Logistik Cerdas dan Pengiriman Last Mile

Mewujudkan Keberlanjutan dalam Last-Mile Logistics: Tantangan, Skenario Masa Depan, dan Solusi untuk 2035

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 27 Februari 2025


Pendahuluan

Dalam beberapa dekade terakhir, pertumbuhan e-commerce dan urbanisasi telah meningkatkan kebutuhan akan last-mile logistics, yaitu tahap akhir dalam rantai pasok di mana barang dikirim dari pusat distribusi ke pelanggan akhir. Namun, sektor ini juga menyumbang 25% dari total emisi CO₂ transportasi di perkotaan dan menyebabkan peningkatan polusi udara serta kemacetan lalu lintas. Oleh karena itu, berbagai pemangku kepentingan mulai mencari solusi untuk menjadikan last-mile logistics lebih berkelanjutan.

Studi ini mengkaji skenario potensial untuk tahun 2035 dengan fokus pada tiga faktor utama: kerja sama antar pemangku kepentingan, regulasi pemerintah, dan inovasi teknologi. Dengan menggunakan pendekatan Disaggregative Policy Delphi, penelitian ini mengumpulkan perspektif dari 26 pemangku kepentingan logistik yang berperan dalam perencanaan dan implementasi sistem distribusi di tiga kota Eropa.

Tantangan dalam Last-Mile Logistics

1. Dampak Lingkungan

  • Transportasi menyumbang hampir 25% dari total emisi CO₂ global, dengan 29,4% berasal dari logistik jalan raya.
  • Kendaraan pengiriman menyumbang emisi NOx dan partikel debu yang memperburuk kualitas udara perkotaan.

2. Fragmentasi dan Ketidakefisienan Operasional

  • Hanya 10–15% dari total lalu lintas perkotaan berasal dari kendaraan logistik, tetapi mereka menyebabkan kemacetan yang signifikan.
  • Banyak kendaraan beroperasi dengan kapasitas tidak penuh, meningkatkan konsumsi bahan bakar dan biaya operasional.

3. Regulasi dan Kebijakan Perkotaan

  • Beberapa kota mulai menerapkan zona rendah emisi (LEZ) dan pembatasan kendaraan besar, tetapi implementasi masih beragam.
  • Pemerintah daerah memiliki peran krusial dalam membentuk kebijakan logistik perkotaan agar lebih berkelanjutan.

Skenario Masa Depan Last-Mile Logistics di 2035

Penelitian ini mengembangkan enam skenario potensial berdasarkan faktor regulasi, inovasi, dan kerja sama.

1. The Old Wild WestMinim Regulasi dan Inovasi

  • Kondisi: Pemerintah minim intervensi, perusahaan beroperasi secara individual, dan inovasi berlangsung lambat.
  • Dampak: Emisi tetap tinggi, efisiensi rendah, dan persaingan bisnis kurang sehat karena tidak ada insentif untuk inovasi.

2. The New Wild WestInovasi Didorong oleh Pasar

  • Kondisi: Persaingan tinggi di antara perusahaan mendorong inovasi tanpa campur tangan pemerintah.
  • Dampak: Teknologi baru seperti kendaraan listrik dan drone mulai digunakan, tetapi kurangnya regulasi menyebabkan fragmentasi industri dan kurangnya koordinasi.

3. New Cool CollectiveKolaborasi Optimal antara Pemerintah dan Swasta

  • Kondisi: Pemerintah dan swasta bekerja sama dalam regulasi dan adopsi teknologi berkelanjutan.
  • Dampak: Emisi CO₂ berkurang hingga 50%, efisiensi logistik meningkat melalui pusat konsolidasi perkotaan (UCCs) dan penggunaan sepeda kargo listrik.

4. Revolution by DesignRegulasi Ketat Mendorong Transformasi

  • Kondisi: Pemerintah menerapkan regulasi ketat seperti pembatasan kendaraan berbahan bakar fosil dan pengenaan pajak karbon tinggi.
  • Dampak: Perusahaan dipaksa mengadopsi teknologi hijau, meningkatkan penggunaan kendaraan listrik hingga 72,2%, tetapi biaya operasional meningkat.

5. Thriving, IndividuallyInovasi Tinggi, tetapi Minim Kerja Sama

  • Kondisi: Perusahaan mengadopsi teknologi canggih tetapi tetap beroperasi sendiri tanpa koordinasi dengan pemangku kepentingan lain.
  • Dampak: Efisiensi meningkat, tetapi kemacetan dan emisi tetap tinggi karena kurangnya sistem logistik terpadu.

6. Good Intentions AboundRegulasi Berlebihan Tanpa Implementasi Efektif

  • Kondisi: Pemerintah mencoba mengendalikan logistik dengan regulasi ketat, tetapi implementasinya buruk.
  • Dampak: Banyak perusahaan logistik kecil terpaksa keluar dari pasar, sementara pemain besar mempertahankan dominasi mereka.

Solusi Keberlanjutan dalam Last-Mile Logistics

1. Optimalisasi Rute dan Konsolidasi Pengiriman

  • Menggunakan AI dan big data untuk merancang rute pengiriman yang lebih efisien dan mengurangi emisi.
  • Menerapkan pusat konsolidasi perkotaan (UCCs) untuk mengurangi jumlah kendaraan yang memasuki kota.

