Sejarah & Mitologi Nusantara
Dipublikasikan oleh pada 28 Mei 2025
Pendahuluan: Danau, Permukiman, dan Peradaban yang Terlupa
Danau bukan sekadar sumber air, tetapi juga tempat lahirnya peradaban. Di Jawa Timur, kawasan danau atau ranu telah lama dihuni manusia sejak masa prasejarah, terutama yang tinggal di sekitar Ranu Klakah, Ranu Gedang, Ranu Grati, Ranu Bethok, dan Ranu Segaran. Melalui penelitian arkeologi lintas tahun (2009–2014), Gunadi Kasnowihardjo mengungkap berbagai bukti bahwa danau-danau tersebut menyimpan warisan budaya yang mencerminkan adaptasi, kearifan lokal, dan struktur sosial masyarakat masa lalu.
Ranu dan Jejak Manusia: Sebuah Latar Arkeologis
Penelitian ini menelusuri kawasan "Tapal Kuda" Jawa Timur—wilayah yang saat ini dihuni etnis Madura dan dikenal dengan kesuburan serta keragamannya. Berdasarkan pendekatan non-site archaeology dan cultural ecology ala Steward, permukiman di sekitar danau dianggap sebagai hasil interaksi manusia dengan lingkungannya, di mana danau berperan vital dalam kehidupan sosial, ekonomi, hingga spiritual.
Mengapa danau penting?
Sumber air bersih untuk kehidupan dan pertanian
Sumber pangan berupa kerang dan ikan
Lansekap datar yang cocok untuk permukiman
Kesuburan tanah untuk aktivitas agraris
Sumber mitos dan spiritualitas, seperti legenda Endang Sukarni di Ranu Grati
Temuan Arkeologis dan Interpretasi Lokal
1. Ranu Klakah (Lumajang)
Temuan: Batu dandang (arca), beliung persegi, fragmen bata kuna, punden, struktur batu huruf L
Interpretasi: Indikasi permukiman menetap sejak masa Neolitik
Aktivitas modern: Budidaya perikanan sistem keramba, pertanian, dan ritual di Punden Gunung Lawang
📌 Potensi kawasan: Warisan budaya tangible dan intangible hidup berdampingan.
2. Ranu Gedang (Probolinggo)
Temuan: Kubur tua, lumpang batu, beliung, uang kepeng, dan kulit kerang air tawar
Isu lingkungan: Penyusutan air hingga 80 meter dari garis semula
Mitologi lokal: Buyut Surondoko dianggap sebagai cikal bakal masyarakat
📍 Menarik: Sisa-sisa subsistensi seperti kerang menandakan eksploitasi sumber daya air secara berkelanjutan.
3. Ranu Segaran (Tiris, Probolinggo)
Temuan: Fragmen keramik China, Vietnam, Eropa, beliung, dan makam tua
Fungsi: Indikasi hubungan dagang dan keterlibatan dalam jaringan perdagangan regional
Pusat penelitian: Blok Krajan sebagai lokasi strategis geografis dan historis
✍️ Analisis tambahan: Keberadaan keramik asing menunjukkan aktivitas lintas budaya sejak awal masehi.
4. Ranu Bethok
Temuan: Fragmen gerabah, keramik, beliung, dan kubur tua
Interpretasi: Permukiman dari masa Neolitik berdasarkan artefak beliung
Tantangan: Kekurangan data dating absolut membuat interpretasi bersifat tentative
📊 Rekomendasi: Perlu kajian lanjutan menggunakan radiokarbon untuk memverifikasi usia tinggalan.
5. Ranu Grati (Pasuruan)
Temuan: 11 beliung persegi dari warga setempat, makam cikal bakal (Mbah Kendhit, Mbah Mendal), lumpang batu, sumur kuna, sumber air
Legenda lokal: Kisah Endang Sukarni dan ular raksasa Joko Baru Klinthing
Struktur tanah: Teras danau mengindikasikan elevasi air yang berubah dari masa ke masa
🔍 Ilustrasi naratif: Legenda digunakan untuk menyampaikan ekologi spiritual dan moral ekologi masyarakat.
Analisis Tambahan: Perpaduan Arkeologi dan Kearifan Lokal
Salah satu aspek paling menarik dari penelitian ini adalah keterlibatan legenda dan kearifan lokal dalam merekonstruksi sejarah. Contohnya:
Mitos "Gigi Petir" (beliung) oleh masyarakat Madura dan Jawa mengaitkan artefak prasejarah dengan simbol-simbol gaib.
Upacara lokal seperti selametan desa dan sedekah bumi memperkuat dugaan kontinuitas budaya sejak masa lampau.
💡 Nilai tambah: Kajian arkeologi berbasis lokalitas tidak hanya ilmiah, tetapi juga menyentuh aspek sosial dan spiritual masyarakat.
