Asosiasi Profesi

Ikatan Surveyor Indonesia

Dipublikasikan oleh Nurul Aeni Azizah Sari pada 01 Juli 2024


Ikatan Surveyor Indonesia (ISI) (Indonesian Surveyors Association) adalah asosiasi profesi bidang survei dan pemetaan yang didirikan pada tahun 1972. ISI berperan aktif dalam pengembangan profesi surveyor di Indonesia dan mendukung peran profesi surveyor dalam pembangunan nasional. Sampai dengan hari ini, tercatat lebih dari 6500 surveyor menjadi anggota ISI, dengan sebaran komisariat wilayah di 11 provinsi di seluruh Indonesia.

ISI menjadi satu-satunya asosiasi profesi di bidang survei dan pemetaan di Indonesia yang merupakan anggota dari Federasi Surveyor Internasional dan The ASEAN Federation of Land Surveying and Geomatics (ASEAN FLAG) atau Federasi Asosiasi Profesi Surveyor tingkat Asia Tenggara.

Sejak tahun 2017 ISI membentuk Lembaga Sertifikasi Profesi ISI (LSP) yang terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN), berlisensi Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) pranala nonaktif permanen, dan juga merupakan mitra dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK). LSP ini merupakan bagian dari upaya ISI untuk menciptakan sumber daya manusia di bidang survey dan pemetaan yang kompeten. ISI mengharapkan terciptanya One Certificate Policy, dimana satu sertifikat profesi surveyor dapat berlaku seluruh Kementerian/Lembaga.

Domisili

ISI berkantor di Ibu kota Negara Republik Indonesia, dengan alamat Wisma Angsana Unit U, Jl. Rawajati Timur No. 1 Pejaten Timur, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Jakarta 12510, Indonesia

Ruang Lingkup Kegiatan

[ISI] Surveyor adalah orang perorangan yang mempunyai pendidikan Survey & Pemetaan yang melakukan kegiatan pengadaan Data Geospasial serta data lainnya dengan cara pengambilan langsung di lapangan guna memenuhi kebutuhan pembangunan Informasi Geospasial.

Ruang lingkup kegiatan Surveyor :

  1. Survey Terestris untuk pembuatan peta wilayah (Ilmu ukur wilayah )
  2. Survey Hidrogafi
  3. Survey Foto Udara
  4. Survey Citra Satelit
  5. Survey Kadasteral
  6. Sistem Informasi Geografis (GIS)

Pengurus ISI

Kepengurusan ISI terdiri dari :

  • Pengurus Pusat
  • Dewan Etik
  • Pengurus Komisariat Wilayah

Pengurus Pusat ISI saat ini dipimpin oleh Viviani Suhar sejak 27 Oktober 2021, dengan Wakil Ketua Umum I Sofan Prihadi, Wakil Ketua Umum II Taufik Kusetyohadi, Wakil Ketua Umum III Moh. Masykur, Sekretaris Jenderal Amri Chatib dan Bendahara Umum Gilang Wirata

Sejarah Kepemimpinan

  • 2021-sekarang Viviani Suhar
  • 2017-2020 Virgo Eresta Jaya
  • 2014-2017 Virgo Eresta Jaya
  • 2011-2014 Budi Andono Soehandi
  • 2008-2011 Wenny Rusmawar Idrus
  • 2005-2008 Benny
  • 2002-2005 Sobar Sutisna
  • 1999-2002 Kurdinanto Sarah
  • 1996-1999 Rizal Anshari
  • 1993-1996 R.W. Matindas
  • 1990-1993 Paul Suharto
  • 1987-1990 Paul Suharto
  • 1984-1987 Tranggono
  • 1981-1984 Pranoto Asmoro
  • 1978-1981 Pranoto Asmoro
  • 1975-1978 Soekotjo Tjokrosoewarno
  • 1972-1975 Soekotjo Tjokrosoewarno

Continuing Professional Development (CPD)

Continuing Professional Development atau Pengembangan Profesional Berkelanjutan adalah cara yang profesional  untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan dalam pekerjaan. Pencapaian CPD harus melibatkan pendekatan terstruktur untuk belajar yang  meliputi pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman praktis. CPD penting untuk :