2. Penggunaan Moda Transportasi Ramah Lingkungan

  • Mengadopsi kendaraan listrik dan sepeda kargo untuk mengurangi emisi.
  • Menguji drone dan robot pengiriman untuk area dengan akses terbatas.

3. Pemanfaatan Parcel Lockers dan Pickup Points

  • Mengurangi pengiriman gagal hingga 30% dengan menyediakan titik pengambilan paket otomatis.
  • Menggunakan pickup points untuk meningkatkan efisiensi distribusi dan mengurangi kebutuhan perjalanan kendaraan.

Studi Kasus Implementasi Keberlanjutan dalam Last-Mile Logistics

1. DHL: Micro-Hubs dan Sepeda Kargo Listrik

  • Implementasi micro-hubs di pusat kota untuk konsolidasi paket sebelum pengiriman.
  • Penggunaan sepeda kargo listrik mengurangi emisi karbon hingga 60% dibandingkan van diesel.

2. UPS: Optimasi Rute Berbasis AI

  • Implementasi teknologi AI dalam optimasi rute meningkatkan efisiensi pengiriman sebesar 20%.
  • Program pengiriman malam hari mengurangi kemacetan dan meningkatkan kecepatan pengiriman.

3. Bpost: Penggunaan Parcel Lockers

  • Implementasi pickup points dan parcel lockers telah mengurangi kebutuhan pengiriman langsung ke rumah sebesar 30%.

Tantangan dan Rekomendasi Implementasi Solusi Berkelanjutan

1. Biaya Implementasi yang Tinggi

Solusi: Insentif pajak dan subsidi bagi perusahaan yang beralih ke kendaraan listrik dan pusat distribusi ramah lingkungan.

2. Kurangnya Kesadaran Konsumen

Solusi: Kampanye edukasi pelanggan tentang dampak lingkungan dari pilihan pengiriman mereka.

3. Regulasi yang Tidak Konsisten

Solusi: Standarisasi kebijakan keberlanjutan antar kota untuk menciptakan ekosistem logistik yang lebih efisien.

Kesimpulan

Keberlanjutan dalam last-mile logistics memerlukan kombinasi inovasi teknologi, regulasi yang efektif, dan kerja sama antara pemangku kepentingan.

Optimalisasi rute dan pusat konsolidasi dapat meningkatkan efisiensi dan mengurangi emisi.
Kendaraan listrik dan moda transportasi alternatif menjadi solusi utama untuk kota besar.
Pickup points dan parcel lockers dapat mengurangi perjalanan kendaraan dan meningkatkan fleksibilitas pelanggan.

Dengan strategi ini, masa depan last-mile logistics yang lebih berkelanjutan dan efisien dapat terwujud pada tahun 2035.

Sumber Artikel: Plazier, P., Rauws, W., Neef, R., & Buijs, P. (2024). Towards sustainable last-mile logistics? Investigating the role of cooperation, regulation, and innovation in scenarios for 2035. University of Groningen.

 

Selengkapnya
Mewujudkan Keberlanjutan dalam Last-Mile Logistics: Tantangan, Skenario Masa Depan, dan Solusi untuk 2035

Logistik Cerdas dan Pengiriman Last Mile

Analisis Preferensi Konsumen terhadap Model Last-Mile Delivery dan Implikasinya bagi Industri Logistik

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 27 Februari 2025


Pendahuluan

Seiring dengan meningkatnya e-commerce, last-mile delivery menjadi tantangan utama dalam rantai pasok karena biaya tinggi dan ketidakpastian penerimaan pelanggan. Laporan industri terbaru menunjukkan bahwa biaya last-mile delivery menyumbang sekitar 20% dari total biaya logistik dan sering kali disubsidi oleh pengecer karena pelanggan enggan membayar biaya pengiriman penuh.

Penelitian ini bertujuan untuk memahami faktor-faktor yang memengaruhi sikap konsumen terhadap berbagai model pengiriman. Dengan menggunakan metode wawancara kualitatif dengan pakar industri e-food dan eksperimen terkontrol, penelitian ini mengidentifikasi preferensi konsumen serta peran faktor seperti privasi, kenyamanan, dan kualitas layanan dalam adopsi model pengiriman yang lebih efisien.

Tantangan dalam Last-Mile Delivery

1. Biaya Logistik yang Tinggi

  • Online retailer rata-rata menyubsidi 20% dari biaya pengiriman karena pelanggan enggan membayar harga sebenarnya.
  • Biaya logistik meningkat karena kebutuhan layanan cepat, terutama dalam industri e-food yang memerlukan rantai dingin.

2. Risiko Privasi dalam Model Pengiriman Baru

  • Pengiriman langsung ke dalam rumah atau garasi meningkatkan kekhawatiran pelanggan terkait keamanan dan privasi.
  • Model seperti in-fridge delivery (kurir memasukkan barang langsung ke kulkas pelanggan) menimbulkan perdebatan terkait batas privasi.

3. Keengganan Pelanggan terhadap Model Otomatisasi

  • Walaupun teknologi drone dan kendaraan otonom menjanjikan efisiensi, studi menunjukkan pelanggan masih lebih memilih pengiriman langsung oleh manusia.
  • Ketidakpastian terhadap kualitas layanan dan kemungkinan kegagalan sistem otomatis menjadi kendala utama adopsi teknologi ini.

