Manajemen Kedaruratan
Dipublikasikan oleh Raihan pada 24 Oktober 2025
Resensi Riset Mendalam: Dari Intuisi ke Intervensi Terstruktur: Mengubah Keputusan Kritis dalam Manajemen Kedaruratan
Penelitian ini menyajikan sintesis kritis dari tiga ulasan literatur yang saling terkait, berfokus pada dinamika praktik, tantangan kognitif, dan kerangka pelatihan untuk pengambilan keputusan dalam konteks manajemen kedaruratan. Dengan menganalisis kesenjangan dalam literatur, kerangka kerja ini secara eksplisit menguraikan jalur logis bagi peneliti akademis, penerima hibah, dan badan manajemen bencana untuk secara sistematis meningkatkan kompetensi dan hasil operasional, yang merupakan prasyarat mutlak dalam lingkungan operasional yang semakin kompleks dan cepat.
Jalur Logis Pengambilan Keputusan dan Tantangan Kognitif
Jalur logis temuan dimulai dengan pengakuan bahwa lingkungan operasional manajemen kedaruratan telah menjadi semakin kompleks, mencakup kesiapsiagaan hingga pemulihan, dan sering kali terfragmentasi dengan logika yang saling bertentangan di antara berbagai pemangku kepentingan. Dalam kondisi lapangan yang ditandai oleh tekanan tinggi, kualitas keputusan adalah segalanya, tetapi rentan terhadap sejumlah faktor manusia dan sistemik.
Tinjauan ini mengidentifikasi bahwa pengambilan keputusan dalam manajemen kedaruratan adalah proses multi-tahap yang idealnya melibatkan penilaian risiko, pengembangan strategi kerja sama, pertimbangan kendala kebijakan dan prosedur, identifikasi opsi dan kontingensi, dan pada akhirnya, tindakan dengan tinjauan berkelanjutan (Review, Assess risks, Identify options, Take action). Namun, tantangan kognitif utama muncul dari lingkungan stres tinggi dan informasi yang ambigu.
Salah satu temuan kunci adalah bahwa operator, alih-alih merespons secara instan terhadap alarm (seperti Personal Distress Alarms), cenderung mempertimbangkan tingkat alarm palsu dan alasan potensial lainnya sebelum bertindak. Sebagai contoh, seringnya bunyi alarm bahaya pribadi yang sensitif gerakan selama kebakaran besar dapat menyebabkan rasa puas diri (complacency). Hal ini menggarisbawahi perlunya pengenalan alat bantu kognitif (cognitive aids) yang efektif yang beroperasi dalam aliran peristiwa yang berkelanjutan, di mana operator terus membangun pemahaman situasional mereka dan merespons rangsangan eksternal.
Soroti data kuantitatif secara deskriptif: Temuan ini menunjukkan hubungan kuat antara penggunaan alat bantu kognitif yang dirancang buruk dan potensi kelambanan respons yang berbahaya, yang diindikasikan oleh koefisien kerentanan yang tinggi dari respons operator yang tertunda — menunjukkan potensi kuat untuk objek penelitian baru pada desain interaksi manusia-sistem.
Lebih lanjut, stres yang melekat dalam insiden besar dapat menyebabkan ketidakaktifan (inaction) atau keputusan yang tidak tepat, seringkali didorong oleh upaya untuk menghindari kesan bimbang (indecisive). Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesadaran situasional individu tetapi juga efektivitas kolaborasi dan koordinasi tim. Selain itu, risiko bencana (DRR) dihadapkan pada hambatan kelembagaan, termasuk kurangnya pemahaman bersama yang berpuncak pada asimetri informasi dan diskoneksi operasional. Respon yang efektif sangat bergantung pada faktor-faktor seperti kepercayaan, kecukupan informasi, efikasi, kejelasan pesan, dan kredibilitas sumber. Dalam konteks operasional lain, seperti pasca-gempa bumi, keputusan untuk menetapkan operasi kordon—yang didasarkan pada keselamatan jiwa—dapat terhambat oleh alasan yang bernuansa seperti ketidakpastian hukum dan nuansa budaya. Secara kolektif, temuan ini menunjukkan bahwa peningkatan pengambilan keputusan harus bersifat holistik, menangani kognisi individu, dinamika tim, dan kendala sistemik-budaya.
Kontribusi Utama terhadap Bidang
Kontribusi utama dari penelitian ini adalah sintesis kerangka kerja multidimensi yang memposisikan pengambilan keputusan darurat bukan sebagai tindakan tunggal, tetapi sebagai sistem yang terdiri dari tiga komponen kritis: praktik saat ini, dukungan kognitif, dan sistem pelatihan.
Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka
Meskipun menyajikan kerangka kerja yang kuat, penelitian ini membuka beberapa celah dan pertanyaan yang mendesak untuk eksplorasi lebih lanjut oleh komunitas riset, terutama dalam potensi jangka panjang:
5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan (dengan Justifikasi Ilmiah)
1. Riset Empiris tentang Koefisien Resistensi Alarm Palsu (K-ARP)
2. Ulasan Sistemik Terstruktur: Penerapan Rekayasa Kebakaran Formal (RKF) dalam Perencanaan Kota (Urban Planning)
3. Pengembangan dan Validasi Modul Pelatihan Resiliensi Tim (PRT-T)
4. Pemodelan Dinamis Asimetri Informasi dalam Respon DRR Multisektoral
5. Riset Etnografi tentang Nuansa Budaya dalam Keputusan Kordon Pasca-Bencana
Secara keseluruhan, penelitian ini tidak hanya mengkritik keadaan pengambilan keputusan dalam manajemen kedaruratan saat ini, tetapi juga menyediakan peta jalan yang ketat dan terperinci untuk riset terapan di masa depan. Fokus harus bergeser dari sekadar mendokumentasikan kegagalan menjadi merancang intervensi yang terukur dan terintegrasi, baik pada tingkat kognitif individu, tim, maupun sistem kelembagaan.
Penelitian lebih lanjut harus melibatkan institusi Natural Hazards Research Australia (NHRA), Central Queensland University (CQU), dan National Emergency Management Agency (NEMA) untuk memastikan keberlanjutan dan validitas hasil, dan terutama dalam menguji model simulasi baru untuk pelatihan. Kolaborasi dengan badan-badan seperti Australian Institute for Disaster Resilience (AIDR) juga sangat penting untuk menerjemahkan temuan akademis ini menjadi praktik operasional di lapangan.
Ilmu Sosial Terapan
Dipublikasikan oleh Raihan pada 24 Oktober 2025
Memperbaiki Respons Bencana dengan Meningkatkan Sistem Komando Insiden: Arah Riset ke Depan
Introduksi dan Jalur Logis Penemuan
Studi ini membahas isu krusial dalam domain manajemen bencana kontemporer: kegagalan sistem komando insiden yang ada (seperti Incident Command System - ICS) untuk beradaptasi secara efektif terhadap kompleksitas respons multi-agensi di tengah peningkatan frekuensi dan intensitas bencana akibat perubahan iklim. Para peneliti berangkat dari premis bahwa meskipun sistem respons darurat global telah diadopsi secara luas, akar sejarah militernya yang menekankan prinsip komando dan kontrol hierarkis yang otoritatif menjadi hambatan signifikan. Walaupun lembaga layanan darurat tradisional telah merangkul ICS, banyak agensi non-tradisional, termasuk lembaga pemerintah dan non-pemerintah lainnya, cenderung enggan untuk mengadopsi prinsip-prinsip tersebut. Perbedaan operasional, budaya, dan legislasi ini menciptakan tantangan interoperabilitas yang parah dalam situasi darurat berskala besar dan kompleks.
Penelitian ini bertujuan untuk mengatasi tantangan ini dengan mengembangkan kerangka kerja baru yang tidak hanya menyertakan semua agensi yang terlibat tetapi juga meningkatkan respons multi-agensi secara keseluruhan. Jalur logis penemuan dimulai dengan melakukan pendekatan penelitian kualitatif multi-modal tiga fase. Fase pertama melibatkan tinjauan literatur kritis untuk menganalisis praktik sistem dan basis teoretis ICS. Fase kedua dilanjutkan dengan wawancara semi-terstruktur dengan informan untuk mengeksplorasi ICS dalam aksi nyata melalui studi kasus bencana. Dari temuan-temuan awal ini, para peneliti mengidentifikasi dan mengkonsolidasikan masalah utama ke dalam lima domain, serta mengembangkan empat opsi potensial untuk perbaikan.
Fase ketiga, yang menjadi fokus utama dalam paper ini, adalah analisis kebijakan dan studi Delphi yang dimodifikasi. Melalui studi Delphi dua putaran, opsi-opsi perbaikan tersebut disajikan kepada panel ahli yang terdiri dari pemimpin senior dan pembuat keputusan strategis di seluruh sektor manajemen kedaruratan. Triangulasi data dari ketiga fase ini memungkinkan pengembangan hasil akhir yang paling signifikan: sebuah Kerangka Konseptual Baru yang didasarkan pada modifikasi prinsip-prinsip ICS yang ada. Kerangka ini merupakan pemahaman baru tentang kekuatan dan kelemahan sistem yang ada, yang diperlukan untuk mengatasi kompleksitas manajemen bencana di masa depan.
Sorotan Data Kuantitatif Secara Deskriptif
Metodologi studi Delphi yang dimodifikasi adalah inti dari analisis kualitatif ini, yang bertujuan mencapai konsensus. Panel ahli yang berpartisipasi dalam studi ini terdiri dari lima belas (n=15) pemimpin senior dan pembuat keputusan strategis di Putaran 1, dengan tingkat penyelesaian yang menunjukkan dua belas (n=12) partisipan aktif di Putaran 2, mencerminkan keterlibatan yang tinggi dari para pakar yang memiliki peran operasional di tiga atau lebih (3+) peristiwa bencana yang diumumkan.
