Logistik Cerdas dan Pengiriman Last Mile
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 27 Februari 2025
Pendahuluan
Dalam beberapa dekade terakhir, pertumbuhan e-commerce dan urbanisasi telah meningkatkan kebutuhan akan last-mile logistics, yaitu tahap akhir dalam rantai pasok di mana barang dikirim dari pusat distribusi ke pelanggan akhir. Namun, sektor ini juga menyumbang 25% dari total emisi CO₂ transportasi di perkotaan dan menyebabkan peningkatan polusi udara serta kemacetan lalu lintas. Oleh karena itu, berbagai pemangku kepentingan mulai mencari solusi untuk menjadikan last-mile logistics lebih berkelanjutan.
Studi ini mengkaji skenario potensial untuk tahun 2035 dengan fokus pada tiga faktor utama: kerja sama antar pemangku kepentingan, regulasi pemerintah, dan inovasi teknologi. Dengan menggunakan pendekatan Disaggregative Policy Delphi, penelitian ini mengumpulkan perspektif dari 26 pemangku kepentingan logistik yang berperan dalam perencanaan dan implementasi sistem distribusi di tiga kota Eropa.
Tantangan dalam Last-Mile Logistics
1. Dampak Lingkungan
2. Fragmentasi dan Ketidakefisienan Operasional
3. Regulasi dan Kebijakan Perkotaan
Skenario Masa Depan Last-Mile Logistics di 2035
Penelitian ini mengembangkan enam skenario potensial berdasarkan faktor regulasi, inovasi, dan kerja sama.
1. The Old Wild West – Minim Regulasi dan Inovasi
2. The New Wild West – Inovasi Didorong oleh Pasar
3. New Cool Collective – Kolaborasi Optimal antara Pemerintah dan Swasta
4. Revolution by Design – Regulasi Ketat Mendorong Transformasi
5. Thriving, Individually – Inovasi Tinggi, tetapi Minim Kerja Sama
6. Good Intentions Abound – Regulasi Berlebihan Tanpa Implementasi Efektif
Solusi Keberlanjutan dalam Last-Mile Logistics
1. Optimalisasi Rute dan Konsolidasi Pengiriman
2. Penggunaan Moda Transportasi Ramah Lingkungan
3. Pemanfaatan Parcel Lockers dan Pickup Points
Studi Kasus Implementasi Keberlanjutan dalam Last-Mile Logistics
1. DHL: Micro-Hubs dan Sepeda Kargo Listrik
2. UPS: Optimasi Rute Berbasis AI
3. Bpost: Penggunaan Parcel Lockers
Tantangan dan Rekomendasi Implementasi Solusi Berkelanjutan
1. Biaya Implementasi yang Tinggi
Solusi: Insentif pajak dan subsidi bagi perusahaan yang beralih ke kendaraan listrik dan pusat distribusi ramah lingkungan.
2. Kurangnya Kesadaran Konsumen
Solusi: Kampanye edukasi pelanggan tentang dampak lingkungan dari pilihan pengiriman mereka.
3. Regulasi yang Tidak Konsisten
Solusi: Standarisasi kebijakan keberlanjutan antar kota untuk menciptakan ekosistem logistik yang lebih efisien.
Kesimpulan
Keberlanjutan dalam last-mile logistics memerlukan kombinasi inovasi teknologi, regulasi yang efektif, dan kerja sama antara pemangku kepentingan.
✅ Optimalisasi rute dan pusat konsolidasi dapat meningkatkan efisiensi dan mengurangi emisi.
✅ Kendaraan listrik dan moda transportasi alternatif menjadi solusi utama untuk kota besar.
✅ Pickup points dan parcel lockers dapat mengurangi perjalanan kendaraan dan meningkatkan fleksibilitas pelanggan.
Dengan strategi ini, masa depan last-mile logistics yang lebih berkelanjutan dan efisien dapat terwujud pada tahun 2035.
Sumber Artikel: Plazier, P., Rauws, W., Neef, R., & Buijs, P. (2024). Towards sustainable last-mile logistics? Investigating the role of cooperation, regulation, and innovation in scenarios for 2035. University of Groningen.
Logistik Cerdas dan Pengiriman Last Mile
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 27 Februari 2025
Pendahuluan
Seiring dengan meningkatnya e-commerce, last-mile delivery menjadi tantangan utama dalam rantai pasok karena biaya tinggi dan ketidakpastian penerimaan pelanggan. Laporan industri terbaru menunjukkan bahwa biaya last-mile delivery menyumbang sekitar 20% dari total biaya logistik dan sering kali disubsidi oleh pengecer karena pelanggan enggan membayar biaya pengiriman penuh.