Metode Penelitian

Studi ini menggunakan pendekatan metode campuran, terdiri dari:

  • Wawancara kualitatif dengan 7 pakar industri e-food, termasuk CEO dan manajer pengembangan bisnis dari perusahaan logistik dan e-grocers terkemuka.
  • Eksperimen terkontrol dengan 384 responden di Eropa yang diuji dengan skenario berbagai model last-mile delivery.

Temuan Utama: Faktor yang Mempengaruhi Preferensi Konsumen dalam Last-Mile Delivery

Penelitian ini mengidentifikasi beberapa faktor utama yang berperan dalam preferensi pelanggan terhadap model pengiriman:

1. Preferensi Konsumen terhadap Model Pengiriman yang Berbeda

Berdasarkan eksperimen, model pengiriman dengan interaksi langsung lebih disukai dibandingkan model otomatis.

  • Pengiriman langsung oleh pengecer mendapat rating 3,76/5, sedangkan pengiriman menggunakan kendaraan otonom hanya mendapat 2,49/5.
  • In-fridge delivery justru mendapat skor tinggi (4,07/5), menunjukkan bahwa pelanggan dapat menerima model otomatisasi tertentu jika ada nilai tambah yang jelas.

2. Peran Risiko Privasi dalam Pengambilan Keputusan

  • In-home delivery dan in-garage delivery mengalami penolakan signifikan karena dianggap mengancam privasi pelanggan.
  • Risiko privasi menjadi faktor utama dalam penolakan model pengiriman otomatis.
  • Penggunaan kamera pengawas atau akses terbatas dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kepercayaan pelanggan.

3. Kontribusi Kenyamanan terhadap Adopsi Model Baru

  • Model seperti smart box delivery dan in-fridge delivery dianggap nyaman karena pelanggan tidak perlu hadir saat pengiriman.
  • Namun, penggunaan kendaraan otonom mendapat skor rendah dalam aspek kenyamanan, karena pelanggan masih perlu mengambil barang dari kendaraan sendiri.

Studi Kasus Implementasi Model Pengiriman Inovatif

1. Amazon Key: In-Home Delivery dengan Smart Lock

  • Amazon Key memungkinkan kurir memasukkan paket ke dalam rumah pelanggan menggunakan akses sekali pakai melalui smart lock.
  • Walaupun inovatif, masih banyak pelanggan yang ragu karena risiko keamanan dan privasi.

2. Walmart: In-Fridge Delivery sebagai Model Berbasis Kenyamanan

  • Walmart mengembangkan pengiriman langsung ke kulkas pelanggan dengan kurir terverifikasi.
  • Studi menunjukkan bahwa 72,2% pelanggan menyukai model ini, karena mereka tidak perlu repot menyimpan barang belanjaan.

3. Starship Technologies: Kendaraan Otonom untuk Pengiriman Jarak Pendek

  • Starship menguji robot pengiriman di beberapa kota Eropa dan AS.
  • Namun, penelitian ini menemukan bahwa model ini kurang menarik bagi pelanggan dibandingkan dengan pengiriman langsung oleh manusia.

Tantangan dan Rekomendasi untuk Masa Depan Last-Mile Delivery

1. Mengatasi Kekhawatiran Privasi Konsumen

Solusi:

  • Menggunakan sistem pengawasan berbasis AI untuk memastikan keamanan pengiriman dalam model in-home dan in-garage delivery.
  • Memberikan opsi pelanggan untuk membatasi akses kurir ke area tertentu dalam rumah mereka.

2. Meningkatkan Efisiensi Biaya Pengiriman

Solusi:

  • Menerapkan crowdsourcing logistics, di mana pengiriman dilakukan oleh individu dengan kendaraan pribadi untuk menekan biaya operasional.
  • Mengembangkan pickup points dan parcel lockers untuk mengurangi jumlah perjalanan pengiriman yang gagal.

3. Meningkatkan Kepercayaan terhadap Pengiriman Otomatis

Solusi:

  • Mengedukasi pelanggan mengenai manfaat dan keamanan kendaraan otonom serta drone dalam logistik.
  • Memperkenalkan uji coba gratis atau insentif untuk menarik pelanggan mencoba model otomatisasi baru.

Kesimpulan

Penelitian ini memberikan wawasan baru tentang bagaimana pelanggan memandang berbagai model last-mile delivery. Preferensi terhadap pengiriman langsung masih dominan, tetapi model berbasis kenyamanan seperti in-fridge delivery mulai diterima.

Privasi menjadi faktor utama dalam adopsi model otomatisasi, terutama dalam in-home delivery.
Model berbasis kenyamanan seperti smart box dan in-fridge delivery lebih disukai dibandingkan drone dan kendaraan otonom.
Solusi crowdsourcing logistics dan pickup points dapat membantu menekan biaya pengiriman dan meningkatkan efisiensi rantai pasok.

Dengan memahami preferensi pelanggan dan mengelola risiko yang ada, industri logistik dapat mengembangkan model pengiriman yang lebih efisien, terjangkau, dan dapat diterima oleh pelanggan di masa depan.

Sumber Artikel:

Klink, B. D., & Schweizer, S. (2024). Identifying and testing drivers of consumers’ attitude towards last-mile delivery modes. Electronic Commerce Research.