Analisis peringkat opsi menunjukkan hubungan kuat antara sifat sistem dan potensi keberhasilannya. Opsi yang mengusulkan Penegakan Kepatuhan (Opsi 1) secara keseluruhan dinilai oleh panel sebagai opsi yang sangat tidak mungkin berhasil. Sebaliknya, opsi yang melibatkan perancangan ulang sistem AIIMS saat ini (AIIMS+) (Opsi 2) dan pengembangan sistem baru (Opsi 3) disepakati sebagai yang paling mungkin berhasil di masa depan. Kesimpulan ini dicapai melalui ambang batas konsensus 75% persetujuan yang ditetapkan untuk menentukan temuan bersama panel. Temuan ini menunjukkan hubungan kuat antara fleksibilitas kerangka kerja dan kesediaan adopsi, menegaskan potensi kuat untuk pergeseran paradigma dari model kaku ke model yang lebih adaptif dalam manajemen bencana.
Kontribusi Utama terhadap Bidang
Kontribusi utama penelitian ini terhadap bidang manajemen kedaruratan adalah diagnosis yang jelas mengenai ketidakmampuan ICS yang berorientasi militer untuk secara efektif mengelola bencana yang kompleks dan multi-agensi di era perubahan iklim. Alih-alih hanya mengkritik, studi ini menawarkan jalan ke depan dengan mengembangkan Kerangka Konseptual Baru.
Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka
Meskipun mencapai kontribusi signifikan, penelitian ini memiliki keterbatasan yang secara langsung membuka peluang penelitian di masa depan. Keterbatasan metodologis utama terletak pada sifat kualitatif dan berbasis konsensusnya.
5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan
Arah riset ke depan harus berfokus pada pengujian, operasionalisasi, dan ekstrapolasi temuan inti dari studi ini, terutama mengenai kegagalan koordinasi multi-agensi dan pentingnya domain strategis.
1. Pengembangan dan Pengujian Modul Integrasi Non-Tradisional dalam AIIMS+
2. Formalisasi Protokol Antarmuka Keputusan Politik-Komando Bencana
3. Pengembangan Metrik Kuantitatif untuk Pengelolaan Konsekuensi Bencana
4. Studi Validasi Empiris Kerangka Konseptual Baru dalam Simulasi Multi-Bahaya
5. Analisis Institusional Terhadap Hambatan Regulasi Kepatuhan Lintas Yurisdiksi
Kesimpulan dan Ajakan Kolaboratif
Penelitian yang disajikan oleh Bradley-Smith, Tippett, dan FitzGerald ini merupakan landasan yang sangat penting, yang memvalidasi bahwa sistem komando yang berakar pada masa lalu tidak dapat secara efektif mengatasi bencana multi-agensi yang didorong oleh perubahan iklim. Dengan menetapkan Kerangka Konseptual Baru, studi ini memetakan jalan menjauh dari komando yang kaku menuju manajemen strategis, adaptif, dan berorientasi konsekuensi. Riset ke depan harus secara sistematis menutup kesenjangan antara konsensus teoretis dan praktik operasional.
Penelitian lebih lanjut harus melibatkan institusi sektor layanan kesehatan dan sosial, pemerintah daerah dan kota, dan lembaga penelitian kebijakan publik untuk memastikan keberlanjutan dan validitas hasil, sekaligus mempromosikan adopsi Kerangka Konseptual Baru secara nasional dan internasional.
Sertakan tautan DOI resmi sebagai acuan utama: Baca paper aslinya di sini
Teknik Sipil
Dipublikasikan oleh Raihan pada 24 Oktober 2025
Riset ini, berjudul "A Systematic Review: To Increase Transportation Infrastructure Resilience to Flooding Events," adalah tinjauan sistematis komprehensif yang mengkaji literatur ilmiah dari tahun 1900 hingga 2021 untuk memetakan upaya peningkatan ketahanan infrastruktur transportasi terhadap banjir. Tinjauan ini bertujuan untuk memenuhi tiga objektif utama: (1) menentukan bencana alam yang paling banyak diteliti terkait kerentanan (vulnerability), (2) mengidentifikasi jenis infrastruktur yang paling dominan dalam studi ketahanan terhadap banjir, dan (3) menyelidiki tahap penelitian saat ini.
Jalur Logis Penemuan Penelitian 🧭
Metodologi tinjauan ini terstruktur dalam tiga tahap yang secara progresif mempersempit fokus penelitian:
Tahap 1: Mengidentifikasi Ancaman Utama
Tahap pertama melibatkan pencarian 17 jenis bahaya atau bencana alam, digabungkan dengan kata kunci "kerentanan" (vulnerability), dalam database Google Scholar dan Scopus dari tahun 1900 hingga 2021. Hasil totalnya mencapai 6.541 studi. Dari jumlah ini, kerentanan banjir (flood vulnerability) adalah topik yang paling menonjol, dengan total 2.223 studi. Temuan ini menunjukkan hubungan kuat antara banjir dan urgensi riset, menegaskan banjir sebagai bencana alam yang paling relevan untuk penyelidikan kerentanan lebih lanjut. Data kuantitatif secara deskriptif menunjukkan pertumbuhan pesat riset kerentanan bencana alam setelah tahun 1980.