Relevansi Penelitian: Pelestarian, Ekowisata, dan Pendidikan
Penelitian ini bukan sekadar laporan akademik, tetapi juga memiliki implikasi besar:
1. Konservasi Cagar Budaya
Temuan artefak seperti beliung persegi dan lumpang batu perlu dijadikan bagian dari cagar budaya setempat untuk mencegah perusakan atau hilangnya data arkeologis penting.
2. Pengembangan Ekowisata Berbasis Budaya
Kawasan seperti Ranu Klakah dan Ranu Grati memiliki potensi dikembangkan sebagai wisata budaya dan ekologi berbasis narasi sejarah dan kearifan lokal.
3. Pendidikan Publik
Cerita rakyat dan artefak bisa diintegrasikan ke dalam kurikulum lokal untuk memperkuat identitas budaya dan kesadaran pelestarian lingkungan.
Kritik dan Saran
Kelebihan:
Penelitian multiyear dengan data empiris kuat
Pendekatan ekologi budaya menjelaskan konteks sosial lingkungan
Integrasi antara data arkeologis dan etnografi
Keterbatasan:
Tidak ada analisis dating absolut (misalnya radiokarbon)
Belum menyentuh aspek gender atau organisasi sosial komunitas
Beberapa artefak penting hanya berdasarkan testimoni warga tanpa konfirmasi laboratorium
Kesimpulan: Warisan Air yang Sarat Makna
Permukiman di sekitar danau di Jawa Timur adalah saksi bisu peradaban manusia Austronesia yang berpindah dan menetap dengan kecermatan ekologis. Keberadaan beliung persegi, lumpang batu, keramik asing, dan makam tua membentuk mosaik sejarah yang menyatukan budaya materiel dan spiritual.
Penelitian ini membuktikan bahwa pendekatan arkeologi yang berpadu dengan kearifan lokal tidak hanya memperkaya ilmu pengetahuan, tetapi juga memperdalam pemahaman kita tentang hubungan manusia dan alam.
Sumber:
Kasnowihardjo, G. (2016). Situs Permukiman Kawasan Danau di Jawa Timur. Berita Penelitian Arkeologi No. 30. Balai Arkeologi Yogyakarta.
🔗 Laman resmi jurnal BPA (jika tersedia)
Keandalan
Dipublikasikan oleh Ririn Khoiriyah Ardianti pada 28 Mei 2025
Pengantar: Mengapa Monte Carlo Masih Relevan?
Dalam dunia rekayasa sistem yang kian kompleks dan dinamis, kebutuhan akan metode kuantitatif yang mampu menangani ketidakpastian dan non-linearitas menjadi semakin mendesak. Paper bertajuk “Reliability Estimation by Advanced Monte Carlo Simulation” karya Enrico Zio dan Nicola Pedroni hadir menjawab tantangan ini. Dipublikasikan sebagai bagian dari buku Simulation Methods for Reliability and Availability of Complex Systems (Springer, 2010), bab ini mengupas secara komprehensif bagaimana varian lanjutan dari metode Monte Carlo dapat digunakan untuk estimasi keandalan sistem teknik, bahkan dalam skenario yang paling tidak terstruktur sekalipun.
Apa Itu Simulasi Monte Carlo dan Mengapa Penting?
Simulasi Monte Carlo (MCS) adalah pendekatan numerik berbasis probabilitas yang melakukan simulasi acak untuk memperkirakan keluaran sistem berdasarkan distribusi input tertentu. Di ranah rekayasa keandalan, MCS digunakan untuk memprediksi kemungkinan kegagalan suatu sistem dengan mempertimbangkan banyak variabel acak dan skenario tak terduga.
Zio dan Pedroni menyajikan keunggulan utama MCS dalam konteks ini:
Dengan fleksibilitas tersebut, MCS menjelma menjadi alat utama dalam mengevaluasi reliability sistem seperti jaringan listrik, sistem kontrol nuklir, hingga sistem transportasi otonom.
Keunggulan Monte Carlo Lanjutan Dibanding Metode Konvensional
1. Sampling Adaptif & Variance Reduction
Monte Carlo konvensional cenderung boros sumber daya karena memerlukan ribuan hingga jutaan iterasi untuk hasil yang akurat. Teknik lanjutan seperti Importance Sampling (IS) dan Latin Hypercube Sampling (LHS) yang dikupas dalam paper ini mengurangi variansi hasil estimasi tanpa perlu menambah jumlah iterasi. Hal ini menghasilkan peningkatan efisiensi signifikan.
Contohnya, Importance Sampling memungkinkan simulasi lebih banyak dilakukan di area-area “berisiko tinggi” (misalnya kondisi ekstrem atau mendekati batas kegagalan), sehingga hasil simulasi menjadi lebih informatif dengan beban komputasi yang lebih ringan.