 

Selengkapnya
Analisis Preferensi Konsumen terhadap Model Last-Mile Delivery dan Implikasinya bagi Industri Logistik

Logistik Cerdas dan Pengiriman Last Mile

Solusi Berkelanjutan dalam Logistik First-Mile dan Last-Mile: Strategi Efisiensi dan Reduksi Emisi

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 27 Februari 2025


Pendahuluan

Perkembangan e-commerce dan urbanisasi telah meningkatkan permintaan akan logistik yang lebih cepat dan efisien. Namun, segmen last-mile delivery tetap menjadi bagian paling tidak efisien dalam rantai pasok, menyumbang hingga 28% dari total biaya pengiriman. Sementara itu, first-mile logistics juga mengalami tantangan karena fragmentasi volume pengambilan barang.

Penelitian ini mengeksplorasi solusi berkelanjutan dalam logistik first-mile dan last-mile, termasuk crowdshipping, parcel lockers, kendaraan listrik, sepeda kargo, dan pusat konsolidasi perkotaan (UCC). Studi ini juga mengidentifikasi manfaat dan hambatan dalam implementasi solusi ini untuk meningkatkan efisiensi logistik dan mengurangi dampak lingkungan.

Tantangan dalam Logistik First-Mile dan Last-Mile

1. Biaya Tinggi dan Ketidakefisienan Operasional

  • Last-mile delivery menyumbang 20-50% dari total biaya logistik, dengan biaya tinggi akibat pengiriman individu ke alamat yang tersebar.
  • First-mile logistics juga semakin kompleks dengan meningkatnya e-commerce yang menyebabkan fragmentasi pengambilan barang.

2. Dampak Lingkungan yang Signifikan

  • Transportasi logistik menyumbang 24,6% dari total emisi gas rumah kaca di UE, dengan mayoritas berasal dari kendaraan berbahan bakar fosil.
  • Infrastruktur jalan yang padat menyebabkan kemacetan dan peningkatan konsumsi bahan bakar, menambah beban operasional dan lingkungan.

3. Ketidakpastian Penerimaan Pelanggan

  • 12% dari pengiriman gagal pada percobaan pertama, meningkatkan kebutuhan pengiriman ulang dan biaya tambahan.
  • Ketidakpastian waktu penerimaan barang oleh pelanggan juga menjadi hambatan dalam optimalisasi rute pengiriman.

Solusi Berkelanjutan dalam Logistik First-Mile dan Last-Mile

Studi ini mengidentifikasi beberapa solusi utama untuk meningkatkan efisiensi dan keberlanjutan dalam logistik perkotaan.

1. Crowdshipping: Mengoptimalkan Kapasitas Transportasi

  • Menggunakan individu dengan kendaraan pribadi untuk mengirim paket dalam perjalanan harian mereka.
  • Keuntungan: Mengurangi kebutuhan armada besar, menekan biaya pengiriman, dan mengoptimalkan rute transportasi yang sudah ada.
  • Hambatan: Ketersediaan pengemudi yang tidak menentu dan kurangnya kepercayaan pelanggan terhadap layanan non-profesional.

2. Parcel Lockers: Mengurangi Kegagalan Pengiriman

  • DHL dan Amazon telah sukses menerapkan jaringan parcel lockers untuk meminimalkan pengiriman ulang.
  • Keuntungan:
    • Mengurangi emisi CO₂ hingga 30% dengan konsolidasi pengiriman ke satu titik.
    • Meningkatkan tingkat keberhasilan pengiriman karena pelanggan bisa mengambil barang kapan saja.
  • Hambatan: Biaya awal pemasangan dan kebutuhan dukungan dari pemerintah lokal dalam perizinan lokasi.

3. Kendaraan Listrik: Solusi Rendah Emisi untuk Perkotaan

  • Studi menunjukkan bahwa kendaraan listrik dapat mengurangi emisi CO₂ hingga 54% dibandingkan kendaraan diesel.
  • Keuntungan:
    • Bebas dari pembatasan lalu lintas di zona emisi rendah.
    • Lebih hemat biaya operasional dalam jangka panjang meskipun investasi awal lebih tinggi.
  • Hambatan:
    • Infrastruktur pengisian daya yang masih terbatas.
    • Jarak tempuh baterai yang lebih pendek dibanding kendaraan konvensional.

4. Sepeda Kargo: Efisiensi di Pusat Kota

  • UPS dan DHL telah mengadopsi sepeda kargo untuk pengiriman dalam area perkotaan yang padat.
  • Keuntungan:
    • Mengurangi emisi karbon hingga 75% dibandingkan van konvensional.
    • Lebih cepat dan fleksibel di pusat kota karena dapat menggunakan jalur sepeda dan trotoar.
  • Hambatan:
    • Kapasitas muatan terbatas dibandingkan kendaraan bermotor.
    • Tidak efisien untuk pengiriman jarak jauh atau barang berukuran besar.

5. Urban Consolidation Centers (UCC): Pengurangan Kepadatan Lalu Lintas

  • Keuntungan:
    • Mengurangi lalu lintas kendaraan besar di pusat kota hingga 30%.
    • Mengurangi konsumsi bahan bakar dengan konsolidasi pengiriman ke dalam satu pusat distribusi.
  • Hambatan:
    • Memerlukan investasi besar dalam infrastruktur gudang perkotaan.
    • Keterlibatan banyak pemangku kepentingan, termasuk pemerintah dan perusahaan logistik.

