kesehatan

Tantangan dan Solusi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Sekolah di Negara Berkembang

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 07 Maret 2025


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan faktor penting dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan mendukung proses belajar mengajar. Namun, dalam banyak kasus, praktik K3 di sekolah-sekolah di negara berkembang masih belum menjadi prioritas. Artikel ini menyoroti pentingnya implementasi sistem K3 yang lebih baik serta kerjasama antara sekolah dan pemerintah dalam menciptakan lingkungan yang aman bagi tenaga pengajar dan siswa.

Penelitian ini dilakukan melalui tinjauan literatur yang mencakup:

  • Analisis data kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja di sekolah-sekolah di negara berkembang.
  • Identifikasi kesenjangan dalam regulasi dan kebijakan K3 di sektor pendidikan.
  • Pengembangan kerangka kerja manajemen K3 yang dapat diterapkan di sekolah.

Hasil kajian ini digunakan untuk menyusun rekomendasi kebijakan yang bertujuan meningkatkan standar K3 di institusi pendidikan.

1. Statistik K3 di Negara Berkembang

  • Menurut ILO (2019, 2023), sekitar 340 juta pekerja mengalami kecelakaan kerja, sementara 160 juta menderita penyakit akibat kerja setiap tahun.
  • 65% kematian akibat kerja terjadi di Asia, sementara Afrika menyumbang 11,8% dari total kematian kerja.
  • Di Afrika, sekitar 33% penyakit akibat kerja berasal dari penyakit menular, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah lain.
  • OHS legislation di negara berkembang hanya mencakup 10% dari populasi pekerja, sedangkan 80% dari total bahaya kerja ada di negara-negara ini.

2. Kesenjangan dalam Implementasi K3 di Sekolah

Penelitian ini menemukan beberapa faktor utama yang menyebabkan lemahnya penerapan K3 di sekolah:

  • Kurangnya regulasi dan kebijakan spesifik: Banyak negara berkembang tidak memiliki kebijakan yang jelas mengenai K3 di sektor pendidikan.
  • Minimnya pelatihan dan kesadaran K3: Kurangnya pelatihan bagi guru dan tenaga pendukung menyebabkan rendahnya kesadaran akan pentingnya keselamatan kerja.
  • Fasilitas yang tidak memadai: Banyak sekolah memiliki infrastruktur yang buruk, termasuk ventilasi yang tidak layak, kurangnya jalur evakuasi darurat, dan sanitasi yang buruk.
  • Kurangnya pendanaan: Keterbatasan anggaran menyebabkan sekolah tidak mampu menyediakan peralatan keselamatan dasar seperti pemadam kebakaran, alat pelindung diri (APD), dan fasilitas kesehatan.

3. Dampak Buruk Lingkungan Kerja yang Tidak Aman

  • Risiko cedera akibat kecelakaan: Lantai licin, kabel listrik terbuka, dan kurangnya sistem evakuasi dapat menyebabkan kecelakaan yang mengancam keselamatan guru dan siswa.
  • Penyakit akibat kerja: Kurangnya ventilasi yang baik di ruang kelas dapat menyebabkan masalah pernapasan, terutama di daerah dengan tingkat polusi tinggi.
  • Dampak psikologis: Guru yang bekerja dalam kondisi tidak aman mengalami stres yang lebih tinggi, yang dapat memengaruhi kualitas pengajaran.

Berdasarkan hasil penelitian, artikel ini menawarkan beberapa solusi untuk meningkatkan K3 di sekolah:

1. Penguatan Regulasi dan Kebijakan

  • Pemerintah perlu mengembangkan dan mengimplementasikan regulasi K3 khusus untuk sektor pendidikan.
  • Standar keselamatan minimum harus ditetapkan dan diawasi secara berkala oleh lembaga pengawas.