2. Subset Simulation & Metropolis-Hastings
Dalam sistem di mana probabilitas kegagalan sangat rendah (misalnya 10^-6), metode standar akan membutuhkan jumlah iterasi yang sangat besar. Teknik Subset Simulation, yang mengintegrasikan konsep Markov Chain Monte Carlo (MCMC), mengatasi ini dengan memecah event kegagalan langka menjadi serangkaian event yang lebih umum.
Dengan memanfaatkan algoritma seperti Metropolis-Hastings, metode ini dapat mengeksplorasi ruang probabilitas secara lebih efisien, mirip seperti cara algoritma AI modern menjelajahi ruang keputusan.
Studi Kasus & Aplikasi Nyata
Paper ini mengulas penerapan teknik Monte Carlo lanjutan pada berbagai sistem teknik dengan studi kasus konkret.
1. Reliabilitas Jaringan Tenaga Listrik
Mereka menunjukkan bahwa Importance Sampling mampu mempercepat estimasi kegagalan sistem distribusi listrik, khususnya dalam menganalisis skenario overloading dan black-out akibat gangguan komponen kritikal.
Misalnya, dalam jaringan listrik 39-bus IEEE, simulasi dengan Importance Sampling menunjukkan peningkatan efisiensi hingga 100x dibanding metode brute-force tradisional.
2. Keamanan Sistem Nuklir
Dalam konteks sistem proteksi reaktor nuklir, teknik Subset Simulation berhasil mendeteksi skenario kegagalan yang sangat langka—yang tidak akan terlihat dalam simulasi Monte Carlo konvensional tanpa miliaran iterasi. Hal ini penting karena satu kegagalan saja di sektor ini bisa sangat fatal.
Kritik dan Analisis Tambahan
✦ Kekuatan:
✦ Kelemahan:
Perbandingan dengan Penelitian Lain
Sebagai pembanding, studi oleh Liu et al. (2021) dalam Journal of Physics: Conference Series juga menyoroti Monte Carlo Simulation untuk estimasi keandalan sistem elektronik, tetapi mereka menggunakan pendekatan lebih mendasar dan model sistem seri-paralel biasa tanpa perlu sampling adaptif atau MCMC.
Sementara itu, tesis oleh Korpioja (2022) menunjukkan bagaimana MCS digunakan dalam forecasting penjualan dan alokasi anggaran pemasaran, menyoroti fleksibilitas pendekatan ini bahkan di luar bidang teknik murni.
Implikasi Praktis dan Industri
Penggunaan Monte Carlo lanjutan sangat cocok dalam:
Sebagai catatan, perusahaan besar seperti Siemens dan General Electric telah mengadopsi pendekatan ini dalam simulasi asset health management dan perencanaan predictive maintenance.
Tantangan & Masa Depan Monte Carlo
1. Komputasi Tinggi (HPC) dan Cloud Simulation
Seiring meningkatnya kebutuhan komputasi, integrasi MCS dengan cloud computing atau GPU-based simulation akan menjadi keniscayaan. Ini membuka peluang bagi integrasi dengan AI untuk membuat simulasi yang “belajar” seiring waktu.
2. Model Data-Driven
Menggabungkan MCS dengan pembelajaran mesin (seperti Bayesian Networks atau Deep Generative Models) akan memperkuat kapabilitas prediksi dalam sistem real-time.
Kesimpulan: Apakah Monte Carlo Masih Layak?
Jawabannya: sangat layak—dan bahkan semakin penting.
Dengan berbagai variasi lanjutan seperti Importance Sampling, Subset Simulation, dan Markov Chain MCS, metode ini bukan hanya alat statistik, tetapi juga senjata strategis untuk menangani sistem tak pasti yang kian rumit di era digital.
Namun, implementasinya membutuhkan pengetahuan domain dan literasi data yang memadai, serta kesadaran organisasi akan pentingnya simulasi sebagai dasar pengambilan keputusan berbasis risiko.
Sumber:
Zio, E., & Pedroni, N. (2010). Reliability Estimation by Advanced Monte Carlo Simulation, dalam Faulin, J., Juan, A.A., Martorell, S., & Ramirez-Marquez, J.E. (Eds.), Simulation Methods for Reliability and Availability of Complex Systems (pp. 3–39). Springer.
DOI: 10.1007/978-1-84882-213-9_1
Kontruksi Modern
Dipublikasikan oleh Anisa pada 28 Mei 2025
Mengapa Isu Keberlanjutan dalam Perencanaan Proyek Begitu Krusial?
Dalam dunia konstruksi modern, tekanan untuk menjalankan proyek secara efisien dan bertanggung jawab terhadap lingkungan semakin tinggi. Di tengah krisis iklim dan urbanisasi yang cepat, pendekatan konstruksi berkelanjutan bukan hanya tren, tapi sebuah keniscayaan. Khususnya pada tahap perencanaan — di mana visi proyek dirumuskan — keputusan yang diambil akan menentukan seberapa ramah lingkungan dan inklusif hasil akhirnya.