Penelitian ini bertujuan untuk memahami faktor-faktor yang memengaruhi sikap konsumen terhadap berbagai model pengiriman. Dengan menggunakan metode wawancara kualitatif dengan pakar industri e-food dan eksperimen terkontrol, penelitian ini mengidentifikasi preferensi konsumen serta peran faktor seperti privasi, kenyamanan, dan kualitas layanan dalam adopsi model pengiriman yang lebih efisien.
Tantangan dalam Last-Mile Delivery
1. Biaya Logistik yang Tinggi
2. Risiko Privasi dalam Model Pengiriman Baru
3. Keengganan Pelanggan terhadap Model Otomatisasi
Metode Penelitian
Studi ini menggunakan pendekatan metode campuran, terdiri dari:
Temuan Utama: Faktor yang Mempengaruhi Preferensi Konsumen dalam Last-Mile Delivery
Penelitian ini mengidentifikasi beberapa faktor utama yang berperan dalam preferensi pelanggan terhadap model pengiriman:
1. Preferensi Konsumen terhadap Model Pengiriman yang Berbeda
Berdasarkan eksperimen, model pengiriman dengan interaksi langsung lebih disukai dibandingkan model otomatis.
2. Peran Risiko Privasi dalam Pengambilan Keputusan
3. Kontribusi Kenyamanan terhadap Adopsi Model Baru
Studi Kasus Implementasi Model Pengiriman Inovatif
1. Amazon Key: In-Home Delivery dengan Smart Lock
2. Walmart: In-Fridge Delivery sebagai Model Berbasis Kenyamanan
3. Starship Technologies: Kendaraan Otonom untuk Pengiriman Jarak Pendek
Tantangan dan Rekomendasi untuk Masa Depan Last-Mile Delivery
1. Mengatasi Kekhawatiran Privasi Konsumen
Solusi:
2. Meningkatkan Efisiensi Biaya Pengiriman
Solusi:
3. Meningkatkan Kepercayaan terhadap Pengiriman Otomatis
Solusi:
Kesimpulan
Penelitian ini memberikan wawasan baru tentang bagaimana pelanggan memandang berbagai model last-mile delivery. Preferensi terhadap pengiriman langsung masih dominan, tetapi model berbasis kenyamanan seperti in-fridge delivery mulai diterima.
✅ Privasi menjadi faktor utama dalam adopsi model otomatisasi, terutama dalam in-home delivery.
✅ Model berbasis kenyamanan seperti smart box dan in-fridge delivery lebih disukai dibandingkan drone dan kendaraan otonom.
✅ Solusi crowdsourcing logistics dan pickup points dapat membantu menekan biaya pengiriman dan meningkatkan efisiensi rantai pasok.
Dengan memahami preferensi pelanggan dan mengelola risiko yang ada, industri logistik dapat mengembangkan model pengiriman yang lebih efisien, terjangkau, dan dapat diterima oleh pelanggan di masa depan.
Sumber Artikel:
Klink, B. D., & Schweizer, S. (2024). Identifying and testing drivers of consumers’ attitude towards last-mile delivery modes. Electronic Commerce Research.
Logistik Cerdas dan Pengiriman Last Mile
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 27 Februari 2025
Pendahuluan
Perkembangan e-commerce dan urbanisasi telah meningkatkan permintaan akan logistik yang lebih cepat dan efisien. Namun, segmen last-mile delivery tetap menjadi bagian paling tidak efisien dalam rantai pasok, menyumbang hingga 28% dari total biaya pengiriman. Sementara itu, first-mile logistics juga mengalami tantangan karena fragmentasi volume pengambilan barang.
Penelitian ini mengeksplorasi solusi berkelanjutan dalam logistik first-mile dan last-mile, termasuk crowdshipping, parcel lockers, kendaraan listrik, sepeda kargo, dan pusat konsolidasi perkotaan (UCC). Studi ini juga mengidentifikasi manfaat dan hambatan dalam implementasi solusi ini untuk meningkatkan efisiensi logistik dan mengurangi dampak lingkungan.
Tantangan dalam Logistik First-Mile dan Last-Mile
1. Biaya Tinggi dan Ketidakefisienan Operasional
2. Dampak Lingkungan yang Signifikan
3. Ketidakpastian Penerimaan Pelanggan
Solusi Berkelanjutan dalam Logistik First-Mile dan Last-Mile
Studi ini mengidentifikasi beberapa solusi utama untuk meningkatkan efisiensi dan keberlanjutan dalam logistik perkotaan.