2. Peningkatan Infrastruktur dan Fasilitas Sekolah

  • Pembangunan sekolah harus mempertimbangkan aspek keselamatan, termasuk jalur evakuasi, ventilasi yang memadai, dan akses terhadap fasilitas kesehatan.
  • Setiap sekolah harus memiliki peralatan keselamatan dasar seperti alat pemadam kebakaran dan kotak P3K.

3. Pelatihan dan Edukasi Keselamatan

  • Guru dan staf sekolah harus mendapatkan pelatihan rutin mengenai prosedur keselamatan kerja dan tanggap darurat.
  • Kurikulum sekolah harus memasukkan pendidikan keselamatan untuk meningkatkan kesadaran siswa sejak dini.

4. Kolaborasi antara Sekolah, Pemerintah, dan Komunitas

  • Sekolah perlu bekerja sama dengan otoritas lokal dan organisasi non-pemerintah untuk mendapatkan sumber daya tambahan untuk meningkatkan standar keselamatan.
  • Program kesadaran keselamatan harus diterapkan di seluruh komunitas pendidikan untuk menciptakan budaya keselamatan yang lebih baik.

Keselamatan kerja di sekolah harus menjadi prioritas utama bagi pemerintah dan manajemen sekolah. Dengan mengembangkan regulasi yang lebih kuat, meningkatkan infrastruktur, dan memberikan pelatihan yang lebih baik, lingkungan sekolah dapat menjadi tempat yang lebih aman bagi tenaga pengajar dan siswa. Penelitian ini juga menyoroti pentingnya kolaborasi antara berbagai pihak dalam menciptakan budaya keselamatan yang berkelanjutan di sektor pendidikan.

Sumber: Rielander, C., Visser, T., & Esterhuyzen, E. Schools and Occupational Health and Safety: Perspectives for Developing Countries. African Journal of Inter/Multidisciplinary Studies, Vol. 6 No. 1, 2024, Hal. 1-15.

Selengkapnya
Tantangan dan Solusi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Sekolah di Negara Berkembang

Keselamatan Kerja

Evaluasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Industri Manufaktur

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 07 Maret 2025


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) menjadi elemen krusial dalam industri manufaktur untuk melindungi pekerja dari risiko kecelakaan kerja. Penelitian ini terdiri dari empat sub-studi yang mencakup:

  1. Analisis tingkat kecelakaan kerja sebelum dan sesudah penerapan OHSAS 18001.
  2. Pengukuran iklim keselamatan kerja melalui survei terhadap 269 pekerja.
  3. Perbandingan praktik K3 antara perusahaan bersertifikasi dan non-sertifikasi.
  4. Identifikasi faktor yang mempengaruhi efektivitas OHSAS 18001 melalui wawancara dengan manajer perusahaan.

Data dikumpulkan menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif, termasuk analisis statistik regresi binomial negatif dan wawancara semi-terstruktur.

Penelitian ini menemukan bahwa meskipun perusahaan yang telah tersertifikasi OHSAS 18001 memiliki dokumentasi yang lebih baik, implementasi standar ini tidak selalu berkorelasi langsung dengan penurunan kecelakaan kerja.

  • Rata-rata tingkat cedera di perusahaan bersertifikasi adalah 6,22 per 100 karyawan setelah implementasi standar, turun dari 17,1 sebelum sertifikasi.
  • Namun, dua dari tiga perusahaan bersertifikasi masih mengalami peningkatan tingkat kecelakaan setelah sertifikasi (dari 3,85 ke 4,8 dan 2,78 ke 4,88), menunjukkan bahwa sertifikasi saja tidak cukup untuk meningkatkan keselamatan kerja.

Perbedaan Iklim Keselamatan antara Perusahaan Bersertifikasi dan Non-Bersertifikasi

  • 269 pekerja yang disurvei menunjukkan bahwa perusahaan bersertifikasi memiliki kesadaran keselamatan lebih tinggi.
  • Faktor-faktor seperti pelatihan keselamatan, keterlibatan manajemen, dan komunikasi risiko lebih baik di perusahaan yang telah mengadopsi OHSAS 18001.
  • Namun, terdapat perbedaan signifikan dalam persepsi keselamatan antara manajer dan pekerja, di mana pekerja merasa bahwa implementasi standar lebih bersifat administratif daripada praktis.