Dalam konteks inilah skripsi Nur Afifah Tri Ramadhani Surahman mengambil posisi penting. Melalui studi pada proyek Polder Green Garden di Jakarta, peneliti mengevaluasi seberapa dalam prinsip keberlanjutan tertanam dalam perencanaan proyek design and build, dan bagaimana kriteria keberlanjutan tersebut diprioritaskan dengan pendekatan Analytic Hierarchy Process (AHP).
Polder Green Garden: Proyek Strategis Pengendali Banjir
Polder Green Garden bukan sembarang proyek. Ia dibangun sebagai solusi sistemik atas banjir yang kerap melanda kawasan Kedoya Utara, Jakarta Barat, terutama saat luapan Kali Angke dan Mookervart tak lagi terbendung. Dengan sistem drainase tertutup dan pompa raksasa, polder ini menjadi bagian dari infrastruktur krusial ibukota.
Namun yang menarik, pembangunan polder ini tidak hanya ditujukan untuk fungsi teknis, tetapi juga mulai mengadopsi prinsip-prinsip keberlanjutan dalam desainnya — mulai dari partisipasi masyarakat hingga konservasi sumber daya.
Metodologi: Menyusun Hirarki Prioritas Keberlanjutan
Mengapa AHP?
Analytic Hierarchy Process (AHP) dipilih sebagai metode karena mampu memetakan kompleksitas pengambilan keputusan multikriteria. Melalui perbandingan berpasangan (pairwise comparison), AHP memudahkan peneliti menentukan prioritas dari berbagai aspek sosial, lingkungan, dan ekonomi secara kuantitatif.
Sumber Data
Sumber primer: Kuesioner kepada para profesional proyek
Sumber sekunder: Regulasi seperti Permen PUPR No. 9 Tahun 2021 tentang Konstruksi Berkelanjutan
Hasil: Apa yang Paling Penting dalam Perencanaan Berkelanjutan?
Dari hasil AHP, bobot terbesar justru berasal dari aspek yang selama ini sering diabaikan: Kenyamanan dan Kesehatan (0.40). Artinya, desain proyek yang memperhatikan kualitas udara, pencahayaan, aksesibilitas, dan kenyamanan pengguna menempati prioritas tertinggi.
Catatan Penting:
Sub-kriteria seperti konservasi air, energi, dan partisipasi masyarakat memiliki bobot yang kecil (0.01–0.02).
Namun, meskipun bobotnya kecil, elemen-elemen ini tetap wajib hadir untuk mencapai triple bottom line keberlanjutan: sosial, ekonomi, dan lingkungan.
Tinjauan Kritis: Apakah Sudah Cukup?
Kelebihan Penelitian:
Menggunakan AHP untuk memetakan prioritas keberlanjutan secara kuantitatif
Berbasis pada proyek nyata dengan tantangan kompleks (banjir perkotaan)
Memperhatikan peraturan nasional dan lokal dalam sektor konstruksi berkelanjutan
Kritik dan Saran:
Belum menyentuh aspek digital seperti BIM untuk mendukung keputusan berbasis data
Perlu studi lanjutan pada fase implementasi dan operasional (post-occupancy)
Disarankan menambahkan dimensi resilience terhadap perubahan iklim, bukan sekadar keberlanjutan
Implikasi Nyata: Apa yang Bisa Diambil dari Studi Ini?
Bagi Pemerintah:
Harus memperkuat regulasi teknis dalam pengadaan D&B agar menekankan aspek keberlanjutan
Perlu mendorong integrasi perencanaan partisipatif dalam proyek-proyek publik
Bagi Profesional:
Tim perencana harus mulai menjadikan kenyamanan pengguna dan interaksi sosial sebagai bagian dari KPI proyek
Manajemen proyek harus menggunakan AHP atau metode serupa untuk memprioritaskan sumber daya
Bagi Dunia Akademik:
Studi ini membuka jalan bagi riset kuantitatif lanjutan tentang keberlanjutan berbasis fase proyek
Menawarkan model aplikatif berbasis data untuk mengevaluasi aspek non-teknis dalam proyek infrastruktur
Perbandingan dengan Studi Lain
Penelitian ini menguatkan temuan dari Aghimien et al. (2019) yang menunjukkan bahwa keberlanjutan dalam tahap perencanaan jauh lebih menentukan daripada implementasi teknis semata. Namun skripsi ini melangkah lebih jauh dengan memasukkan konteks lokal (Jakarta) dan skenario aktual (pengendalian banjir), menjadikannya sangat relevan bagi tata kota tropis.
Kesimpulan: Perencanaan adalah Pondasi Keberlanjutan
Keberlanjutan dalam proyek konstruksi bukan hanya soal panel surya atau toilet hemat air. Ia harus dimulai dari perencanaan — ketika keputusan besar tentang orientasi bangunan, desain tapak, material, dan sistem utilitas diambil.