Studi Kasus Implementasi Solusi Berkelanjutan

1. DHL: Penggunaan Kendaraan Listrik dan Sepeda Kargo

  • 13% dari armada DHL sudah menggunakan energi alternatif, dengan fokus pada kendaraan listrik untuk pengiriman jarak pendek.
  • Studi menunjukkan bahwa strategi ini mampu mengurangi emisi karbon dan meningkatkan efisiensi operasional di pusat kota.

2. Amazon: Parcel Lockers dan Opsi Pengiriman Fleksibel

  • Amazon berhasil meningkatkan tingkat keberhasilan pengiriman hingga 98% dengan sistem parcel lockers dan opsi pengambilan mandiri.
  • Langkah ini mengurangi kebutuhan pengiriman ulang dan menekan emisi karbon dari kendaraan pengiriman.

3. Walmart: Pengiriman Langsung ke Kulkas Pelanggan (In-Fridge Delivery)

  • Walmart menguji model di mana kurir yang terverifikasi bisa memasukkan barang langsung ke kulkas pelanggan.
  • Hasil studi menunjukkan bahwa 72,2% pelanggan lebih memilih opsi ini dibandingkan pengiriman tradisional.

Tantangan dan Rekomendasi untuk Implementasi

1. Keterbatasan Infrastruktur

  • Solusi: Pemerintah harus berinvestasi dalam charging station untuk kendaraan listrik dan memperluas zona ramah sepeda kargo.

2. Kepercayaan Pelanggan terhadap Model Baru

  • Solusi:
    • Peningkatan keamanan dalam crowdshipping melalui verifikasi identitas dan pelacakan berbasis AI.
    • Mengedukasi pelanggan tentang manfaat solusi berkelanjutan dan memberikan insentif untuk adopsi.

3. Skalabilitas dan Biaya Implementasi

  • Solusi:
    • Memanfaatkan teknologi AI untuk mengoptimalkan rute dan mengurangi konsumsi energi.
    • Mengadopsi sistem insentif bagi pelanggan yang memilih opsi pengiriman berkelanjutan.

Kesimpulan

Solusi berkelanjutan dalam logistik first-mile dan last-mile memiliki potensi besar untuk mengurangi biaya, meningkatkan efisiensi operasional, dan menekan emisi karbon.

✅ Parcel lockers dan pickup points dapat meningkatkan tingkat keberhasilan pengiriman hingga 98%.
✅ Sepeda kargo dan kendaraan listrik mengurangi emisi CO₂ hingga 75%.
✅ Urban Consolidation Centers mengurangi kepadatan lalu lintas di pusat kota hingga 30%.

Dengan kombinasi strategi ini, perusahaan logistik dapat meningkatkan layanan pelanggan sambil mencapai tujuan keberlanjutan yang lebih luas.

Sumber Artikel: Dupont, M. (2022). Sustainable solutions in first and last mile logistics: potential benefits and barriers. HEC-Ecole de gestion de l'Université de Liège.

 

Selengkapnya
Solusi Berkelanjutan dalam Logistik First-Mile dan Last-Mile: Strategi Efisiensi dan Reduksi Emisi

Logistik Cerdas dan Pengiriman Last Mile

Analisis Efisiensi Last-Mile Delivery dalam Sektor Kesehatan: Studi Kasus Kaduna State Health Supplies Management Agency (KADSHMA), Nigeria

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 27 Februari 2025


Pendahuluan

Di Nigeria, keterbatasan akses terhadap obat-obatan dan layanan kesehatan menjadi salah satu faktor utama tingginya angka kematian. Last-mile delivery (LMD), atau tahap akhir distribusi, memainkan peran krusial dalam memastikan pasokan medis sampai ke pasien tepat waktu dan dalam kondisi baik. Namun, tantangan logistik yang kompleks sering kali menghambat efisiensi sistem ini.

Penelitian ini menganalisis faktor-faktor utama yang memengaruhi efisiensi last-mile delivery dalam sektor kesehatan, khususnya di Kaduna State Health Supplies Management Agency (KADSHMA) dan fasilitas kesehatan terkait. Lima variabel utama yang diuji dalam studi ini adalah:

  • Biaya Pengiriman (Delivery Cost – DC)
  • Waktu Pengiriman (Delivery Time – DT)
  • Mode Pengiriman (Mode of Delivery – MD)
  • Teknologi Fasilitas (Facilities Technology – FT)
  • Kompleksitas Produk (Product Mix – PM)

Dengan menggunakan metode Partial Least Square Structural Equation Modeling (PLS-SEM), penelitian ini mengevaluasi hubungan antara faktor-faktor tersebut terhadap efisiensi pengiriman di fasilitas kesehatan.

Tantangan dalam Last-Mile Delivery di Sektor Kesehatan

1. Biaya Pengiriman yang Tinggi

  • Laporan menunjukkan bahwa LMD menyumbang hingga 50% dari total biaya logistik di sektor kesehatan.
  • Infrastruktur yang buruk dan sistem pengiriman yang tidak efisien menyebabkan kenaikan harga logistik.
  • Ketergantungan pada transportasi darat di daerah terpencil meningkatkan biaya bahan bakar dan perawatan kendaraan.

2. Keterlambatan dalam Distribusi

  • Rata-rata waktu pengiriman berkurang dari 14 hari menjadi 4 hari setelah perbaikan sistem logistik di Kaduna.
  • Pengiriman yang tertunda meningkatkan risiko kematian pasien akibat keterlambatan obat-obatan penting.