Melalui wawancara dengan 16 manajer perusahaan, ditemukan beberapa hambatan utama dalam penerapan sistem K3:

  • Kurangnya komitmen manajemen: 75% responden menyebutkan bahwa manajemen hanya berfokus pada kepatuhan formal tanpa upaya nyata dalam peningkatan keselamatan.
  • Pelatihan pekerja yang terbatas: 80% pekerja tidak menerima pelatihan keselamatan secara berkala.
  • Kurangnya integrasi dengan budaya perusahaan: Banyak perusahaan menerapkan sistem ini hanya untuk memenuhi regulasi, bukan sebagai bagian dari strategi bisnis jangka panjang.

Studi ini mengungkapkan bahwa sertifikasi OHSAS 18001 bukanlah jaminan langsung untuk peningkatan keselamatan kerja. Beberapa poin penting yang dapat diperhatikan:

  • Kelebihan:
    • Meningkatkan dokumentasi dan kepatuhan terhadap regulasi.
    • Meningkatkan kesadaran pekerja terhadap bahaya kerja.
  • Kekurangan:
    • Tidak selalu mengurangi tingkat kecelakaan secara signifikan.
    • Implementasi sering kali hanya bersifat administratif tanpa dampak nyata.
    • Faktor eksternal seperti regulasi pemerintah dan budaya kerja juga memengaruhi efektivitas sistem.

Penelitian ini menegaskan bahwa keberhasilan sistem manajemen K3 tidak hanya bergantung pada sertifikasi formal, tetapi juga pada implementasi yang efektif, komitmen manajemen, serta keterlibatan pekerja. Untuk meningkatkan efektivitas OHSAS 18001, perusahaan perlu memperkuat pelatihan, meningkatkan partisipasi pekerja, dan mengintegrasikan sistem K3 dengan strategi bisnis mereka.

Sumber: Ghahramani, A. Assessment of Occupational Health and Safety Management Systems Status and Effectiveness in Manufacturing Industry. University of Helsinki, 2017.

Selengkapnya
Evaluasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Industri Manufaktur

kesehatan

Evaluasi Praktik Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Dapur Sekolah Menengah Atas di Ghana

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 07 Maret 2025


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam industri makanan, terutama di lingkungan sekolah, menjadi faktor penting dalam memastikan kualitas dan keamanan makanan yang dikonsumsi siswa. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Data dikumpulkan melalui wawancara dengan 20 staf dapur dari enam SMA yang dipilih secara purposif. Selain itu, observasi langsung dilakukan untuk mengevaluasi kondisi dapur dan sistem keselamatan yang diterapkan.

Aspek yang dianalisis dalam penelitian ini mencakup:

  • Jenis bahaya yang dihadapi staf dapur
  • Tingkat kepatuhan terhadap standar K3
  • Dampak praktik K3 terhadap kualitas makanan
  • Hambatan dalam penerapan K3

Penelitian ini mengidentifikasi lima kategori bahaya utama yang dihadapi staf dapur:

  • Bahaya Keselamatan: Lantai licin akibat tumpahan minyak dan air menyebabkan risiko terpeleset dan jatuh.
  • Bahaya Biologis: Kontaminasi dari lalat, kecoa, dan hewan pengerat di area penyimpanan bahan makanan.
  • Bahaya Fisik: Ventilasi yang buruk menyebabkan akumulasi asap dan panas, berdampak pada kesehatan pernapasan staf.
  • Bahaya Ergonomis: Cedera punggung dan bahu akibat pengangkatan beban berat, seperti karung beras dan tepung.
  • Bahaya Psikososial: Stres akibat tekanan kerja yang tinggi dan komunikasi buruk antara staf dan pengelola.

