tinjauan komprehensif terhadap kualitas air tawar dan upaya manajerial yang diterapkan di Ghana. Resensi ini akan menyajikan rangkuman mendalam, kritik, dan perluasan wawasan dengan studi kasus serta keterkaitannya dengan pendekatan IWRM global.
Gambaran Umum Sumber Daya Air di Ghana
Ghana memiliki tiga sistem sungai utama: Volta (70% wilayah), South-Western (22%), dan Coastal (8%). Ditambah danau alami seperti Bosumtwi dan bendungan besar seperti Akosombo dan Bui, Ghana memiliki potensi sumber air signifikan. Namun kualitas dan kuantitas air terus menurun akibat pertumbuhan penduduk, aktivitas pertambangan ilegal (galamsey), dan perubahan iklim.
Fakta Penting:
Kualitas Air: Tinjauan Fisika, Kimia, dan Biologi
Parameter Fisik
Air permukaan menunjukkan tingkat kekeruhan (turbiditas) dan warna melebihi standar WHO. Misalnya, studi Densu Basin mencatat turbidity mencapai 54 NTU (standar WHO: 5 NTU).
Parameter Kimia
Parameter Biologis
Polusi Air: Dari Sungai ke Krisis Nasional
Kasus River Pra, Daboase, dan Ankobra menunjukkan degradasi air akibat penambangan dan pertanian. Di Eastern Region, pencemaran membuat instalasi pengolahan air terpaksa ditutup. Korle Lagoon di Accra menjadi contoh buruk eutrofikasi akibat limbah domestik dan industri.
Mekanisme Pengelolaan Air: Tradisional, Hukum, dan Terpadu
Pendekatan Tradisional
Air dikelola melalui hukum adat oleh kepala suku dan dukun. Ada larangan aktivitas tertentu di hari tertentu dan sanksi sosial bagi pelanggar. Meskipun efektif di masa lalu, kekuatan hukum adat kini melemah.
Pendekatan Hukum
Melalui Water Resources Commission Act 1996 dan berbagai regulasi (LI 1692, LI 1827, LI 2236), Ghana mengatur penggunaan air. Namun, implementasinya lemah.
Integrated Water Resources Management (IWRM)
IWRM mendorong koordinasi lintas sektor untuk efisiensi, kesetaraan, dan keberlanjutan. Ghana telah menyusun Rencana IWRM Nasional sejak 2012, dengan partisipasi masyarakat melalui organisasi lokal dan NGO. Namun pendekatan top-down masih dominan.
Tantangan Nyata di Lapangan
Jalan Keluar: Rekomendasi Praktis
Komparasi dengan Negara Lain
Kesimpulan: Air Tawar Ghana di Persimpangan
Ghana telah membuat kemajuan signifikan melalui regulasi dan rencana IWRM. Namun, tanpa penegakan yang kuat, partisipasi masyarakat, dan integrasi kearifan lokal, keberlanjutan air bersih akan tetap menjadi mimpi. Pengalaman Ghana mencerminkan tantangan umum negara berkembang dalam mengelola sumber daya air secara adil dan berkelanjutan.
Sumber: Yeleliere, E., Cobbina, S. J., & Duwiejuah, A. B. (2018). Review of Ghana’s water resources: the quality and management with particular focus on freshwater resources. Applied Water Science, 8, 93.
Interaksi Air
Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 26 Mei 2025
Mengapa Interaksi Air Permukaan dan Air Tanah pada Skala Regional Itu Penting?
Dalam konteks perubahan iklim dan tekanan populasi global, pemahaman terhadap interaksi antara air permukaan dan air tanah (groundwater-surface water/GW-SW) pada skala regional semakin mendesak. Makalah karya Roland Barthel dan Stefan Banzhaf (2015) meninjau secara komprehensif tantangan dan potensi pendekatan terintegrasi dalam memodelkan interaksi GW-SW pada wilayah berskala 1.000–100.000 km². Resensi ini membedah temuan tersebut, memperkaya dengan kritik, studi kasus tambahan, serta mengaitkannya dengan implementasi praktis di Indonesia dan negara berkembang lainnya.
Skala Itu Penting: Dari Titik ke Kawasan
Titik dan Lokal: Tingkat Mikroskopik
Pada skala titik, hukum fisika seperti Hukum Darcy masih bisa diaplikasikan langsung. Namun data terbatas hanya di area sangat sempit dan cenderung tak dapat merepresentasikan keseluruhan akuifer.