1. Crowdshipping: Mengoptimalkan Kapasitas Transportasi
2. Parcel Lockers: Mengurangi Kegagalan Pengiriman
3. Kendaraan Listrik: Solusi Rendah Emisi untuk Perkotaan
4. Sepeda Kargo: Efisiensi di Pusat Kota
5. Urban Consolidation Centers (UCC): Pengurangan Kepadatan Lalu Lintas
Studi Kasus Implementasi Solusi Berkelanjutan
1. DHL: Penggunaan Kendaraan Listrik dan Sepeda Kargo
2. Amazon: Parcel Lockers dan Opsi Pengiriman Fleksibel
3. Walmart: Pengiriman Langsung ke Kulkas Pelanggan (In-Fridge Delivery)
Tantangan dan Rekomendasi untuk Implementasi
1. Keterbatasan Infrastruktur
2. Kepercayaan Pelanggan terhadap Model Baru
3. Skalabilitas dan Biaya Implementasi
Kesimpulan
Solusi berkelanjutan dalam logistik first-mile dan last-mile memiliki potensi besar untuk mengurangi biaya, meningkatkan efisiensi operasional, dan menekan emisi karbon.
✅ Parcel lockers dan pickup points dapat meningkatkan tingkat keberhasilan pengiriman hingga 98%.
✅ Sepeda kargo dan kendaraan listrik mengurangi emisi CO₂ hingga 75%.
✅ Urban Consolidation Centers mengurangi kepadatan lalu lintas di pusat kota hingga 30%.
Dengan kombinasi strategi ini, perusahaan logistik dapat meningkatkan layanan pelanggan sambil mencapai tujuan keberlanjutan yang lebih luas.
Sumber Artikel: Dupont, M. (2022). Sustainable solutions in first and last mile logistics: potential benefits and barriers. HEC-Ecole de gestion de l'Université de Liège.
Logistik Cerdas dan Pengiriman Last Mile
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 27 Februari 2025
Pendahuluan
Di Nigeria, keterbatasan akses terhadap obat-obatan dan layanan kesehatan menjadi salah satu faktor utama tingginya angka kematian. Last-mile delivery (LMD), atau tahap akhir distribusi, memainkan peran krusial dalam memastikan pasokan medis sampai ke pasien tepat waktu dan dalam kondisi baik. Namun, tantangan logistik yang kompleks sering kali menghambat efisiensi sistem ini.
Penelitian ini menganalisis faktor-faktor utama yang memengaruhi efisiensi last-mile delivery dalam sektor kesehatan, khususnya di Kaduna State Health Supplies Management Agency (KADSHMA) dan fasilitas kesehatan terkait. Lima variabel utama yang diuji dalam studi ini adalah:
Dengan menggunakan metode Partial Least Square Structural Equation Modeling (PLS-SEM), penelitian ini mengevaluasi hubungan antara faktor-faktor tersebut terhadap efisiensi pengiriman di fasilitas kesehatan.
Tantangan dalam Last-Mile Delivery di Sektor Kesehatan
1. Biaya Pengiriman yang Tinggi
2. Keterlambatan dalam Distribusi
3. Kompleksitas dalam Produk Medis
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan data dari KADSHMA dan staf fasilitas kesehatan, dengan total 261 observasi. Metode PLS-SEM digunakan untuk menganalisis hubungan antara faktor-faktor penentu efisiensi LMD.
Temuan Utama: Faktor yang Memengaruhi Efisiensi Last-Mile Delivery
1. Biaya Pengiriman (DC) Positif dan Signifikan
2. Waktu Pengiriman (DT) Berpengaruh Signifikan
3. Mode Pengiriman (MD) Mempengaruhi Efisiensi LMD
4. Teknologi Fasilitas (FT) Meningkatkan Efisiensi
5. Kompleksitas Produk (PM) Berdampak Negatif
Studi Kasus Implementasi Efisiensi LMD di Kaduna
1. Optimalisasi Manajemen Persediaan dan Pengiriman
2. Peningkatan Efisiensi Gudang
Rekomendasi untuk Meningkatkan Efisiensi Last-Mile Delivery
1. Penggunaan Teknologi Digital
✅ Sistem pelacakan berbasis AI dapat meningkatkan efisiensi logistik hingga 30%.
✅ Integrasi data antara fasilitas kesehatan dan pusat distribusi dapat mengurangi kekurangan stok.
2. Pemilihan Mode Transportasi yang Tepat
✅ Motor dan kendaraan kecil lebih efisien untuk daerah perkotaan.