  1. Meningkatkan kompetensi profesional Anggota baik keuntungan sendiri, klien, pengusaha dan masyarakat umum
  2. Mempertahankan kompetensi Anggota secara profesional
  3. Mematuhi peraturan yang berlaku di bidang profesi surveying
  4. Memperoleh pengetahuan yang diperlukan untuk bidang bisnis lainnya
  5. Memperoleh keterampilan yang dibutuhkan untuk promosi , seperti keahlian manajemen
  6. Meningkatkan perkembangan keahlian dan pengetahuan anggota serta kemajuan teknologi  dibidang surveying

Komisariat Wilayah

Sampai saat ini ISI telah mempunyai komisariat wilayah di 11 provinsi di seluruh Indonesia

1. Komisariat Wilayah Jawa Barat

2. Komisariat Wilayah Jawa Tengah

3. Komisariat Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta

4. Komisariat Wilayah Jawa Timur

5. Komisariat Wilayah Sumatera Barat

6. Komisariat Wilayah Riau

7. Komisariat Wilayah Kepulauan Riau

8. Komisariat Wilayah Kalimantan Timur

9. Komisariat Wilayah Lampung

10. Komisariat Wilayah Sumatra Utara

11. Komisariat Wilayah Bali

Sumber artikel: id.wikipedia.org

Selengkapnya
Ikatan Surveyor Indonesia

Pertanian

Smart Greenhouse: Inovasi Pertanian Era Digital 4.0

Dipublikasikan oleh Nadia Pratiwi pada 30 Juni 2024


Greenhouse atau disebut juga “Rumah Tanam” adalah suatu bangunan konstruksi yang memiliki struktur atap dan dinding yang bersifat tembus cahaya. Penggunaan greenhouse berfungsi untuk menghindari kondisi lingkungan di luar greenhouse yang tidak stabil dan menciptakan lingkungan dengan kondisi yang optimum bagi pertumbuhan tanaman dan budidaya tanaman. Umumnya, jenis tanaman yang dapat dibudidayakan di dalam greenhouse yaitu tanaman hortikultura, khususnya tanaman sayuran, buah-buahan, dan tanaman hias. Tanaman-tanaman hortikultura yang cocok dibudidayakan di dalam greenhouse yaitu sawi, selada, bayam, tomat, timun, stroberi, dan beberapa tanaman hias seperti, anthurium, aglaonema, monstera, dan krisan.

Penggunaan greenhouse dalam sektor pertanian, terutama komoditas hortikultura sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas hasil pertanian. Namun, pembangunan greenhouse di Indonesia yang belum sepenuhnya sesuai dengan keadaan iklim yang tidak stabil dan cenderung sulit diprediksi menyebabkan kebutuhan tersebut belum dapat tercapai secara optimal. Oleh karena itu, sangat diperlukan adanya upaya penyediaan sarana pendukung serta perbaikan kualitas greenhouse.

Seiring dengan perkembangan teknologi dan pergesaran sektor pertanian menjadi pertanian digital era industri 4.0 atau dapat disebut dengan pertanian 4.0 diperlukan adanya adaptasi dan solusi untuk menghadapi masalah iklim, produktivitas, dan faktor produksi. Dalam hal ini, dibutuhkan peran Kementerian Pertanian untuk menyongsong era berbasis Internet of Things (IoT), cyber-physical system, dan manajemen sistem informasi guna mengembangkan pertanian hortikultura.

Pemanfaatan Internet of Things (IoT) pada pertanian hortikultura menjadi gagasan baru yang tepat untuk direalisasikan dan dikembangkan. Teknologi ini selain menawarkan kemudahan, juga menjadi solusi untuk mengurangi berbagai risiko dalam budidaya hortikultura. Salah satu pemanfaatan teknologi IoT pada komoditas hortikultura yaitu pengembangan smart greenhouse. Smart Greenhouse pada prinsipnya adalah penerapan IoT pada greenhouse dengan menempatkan perangkat cerdas buatan dan terkoneksi di dalam unit greenhouse yang kemudian menghasilkan data yang dapat digunakan untuk mengubah proses bisnis serta membantu dalam pengambilan keputusan.

Penerapan smart greenhouse mampu meningkatkan fungsi greenhouse dalam produksi tanaman hortikultura, karena dengan teknologi IoT petani dapat mengontrol dan memantau kondisi ruangan greenhouse secara online dan realtime. Artinya, pengendalian greenhouse dapat dilakukan tanpa harus ke greenhouse secara langsung dan greenhouse mampu merespon dan memproses perintah pada saat itu juga. Selain itu, smart greenhouse pada hortikultura mampu mendorong kerja petani agar lebih produktif. Dengan demikian, budidaya hortikultura menjadi lebih efisien, terukur, dan terintegrasi.