Data penelitian menunjukkan bahwa 85% staf dapur adalah perempuan, dengan mayoritas berusia antara 40-49 tahun (30%). Sebanyak 90% telah bekerja lebih dari 4 tahun, menunjukkan pengalaman panjang namun tetap menghadapi tantangan keselamatan kerja.

Penelitian ini menemukan bahwa minimnya penerapan K3 berdampak langsung pada kualitas makanan yang disajikan kepada siswa:

  • Penyimpanan bahan makanan yang tidak memadai menyebabkan 50% bahan makanan terkontaminasi serangga.
  • Kurangnya sanitasi peralatan dapur meningkatkan risiko penyakit bawaan makanan.
  • 70% dapur tidak memiliki ventilasi yang memadai, menyebabkan akumulasi asap dan polutan udara.

Hambatan utama dalam penerapan K3 meliputi:

  • Kurangnya pelatihan: 80% staf tidak pernah mendapatkan pelatihan K3, sehingga kurang memahami prosedur keselamatan dasar.
  • Minimnya peralatan keselamatan: Sebagian besar staf tidak memiliki sarung tangan, sepatu anti-slip, atau alat pelindung diri lainnya.
  • Ketidakpedulian manajemen: 75% staf merasa manajemen tidak serius dalam menerapkan standar keselamatan kerja.

Paper ini memberikan wawasan yang kuat tentang tantangan K3 di dapur sekolah, tetapi ada beberapa aspek yang dapat diperbaiki:

  • Perlunya solusi berbasis kebijakan: Studi ini tidak banyak membahas bagaimana kebijakan pemerintah Ghana dapat meningkatkan standar keselamatan di dapur sekolah.
  • Kurangnya perbandingan dengan industri lain: Akan lebih baik jika penelitian ini membandingkan tantangan K3 di dapur sekolah dengan sektor perhotelan atau manufaktur makanan.

Studi ini menegaskan bahwa kurangnya penerapan K3 di dapur sekolah memiliki dampak besar terhadap keselamatan staf dan kualitas makanan yang dikonsumsi siswa. Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan peningkatan pelatihan K3, perbaikan fasilitas dapur, dan komitmen manajemen dalam menerapkan standar keselamatan.

Sumber: Adzinyo, O. A., Frempong, F., Appaw, E. T. A., Antwi, A. B., & Nkrow, J. E. Assessing Occupational Health and Safety Practices Among Kitchen Staff of Selected Senior High Schools in the Ho Municipality, Ghana. Cogent Food & Agriculture, Vol. 10 No. 1, 2024, Hal. 2392404.

Selengkapnya
Evaluasi Praktik Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Dapur Sekolah Menengah Atas di Ghana

Keselamatan Kerja

Pendekatan Multi - Kriteria dalam Penilaian Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 07 Maret 2025


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan aspek krusial dalam dunia industri untuk melindungi pekerja dari berbagai bahaya yang berpotensi mengancam keselamatan mereka. Penelitian ini melakukan tinjauan sistematis terhadap 80 paper yang diterbitkan antara tahun 2003 hingga 2018. Makalah-makalah ini diklasifikasikan berdasarkan:

  • Tren publikasi dan jurnal penerbit
  • Faktor-faktor risiko yang dinilai
  • Alat analisis yang digunakan dalam metode penilaian risiko

Analisis ini bertujuan untuk memahami bagaimana metode berbasis MCDM dan fuzzy MCDM digunakan dalam berbagai sektor industri, termasuk manufaktur, konstruksi, energi, dan transportasi.