Tahap 2: Menentukan Infrastruktur Kritis
Setelah menetapkan banjir sebagai fokus utama, Tahap 2 bertujuan untuk mengidentifikasi sektor infrastruktur kritis yang paling sering dikaitkan dengan ketahanan banjir (flood resilience). Pencarian kata kunci "flood resilience infrastructure" dalam rentang waktu 1981–2021 menghasilkan 79 studi unik. Berdasarkan kategorisasi 55 studi unik, riset terkait transportasi adalah yang paling lazim, muncul dalam 57% studi, mengungguli sektor lain seperti pengolahan air limbah (42%) dan energi (34%). Hal ini secara logis menetapkan infrastruktur transportasi sebagai fokus penting untuk sisa tinjauan.
Tahap 3: Memetakan Tahap Riset Saat Ini
Tahap akhir berfokus pada studi terkait ketahanan infrastruktur transportasi terhadap banjir. Dengan menyaring 700 hasil pencarian kata kunci yang spesifik ("transportation", "road(s)", dan "transit" dengan "flood" dan "flooding"), tim peninjau menganalisis total 133 artikel jurnal terbitan sejawat (peer-reviewed) berbahasa Inggris. Studi-studi ini dikelompokkan ke dalam enam kategori riset, selaras dengan langkah 3–5 dari Infrastructure Resilience Planning Framework (IRPF) oleh CISA (Langkah 3: Penilaian Risiko, Langkah 4: Mengembangkan Tindakan, dan Langkah 5: Implementasi dan Evaluasi).
Enam kategori riset yang ditemukan adalah:
Dalam kategori A (Analisis Risiko), temuan menunjukkan penggunaan luas model hidrologi/hidrodinamik (misalnya, HEC-HMS) untuk menentukan kedalaman banjir dan alat geospasial untuk memvisualisasikan risiko. Kategori B (Prediksi Real-Time) menekankan perlunya data curah hujan dan air yang memadai untuk meningkatkan akurasi model peramalan. Dalam Kategori C dan D, dampak pada aksesibilitas dan mobilitas diselidiki sebagai faktor krusial, diukur melalui keterlambatan, kecepatan kendaraan, dan kemampuan untuk melintasi jalan.
🔑 Kontribusi Utama terhadap Bidang
Kontribusi utama dari tinjauan sistematis ini adalah sebagai penentu arah strategis untuk penelitian masa depan.
🚧 Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka
Meskipun komprehensif, riset ini memiliki keterbatasan yang secara langsung menghasilkan pertanyaan terbuka untuk komunitas akademik:
🎯 5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan
Berikut adalah lima rekomendasi riset ke depan, yang ditujukan untuk memajukan bidang ini melampaui fokus saat ini pada pemodelan risiko (Langkah 3 IRPF) dan menuju implementasi dan evaluasi (Langkah 4 dan 5 IRPF).
1. Riset Aksi untuk Penilaian Sumber Daya dan Kapabilitas yang Ada (Langkah 4 IRPF)
Riset harus bergeser untuk mengatasi kesenjangan yang teridentifikasi mengenai penilaian sumber daya dan kapabilitas yang ada.
2. Pengembangan dan Validasi Metrik Kinerja Ketahanan (Resilience Performance Metrics) (Langkah 5 IRPF)
Penelitian harus berfokus pada pengembangan dan penerapan metrik untuk memantau dan mengevaluasi efektivitas solusi ketahanan.
3. Integrasi Pemodelan Interdependensi Infrastruktur Kritis
Meningkatkan akurasi analisis kerentanan (Kategori D) dan dampak (Kategori C) dengan secara eksplisit memodelkan kegagalan kaskade yang terjadi akibat ketergantungan antar infrastruktur.
4. Memanfaatkan Data Real-Time Lanjut untuk Peringatan dan Adaptasi Perilaku
Memajukan penelitian di Kategori B (Peramalan Real-Time) dan Kategori F (Pemanfaatan data pengguna) dengan integrasi data yang lebih kompleks.
5. Studi Kasus Komparatif Berbasis Geografi dan Karakteristik Lingkungan
Memperluas studi di luar Asia dan AS (yang merupakan area studi paling umum) dengan menerapkan metodologi yang ada di wilayah dengan karakteristik serupa.
Penelitian lebih lanjut harus melibatkan institusi dari bidang ilmu data dan kecerdasan buatan, badan-badan pemerintah yang bertanggung jawab atas pengelolaan infrastruktur (misalnya, Departemen Transportasi), dan organisasi-organisasi non-pemerintah yang berfokus pada keadilan sosial dan lingkungan untuk memastikan keberlanjutan dan validitas hasil.
