Pendidikan & Bahasa
Dipublikasikan oleh Melchior Celtic pada 25 September 2025
Banyak dari kita pernah membaca abstrak skripsi yang terasa “nanggung”: memuat latar belakang dan hasil penelitian, tapi lupa menuliskan bagian pembahasan. Dulu, waktu aku menyelesaikan skripsi, menulis abstrak itu seperti merangkum film panjang ke dalam tweet – harus singkat tetapi tetap komplit. Salah satu prinsip penulisan abstrak yang sering diajarkan adalah penggunaan kerangka IMRaD (Introduction, Methods, Results, Discussion). IMRaD memang sudah lama diakui sebagai kerangka baku untuk tulisan ilmiah yang membantu pembaca cepat memahami isi penelitian[1]. Nah, penelitian terbaru oleh Pangesti cs. (2023) mencoba mengecek seberapa konsisten mahasiswa menerapkan keempat bagian IMRaD tersebut di abstrak skripsi mereka[2].
Studi Ini Mengubah Cara Kita Membaca Abstrak
Penelitian ini mengambil 77 abstrak skripsi lulusan 2019 dari sebuah universitas swasta di Indonesia (diacak dari 326 total)[3]. Tim peneliti kemudian menelusuri keberadaan setiap komponen IMRaD di masing-masing abstrak. Hasilnya mengejutkan! Berikut garis besar temuan mereka:
🚨 Data di atas jelas menarik: hampir semua mahasiswa menyadari pentingnya menulis latar belakang dan hasil penelitian, tapi sebagian besar seakan mengabaikan ringkasan diskusi di akhir abstrak. Padahal, penulis studi ini menekankan bahwa bagian Diskusi di abstrak memungkinkan interpretasi dan analisis hasil penelitian, serta memberi wawasan tentang arti temuan mereka[8]. Bayangkan saja, kamu baca sebuah abstrak lengkap dengan metodologi dan angka-angka, tapi tanpa kesimpulan ataupun konteks, terasa kurang puas, kan?
Apa yang Bikin Saya Mengernyit
Proporsi 40% saja untuk bagian diskusi benar-benar bikin geleng-geleng kepala saya. Part Diskusi di abstrak itu ibarat garam di masakan – tanpa itu, rasa penelitiannya kurang ‘nendang’. Saya ingat dulu, guru saya mengajarkan: abstrak itu bukan cuma apa yang kita kerjakan (metode/hasil), tapi juga kenapa temuan itu penting (diskusi). Fakta bahwa mayoritas abstrak skripsi tidak menyertakan Diskusi berlawanan dengan intuisi ini[7][8].
Tentu peneliti Pangesti cs. juga memberikan konteks: mereka menyimpulkan perlu ada intervensi agar mahasiswa lebih paham penulisan abstrak IMRaD. Dosen dan institusi harus memberi bimbingan dan dukungan lebih kuat tentang bagaimana merangkum dan membahas temuan riset di abstrak[9]. Misalnya, dengan latihan khusus atau umpan balik rutin pada draft abstrak, mahasiswa bisa belajar pentingnya setiap bagian IMRaD. Saya setuju, karena dalam jangka panjang, hal ini akan melatih kemampuan komunikasi riset mahasiswa.
Meski begitu, kita perlu ingat bahwa studi ini memiliki keterbatasan. Data abstrak yang dianalisis hanya berasal dari satu universitas swasta (lulusan 2019)[3]. Bisa jadi di perguruan tinggi lain atau jurusan berbeda, pola penulisan abstraknya berubah. Misalnya di fakultas teknik mungkin sudah terbiasa dengan diskusi singkat di abstrak, sedangkan di jurusan seni atau sastra, formatnya bisa berbeda. Jadi, meski temuan ini menarik, analisisnya masih cukup terbatas dalam konteks tertentu.
Dampak Nyata yang Bisa Saya Terapkan Hari Ini
Temuan ini membuat saya berpikir dua kali soal cara menulis abstrak sendiri. Mulai sekarang, saya akan lebih hati-hati memastikan “alur cerita” abstrak itu lengkap: pendahuluan, metode, hasil, dan diskusi. Lagipula, penambahan satu kalimat diskusi yang mencerahkan pembaca soal mengapa hasil tersebut penting tidak akan membuat abstrak jadi terlalu panjang.