Smart greenhouse diharapkan dapat mengoptimalkan hasil pertanian, mengurangi biaya produksi, dan meminimalisir kehilangan hasil produksi. Teknologi IoT pada smart greenhouse dimanfaatkan untuk memperoleh data yang dibutuhkan untuk mengetahui kebutuhan tanaman, monitoring jarak jauh, dan pengambilan keputusan mengenai pengembangan hortikultura. 

Namun, di sisi lain penerapan IoT memiliki tantangan berupa terbatasnya daya listrik dan perangkat komunikasi di lapangan, penyerapan tenaga kerja pertanian yang belum optimal, dan kurangnya edukasi terhadap petani mengenai penggunaan teknologi ini. Penerapan smart greenhouse di Indonesia membutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mumpuni, teknologi (alat dan informasi), dan kebijakan pelaksanaan yang baik. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama yang nyata dari berbagai pihak baik petani, swasta, maupun pemerintah.

Sumber: Kompasiana.com

Selengkapnya
Smart Greenhouse: Inovasi Pertanian Era Digital 4.0

Pertanian

Menapaki Jejak Kebangkitan: Peran Petani Muda dalam Membangun Bisnis Hortikultura Indonesia

Dipublikasikan oleh Nadia Pratiwi pada 30 Juni 2024


Bukan lagi hal yang mengejutkan kalau petani di seluruh penjuru dunia sedang menua.

Indonesia pun bukan pengecualian. Laporan bertajuk Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia Februari 2023 oleh Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa angkatan kerja berumur 34 tahun ke bawah hanya mencakup 23% total pekerja di sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan.

Persentase ini merupakan penurunan signifikan dari 10 tahun sebelumnya. Pada Februari 2013, jumlah pekerja pada kelompok umur yang sama mencapai 34% dari total pekerja.

Meskipun begitu, dengan bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya permintaan pangan, terdapat peluang pasar yang luas. Salah satu komoditas yang kini mulai ramai dilirik kawula muda, yakni hortikultura.

Kebangkitan agribisnis dan berbagi potensi nilai tambah membuka jalan bagi petani muda untuk menciptakan usaha yang inovatif dan menguntungkan. Kebangkitan ini terlihat dari beberapa start up lokal yang tercatat terjun ke komoditas ini, seperti SayurBox, Tani Hub, Kitani, dan Kedai Sayur.

Hortikultura sebenarnya bukan produk, melainkan seperangkat pendekatan dalam menjalankan usaha tani. Dalam bahasa Yunani, hortus berarti kebun. Hortikultura berkenaan dengan usaha tani melalui praktik layaknya merawat sebuah kebun.

Masyarakat awam sering mengaitkan istilah hortikultura dengan hasil taninya, terutama sayur mayur seperti selada, cabai, dan bawang. Namun, produk hortikultura tidak berhenti di sayuran saja. Buah-buahan dan tanaman hias pun termasuk di dalamnya.

Umumnya, skala hortikultura relatif kecil jika dibandingkan dengan komoditas seperti padi, teh, dan kopi. Akan tetapi, produk hortikultura diestimasi mampu menyumbang Rp281,5 triliun pada Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia di tahun 2022. Kontribusinya pun terus naik dari tahun ke tahun.

Selain itu, komoditas ini juga diketahui memiliki imbal hasil yang lebih tinggi. Ini terlihat dari perolehan Nilai Tukar Petani (NTP) hortikultura yang tercatat mencapai 113,15 pada Januari 2023.

NTP di atas angka 100 menunjukkan indeks harga yang petani terima dari penjualan produk lebih besar dibandingkan dengan biaya yang mereka keluarkan.

Berkumpul di Hilir

Start up dan UMKM yang terjun di industri hortikultura kebanyakan memilih untuk masuk di sektor hilir, khususnya pemasaran dan distribusi. Hal ini karena, sektor hilir lebih minim resiko dan lebih menguntungkan.

Laporan oleh Asian Development Bank (ADB) berjudul Analysis of Fruit and Vegetable Value Chains in Indonesia (2020) mencatat, banyak kesalahan praktik tani di sektor hulu yang menimbulkan kerugian, seperti metode pemanenan yang keliru, hasil panen yang busuk, dan alur transportasi produk yang buruk.