Melalui penelitian ini, jelas bahwa proyek design and build seperti Polder Green Garden tidak hanya bisa efisien secara teknis, tapi juga dapat mengadopsi nilai-nilai keberlanjutan yang kuat sejak awal. Asalkan, prioritasnya diletakkan pada apa yang benar-benar penting: manusia, lingkungan, dan nilai ekonomi jangka panjang.
Sumber
Surahman, N. A. T. R. (2023). Penerapan Konstruksi Berkelanjutan pada Tahapan Perencanaan pada Kontrak Rancang dan Bangun (Studi Kasus: Proyek Polder Green Garden Wilayah DKI Jakarta). Skripsi, Universitas Hasanuddin.
Pendidikan dan Pelatihan
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 28 Mei 2025
Pendahuluan
Indonesia sebagai negara yang berada di jalur cincin api (ring of fire) dunia sangat rentan terhadap gempa bumi. Dalam rentang 2009 hingga 2019 saja, tercatat lebih dari 71.000 kejadian gempa di tanah air. Situasi ini menjadi tantangan serius bagi sektor konstruksi, karena kegagalan struktur akibat gempa dapat menimbulkan kerugian besar, baik dari sisi materi maupun korban jiwa.
Tantangan tersebut diperparah oleh kenyataan bahwa mayoritas tenaga kerja konstruksi di Indonesia, seperti tukang dan mandor, lebih banyak mengandalkan pengalaman dan belajar secara autodidak. Pelatihan formal dan sistematis mengenai teknik bangunan tahan gempa sangat jarang diakses oleh mereka. Menjawab kebutuhan tersebut, Grup Riset SMARTQuake dari Universitas Sebelas Maret (UNS) menggagas program pelatihan peningkatan kompetensi tenaga kerja konstruksi yang berfokus pada kesadaran dan kesiapsiagaan terhadap bencana gempa.
Latar Belakang Program
Dengan menggandeng Dinas PUPR Kabupaten Pacitan, Jawa Timur—daerah dengan risiko gempa tinggi—program ini menargetkan peningkatan kualitas tukang, mandor, hingga pelayan tukang di wilayah tersebut. Pacitan sendiri pernah mengalami gempa besar (7.8 Mw) pada 1994 dan kembali diguncang gempa berkekuatan 5.3 Mw pada 2016.
Kegiatan pelatihan dirancang dalam tiga tahap:
Tahap pertama (2022): Edukasi dasar mengenai seismisitas Indonesia dan mitigasi bencana.
Tahap kedua: Teknik pencampuran material beton sesuai standar bangunan tahan gempa.
Tahap ketiga: Pekerjaan detailing baja tulangan untuk struktur sederhana.
Metodologi Program
Program ini dilaksanakan dalam empat tahapan:
Identifikasi masalah mitra melalui dialog dengan Dinas PUPR Pacitan.
Persiapan selama tiga bulan: penyusunan materi, undangan peserta, hingga kuisioner pre dan post-test.
Pelaksanaan pelatihan selama satu hari di Kantor Dinas PUPR.
Monitoring dan evaluasi berbasis pre-test dan post-test untuk mengukur peningkatan kompetensi.
Sebanyak 39 peserta dari berbagai usia dan profesi hadir. Peserta paling dominan berasal dari rentang usia 41–50 tahun, yang diasumsikan memiliki pengaruh sosial di lingkungan kerja masing-masing.
Hasil Program dan Data Kunci
Pelatihan menghasilkan peningkatan rata-rata skor post-test sebesar 33% dibandingkan pre-test:
Rerata pre-test: 50 (rentang nilai 20–80)
Rerata post-test: 66 (rentang nilai 30–100)
Grafik persebaran skor menunjukkan peningkatan kompetensi merata di hampir semua peserta, terutama dalam pengetahuan seismik dasar, karakteristik gempa bumi, dan strategi mitigasi. Hasil ini menegaskan bahwa penyampaian materi yang sistematis dan aplikatif memberikan dampak positif.
Studi Kasus: Dampak Nyata
Seorang kepala tukang berusia 47 tahun dari Kecamatan Punung mengaku bahwa sebelumnya ia tidak tahu pentingnya detailing tulangan untuk menghindari keruntuhan bangunan. Setelah mengikuti pelatihan, ia mengadopsi teknik pengikatan yang lebih rapi dan kuat, dan membagikannya kepada 6 rekan tukangnya. Efek domino seperti ini menandakan keberhasilan program tidak hanya pada peserta langsung, tetapi juga menyebar ke lingkungan kerjanya.
Kritik dan Nilai Tambah
A. Kelebihan Program:
Menargetkan kelompok rentan (pekerja informal) yang selama ini terabaikan dalam pelatihan resmi.