Tautan DOI resmi: Baca paper aslinya di sini
Manajemen Risiko
Dipublikasikan oleh Raihan pada 24 Oktober 2025
🌊 Mengukur Kesiapsiagaan Banjir: Mengapa Pendekatan Lokal Inggris Mengungguli Model Sentralistik Turki, dan Jalan ke Depan untuk Penelitian Global
Penelitian ini bertujuan untuk menilai efektivitas manajemen banjir (Flood Management/FM) di Turki—sebagai representasi negara berkembang—dan Inggris (UK)—sebagai negara maju—serta memberikan rekomendasi berbasis bukti untuk meningkatkan praktik di kedua negara. Melalui studi kualitatif mendalam, tesis doktoral ini tidak hanya membandingkan kerangka kerja kelembagaan dan operasional tetapi juga memperkenalkan serangkaian indikator baru untuk mengukur efisiensi sistem. Jalur logis temuan dimulai dengan perbandingan top-down dan berlanjut ke pengujian hipotesis di lapangan dan melalui studi kasus bencana nyata.
Jalur Logis Penemuan: Dari Hipotesis Tata Kelola ke Bukti Bencana
Riset ini dengan cermat membandingkan dua model tata kelola bencana yang kontras. Inggris, didorong oleh UU Manajemen Banjir dan Air 2010, menganut pendekatan proaktif dan terdesentralisasi (lokal), menekankan kolaborasi lintas-pemangku kepentingan, dari tingkat pusat hingga komunitas lokal. Sebaliknya, Turki dicirikan oleh pendekatan yang reaktif dan sentralistik, dengan undang-undang yang tidak definitif, menghasilkan perencanaan yang tidak efektif, sistem peringatan yang buruk, dan pemangku kepentingan yang tidak terorganisir.
Untuk menguji efektivitas klaim tata kelola ini, penelitian ini mengembangkan serangkaian Indikator Efisiensi Manajemen Banjir (FMEIs), yang dikelompokkan ke dalam tiga fase Siklus Manajemen Bencana: Kesiapsiagaan dan Perencanaan, Respons, dan Pemulihan. Kerangka kerja ini, terdiri dari 26 indikator turunan literatur, berfungsi sebagai alat ukur standar yang eksplisit untuk menilai kekuatan dan kelemahan sistem di Izmit/Kocaeli (Turki) dan Southampton/Hampshire (Inggris).
Hasil Kuantitatif Deskriptif dari Penilaian Sistem
Wawancara dengan para profesional FM di kedua negara kemudian memvalidasi kontras kualitatif ini, yang diukur secara deskriptif menggunakan kerangka FMEIs.
Dampak dari perbedaan tata kelola ini divalidasi melalui studi kasus: Banjir Marmara 2009 (Turki) dan Banjir Kendal 2015 (Inggris). Penilaian FMEIs terhadap respons bencana nyata menunjukkan bahwa manajemen banjir Kendal memperoleh skor total 43 (kualitas Optimum), sementara Marmara memperoleh skor total 28 (kualitas Tinggi). Kesenjangan terluas muncul dalam kategori perencanaan: Meskipun telah terjadi banjir sebelumnya di Marmara, kurangnya perencanaan mitigasi dan peta bahaya yang akurat memperburuk dampak bencana. Kunci efektivitas Inggris terletak pada pendekatan terpusatnya untuk perencanaan tetapi didelegasikan kepada tingkat lokal, memungkinkan pemahaman yang lebih baik tentang risiko di lapangan dan pemulihan yang lebih cepat.
Kontribusi Utama terhadap Bidang
Kontribusi terpenting dari penelitian ini adalah penciptaan FMEIs. FMEIs merupakan kerangka kerja komprehensif yang mengintegrasikan berbagai faktor efisiensi FM ke dalam alat ukur yang terstandardisasi dan dapat diterapkan secara universal, yang dapat digunakan oleh negara maju dan berkembang.
Lebih lanjut, penelitian ini secara eksplisit mengidentifikasi bahwa efektivitas FM berakar pada dua pilar utama:
Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka
Riset ini mengakui bahwa kurangnya akses ke peta bahaya banjir di Turki merupakan hambatan signifikan untuk merumuskan rencana mitigasi yang spesifik. Selain itu, sensitivitas politik di Turki membatasi partisipasi masyarakat di tingkat komunitas, sehingga penilaian efektivitas sistem cenderung didominasi oleh perspektif profesional daripada pengalaman langsung warga.
Keterbatasan ini membuka pertanyaan penting bagi penelitian lanjutan, seperti:
5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan (dengan Justifikasi Ilmiah)
Penelitian ini menggarisbawahi perlunya studi empiris lebih lanjut untuk memajukan manajemen risiko banjir dari temuan komparatif dan kerangka FMEIs yang baru dikembangkan.
Penelitian lebih lanjut harus melibatkan Badan Manajemen Bencana dan Keadaan Darurat (AFAD), Badan Lingkungan Inggris (EA), dan forum ketahanan lokal (LRFs) untuk memastikan keberlanjutan dan validitas hasil di berbagai tingkat tata kelola.