3. Kompleksitas dalam Produk Medis

  • Produk dengan masa kedaluwarsa pendek (misalnya vaksin) membutuhkan sistem distribusi yang lebih ketat.
  • Keanekaragaman produk dalam satu pengiriman meningkatkan risiko kesalahan dan keterlambatan.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan data dari KADSHMA dan staf fasilitas kesehatan, dengan total 261 observasi. Metode PLS-SEM digunakan untuk menganalisis hubungan antara faktor-faktor penentu efisiensi LMD.

  • Data dikumpulkan dari staf gudang di fasilitas kesehatan dan pusat distribusi KADSHMA.
  • Lima variabel utama diuji untuk mengetahui pengaruhnya terhadap efisiensi pengiriman.

Temuan Utama: Faktor yang Memengaruhi Efisiensi Last-Mile Delivery

1. Biaya Pengiriman (DC) Positif dan Signifikan

  • Setiap peningkatan biaya pengiriman berdampak langsung pada efisiensi distribusi.
  • Biaya transportasi yang tinggi sering kali dikompensasi dengan pengurangan jumlah pengiriman, menyebabkan keterlambatan suplai.

2. Waktu Pengiriman (DT) Berpengaruh Signifikan

  • Pengiriman dalam waktu yang lebih singkat meningkatkan kepuasan pelanggan dan efektivitas layanan kesehatan.
  • KADSHMA berhasil memangkas waktu pengiriman dari 14 hari menjadi 4 hari melalui perbaikan sistem logistik.

3. Mode Pengiriman (MD) Mempengaruhi Efisiensi LMD

  • Penggunaan kendaraan yang tepat (motor, mobil, truk) memengaruhi kecepatan dan efisiensi pengiriman.
  • LMD di daerah perkotaan lebih efektif menggunakan sepeda motor dibandingkan truk besar.

4. Teknologi Fasilitas (FT) Meningkatkan Efisiensi

  • Teknologi yang lebih baik di gudang dan pusat distribusi meningkatkan koordinasi logistik dan mengurangi kesalahan pengiriman.
  • Penerapan sistem pelacakan real-time meningkatkan ketepatan pengiriman hingga 95%.

5. Kompleksitas Produk (PM) Berdampak Negatif

  • Semakin banyak variasi produk dalam satu pengiriman, semakin tinggi risiko keterlambatan dan kesalahan pengiriman.
  • Penyederhanaan jenis produk dalam satu pengiriman dapat meningkatkan efisiensi hingga 20%.

Studi Kasus Implementasi Efisiensi LMD di Kaduna

1. Optimalisasi Manajemen Persediaan dan Pengiriman

  • Setelah reformasi sistem distribusi, akurasi manajemen stok meningkat dari 55% menjadi 98%.
  • Tingkat kedaluwarsa obat menurun dari 5% menjadi 2% melalui pemantauan distribusi yang lebih ketat.

2. Peningkatan Efisiensi Gudang

  • Waktu pengambilan stok berkurang dari 3-4 hari menjadi hanya 2-3 jam.
  • Tingkat akurasi pengambilan stok meningkat dari 60% menjadi 95%.

Rekomendasi untuk Meningkatkan Efisiensi Last-Mile Delivery

1. Penggunaan Teknologi Digital

✅ Sistem pelacakan berbasis AI dapat meningkatkan efisiensi logistik hingga 30%.
✅ Integrasi data antara fasilitas kesehatan dan pusat distribusi dapat mengurangi kekurangan stok.

2. Pemilihan Mode Transportasi yang Tepat

✅ Motor dan kendaraan kecil lebih efisien untuk daerah perkotaan.
✅ Truk besar lebih sesuai untuk pengiriman dalam jumlah besar ke daerah terpencil.

3. Penyederhanaan Produk dalam Setiap Pengiriman

✅ Mengurangi variasi produk dalam satu pengiriman dapat mengurangi waktu pemrosesan hingga 20%.

Kesimpulan

Penelitian ini mengonfirmasi bahwa efisiensi last-mile delivery sangat dipengaruhi oleh biaya, waktu, mode transportasi, teknologi, dan kompleksitas produk.

✅ Reduksi waktu pengiriman dari 14 hari menjadi 4 hari meningkatkan akses kesehatan di Kaduna.
✅ Akurasi manajemen stok meningkat hingga 98%, menurunkan risiko kedaluwarsa obat dari 5% menjadi 2%.
✅ Penggunaan teknologi pelacakan meningkatkan ketepatan pengiriman hingga 95%.

Peningkatan efisiensi distribusi kesehatan akan menyelamatkan lebih banyak nyawa, terutama di daerah terpencil yang sebelumnya sulit dijangkau.

Sumber Artikel:

Nuraddeen Usman Miko & Usman Abbas (2024). Determinants of efficient last-mile delivery: Evidence from health facilities and Kaduna Health Supplies Management Agency. Journal of Humanitarian Logistics and Supply Chain Management, 14(1), 4-16.

 

Selengkapnya
Analisis Efisiensi Last-Mile Delivery dalam Sektor Kesehatan: Studi Kasus Kaduna State Health Supplies Management Agency (KADSHMA), Nigeria

Logistik Cerdas dan Pengiriman Last Mile

Optimalisasi Last-Mile Delivery: Menyeimbangkan Efisiensi Biaya dan Keberlanjutan Lingkungan dalam Sektor Logistik

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 27 Februari 2025


Pendahuluan

Pesatnya pertumbuhan e-commerce dan urbanisasi meningkatkan urgensi optimasi last-mile delivery (LMD). LMD menyumbang hingga 41% dari total biaya rantai pasok dan menjadi penyebab utama polusi udara akibat tingginya emisi karbon transportasi logistik.