Menggunakan pendekatan terstruktur dan berbasis riset.
Mengedepankan kolaborasi pemerintah daerah dan universitas.
B. Keterbatasan:
Cakupan geografis terbatas (hanya Kabupaten Pacitan).
Materi tahap lanjut belum terlaksana (hanya tahap 1 terealisasi pada 2022).
Tidak mengukur perubahan praktik kerja di lapangan pasca pelatihan.
Perbandingan dengan Studi Sebelumnya
Penelitian serupa di Palu (Amir et al., 2013) dan Merauke (Doloksaribu et al., 2019) juga menunjukkan bahwa pelatihan berbasis mitigasi gempa sangat diperlukan di daerah rawan. Namun, model SMARTQuake unggul karena dibangun dalam kurikulum bertahap dan memiliki rencana keberlanjutan jangka panjang.
Implikasi dan Rekomendasi
Untuk Pemerintah Daerah: Replikasi program ke wilayah lain dengan risiko seismik tinggi seperti Lombok, Padang, dan Jayapura.
Untuk Sektor Konstruksi Swasta: Menjadikan pelatihan ini sebagai prasyarat perekrutan.
Untuk Akademisi: Mendorong keterlibatan mahasiswa teknik sipil dalam program pelatihan berbasis masyarakat.
Kesimpulan
Program pelatihan kompetensi tenaga kerja konstruksi oleh SMARTQuake UNS merupakan contoh ideal sinergi antara akademisi dan pemerintah dalam menghadapi tantangan gempa bumi di sektor konstruksi. Meski masih berada pada tahap awal, keberhasilan program ini menunjukkan arah yang benar dalam membentuk tenaga kerja yang tidak hanya mahir secara teknis, tetapi juga sadar risiko bencana.
Dengan kelanjutan ke tahap teknis dan perluasan wilayah, program ini berpotensi menjadi model nasional pelatihan konstruksi berbasis mitigasi gempa di Indonesia.
Sumber:
Erik Wahyu Pradana, dkk. (2022). Peningkatan Kompetensi Tenaga Kerja Konstruksi untuk Menumbuhkan Kesadaran dan Kesiapsiagaan terhadap Bencana Gempa. Jurnal Masyarakat Mandiri, 6(6), 4689–4699. DOI: 10.31764/jmm.v6i6.11075
Manajemen Risiko
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 28 Mei 2025
Dalam lanskap pembangunan infrastruktur yang penuh ketidakpastian, manajemen risiko telah menjadi salah satu alat penting untuk memastikan keberhasilan proyek. Artikel ilmiah berjudul “The Effect of Risk Management Practices on Project Performance: A Case Study of the Libyan Construction Industry” karya Nasreddine Ali Algremazy, Zakaria Ideris, Muhammad Abdullah Alferjany, dan Alshammakh Akram menawarkan kontribusi penting bagi pemahaman kita tentang bagaimana praktik manajemen risiko dapat meningkatkan kinerja proyek konstruksi, terutama di negara-negara berkembang seperti Libya.
Konteks dan Relevansi Penelitian
Penelitian ini lahir dari kegelisahan terhadap buruknya kinerja proyek konstruksi di Libya pascaperang saudara. Negara tersebut tengah berupaya membangun kembali infrastruktur vital dengan investasi besar, tetapi menghadapi masalah klasik seperti keterlambatan, pembengkakan biaya, dan kegagalan mutu. Para penulis mengidentifikasi bahwa akar masalah tersebut terletak pada lemahnya penerapan manajemen risiko di sepanjang siklus hidup proyek. Dalam konteks ini, penelitian ini sangat relevan karena tidak hanya memaparkan korelasi tetapi juga membangun model kausal antara manajemen risiko dan kinerja proyek.
Metodologi dan Desain Studi
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menyebarkan kuesioner kepada 312 perusahaan konstruksi di Tripoli dan Benghazi. Dari jumlah tersebut, sebanyak 250 tanggapan yang valid diperoleh. Pengolahan data dilakukan menggunakan teknik Structural Equation Modelling (SEM) berbasis Smart-PLS, yang memungkinkan analisis hubungan antar variabel secara mendalam. Tiga dimensi utama manajemen risiko yang diteliti meliputi identifikasi risiko (RMP-RI), penilaian risiko (RMP-RA), dan respons serta pemantauan risiko (RMP-RMR).
Studi ini juga menyempurnakan instrumen pengukuran dengan mengadopsi skala lima poin Likert dan validasi reliabilitas melalui nilai Composite Reliability (CR) dan Average Variance Extracted (AVE), yang seluruhnya memenuhi ambang batas yang direkomendasikan (CR > 0.7 dan AVE > 0.5).