Beberapa contoh implementasi metode MCDM dalam penilaian risiko K3 yang dibahas dalam paper ini meliputi:

  1. Analytic Hierarchy Process (AHP) dalam Penilaian Risiko Industri Manufaktur
    • Metode AHP digunakan untuk menentukan tingkat risiko di sektor manufaktur dengan membandingkan berbagai faktor seperti probabilitas kejadian dan tingkat keparahan.
    • Studi menunjukkan bahwa AHP membantu meningkatkan ketepatan dalam mengidentifikasi prioritas bahaya di pabrik.
  2. TOPSIS untuk Evaluasi Risiko di Sektor Konstruksi
    • Teknik Technique for Order of Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS) digunakan untuk mengurutkan risiko berdasarkan kedekatannya dengan solusi ideal.
    • Penelitian ini menemukan bahwa TOPSIS efektif dalam mengklasifikasikan berbagai faktor risiko pada proyek konstruksi skala besar.
  3. Fuzzy AHP dalam Penilaian Risiko Ergonomis
    • Kombinasi AHP dengan fuzzy logic digunakan untuk menilai risiko cedera akibat postur kerja yang buruk.
    • Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode ini lebih akurat dibandingkan dengan metode tradisional dalam menilai risiko yang melibatkan ketidakpastian.
  4. VIKOR untuk Manajemen Risiko di Sektor Transportasi
    • VlseKriterijumska Optimizacija I Kompromisno Resenje (VIKOR) digunakan dalam industri transportasi untuk menilai dan mengurangi risiko kecelakaan lalu lintas.
    • Metode ini membantu dalam memilih solusi terbaik berdasarkan beberapa faktor risiko sekaligus.

Paper ini menunjukkan bahwa pendekatan berbasis MCDM sangat efektif dalam menangani kompleksitas penilaian risiko K3. Namun, terdapat beberapa tantangan yang perlu diperhatikan:

  • Ketergantungan pada Keputusan Subjektif: Banyak metode MCDM yang bergantung pada preferensi pengambil keputusan, sehingga dapat menghasilkan bias.
  • Kompleksitas Perhitungan: Beberapa metode, seperti fuzzy MCDM, memerlukan perhitungan yang lebih kompleks dibandingkan metode tradisional.
  • Kurangnya Standarisasi: Tidak semua metode memiliki standar yang seragam, sehingga sulit untuk dibandingkan antar industri.

Penelitian ini memberikan wawasan mendalam mengenai peran metode berbasis MCDM dan fuzzy MCDM dalam penilaian risiko K3. Dengan memahami berbagai metode ini, industri dapat memilih pendekatan yang paling sesuai untuk mengurangi kecelakaan dan meningkatkan keselamatan pekerja.

Sumber: Gül, M. A Review of Occupational Health and Safety Risk Assessment Approaches Based on Multi-Criteria Decision-Making Methods and Their Fuzzy Versions. Human and Ecological Risk Assessment: An International Journal, Vol. 24 No. 7, 2018, Hal. 1723-1760.

Selengkapnya
Pendekatan Multi - Kriteria dalam Penilaian Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Teori Belajar

Apa itu Analisis Konteks?

Dipublikasikan oleh Anisa pada 07 Maret 2025


Analisis konteks adalah metode untuk menganalisis lingkungan di mana bisnis beroperasi. Pemindaian lingkungan terutama berfokus pada lingkungan makro suatu bisnis. Namun analisis konteks mempertimbangkan keseluruhan lingkungan bisnis, lingkungan internal dan eksternalnya. Ini adalah aspek penting dalam perencanaan bisnis. Salah satu jenis analisis konteks, yang disebut analisis SWOT, memungkinkan bisnis memperoleh wawasan tentang kekuatan dan kelemahan mereka serta peluang dan ancaman yang ditimbulkan oleh pasar tempat mereka beroperasi. Tujuan utama dari analisis konteks, SWOT atau lainnya, adalah untuk menganalisis lingkungan guna mengembangkan rencana tindakan strategis untuk bisnis. Analisis konteks juga mengacu pada metode analisis sosiologis yang diasosiasikan dengan Scheflen (1963) yang meyakini bahwa 'suatu tindakan, baik itu melirik orang lain, perubahan postur, atau komentar tentang cuaca, tidak memiliki makna intrinsik. Perbuatan-perbuatan tersebut hanya dapat dipahami bila dilakukan dalam hubungan satu sama lain. Hal ini tidak dibahas di sini; hanya Analisis Konteks dalam pengertian bisnis.