Studi ini membahas strategi optimasi LMD dengan fokus pada keseimbangan efisiensi biaya dan keberlanjutan lingkungan. Data dikumpulkan melalui survei pada 20 manajer rantai pasok, 10 pemilik bisnis e-commerce, 30 pelanggan, serta pakar logistik dan keberlanjutan. Studi kasus di Lagos, Nigeria digunakan untuk menganalisis dampak teknologi dan inovasi operasional dalam LMD.

Tantangan dalam Last-Mile Delivery

1. Biaya Operasional yang Tinggi

  • LMD menyumbang 28% dari seluruh pergerakan rantai pasok dan 13-37% dari total biaya logistik.
  • Kegagalan pengiriman pertama meningkatkan biaya operasional akibat kebutuhan pengiriman ulang.
  • Beban subsidi pengiriman pada e-commerce mencapai 20% dari total transaksi.

2. Dampak Lingkungan

  • Transportasi LMD menyebabkan 24% dari total emisi CO₂ global.
  • Kemacetan di pusat kota memperparah konsumsi bahan bakar dan polusi udara.

3. Ketidakpastian Penerimaan Konsumen

  • 12% dari pengiriman pertama gagal, sehingga meningkatkan beban logistik.
  • Ekspektasi pelanggan terhadap pengiriman cepat semakin meningkat, terutama untuk produk segar dan kebutuhan mendesak.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan data kuantitatif dari survei pada pemangku kepentingan logistik di Lagos, Nigeria.

  • 20 manajer rantai pasok, 10 pemilik bisnis e-commerce, 30 pelanggan, 5 penyedia layanan transportasi, 5 pakar keberlanjutan, serta 8 pejabat kota dan perencana perkotaan dilibatkan.
  • Analisis statistik dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan antara biaya, teknologi, dan keberlanjutan dalam LMD.

Temuan Utama: Faktor yang Memengaruhi Efisiensi Last-Mile Delivery

1. Efisiensi Biaya dalam LMD

  • Rute optimasi berbasis AI mengurangi konsumsi bahan bakar hingga 30%.
  • Konsolidasi pengiriman dapat menekan biaya hingga 25%.
  • Penggunaan kendaraan listrik menurunkan biaya operasional jangka panjang meskipun investasi awal tinggi.

2. Teknologi dan Otomatisasi dalam LMD

  • DHL dan Amazon telah mengimplementasikan parcel lockers untuk meningkatkan efisiensi pengiriman hingga 98%.
  • Sepeda kargo dan kendaraan listrik mampu mengurangi emisi karbon hingga 75%.
  • Drones dan robot pengiriman masih menghadapi tantangan regulasi, namun potensial dalam jangka panjang.

3. Preferensi Konsumen dan Perubahan Perilaku

  • 72% pelanggan memilih pengiriman berkelanjutan jika tidak ada tambahan biaya.
  • Pelanggan mulai menerima opsi pick-up points dan smart lockers sebagai alternatif pengiriman langsung.
  • Opsi pengiriman berbasis crowdsourcing seperti Amazon Flex semakin diminati.

Studi Kasus: Implementasi LMD di Lagos, Nigeria

1. Optimalisasi Manajemen Persediaan

  • Akurasi manajemen stok meningkat dari 55% menjadi 98% setelah reformasi sistem logistik.
  • Tingkat kedaluwarsa obat turun dari 5% menjadi 2% melalui pemantauan distribusi berbasis digital.

2. Efisiensi Gudang dan Pusat Distribusi

  • Waktu pengambilan stok berkurang dari 3 hari menjadi 3 jam.
  • Akurasi pemrosesan pesanan meningkat dari 60% menjadi 95%.

3. Pengurangan Emisi Karbon melalui Teknologi Hijau

  • Penerapan kendaraan listrik di Lagos mengurangi emisi transportasi hingga 40%.
  • Parcel lockers meningkatkan keberhasilan pengiriman pertama dan mengurangi beban operasional.

Strategi Optimasi Last-Mile Delivery

1. Penerapan Teknologi Digital untuk Rute Efisien

AI dan Big Data membantu memprediksi permintaan dan mengoptimalkan rute pengiriman.
Dynamic routing berbasis IoT mampu menekan konsumsi bahan bakar hingga 30%.

2. Penggunaan Transportasi Berkelanjutan

Motor listrik dan sepeda kargo lebih efisien untuk pengiriman di pusat kota.
Truk listrik lebih cocok untuk pengiriman dalam jumlah besar ke daerah pinggiran.

3. Pengembangan Infrastruktur Pengiriman Alternatif

Parcel lockers dan pick-up points meningkatkan efisiensi pengiriman dan mengurangi kegagalan pengiriman pertama.
Micro-hubs di pusat kota memungkinkan konsolidasi pengiriman untuk menekan biaya dan emisi.

4. Insentif untuk Pengiriman Berkelanjutan

Diskon atau cashback bagi pelanggan yang memilih opsi ramah lingkungan.
Kolaborasi dengan pemerintah untuk insentif pajak bagi perusahaan yang mengadopsi teknologi hijau.