Sub-DAS dan DAS Kecil
Di sinilah agregasi dimulai: beberapa sungai, beberapa akuifer, dan berbagai pola aliran permukaan mulai berinteraksi. Model pada tahap ini harus mampu mengatasi heterogenitas geologi dan tata guna lahan.
Skala Regional: Kompleksitas Eksponensial
Ketika masuk ke wilayah >10.000 km² seperti Citarum atau DAS Bengawan Solo, interaksi antar-sistem jadi sangat kompleks. Geologi karst, transfer air lintas wilayah, dan infrastruktur buatan membuat model semakin tak linier. Barthel dan Banzhaf menyoroti bahwa di skala ini, data seringkali tambal sulam, inkonsisten antar instansi, dan terfragmentasi secara spasial dan temporal.
Kritik terhadap Literatur Eksisting
Bias Skala Kecil
Mayoritas literatur GW-SW fokus pada skala lokal atau hiporeik (zona dekat saluran sungai). Barthel menunjukkan hanya segelintir studi (misalnya proyek Murray-Darling Basin oleh CSIRO) yang benar-benar memodelkan interaksi di skala regional.
Publikasi Tertutup
Banyak model besar tidak pernah masuk jurnal ilmiah karena terlalu kompleks atau terlalu "pragmatis" untuk direplikasi. Ini menyulitkan evaluasi silang antar metode.
Data dan Validasi
Model fisik canggih seperti ParFlow atau HydroGeoSphere menjanjikan, tetapi membutuhkan data sangat detail yang jarang tersedia di negara berkembang. Alhasil, pendekatan "loosely coupled" (menggabungkan dua model yang berbeda) seperti MODFLOW + SWAT lebih sering digunakan meski punya keterbatasan akurasi interaksi dinamis GW-SW.
Studi Kasus Tambahan: Pembelajaran Global
Jerman (Neckar Basin)
Model DANUBIA mengintegrasikan data klimatologi, sosial, dan hidrogeologi di wilayah 77.000 km². Namun hanya satu skema model digunakan, menyulitkan perbandingan efektivitas antar pendekatan.
California (Central Valley)
IWFM menggabungkan manajemen permukaan dan air tanah di wilayah 51.000 km². Keunggulan: dirancang untuk kebutuhan pengambilan keputusan real-time oleh pemerintah.
Tiongkok (North China Plain)
MIKE SHE digunakan pada wilayah 140.000 km², namun dengan asumsi catchment tertutup yang tidak selalu realistis di lapangan.
Relevansi untuk Indonesia
Kesimpulan: Membangun Jembatan antara Akuifer dan Sungai
Barthel dan Banzhaf menyampaikan kritik jujur terhadap stagnasi penelitian GW-SW skala regional. Mereka menyerukan agar pendekatan tidak hanya teknis, tetapi juga sistemik dan partisipatif. Dalam konteks Indonesia, urgensi ini berlipat ganda karena keterbatasan data, tekanan populasi, dan perubahan tata guna lahan.
Artikel ini menegaskan bahwa pengelolaan air terintegrasi tidak bisa hanya mengandalkan satu disiplin atau satu skala, melainkan butuh sinergi spasial, institusional, dan teknologi yang konkret.
Sumber: Barthel, R., & Banzhaf, S. (2015). Groundwater and Surface Water Interaction at the Regional-scale – A Review with Focus on Regional Integrated Models. Water Resources Management, 30, 1–32.
Sumber Air
Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 26 Mei 2025
Mengapa Resensi Itu Penting?
Krisis udara tidak lagi sekadar statistik: 42 % penduduk dunia kini hidup di daerah bertekanan tinggi, dan angka itu diperkirakan melonjak 10 poin dalam dekade mendatang. Di tengah urgensi tersebut, konsep Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu (IWRM) digadang-gadang sebagai obat mujarab—namun kenyataan banyak kesulitan negara mengubah jargon “integrasi” menjadi panduan operasional. Kertas Kenji Nagata dkk. (2022) menawarkan jawaban dengan pendekatan Practical IWRM , dan tulisan ini menguliti temuan mereka, menambah data terbaru, hingga menyoroti peluang penerapannya di Indonesia serta Global South.