✅ Truk besar lebih sesuai untuk pengiriman dalam jumlah besar ke daerah terpencil.
3. Penyederhanaan Produk dalam Setiap Pengiriman
✅ Mengurangi variasi produk dalam satu pengiriman dapat mengurangi waktu pemrosesan hingga 20%.
Kesimpulan
Penelitian ini mengonfirmasi bahwa efisiensi last-mile delivery sangat dipengaruhi oleh biaya, waktu, mode transportasi, teknologi, dan kompleksitas produk.
✅ Reduksi waktu pengiriman dari 14 hari menjadi 4 hari meningkatkan akses kesehatan di Kaduna.
✅ Akurasi manajemen stok meningkat hingga 98%, menurunkan risiko kedaluwarsa obat dari 5% menjadi 2%.
✅ Penggunaan teknologi pelacakan meningkatkan ketepatan pengiriman hingga 95%.
Peningkatan efisiensi distribusi kesehatan akan menyelamatkan lebih banyak nyawa, terutama di daerah terpencil yang sebelumnya sulit dijangkau.
Sumber Artikel:
Nuraddeen Usman Miko & Usman Abbas (2024). Determinants of efficient last-mile delivery: Evidence from health facilities and Kaduna Health Supplies Management Agency. Journal of Humanitarian Logistics and Supply Chain Management, 14(1), 4-16.
Logistik Cerdas dan Pengiriman Last Mile
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 27 Februari 2025
Pendahuluan
Pesatnya pertumbuhan e-commerce dan urbanisasi meningkatkan urgensi optimasi last-mile delivery (LMD). LMD menyumbang hingga 41% dari total biaya rantai pasok dan menjadi penyebab utama polusi udara akibat tingginya emisi karbon transportasi logistik.
Studi ini membahas strategi optimasi LMD dengan fokus pada keseimbangan efisiensi biaya dan keberlanjutan lingkungan. Data dikumpulkan melalui survei pada 20 manajer rantai pasok, 10 pemilik bisnis e-commerce, 30 pelanggan, serta pakar logistik dan keberlanjutan. Studi kasus di Lagos, Nigeria digunakan untuk menganalisis dampak teknologi dan inovasi operasional dalam LMD.
Tantangan dalam Last-Mile Delivery
1. Biaya Operasional yang Tinggi
2. Dampak Lingkungan
3. Ketidakpastian Penerimaan Konsumen
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan data kuantitatif dari survei pada pemangku kepentingan logistik di Lagos, Nigeria.
Temuan Utama: Faktor yang Memengaruhi Efisiensi Last-Mile Delivery
1. Efisiensi Biaya dalam LMD
2. Teknologi dan Otomatisasi dalam LMD
3. Preferensi Konsumen dan Perubahan Perilaku
Studi Kasus: Implementasi LMD di Lagos, Nigeria
1. Optimalisasi Manajemen Persediaan
2. Efisiensi Gudang dan Pusat Distribusi
3. Pengurangan Emisi Karbon melalui Teknologi Hijau
Strategi Optimasi Last-Mile Delivery
1. Penerapan Teknologi Digital untuk Rute Efisien
✅ AI dan Big Data membantu memprediksi permintaan dan mengoptimalkan rute pengiriman.
✅ Dynamic routing berbasis IoT mampu menekan konsumsi bahan bakar hingga 30%.
2. Penggunaan Transportasi Berkelanjutan
✅ Motor listrik dan sepeda kargo lebih efisien untuk pengiriman di pusat kota.
✅ Truk listrik lebih cocok untuk pengiriman dalam jumlah besar ke daerah pinggiran.
3. Pengembangan Infrastruktur Pengiriman Alternatif
✅ Parcel lockers dan pick-up points meningkatkan efisiensi pengiriman dan mengurangi kegagalan pengiriman pertama.
✅ Micro-hubs di pusat kota memungkinkan konsolidasi pengiriman untuk menekan biaya dan emisi.
4. Insentif untuk Pengiriman Berkelanjutan
✅ Diskon atau cashback bagi pelanggan yang memilih opsi ramah lingkungan.
✅ Kolaborasi dengan pemerintah untuk insentif pajak bagi perusahaan yang mengadopsi teknologi hijau.
Kesimpulan
Studi ini mengungkap bahwa optimasi last-mile delivery membutuhkan keseimbangan antara efisiensi biaya dan keberlanjutan lingkungan.
✅ Parcel lockers dan pickup points meningkatkan tingkat keberhasilan pengiriman hingga 98%.
✅ Sepeda kargo dan kendaraan listrik menurunkan emisi CO₂ hingga 75%.