Kerugian akibat kesalahan praktik ini bisa membengkak sangat besar. Pada komoditas pisang, misalnya, kerugian bisa mencapai Rp26 triliun setiap tahunnya.

Sama halnya dengan sisi laba. Ambil contohnya petani bawang putih dan cabai, yang hanya mendapatkan keuntungan sekitar seperempat dari harga jual. Sementara itu, para distributor dan penjual sayur dapat menerima keuntungan dua kali lipat dari petani.

Selisih untuk produk buah lebih ekstrem lagi. Sebagai contoh, rata-rata harga jeruk per kilogram di pasar Jawa Barat pada 2020 adalah Rp12.000. Keuntungan yang petani dapatkan sekadar Rp1.015 per kilogram. Sementara itu, penjual menerima laba rata-rata Rp8.802 per kilogram, delapan kali lipat keuntungan petani.

Ditambah lagi ada faktor kemutakhiran teknologi. Di sektor pemasaran dan distribusi, keterhubungan melalui internet dan pengelolaan data berbasis kecerdasan buatan sudah menjadi praktik lazim.

Namun, aplikasi teknologi serupa di hulu masih jauh merayap di belakang. Petani masih hampir sepenuhnya bertumpu pada kerja-kerja manual yang tentunya dihindari pemuda saat ini.

Pemuda Kosmopolitan

Sektor pertanian sangat kompetitif, namun terdapat peluang bagi petani muda yang mau berinovasi dan mengambil risiko. Petani muda dapat menggunakan teknologi untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi mereka, dan mereka juga dapat fokus pada pasar khusus atau produk bernilai tambah.

Integrasi teknologi dalam pertanian telah merevolusi sektor ini dan menjadikannya lebih menarik bagi kaum muda. Dari pertanian presisi hingga aplikasi seluler dan drone, teknologi telah meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan keberlanjutan dalam praktik pertanian.

Para petani muda memanfaatkan kemajuan ini untuk mengoptimalkan produksi, mengelola sumber daya secara efektif, dan membuat keputusan.

Literasi teknologi, memang merupakan salah satu ciri khas petani muda. Penelitian Maryani dkk (2021) terhadap petani muda komoditas cabai di Kabupaten Garut mengidentifikasi kefasihan teknologi sebagai sikap kosmopolitan.

Sikap ini mengacu pada keingintahuan para petani muda untuk mendapatkan akses informasi dari luar desa. Hal tersebut mencakup pemahaman terhadap teknologi, keterjejaringan, dan bentuk-bentuk informasi lain yang tidak bisa didapatkan di dalam desa.

Janu Muhammad merupakan salah satu petani muda dari Yogyakarta yang berkancah lewat Sayur Sleman. Sebuah platform e-commerce yang menjual berbagai macam sayur, buah, bahkan lauk pauk.

Ide ini berawal dari pengamatan Janu terhadap lockdown pada 2020, ketika masyarakat terkurung di rumah masing-masing dan tidak bisa membeli bahan pangan untuk kebutuhan sehari-hari.

“Konsumsi rumah tangga membutuhkan bahan pokok termasuk sayur, buah, dan lauk. Itu pasti dibutuhkan setiap hari. Gak mengenal ada Covid atau tidak,” katanya.

Seperti banyak perusahaan rintisan di bidang pemasaran produk tani, Sayur Sleman menghubungkan petani lokal langsung dengan konsumen. Namun, transaksi lewat ruang virtual tersebut diyakini Janu tidak menyudutkan pedagang tradisional.

Musababnya, Sayur Sleman telah menemukan pasar yang stabil di kelompok masyarakat kelas menengah ke atas. Perilaku konsumsi mereka yang serba praktis melalui gawai memisahkan konsumen Sayur Sleman dari pasar konvensional, apalagi tradisional.

“Jadi tidak serta merta mengambil alih toko yang di pinggir jalan,” tegas Janu.

Walaupun bertajuk Sayur Sleman, pelanggan platform ini telah meluas sampai ke luar Kabupaten Sleman, bahkan merambah Jawa Tengah.

Lebih lanjut, Walaupun tidak semutakhir sektor hilir, para petani muda di sektor hulu juga bergeliat memanfaatkan teknologi dalam aktvitas harian mereka. Iqbal Habibi, petani muda dari Kabupaten Sukabumi, adalah salah satu contohnya.