Temuan Kunci dan Data Numerik
Salah satu kontribusi utama artikel ini adalah bukti empiris bahwa semua aspek manajemen risiko berdampak signifikan dan positif terhadap kinerja proyek konstruksi di Libya. Secara statistik, model struktural menjelaskan bahwa ketiga variabel manajemen risiko mampu menjelaskan hingga 83% variabilitas dalam kinerja proyek. Ini merupakan angka yang sangat tinggi dan menunjukkan kekuatan prediktif model yang dibangun.
Detail hasil dari pengujian hipotesis sebagai berikut:
Secara umum, praktik manajemen risiko berada pada tingkat “moderat” di perusahaan konstruksi Libya dengan skor rata-rata antara 3.08 dan 3.45 pada skala 1–5.
Studi Kasus dan Profil Responden
Dalam studi ini, responden mayoritas adalah direktur perusahaan (90.4%), dengan latar belakang pendidikan yang cukup baik (73.2% memiliki gelar sarjana). Sebagian besar perusahaan telah beroperasi lebih dari 10 tahun dan melibatkan proyek-proyek seperti perumahan (22.4%), hotel (4.8%), kantor (9.2%), dan pusat perbelanjaan (11.6%).
Sebanyak 57.2% perusahaan menyatakan bahwa mereka menerapkan manajemen risiko secara informal, sedangkan sisanya menggunakan pendekatan formal. Lebih menarik lagi, 44.4% perusahaan mengaku memiliki strategi manajemen risiko proyek konstruksi namun masih membutuhkan perbaikan, sementara 18.8% baru berencana mengembangkannya.
Analisis Kritis dan Perbandingan Literatur
Penelitian ini tidak berdiri sendiri. Temuan ini konsisten dengan berbagai studi sebelumnya, seperti yang dilakukan oleh Nguyen dan Watanabe (2017) yang menunjukkan bahwa praktik manajemen risiko dapat meningkatkan daya saing organisasi. Studi oleh Tahir et al. (2019) di Pakistan dan Sabiel (2020) di Qatar juga menemukan pengaruh signifikan dari penerapan formal manajemen risiko terhadap kesuksesan proyek.
Namun, ada satu hal yang menarik: identifikasi risiko mendapat perhatian paling tinggi dari manajer proyek di Libya, tetapi penilaian risiko justru memiliki dampak paling besar terhadap kinerja proyek. Ini menunjukkan adanya kesenjangan antara kesadaran dan dampak aktual dari praktik manajemen risiko, yang dapat dijadikan landasan kebijakan peningkatan kapasitas di sektor ini.
Relevansi Terhadap Tren Global
Dalam era di mana proyek konstruksi semakin kompleks dan dipengaruhi oleh dinamika global seperti pandemi COVID-19, fluktuasi harga bahan bangunan, dan ketidakstabilan politik, peran manajemen risiko menjadi semakin vital. Hasil studi ini menggarisbawahi pentingnya formalitas dan sistematisasi proses risiko—sesuatu yang dapat diterapkan tidak hanya di Libya, tetapi juga di negara-negara berkembang lainnya dengan tantangan serupa.
Sebagai contoh, praktik terbaik dari sektor konstruksi di Eropa seperti yang dilakukan di Jerman atau Inggris menekankan pentingnya penggunaan alat analitik berbasis teknologi seperti BIM dan software prediktif lainnya dalam mengelola risiko proyek. Adopsi semacam ini masih minim di Libya, membuka peluang kolaborasi lintas negara dan lintas sektor.
Keterbatasan Studi dan Implikasi Praktis
Penulis dengan jujur menyampaikan keterbatasan riset mereka, seperti cakupan geografis yang terbatas hanya di Tripoli dan Benghazi, serta desain penelitian yang bersifat cross-sectional. Oleh karena itu, penelitian lanjutan yang bersifat longitudinal dan mencakup wilayah Libya lainnya dapat memberikan gambaran lebih utuh mengenai dinamika manajemen risiko dalam industri ini.
Dari sisi praktis, studi ini menyarankan agar perusahaan konstruksi mulai menerapkan pendekatan formal dan strategis terhadap manajemen risiko, termasuk menyusun dokumen Construction Projects Risk Management Strategy (CPRMS) yang komprehensif dan dapat diintegrasikan ke dalam proses manajemen proyek sejak awal.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Secara keseluruhan, artikel ini memberikan bukti kuat bahwa manajemen risiko bukan sekadar alat pendukung, melainkan pilar utama dalam mencapai keberhasilan proyek konstruksi. Dengan implementasi yang sistematis dan terukur, praktik-praktik seperti identifikasi risiko, penilaian, serta respons dan pemantauan risiko terbukti dapat meningkatkan kinerja proyek hingga 83%.
Bagi negara-negara berkembang yang tengah membangun infrastruktur secara besar-besaran, seperti Indonesia, Nigeria, atau bahkan Afghanistan, studi ini menjadi cermin penting. Risiko adalah keniscayaan dalam proyek konstruksi, tetapi bagaimana risiko tersebut diidentifikasi dan ditangani akan menentukan apakah proyek akan menjadi kisah sukses atau kegagalan monumental.