✅ Micro-hubs di pusat kota dapat mengurangi lalu lintas logistik hingga 30%.
Dengan strategi yang tepat, bisnis e-commerce dan logistik dapat mengurangi biaya operasional, meningkatkan kepuasan pelanggan, dan menekan dampak lingkungan.
Sumber Artikel:
Segbenu Zosu et al. (2024). Last-Mile Delivery Optimization: Balancing Cost Efficiency and Environmental Sustainability. International Journal of Emerging Trends in Engineering Research, 12(11), 133-166.
Perindustrian
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 27 Februari 2025
JAKARTA, KOMPAS.com – PT Krakatau Steel dan PT Tata Metal Lestari (Tatalogam Group) sepakat menandatangani komitmen Environmental, Social, Governance (ESG) untuk industri baja yang berkelanjutan. Direktur Komersial PT Krakatau Steel Melati Sarnita menjelaskan, baja merupakan salah satu produk daur ulang, sehingga tidak merusak lingkungan dan kehidupan masyarakat. Untuk itu, Krakatau Steel bersama PT Tata Metal Lestari sebagai salah satu produsen Baja Lapis Aluminium Seng ini berkomitmen untuk meningkatkan tata kelola yang berkelanjutan di industri baja.
Melestarikan lingkungan sebagai warisan bagi generasi yang akan datang, memang harus mulai diterapkan di industri baja. Salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah dengan mengusung konsep Eco-green di sektor industri tersebut melalui pendekatan ESG. “Eco-Green akan menjadi salah satu tata kelola yang sangat kritikal di masa depan. Jadi memang Eco-Green itu bukan untuk bisnis, tapi untuk persiapan kita kepada generasi selanjutnya. Ketika kita menurunkan bumi ke mereka. Itu yang memang harus kita ingat,” ujarnya dalam keterangan resmi, dikutip pada Kamis (23/12/2021). Melati menambahkan, industri baja memberikan multiplier yang besar untuk lingkungan dan masyarakat. Karena itu di negara-negara maju, industri baja sangat dilindungi. Bahkan industri ini dianggap sebagai industri pertahanan sebuah negara.
“Industri baja itu dianggap sebagai industri pertahanan sebuah negara. Kita tidak bicara senjatanya, tapi dari segi pertahanan kehidupan dari lingkungan serta masyarakat di negara tersebut,” bebernya. “Jika kita lihat, negara-negara besar seperti Amerika, India, atau China itu memiliki kebijakan-kebijakan industri baja yang sangat kuat untuk melindungi industri domestiknya. Harapan kami sebagai BUMN, industri baja kita bisa membantu para pelaku usaha industri baja supaya perkuatan kebijakan itu juga bisa kita lakukan,” terangnya lagi. Pada kesempatan yang sama, Vice President PT Tata Metal Lestari Stephanus Koeswandi menjelaskan, kondisi bumi saat ini sudah sangat mengkhawatirkan. Karena kekhawatiran itulah, PT Tata Metal Lestari dan Tatalogam Group berkomitmen untuk menjaga kelestarian lingkungan ini. Berbagai upaya dilakukan guna mencapai target Zero Emission.
Salah satunya dengan menerapkan industri 4.0, serta menggandeng pihak lain sehingga industri baja di tanah air ini menjadi industri yang lebih ramah lingkungan. “Jadi kami bersama PT Krakatau Steel berkolaborasi untuk menuju industri yang berkelanjutan, yang hijau, dengan pendekatan ESG. Karena kalau baja ini saya yakin kita sudah berkecukupan. Jadi tidak perlu impor lagi,” bebernya. Pada kesempatan tersebut, digelar juga acara pelepasan ekspor 2 produk ramah lingkungan karya PT Tata Metal Lestari. Kali ini, produk yang dinamakan Hijau Ubud dan Hijau Buaran ini akan diekspor ke Australia. “Kami melepas 125 ton produk Hijau Buaran dan Hijau Ubud. Dengan ekspor yang dilepas hari ini, total kita sudah ekspor 2.650 ton produk serupa dari target 5.000 ton per bulannya,” jelasnya.
Menurutnya, masyarakat Australia sendiri saat ini sudah ada kesadaran untuk menggunakan produk yang ramah lingkungan, tepatnya sejak COP 26 digelar beberapa waktu lalu. “Jadi di COP 26 ini ada 26 negara yang berkomitmen untuk menerapkan sustainable bisnis. Jadi tidak hanya growth yang dikejar namun juga keberlangsungannya,” terang Stephanus.
Sumber: money.kompas.com