Dengan menerapkan pendekatan smart farming, Iqbal mengetahui secara presisi kebutuhan tanaman budidayanya. Sensor dapat mendeteksi berbagai parameter tanah seperti tingkat keasaman dan kadar nitrogen. Dengan begitu, ia mampu memberikan pupuk dengan kadar yang akurat sesuai dengan kebutuhan tanaman.

Saat ini, Iqbal juga menjangkau sektor hilir dengan melakukan pemasaran turunan produk hortikultura, seperti mengolah cabai menjadi sambal. Strategi memberikan nilai tambah sekaligus menjaga produknya dari fluktuasi harga pasar yang kerap menyerang cabai dengan ganas.

Teknologi untuk Keberlanjutan

Selayaknya bisnis pertanian, usaha hortikultura tidak terhindar dari krisis ekologi berupa tantangan iklim dan cuaca, serta degradasi lahan.

Janu menuturkan, petani mitra Sayur Sleman kini harus mengirit air sebagai imbas El Nino yang berkepanjangan. Irigasi konvensional terlalu boros.

Merespons tantangan tersebut, Janu menyiapkan praktik irigasi tetes yang lebih hemat air. Selain itu, metode hidroponik dan penggunaan greenhouse juga merupakan salah satu usaha menjawab minimnya lahan dan ancaman hama yang rentan menyerang tanaman di ruang terbuka. Dirinya menyatakan, greenhouse akan menjadi tren saat ini.

“Tahun ini, di Korea [Selatan] sudah hampir semua [produk hortikultura] panen dari greenhouse,” katanya.

Janu berpesan, tantangan ini tidak bisa sekadar dibebankan kepada petani muda saja. Pemerintah juga perlu mendukung keberlanjutan lahan sebagai salah satu kebutuhan dasar petani.

“Di sini kami juga berharap ada dukungan pemerintah di sisi kebijakan. Salah satunya bagaimana memastikan lahan yang produktif tetap dijaga, tetap hijau. Itu yang paling penting,” jelas Janu.

Berbagai lembaga mulai menyalurkan dukungan bagi bisnis hortikultura merespons maraknya krisis ekologi. Baru Agustus lalu, ADB mengucurkan pinjaman sebesar Rp1,3 triliun untuk pengembangan hortikultura Indonesia, di mana sekitar seperenam anggaran diharapkan datang dari pemerintah.

Pendanaan ini berfokus pada praktik hortikultura di kawasan lahan kering yang paling rentan terhadap masalah lingkungan. Terdapat 12 kabupaten sasaran, mulai dari Karo di Sumatra Utara, Sumedang di Jawa Barat, sampai Ende di Nusa Tenggara Timur.

Program utamanya termasuk pengadaan infrastruktur, pelatihan kapasitas petani, peningkatan akses terhadap pasar, dan penguatan institusi pertanian pada desa sasaran. Sejumlah 25 ribu rumah tangga ditargetkan mendapatkan manfaat proyek ini dengan perempuan dan pemuda sebagai kelompok yang menjadi prioritas utama.

Meningkatnya generasi muda yang memasuki sektor pertanian menandakan perubahan transformatif dalam lanskap pertanian di negeri ini. Mulai dari mengatasi pengangguran hingga memanfaatkan kemajuan teknologi, para petani muda membentuk kembali persepsi bahwa bertani sebagai pilihan karier yang layak dan bermanfaat.

Menurut Janu, peran stakeholders terutama pemerintah daerah sangat penting untuk membangun ekosistem yang mendukung komunitas petani muda.

“[Minat petani muda] tergantung juga dengan keaktifan Dinas Pertanian setempat untuk mau turun ke lapangan,” katanya.

Dengan dukungan yang berkesinambungan dari berbagai elemen, generasi muda memiliki potensi untuk mendorong pembangunan pertanian berkelanjutan, berkontribusi terhadap ketahanan pangan, dan menciptakan masa depan yang sejahtera bagi diri mereka sendiri dan bangsa.

Sumber: https://tirto.id

Selengkapnya
Menapaki Jejak Kebangkitan: Peran Petani Muda dalam Membangun Bisnis Hortikultura Indonesia

Pertanian

Tata Ruang Cerdas: Membangun Rumah Hijau dengan Teknologi Ramah Lingkungan dan Produktivitas Unggul

Dipublikasikan oleh Nadia Pratiwi pada 30 Juni 2024


Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dan Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi melakukan kunjungan ke Gelar Teknologi Smart Green House pada gelaran PENAS XVI, Sabtu (10/6). Lahan percontohan berukuran 384 m2 yang digawangi Direktorat Jenderal Hortikultura ini ditanami aneka sayuran termasuk buah melon ini mampu memproduksi aneka komoditas berkualitas.