Kesimpulan

Studi ini mengungkap bahwa optimasi last-mile delivery membutuhkan keseimbangan antara efisiensi biaya dan keberlanjutan lingkungan.

Parcel lockers dan pickup points meningkatkan tingkat keberhasilan pengiriman hingga 98%.
Sepeda kargo dan kendaraan listrik menurunkan emisi CO₂ hingga 75%.
Micro-hubs di pusat kota dapat mengurangi lalu lintas logistik hingga 30%.

Dengan strategi yang tepat, bisnis e-commerce dan logistik dapat mengurangi biaya operasional, meningkatkan kepuasan pelanggan, dan menekan dampak lingkungan.

Sumber Artikel:

Segbenu Zosu et al. (2024). Last-Mile Delivery Optimization: Balancing Cost Efficiency and Environmental Sustainability. International Journal of Emerging Trends in Engineering Research, 12(11), 133-166.

 

Selengkapnya
Optimalisasi Last-Mile Delivery: Menyeimbangkan Efisiensi Biaya dan Keberlanjutan Lingkungan dalam Sektor Logistik

Perindustrian

Krakatau Steel dan Tatalogam Group Bersatu untuk Mewujudkan Industri Baja Berkelanjutan

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 27 Februari 2025


JAKARTA, KOMPAS.com – PT Krakatau Steel dan PT Tata Metal Lestari (Tatalogam Group) sepakat menandatangani komitmen Environmental, Social, Governance (ESG) untuk industri baja yang berkelanjutan. Direktur Komersial PT Krakatau Steel Melati Sarnita menjelaskan, baja merupakan salah satu produk daur ulang, sehingga tidak merusak lingkungan dan kehidupan masyarakat. Untuk itu, Krakatau Steel bersama PT Tata Metal Lestari sebagai salah satu produsen Baja Lapis Aluminium Seng ini berkomitmen untuk meningkatkan tata kelola yang berkelanjutan di industri baja.

Melestarikan lingkungan sebagai warisan bagi generasi yang akan datang, memang harus mulai diterapkan di industri baja. Salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah dengan mengusung konsep Eco-green di sektor industri tersebut melalui pendekatan ESG. “Eco-Green akan menjadi salah satu tata kelola yang sangat kritikal di masa depan. Jadi memang Eco-Green itu bukan untuk bisnis, tapi untuk persiapan kita kepada generasi selanjutnya. Ketika kita menurunkan bumi ke mereka. Itu yang memang harus kita ingat,” ujarnya dalam keterangan resmi, dikutip pada Kamis (23/12/2021). Melati menambahkan, industri baja memberikan multiplier yang besar untuk lingkungan dan masyarakat. Karena itu di negara-negara maju, industri baja sangat dilindungi. Bahkan industri ini dianggap sebagai industri pertahanan sebuah negara. 

“Industri baja itu dianggap sebagai industri pertahanan sebuah negara. Kita tidak bicara senjatanya, tapi dari segi pertahanan kehidupan dari lingkungan serta masyarakat di negara tersebut,” bebernya. “Jika kita lihat, negara-negara besar seperti Amerika, India, atau China itu memiliki kebijakan-kebijakan industri baja yang sangat kuat untuk melindungi industri domestiknya. Harapan kami sebagai BUMN, industri baja kita bisa membantu para pelaku usaha industri baja supaya perkuatan kebijakan itu juga bisa kita lakukan,” terangnya lagi. Pada kesempatan yang sama, Vice President PT Tata Metal Lestari Stephanus Koeswandi menjelaskan, kondisi bumi saat ini sudah sangat mengkhawatirkan. Karena kekhawatiran itulah, PT Tata Metal Lestari dan Tatalogam Group berkomitmen untuk menjaga kelestarian lingkungan ini. Berbagai upaya dilakukan guna mencapai target Zero Emission. 

Salah satunya dengan menerapkan industri 4.0, serta menggandeng pihak lain sehingga industri baja di tanah air ini menjadi industri yang lebih ramah lingkungan. “Jadi kami bersama PT Krakatau Steel berkolaborasi untuk menuju industri yang berkelanjutan, yang hijau, dengan pendekatan ESG. Karena kalau baja ini saya yakin kita sudah berkecukupan. Jadi tidak perlu impor lagi,” bebernya. Pada kesempatan tersebut, digelar juga acara pelepasan ekspor 2 produk ramah lingkungan karya PT Tata Metal Lestari. Kali ini, produk yang dinamakan Hijau Ubud dan Hijau Buaran ini akan diekspor ke Australia. “Kami melepas 125 ton produk Hijau Buaran dan Hijau Ubud. Dengan ekspor yang dilepas hari ini, total kita sudah ekspor 2.650 ton produk serupa dari target 5.000 ton per bulannya,” jelasnya. 

Menurutnya, masyarakat Australia sendiri saat ini sudah ada kesadaran untuk menggunakan produk yang ramah lingkungan, tepatnya sejak COP 26 digelar beberapa waktu lalu. “Jadi di COP 26 ini ada 26 negara yang berkomitmen untuk menerapkan sustainable bisnis. Jadi tidak hanya growth yang dikejar namun juga keberlangsungannya,” terang Stephanus.

Sumber: money.kompas.com
 

 

Selengkapnya
Krakatau Steel dan Tatalogam Group Bersatu untuk Mewujudkan Industri Baja Berkelanjutan
« First Previous page 104 of 835 Next Last »