Manajemen Risiko
Dipublikasikan oleh Raihan pada 24 Oktober 2025
Tinjauan Struktural Model Manajemen Bencana dan Kontribusi Masa Depannya: Sebuah Peta Jalan untuk Komunitas Akademik dan Penerima Hibah
Paragraf Pembuka: Krisis yang Terus Meningkat Membutuhkan Kerangka Kerja yang Jelas
Fenomena bencana global, yang ditandai dengan peningkatan signifikan dalam kematian, korban, dan kerugian ekonomi akibat urbanisasi, perubahan iklim, dan gangguan sosial-politik, telah menempatkan manajemen bencana sebagai disiplin ilmu yang krusial bagi pencapaian pembangunan berkelanjutan. Meskipun terdapat berbagai model yang dirancang untuk membantu pemerintah dan lembaga kebencanaan, realitasnya adalah pengelolaan bencana masih sering kali tidak efisien. Studi kualitatif ini, yang dilakukan oleh Alrehaili et al. (2022) melalui tinjauan literatur dan analisis tematik, hadir sebagai upaya mendasar untuk mengevaluasi secara kritis kontribusi model-model yang ada dan menyusun taksonomi yang komprehensif bagi bidang ini.
Penelitian ini tidak bertujuan untuk menawarkan model baru, melainkan untuk memperluas pengetahuan yang ada mengenai kegunaan dan keterbatasan model-model tersebut. Secara metodologis, studi ini mengadopsi pendekatan konstruktivis dan interpretivis, menggunakan tinjauan literatur kualitatif dan analisis konten untuk menginvestigasi realitas bencana yang kompleks, tidak stabil, dan non-linear. Aliran logis temuan dimulai dengan penegasan bahwa model adalah alat pendukung keputusan yang sangat diperlukan; mereka menyederhanakan situasi yang rumit dan membantu perencana, manajer, dan praktisi dalam mencapai keputusan yang tepat.
Temuan utama dari tinjauan ini adalah klasifikasi model manajemen bencana ke dalam lima kelompok yang berbeda: Model Logis, Model Kausal, Model Terintegrasi, Model Kombinatorial, dan Model Tidak Terkategori. Klasifikasi ini muncul dari analisis terhadap karya-karya sebelumnya oleh Asghar et al. (2006) dan Nojavan et al. (2018), yang memperkenalkan kelompok "kombinatorial" untuk model yang menggabungkan elemen dari tiga kelompok pertama. Mayoritas model (seperti Model Tradisional dan Model Empat Fase Kimberly) dibangun di atas empat fase utama manajemen bencana—mitigasi, kesiapsiagaan, respons, dan pemulihan. Namun, model Kausal, seperti "Crunch Cause Model" (2000), menunjukkan fokus yang berbeda, dengan temuan deskriptif yang menunjukkan hubungan kuat antara variabel "Bahaya (Hazard)" dan "Kerentanan (Vulnerability)"—menghasilkan koefisien deskriptif yang secara eksplisit dirumuskan: Hazard + Vulnerability = Disaster Risk. Pernyataan ini menunjukkan potensi kuat bagi pengukuran variabel dan pengembangan objek penelitian baru (Risiko Bencana) yang diidentifikasi secara kausal.
Meskipun demikian, studi ini juga mengonfirmasi keraguan yang menyelimuti model-model ini, termasuk sifatnya yang terlalu preskriptif, pendekatan "satu ukuran untuk semua" (one-size-fits-all), ketidakmampuan untuk memprediksi bencana di masa depan secara akurat, dan adanya pemahaman yang terbatas di kalangan praktisi. Intinya adalah: model-model ini berharga, tetapi implementasinya yang salah atau pemahamannya yang buruk dapat membuatnya tidak efektif, yang berpotensi menimbulkan kerugian besar bagi pemerintah dan komunitas.
Kontribusi Utama terhadap Bidang
Kontribusi paling substansial dari studi ini adalah penyediaan taksonomi struktural yang memetakan lanskap model manajemen bencana. Dengan mengidentifikasi lima kelompok (Logis, Kausal, Terintegrasi, Kombinatorial, Tidak Terkategori), penelitian ini menyederhanakan kerumitan disiplin ilmu ini dan memberikan kerangka kerja yang jelas bagi akademisi untuk membandingkan dan mengontraskan model.
Kontribusi lainnya, yang didukung oleh Kelly (1999), adalah penegasan kembali peran vital model sebagai alat pengintegrasi yang menciptakan pemahaman bersama di antara semua pihak yang berkepentingan. Sebagai contoh, Model Kesehatan Manitoba (2002), yang merupakan Model Terintegrasi, memisahkan fase-fase manajemen bencana dengan jelas (Strategi, Penilaian Risiko, Pengelolaan Bahaya, Mitigasi, Kesiapsiagaan, Pemantauan dan Evaluasi), yang memungkinkan pengelolaan bencana secara efektif melalui hubungan yang fleksibel antarproses. Penemuan ini membuktikan bahwa ketika diterapkan dengan benar, model-model ini bersifat sangat bermanfaat dan merupakan teknik yang penting untuk memastikan manajemen bencana yang berhasil.
Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka
Keterbatasan utama yang diidentifikasi dalam tinjauan ini adalah sifat preskriptif, spesifik, dan terbatas dari banyak model, yang membuatnya rentan terhadap kritik dan dipertanyakan kegunaannya oleh pengambil keputusan dan praktisi. Desain model yang langkah demi langkah mengabaikan fitur bencana yang kompleks dan sering kali kacau, yang jarang berjalan sesuai rencana.
Keterbatasan lainnya adalah anggapan "satu ukuran untuk semua" yang diterapkan oleh beberapa model, yang mengabaikan variabel spesifik setiap bencana, seperti perbedaan budaya, tata kelola, dan ketersediaan sumber daya. Ini menimbulkan pertanyaan terbuka yang mendesak:
5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan
Riset lanjutan perlu secara eksplisit mengatasi kesenjangan pengetahuan dan keterbatasan model yang ditemukan dalam tinjauan ini untuk memastikan efektivitas jangka panjang disiplin ilmu manajemen bencana.
1. Pengembangan Metodologi Meta-Model Kombinatorial untuk Validasi Silang
Justifikasi Ilmiah: Tinjauan ini mengidentifikasi Model Kombinatorial (campuran Logis, Kausal, dan Terintegrasi) sebagai upaya untuk menggabungkan keunggulan model lain dan mengatasi defisiensi. Namun, efektivitas komparatifnya belum teruji secara sistematis. Arah Riset: Riset ke depan harus berfokus pada perancangan dan validasi Metodologi Meta-Model Kombinatorial dengan tujuan untuk membangun sebuah kerangka kerja kuantitatif yang dapat menetapkan bobot optimal (optimal weighting) untuk elemen-elemen dari Model Kausal dan Terintegrasi dalam fase Logis (Mitigasi/Kesiapsiagaan). Metode/Variabel Baru: Metode simulasi berbasis agen (Agent-Based Modeling, ABM) dapat digunakan untuk menguji efisiensi Kombinatorial Model, dengan variabel koordinasi antar-pemangku kepentingan sebagai variabel independen. Perlunya Penelitian Lanjutan: Ini akan mengubah model menjadi alat prediksi dan perencanaan yang lebih canggih, menggantikan dogma model tunggal dengan ekosistem model yang fleksibel.
2. Membangun dan Menguji Model Manajemen Bencana Adaptif (ADMM)
Justifikasi Ilmiah: Kritik utama terhadap model adalah sifatnya yang preskriptif dan tidak mampu menyesuaikan diri dengan variabel spesifik bencana, seperti variasi budaya dan sumber daya. Arah Riset: Diperlukan studi intervensi jangka panjang untuk mengembangkan dan memvalidasi Model Manajemen Bencana Adaptif (ADMM). ADMM harus mengintegrasikan mekanisme umpan balik cepat (real-time feedback) dan mengutamakan fase deteksi dan pembelajaran yang ditekankan dalam model seperti The Five-Stage Model Mitroff dan Pearson (1993). Metode/Variabel Baru: Pengujian kasus komparatif longitudinal pada bencana dengan variasi budaya dan pemerintahan yang berbeda (variabel konteks baru) untuk mengukur koefisien korelasi antara tingkat adaptabilitas model (variabel independen) dan waktu pemulihan komunitas (variabel dependen). Perlunya Penelitian Lanjutan: Penelitian ini sangat penting untuk menjamin relevansi model di tengah-tengah tren global yang menunjukkan peningkatan kompleksitas dan non-linearitas bencana.
3. Analisis Kesenjangan Kognitif Praktisi terhadap Pemanfaatan Model
Justifikasi Ilmiah: Studi ini menemukan bahwa manajer dan praktisi sering kali memiliki pemahaman yang terbatas atau skeptis terhadap kegunaan model. Kesenjangan kognitif ini secara langsung menghambat implementasi model yang efektif. Arah Riset: Melakukan penelitian survei berbasis skala psikometri yang luas untuk menganalisis kesenjangan antara pengetahuan model teoritis akademisi dengan keterampilan aplikasi model praktisi. Metode/Variabel Baru: Mengembangkan Indeks Kompetensi Model Bencana (ICMB) sebagai variabel independen. Uji regresi diperlukan untuk menentukan seberapa besar peningkatan ICMB (misalnya, peningkatan pelatihan model) dapat memengaruhi penurunan kerugian pasca-bencana, yang mengarah pada peningkatan efektivitas manajemen bencana secara keseluruhan. Perlunya Penelitian Lanjutan: Riset ini akan menjadi dasar bagi perumusan kurikulum pelatihan dan strategi transfer teknologi yang lebih efektif dari akademisi ke lembaga tanggap bencana.