IWRM: Ide Besar, Eksekusi Rumit
Sejak diluncurkannya Global Water Partnership pada tahun 2000, definisi IWRM—koordinasi udara, lahan, dan ekosistem demi kesejahteraan tanpa merusak alam—terdengar indah. Tapi pejabat lapangan kerap bingung memecahnya menjadi Rencana Kerja. Kegagalan bedung Wonogiri menahan sedimentasi, atau kemelut alokasi air Citarum, adalah bukti jargon tak cukup.
Menyigi “IWRM Praktis”
Nagata dkk. meracik kerangka tiga pilar:
Kerangka ini diuji di Sudan, Bolivia, Indonesia, dan Iran—empat lokasi dengan iklim, politik, dan kultur beragam. Hasilnya, setiap studi kasus paparan penurunan konflik sekaligus peningkatan transparansi data.
Studi Kasus: Data, Analisis, dan Pelajaran
1. Sudan—Cekungan Bara
2. Bolivia—Cochabamba
3. Indonesia—Jakarta Utara
4. Iran—Danau Urmia
Merajut Teori dan Praktik: Analisis Kritis
Implikasinya bagi Indonesia & Global Selatan
Kemenangan Cepat untuk Nusantara
Tren Industri & Start-Up
Kesimpulan: IWRM sebagai Proses, Bukan Proyek
Nagata dkk. membuktikan bahwa integrasi udara lebih mirip maraton daripada sprint. Mereka menawarkan resep seragam, melainkan toolkit adaptif: data objektif, kemitraan setara, siklus cepat. Empat studi kasus menunjukkan model ini:
Dengan kata lain, Praktis IWRM menegaskan kembali kenyataan: air bukan hanya soal pipa dan waduk, melainkan perjalanan kolektif lintas generasi yang menuntut kesabaran, transparansi, dan inovasi.
Daftar Pustaka
Biswas, AK (2008). Arah terkini: Pengelolaan sumber daya air terpadu—pandangan kedua. Water International , 33(3), 274-278.
Sumber Air
Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 26 Mei 2025
Mengapa “Praktikal IWRM” Penting Sekarang?
Lonjakan populasi, urbanisasi, dan iklim ekstrem membuat konflik air kian kompleks. Konsep Integrated Water Resources Management (IWRM) sudah diakui secara global, namun pertanyaannya: bagaimana menjalankannya di lapangan? Paper Kenji Nagata dkk. (2022) menjawab lewat pendekatan Practical IWRM—formula konkrit yang teruji di Sudan, Bolivia, Indonesia, dan Iran. Artikel ini mengulas temuan tersebut, menambahkan data terbaru, kritik, serta peluang implementasi di Indonesia dan kawasan Global South.
Dari Definisi Abstrak ke Aksi Nyata
IWRM—Konsep Besar, Eksekusi Sulit
Practical IWRM—Tiga Pilar Aksi
Pendekatan ini berfokus pada konsensus sosial sebagai inti IWRM, bukan sekadar infrastruktur.
Studi Kasus & Insight Tambahan
Sudan – Air Tanah Bara Basin: Menjaga “Tabungan” di Gurun
Opini: Tanpa skema tarif air tanah progresif dan pembatasan sumur irigasi, council baru riskan jadi “macan kertas”.
Bolivia – Cochabamba: Dari “Water War” ke Dialog
Indonesia – Jakarta: Kota Raksasa yang Terus Tenggelam
Iran – Danau Urmia: Menyelamatkan Laut Garam yang Sekarat
Analisis Kritis & Perbandingan Penelitian Lain
Rekomendasi Praktis bagi Pembuat Kebijakan
Dampak Industri & Tren Masa Depan
Kesimpulan – IWRM sebagai “Proses”, Bukan “Proyek”
Paper Nagata dkk. memecah kebuntuan IWRM dengan resep Practical. Kuncinya: (1) data objektif, (2) kemitraan setara, (3) siklus pembelajaran cepat. Keberhasilan awal di empat negara menunjukkan model ini skalabel, meski perlu penyesuaian kebijakan fiskal dan jaminan keadilan sosial.
Bottom line: Integrasi sumber daya air bukan tujuan akhir, melainkan perjalanan kolektif lintas generasi.
Sumber: Nagata, K., Shoji, I., Arima, T., Otsuka, T., Kato, K., Matsubayashi, M., & Omura, M. (2022). Practicality of integrated water resources management (IWRM) in different contexts. International Journal of Water Resources Development, 38(5), 897-919.