Sebagai aksi nyata, kalau saya jadi pembimbing skripsi, saya akan mengingatkan mahasiswa untuk selalu menyertakan poin diskusi singkat: Apa artinya temuan mereka, dan apa implikasinya? Bagi yang ingin meningkatkan keterampilan menulis ilmiah atau metodologi riset, ada banyak sumber online. Misalnya, platform kursus seperti DiklatKerja menyediakan berbagai online course (meski banyaknya di bidang teknik dan manajemen), namun pengetahuan statistik, data, dan metodologi yang mereka tawarkan bisa berguna untuk meningkatkan pemahaman riset secara umum. Dengan begitu, kita bisa terhindar dari abstrak yang “setengah matang”.
Kalau kamu tertarik dengan pembahasan ini, coba baca paper aslinya di sini. Siapa tahu setelah baca langsung, kamu punya perspektif baru soal abstrak skripsi kamu sendiri!
Pendidikan Teknik Bangunan
Dipublikasikan oleh Raihan pada 25 September 2025
Penelitian ini membahas implementasi Project Based Learning (PjBL) pada mata kuliah Menggambar Teknik Bangunan. Mata kuliah ini dianggap krusial karena membekali mahasiswa dengan keterampilan dasar dalam merancang dan menyusun gambar bangunan sesuai standar teknis. Sayangnya, metode pengajaran tradisional sering kali menekankan teori, dengan hasil berupa pemahaman pasif, sementara keterampilan nyata mahasiswa dalam menggambar teknik belum berkembang optimal.
Untuk menjawab tantangan tersebut, peneliti menerapkan model PjBL, di mana mahasiswa tidak hanya menerima penjelasan dari dosen, tetapi aktif mengerjakan proyek nyata berupa gambar bangunan sederhana. Mahasiswa dibagi ke dalam kelompok kecil yang masing-masing bertanggung jawab menyelesaikan bagian tertentu dari proyek, mulai dari denah, potongan, tampak, hingga detail konstruksi.
Proses pembelajaran berlangsung dalam beberapa tahap:
Metode ini memungkinkan mahasiswa mengalami proses belajar yang lebih aktif, partisipatif, dan kolaboratif. Hasil observasi kelas serta angket menunjukkan adanya peningkatan signifikan dalam motivasi dan partisipasi mahasiswa. Sebagian besar mahasiswa melaporkan bahwa PjBL membuat mereka merasa lebih tertantang, sekaligus lebih mudah memahami materi dibandingkan metode ceramah tradisional.
Sorotan Data Kuantitatif
Kontribusi Utama terhadap Bidang
Kontribusi terbesar penelitian ini adalah membuktikan bahwa penerapan PjBL dalam pembelajaran menggambar teknik bangunan mampu meningkatkan keterampilan praktis sekaligus sikap profesional mahasiswa. Ada tiga poin utama:
Dengan demikian, penelitian ini tidak hanya memberikan kontribusi pada metode pembelajaran, tetapi juga membangun dasar yang lebih relevan antara pendidikan vokasi dan kebutuhan lapangan.
Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka
Meski hasil penelitian ini positif, terdapat beberapa keterbatasan:
Pertanyaan terbuka yang muncul antara lain:
5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan
Ajakan Kolaboratif
Penelitian ini membuka peluang kolaborasi yang luas. Fakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dapat bekerja sama dengan politeknik dan fakultas teknik di universitas lain, seperti ITS, ITB, atau UNY, untuk memperluas implementasi PjBL. Industri konstruksi juga dapat dilibatkan sebagai mitra, misalnya dengan memberikan studi kasus nyata atau menjadi penguji eksternal. Dengan kolaborasi lintas institusi dan dukungan industri, model PjBL tidak hanya meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas, tetapi juga mencetak lulusan yang siap menghadapi kompleksitas dunia konstruksi.
Baca Selengkapnya di: Pelita Sukma, T. C. (2020). BUKU PROSIDING SEMINAR PENELITIAN UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 2020 "Inovasi Pembangunan dalam Teknologi dan Pendidikan". Buku Prosiding SPKTS 2020 Jilid 1.