Smart Green House adalah salah satu upaya Kementerian Pertanian senantiasa melakukan upaya-upaya pertanian baik melalui lahan datar maupun teknologi seperti ini guna menghasilkan produk pertanian berkualitas,” ujar SYL, Sabtu (10/6).

Dalam kesempatan tersebut, Mentan melakukan panen melon bersama Gubernur yang diikuti dengan mencicipi langsung selada tanpa perlu melalui proses pencucian terlebih dahulu. Diakuinya, selada yang dipanen memiliki cita rasa segar dan renyah.

Jelang H-1 pelaksaan PENAS, Direktur Jenderal Hortikultura Prihasto Setyanto turut mengunjungi SGH bersama jajaran Eselon II guna mengecek kesiapan pelaksaan sebelum kunjungan Mentan beserta Gubernur.

“Salah satu komoditas yang dikembangkan di SGH ini adalah aneka sayuran dan melon. Melon yang dikembangkan per buahnya mencapai berat hingga 1,5 kg. Jika luasan 800 m2 ditanami melon, bisa menghasilkan kira-kira 2700 tanaman atau 4 ton melon. Kalau harga melon Rp 30 ribu berarti sekali panen biza menghasilkan Rp 120 juta,” ujar Prihasto.

Teknologi SGH bertujuan untuk memodifikasi iklim mikro dengan penerapan teknologi berupa sensor di dalam bangunan dan otomatisasi fertigasi. Konsep yang dikembangkan ini dilakukan dengan berbagai opsi metode penanaman yang bisa digunakan, seperti Drip Irrigation, Dutch Bucket dan Hidroponik sistem NFT.

Adanya SGH ini memungkinkan petani menanam komoditas yang tidak sesuai dengan kondisi iklim setempat melalui modifikasi iklim mikro di dalam bangunan. Seperti contoh tanaman dataran tinggi seperti tomat cherry, melalui teknologi SGH dimungkinkan untuk ditanam pada dataran rendah dengan pemanfaatan green house seperti ini. Kondisi ekstrim cuaca bahkan tidak lagi menjadi kendala tanam. Selain itu, SGH membantu petani memproduksi sayuran dan buah dengan karena tidak perlu menggunakan pestisida.

Dirinya menjelaskan, biaya investasi yang dibutuhkan sekitar Rp 7 miliar. “Untuk BEP diperkirakan sekitar 3 tahun budidaya melon sudah bisa kembali modal. Ini adalah salah satu teknologi masa depan agar pangan lokal Indonesia lebih mandiri. Dengan SGH kita bisa menanam setiap saat, tidak tergantung dengan musim,” terangnya.

Sumber: hortikultura.pertanian.go.id

Selengkapnya
Tata Ruang Cerdas: Membangun Rumah Hijau dengan Teknologi Ramah Lingkungan dan Produktivitas Unggul

Pertanian

Tanaman Hortikultura: Karakteristik, Jenis, dan Manfaatnya

Dipublikasikan oleh Nadia Pratiwi pada 30 Juni 2024


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) hortikultura berarti seluk-beluk kegiatan atau seni bercocok tanam sayur-sayuran, buah-buahan, atau tanaman hias. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani dan terdiri dari kata "hortus" dan "cultura". "Hortus" dalam bahasa Yunani berarti tanaman kebun, sementara "cultura" atau "colere" berarti budidaya.

Secara sederhana, hortikultura adalah budidaya tanaman kebun dengan teknik modern yang mencakup berbagai macam pekerjaan. Area kerjanya termasuk pembenihan, pembibitan, kultur jaringan, produksi beragam komoditas tumbuhan, pemberantasan hama dan penyakit, pemanenan, pengemasan produk, dan pendistribusian secara massal.

Metode pertanian modern ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan obat-obatan. Selain itu, komoditas yang dihasilkan juga untuk memenuhi kebutuhan estetika seperti tanaman hias. Budidaya hortikultura umumnya dilakukan dalam skala besar untuk memenuhi permintaan pasar.