Langkah selanjutnya dari metode ini adalah melakukan analisis tren. Analisis tren adalah analisis faktor lingkungan makro di lingkungan eksternal suatu bisnis, disebut juga analisis PEST. Ini terdiri dari analisis tren politik, ekonomi, sosial, teknologi dan demografi. Hal ini dapat dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan faktor mana, pada setiap tingkat, yang relevan dengan mata pelajaran yang dipilih dan memberi skor pada setiap item untuk menentukan tingkat kepentingannya. Hal ini memungkinkan bisnis untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya. Mereka tidak dapat mengendalikan faktor-faktor ini tetapi mereka dapat mencoba mengatasinya dengan melakukan adaptasi. Tren (faktor) yang dibahas dalam analisis PEST adalah Politik, Ekonomi, Sosial dan Teknologi; namun untuk analisis konteks Tren demografi juga penting. Tren demografis adalah faktor-faktor yang berkaitan dengan populasi, seperti misalnya usia rata-rata, agama, pendidikan, dll. Informasi demografis penting jika, misalnya selama riset pasar, suatu bisnis ingin menentukan segmen pasar tertentu yang akan ditargetkan. Tren lainnya dijelaskan dalam pemindaian lingkungan dan analisis PEST. Analisis tren hanya mencakup sebagian dari lingkungan eksternal. Aspek penting lain dari lingkungan eksternal yang harus dipertimbangkan oleh suatu bisnis adalah persaingannya. Ini adalah langkah selanjutnya dari metode ini, analisis pesaing.

Seperti yang dapat dibayangkan, penting bagi sebuah bisnis untuk mengetahui siapa pesaingnya, bagaimana mereka menjalankan bisnisnya, dan seberapa kuat mereka sehingga mereka dapat bertahan dan menyerang. Dalam analisis Pesaing, beberapa teknik diperkenalkan untuk melakukan analisis semacam itu. Di sini saya akan memperkenalkan teknik lain yang melibatkan empat sub analisis, yaitu: penentuan tingkat persaingan, kekuatan kompetitif, perilaku pesaing, dan strategi pesaing.

Tingkat persaingan

Perusahaan bersaing di sejumlah tingkatan, dan penting bagi mereka untuk memeriksa tingkatan ini untuk memahami permintaan pelanggan. Empat kriteria digunakan untuk mengidentifikasi persaingan:

  • Kebutuhan pelanggan: ukuran persaingan yang mempertimbangkan keinginan dan kebutuhan pelanggan. Apa yang diinginkan pelanggan? adalah pertanyaan yang harus ditanyakan oleh perusahaan pada dirinya sendiri.
  • Sifat permintaan konsumen adalah persaingan secara umum. Misalnya, apakah pelanggan lebih suka menggunakan pisau cukur listrik atau silet untuk bercukur?
  • Brand: Persaingan merek dibahas pada tingkat ini. Merek manakah yang lebih cenderung dipilih konsumen?
  • Produk: Jenis permintaan ditunjukkan pada tingkat ini. Oleh karena itu, jenis barang apa yang disukai orang?

Meningkatkan wawasan konsumen merupakan komponen penting dalam analisis persaingan. Misalnya, Ducati menemukan melalui beberapa wawancara klien bahwa mobil sport seperti Porsche atau GM adalah pesaing utama mereka dibandingkan sepeda lain. Tentu saja hal ini akan berdampak pada seberapa kompetitif industri ini.

Disadur dari:

https://en.wikipedia.org

Selengkapnya
Apa itu Analisis Konteks?

Geologi

Penerapan Ilmu Geologi

Dipublikasikan oleh Anisa pada 07 Maret 2025


Geologi adalah disiplin ilmu alam yang mempelajari bumi dan benda-benda langit lainnya, batuan penyusunnya, dan proses yang menyebabkannya berubah seiring berjalannya waktu. Kata "geologi" berasal dari kata Yunani Kuno "gê" (bumi) dan "λoγία" (-logía), yang berarti "studi tentang wacana". Semua disiplin ilmu kebumian lainnya, termasuk hidrologi, memiliki banyak kesamaan dengan geologi modern. Hal ini dikombinasikan dengan ilmu planet dan sistem bumi.