Adopsi pendekatan berbasis data, penggunaan teknologi seperti Smart-PLS atau BIM, serta pelatihan formal bagi manajer proyek harus menjadi agenda prioritas dalam reformasi sektor konstruksi. Dengan demikian, risiko bukan lagi musuh, melainkan mitra dalam membangun masa depan.
Sumber asli artikel:
Algremazy, N. A., Ideris, Z., Alferjany, M. A., & Akram, A. (2023). The Effect of Risk Management Practices on Project Performance: A Case Study of the Libyan Construction Industry. International Journal of Professional Business Review, 8(6), e01420.
Kualitas
Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 28 Mei 2025
Pendahuluan: Menjawab Tantangan Kualitas dan Efisiensi di Era Industri 4.0
Di tengah persaingan bisnis yang semakin ketat, perusahaan manufaktur dihadapkan pada dua tuntutan utama: kualitas produk yang konsisten dan efisiensi biaya produksi. Tidak hanya mengandalkan kualitas teknis, perusahaan juga harus memahami bahwa pelanggan semakin menuntut keandalan dan layanan cepat. Dalam konteks inilah, Statistical Process Control (SPC) menjadi alat strategis yang tidak hanya menjamin kualitas, tetapi juga menciptakan keunggulan kompetitif.
Penelitian Martin A. Moser menggambarkan secara praktis bagaimana SPC diimplementasikan dalam industri pengemasan fleksibel. Melalui pendekatan kualitatif berbasis wawancara, penelitian ini memberikan peta jalan yang dapat diikuti oleh organisasi untuk mengintegrasikan SPC ke dalam sistem manajemen kualitas mereka.
Memahami SPC: Lebih dari Sekadar Alat Pengendalian Kualitas
Definisi dan Esensi SPC
SPC adalah metode statistik yang digunakan untuk memonitor dan mengendalikan proses produksi. Dengan menganalisis variasi proses secara statistik, SPC membantu mengidentifikasi potensi masalah sebelum produk cacat dihasilkan. Hal ini menjadikan SPC sebagai bagian integral dari Total Quality Management (TQM).
Menurut Moser, SPC bukan hanya teknik, tetapi mindset organisasi. Ini selaras dengan filosofi continuous improvement (Kaizen), di mana setiap proses dipantau, dianalisis, dan dioptimalkan untuk mencapai efisiensi biaya dan kualitas secara simultan.
SPC Sebagai Senjata Strategis untuk Keunggulan Kompetitif
Mengapa SPC Penting di Era Globalisasi?
Langkah-Langkah Implementasi SPC: Panduan Praktis dari Penelitian Moser
Moser menekankan bahwa implementasi SPC tidak bisa instan, melainkan melalui tahapan sistematis berikut:
1. Identifikasi Karakteristik Kritis Kualitas (Critical Quality Characteristics / CQC)
2. Pemilihan Alat Ukur dan Teknologi Pengujian
3. Pelaksanaan Uji Kapabilitas Proses (Process Capability Study)
4. Penerapan Quality Control Charts
Manfaat Nyata SPC dalam Pengendalian Produksi
Studi Kasus: Implementasi SPC di Industri Pengemasan Fleksibel
Penelitian Moser mengambil studi kasus di perusahaan internasional produsen pengemasan fleksibel. Temuan utama mencakup:
Tantangan dan Kendala dalam Implementasi SPC
1. Ketergantungan pada Keterampilan Karyawan
2. Investasi Awal yang Besar
3. Resistensi terhadap Perubahan
SPC dan Revolusi Industri 4.0: Sinergi Tak Terelakkan
Moser juga mengulas potensi integrasi SPC dengan Industri 4.0, seperti:
Kritik dan Perbandingan dengan Penelitian Lain
Jika dibandingkan dengan teori dari Oakland (2018) tentang SPC, Moser lebih menekankan pada praktik industri nyata. Namun, kajian ini belum banyak membahas integrasi dengan machine learning, yang saat ini banyak digunakan dalam Advanced Quality Control.
Beberapa kritik yang mungkin muncul adalah:
Rekomendasi Praktis dari Penelitian Moser untuk Industri Manufaktur
Kesimpulan: SPC Bukan Lagi Pilihan, Tapi Kebutuhan
Paper ini dengan jelas menunjukkan bahwa SPC adalah investasi strategis untuk keunggulan kompetitif jangka panjang. Tidak hanya meningkatkan kualitas produk, SPC juga mendorong efisiensi produksi dan budaya perbaikan berkelanjutan.
✅ Keunggulan Utama:
❗ Tantangan:
sumber:
Gazdaság & Társadalom / Journal of Economy & Society (2018/2)