Karakteristik

  • Menghasilkan produksi (buah) secara musiman. Tidak selalu berbuah sepanjang tahun.
  • Memerlukan area yang cukup luas.
  • Memiliki area tanam yang khusus. Tidak semua jenis tanaman dapat ditanam di lahan yang sama.
  • Bernilai keindahan (estetika).
  • Tanaman ini mudah rusak. Namun, tanaman hortikultura ini sangat dibutuhkan setiap hari dalam keadaan segar.
  • Kualitas panen tanaman ini dapat dilihat dari kondisinya yang segar. Karena seperti karakteristik sebelumnya, hasil dari tanaman hortikultura ini mudah membusuk.
  • Harga hasil panen berbanding lurus dengan kualitasnya (kesegarannya).

Jenis

Hortikultura mencakup berbagai jenis tanaman, seperti tanaman sayur (olerikultura), tanaman buah (frutikultur), tanaman hias/bunga (florikultura), dan tanaman obat (biofarmaka). Tanaman sayur sangat dibutuhkan dalam pemenuhan kebutuhan pangan, dan dengan metode pertanian modern hortikultura, petani dapat memproduksi sayuran dalam skala besar untuk memenuhi permintaan masyarakat.

Ada dua jenis sayuran yang dibudidayakan, yaitu sayuran musiman yang hanya dapat ditanam pada musim tertentu, dan sayuran tahunan yang dapat ditanam sepanjang tahun. Tanaman buah juga merupakan komoditas hortikultura. Beberapa jenis buah hanya berbuah pada musim tertentu, ada juga yang berbuah sepanjang tahun. Menanam beragam sayuran dan buah-buahan di pekarangan rumah dapat membantu memenuhi kebutuhan harian.

Selain itu, hortikultura juga meliputi tumbuh-tumbuhan hias atau bunga (florikultura), yang digunakan sebagai hiasan dalam ruangan atau untuk mempercantik taman. Ada berbagai jenis bunga yang dapat ditanam, baik dalam pot seperti melati, mawar, dan dahlia, maupun menempel pada pohon seperti anggrek.

Budidaya hortikultura juga menghasilkan tanaman obat atau tumbuhan herbal (biofarmaka) yang telah digunakan sejak zaman dahulu untuk beragam kebutuhan, seperti obat-obatan, kosmetik, kecantikan, dan rempah bumbu masakan. Beberapa contoh tumbuhan obat adalah serai, lengkuas, kunyit, jahe, temulawak, brotowali, dan kayu manis.

Manfaatkan lahan di sekitar Anda untuk menanam berbagai jenis tanaman hortikultura ini, sehingga Anda dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari dan mendapatkan manfaat dari keindahan serta manfaat kesehatan yang ditawarkan oleh tanaman-tanaman tersebut.

Manfaat

  1. Hortikultura berperan penting dalam penyediaan pangan dengan menghasilkan berbagai produk sayuran dan buah-buahan yang menjadi kebutuhan masyarakat perkotaan maupun pedesaan. Tanaman-tanaman ini memberikan kontribusi dalam mencukupi kebutuhan harian akan sayur-mayur sebagai lauk-pauk dan menyediakan buah-buahan segar.
  2. Selain itu, metode pertanian modern ini juga berdampak positif pada perekonomian. Beragam produk hortikultura yang dihasilkan dalam jumlah besar memungkinkan petani untuk memenuhi permintaan pasar yang luas. Penjualan hasil tanaman ini memberikan penghasilan kepada petani dan berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan keluarga, bahkan bisa diterapkan dalam skala rumah tangga sebagai usaha sampingan.
  3. Tidak hanya berperan dalam penyediaan pangan, hortikultura juga memberikan manfaat dalam bidang kesehatan. Tanaman obat atau biofarmaka yang dihasilkan dari budidaya hortikultura, seperti kencur, jahe, dan daun jambu biji, memiliki efek samping minimal dan aman untuk dikonsumsi. Kandungan nutrisi pada sayur dan buah juga berkontribusi dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.
  4. Sementara itu, kehadiran flora atau bunga dalam hortikultura juga memiliki fungsi sosial dan budaya yang penting. Tanaman-tanaman hias ini dapat ditanam di taman-taman terbuka hijau, menambah keindahan lingkungan, dan menciptakan atmosfer yang menyenangkan secara visual, sehingga memberikan nilai estetika yang berharga bagi masyarakat.