Geologi menjelaskan proses-proses yang membentuk struktur bumi serta struktur di atas dan di bawah permukaannya. Ahli geologi memeriksa susunan mineralogi batuan untuk mempelajari lebih lanjut tentang bagaimana batuan tersebut terbentuk. Geokimia, salah satu cabang ilmu geologi, menentukan umur absolut suatu batuan, sedangkan geologi menentukan umur relatif batuan yang ditemukan di suatu tempat tertentu. Melalui integrasi beragam instrumen petrologi, kristalografi, dan paleontologi, ahli geologi dapat mendokumentasikan seluruh masa lalu geologi bumi. Salah satunya adalah untuk menggambarkan berapa umur Bumi. Sejarah evolusi kehidupan, lempeng tektonik, dan suhu bumi sebelumnya semuanya didukung oleh data geologi.

Ciri-ciri dan cara kerja Bumi dan planet kebumian lainnya dipelajari oleh para ahli geologi pada umumnya. Untuk memahami komposisi dan sejarah Bumi, ahli geologi menggunakan berbagai metodologi, seperti kerja lapangan, deskripsi batuan, pendekatan geofisika, analisis kimia, eksperimen fisik, dan pemodelan numerik. Geologi sangat penting untuk penemuan praktis dan eksploitasi mineral dan hidrokarbon, penilaian sumber daya air, pemahaman tentang bahaya alam, penyelesaian masalah lingkungan, dan penyediaan wawasan sejarah perubahan iklim. Selain menjadi mata pelajaran akademis yang menonjol, geologi juga penting untuk teknik geoteknik dan geologi.

Struktur bumi

Seismologi, pemodelan komputer, mineralogi suhu tinggi dan tekanan tinggi, serta kemajuan kristalografi memberikan perspektif baru tentang struktur dan susunan internal Bumi.

Struktur bumi yang berlapis. (1) inti dalam; (2) inti luar; (3) mantel bawah; (4) mantel atas; (5) litosfer; (6) kerak (bagian paling atas litosfer)

Waktu tibanya gelombang seismik dapat dimanfaatkan oleh para seismolog untuk membuat gambaran isi perut bumi. Penemuan awal di bidang ini mengungkapkan adanya inti dalam yang tebal dan padat serta inti luar yang cair, dimana gelombang geser tidak dapat merambat. Model Bumi berlapis tercipta sebagai hasil dari perkembangan ini, dengan litosfer (yang berisi kerak bumi) di atas, mantel (yang dipisahkan oleh diskontinuitas seismik pada 410 dan 660 kilometer) di bawah, serta inti luar dan dalam di bawah. itu. Baru-baru ini, ahli seismologi telah mampu menghasilkan foto detail kecepatan gelombang bumi dengan cara yang mirip dengan bagaimana CT scan menggambarkan tubuh pasien. Model dasar berlapis telah digantikan dengan model yang lebih dinamis berkat foto-foto ini, yang memungkinkan pandangan sekilas lebih detail mengenai bagian dalam bumi.

Dengan pemahaman tentang susunan penyusun bumi serta data tekanan dan suhu dari investigasi seismik dan pemodelan, ahli mineralogi telah mampu mereplikasi keadaan ini dalam lingkungan eksperimental dan mendeteksi perubahan dalam struktur kristal. Temuan ini menunjukkan struktur kristalografi yang diantisipasi di inti bumi dan menjelaskan perubahan kimia yang terkait dengan diskontinuitas seismik besar di mantel.

Disadur dari:

https://en.wikipedia.org

Selengkapnya
Penerapan Ilmu Geologi
« First Previous page 104 of 865 Next Last »