Sumber: https://mediaindonesia.com

Selengkapnya
Tanaman Hortikultura: Karakteristik, Jenis, dan Manfaatnya

Pertanian

4 Jenis Tanaman Hortikultura di Indonesia beserta Karakteristiknya

Dipublikasikan oleh Nadia Pratiwi pada 30 Juni 2024


Salah satu kekayaan alam yang dimiliki oleh Indonesia adalah berbagai jenis tanaman hortikultura. Tanaman hortikultura di Indonesia telah memberikan manfaat bagi kebutuhan masyarakat di Indonesia.

Lantas, apa saja jenis tanaman hortikultura? Simak uraian berikut.

Jenis Tanaman Hortikultura di Indonesia

Hortikultura merupakan cabang ilmu pertanian yang berfokus pada budidaya tanaman-tanaman non-pangan, seperti sayuran, buah-buahan, bunga, dan tanaman obat.

Adapun mengutip buku Mengenal Tanaman Hortikultura karya Hesti Indah Mifta Nur’aini, tanaman hortikultura adalah tanaman kebun yang dibudidayakan untuk tujuan estetika, rekreasional, kesehatan, maupun kebutuhan industri.

Tanaman hortikultura ini memiliki berbagai macam manfaat, seperti sebagai sumber vitamin, bahan baku industri, dan elemen penting dalam lanskap.

Berikut adalah beberapa jenis tanaman hortikultura di Indonesia beserta karakteristiknya:

1. Hortikultura Sayuran

Hortikultura sayuran merupakan tanaman yang memiliki siklus hidup singkat dan dapat dipanen berkali-kali. Di Indonesia, terdapat hortikultura sayuran yang bersifat tahunan dan musiman. Beberapa contoh hortikultura sayuran tahunan adalah petai dan jengkol.

Sedangkan, hortikultura musiman adalah tanaman yang tumbuh dan dipanen dalam satu musim tertentu. Dalam kategori ini, kangkung dan bayam adalah dua contoh yang populer di Indonesia.

2. Hortikultura Obat

Hortikultura obat adalah tanaman yang memiliki khasiat medis dan digunakan sebagai bahan baku dalam industri obat-obatan.

Di Indonesia, beberapa jenis hortikultura obat yang terkenal adalah jahe, lengkuas, dan temu lawak. Berikut penjelasannya:

  • ‌Jahe dikenal karena khasiatnya dalam meredakan masalah pencernaan dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
  • ‌Lengkuas juga memiliki sifat serupa dengan jahe dan kerap digunakan sebagai bahan baku jamu.
  • ‌Temu lawak yang memiliki rimpang berwarna kuning oranye digunakan dalam pengobatan tradisional.

3. Hortikultura Buah-buahan

Hortikultura buah-buahan mencakup tanaman yang menghasilkan buah sebagai bagian utamanya. Di Indonesia, dua jenis hortikultura buah-buahan yang terkenal adalah pisang dan rambutan.

Pisang merupakan buah yang kaya akan kalium dan serat serta menjadi salah satu sumber makanan pokok bagi masyarakat Indonesia. Sementara itu, rambutan dikenal dengan daging buahnya yang manis dan segar serta sering dijadikan camilan favorit.

4. Hortikultura Bunga

Hortikultura bunga meliputi tanaman hias yang tumbuh dan berkembang untuk tujuan estetika dan dekoratif. Beberapa contoh bunga hortikultura yang populer di Indonesia adalah melati, anggrek, dan kamboja. Berikut penjelasannya:

  • ‌Melati memiliki aroma yang harum dan sering digunakan dalam upacara adat atau sebagai pengharum ruangan.
  • ‌Anggrek dengan keindahan bunganya yang eksotis menjadi favorit para kolektor dan pencinta tanaman hias.
  • ‌Kamboja dengan bunga yang harum dan indah sering digunakan sebagai hiasan dalam upacara keagamaan atau pernikahan.

Keanekaragaman jenis-jenis tanaman hortikultura di Indonesia menjadi potensi besar untuk memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Dengan menjaga kelestarian alam dan mengelola budidaya secara berkelanjutan, potensi ini dapat terus dimanfaatkan untuk kesejahteraan dan keindahan hidup masyarakat.

Sumber: kumparan.com

Selengkapnya
4 Jenis Tanaman Hortikultura di Indonesia beserta Karakteristiknya
« First Previous page 12 of 773 Next Last »