4. Mendefinisikan Ulang dan Mengukur Ketahanan melalui Fase Pemulihan Mendalam
Justifikasi Ilmiah: Meskipun pemulihan adalah salah satu dari empat fase utama, beberapa model dianggap mengabaikan fase pra-bencana atau pasca-bencana secara memadai. Padahal, bencana merupakan ancaman signifikan terhadap pembangunan berkelanjutan. Arah Riset: Fokus pada dekonstruksi mendalam fase pemulihan, mirip dengan fokus Model Contreras (2016) pada pemulihan. Tujuannya adalah untuk mengembangkan Indeks Pemulihan Berkelanjutan Jangka Panjang (LSRI) yang berorientasi pada hasil pembangunan. Metode/Variabel Baru: Studi kasus komparatif (misalnya, antara bencana alam dan bencana buatan manusia) untuk mengukur koefisien metrik pemulihan infrastruktur (post-disaster infrastructure recovery metrics) sebagai variabel terikat, yang ditargetkan untuk kembali ke metrik yang lebih baik dari status pra-bencana. Perlunya Penelitian Lanjutan: Ini akan mengubah fokus dari sekadar kembali normal menjadi membangun kembali dengan lebih baik (Build Back Better), memberikan metrik yang jelas untuk penerima hibah yang berfokus pada hasil pembangunan.
5. Validasi Komparatif Model Terintegrasi untuk Bencana Teknologi Modern
Justifikasi Ilmiah: Tinjauan ini menunjukkan efektivitas model manajemen bencana dalam konteks bencana buatan manusia, seperti kasus ledakan industri. Model yang tidak terkategori, seperti Model Ibrahim et al. (2003), secara spesifik berfokus pada bencana teknologi. Arah Riset: Melakukan validasi komparatif model terintegrasi dan tidak terkategori (seperti Model Sistem-Oriented Terintegrasi, 2016, yang berfokus pada respons darurat, dan Model Ibrahim et al.) dalam konteks risiko industri 4.0 (misalnya, serangan siber, kegagalan infrastruktur kritis). Metode/Variabel Baru: Menggunakan analisis kerangka kerja (framework analysis) untuk membandingkan kapasitas prediktif dan responsif model-model ini terhadap bencana teknologi kontemporer. Variabel kuncinya adalah komponen ilmu sosial, teknik, dan fisika yang terintegrasi, yang telah dimasukkan dalam Model Terintegrasi McEntire et al. (2010) . Perlunya Penelitian Lanjutan: Riset ini akan memastikan bahwa kerangka kerja manajemen bencana tetap relevan di tengah pergeseran ancaman dari bahaya alam ke risiko sistemik yang didorong oleh teknologi.
Kesimpulan dan Ajakan Kolaboratif
Tinjauan struktural ini telah mengonfirmasi bahwa model manajemen bencana adalah alat yang penting, yang mampu menyederhanakan kompleksitas, mendukung pengambilan keputusan, dan mengintegrasikan aktivitas. Namun, potensi jangka panjang model-model ini hanya dapat terwujud jika komunitas riset secara kolektif mengatasi kelemahan preskriptif dan kesenjangan implementasi praktisi.
Arah riset ke depan harus berpindah dari identifikasi model menuju integrasi, adaptasi, dan validasi model secara kuantitatif dalam konteks yang beragam dan non-linear. Penelitian lebih lanjut harus melibatkan kolaborasi multidisiplin antara lembaga ilmu sosial dan tata kelola bencana (seperti pusat studi kebijakan publik), institusi teknik dan pemodelan komputasi (untuk simulasi ABM dan ADMM), dan organisasi kemanusiaan dan tanggap darurat (untuk validasi lapangan) untuk memastikan keberlanjutan dan validitas hasil.
Ilmu Terapan
Dipublikasikan oleh Raihan pada 24 Oktober 2025
Membentuk Masa Depan Kota Tangguh: Peta Jalan Riset untuk Ketahanan Perkotaan Berbasis Data dan Interdisipliner
Ketahanan Perkotaan (Urban Resilience atau UR) merupakan sebuah konsep krusial yang memungkinkan kota dan komunitas untuk menahan gangguan secara optimal dan pulih kembali ke keadaan sebelum gangguan terjadi. Dengan proyeksi lebih dari 60% populasi dunia tinggal di perkotaan pada tahun 2030, dan 90% wilayah metropolitan berada di pesisir yang rentan terhadap risiko bencana iklim, kebutuhan akan solusi UR yang inovatif dan berkelanjutan menjadi mendesak. Tinjauan literatur sistematis ini—yang menganalisis 68 makalah jurnal yang terindeks Scopus dari tahun 2011 hingga 2022—memberikan gambaran komprehensif mengenai tren utama dan, yang lebih penting, menggarisbawahi arah riset masa depan bagi komunitas akademis, peneliti, dan penerima hibah.
Penelitian ini memaparkan UR sebagai persimpangan antara Manajemen Aset, Manajemen Risiko, dan Mekanisme Pendukung Ilmu Keputusan seperti Sistem Informasi Geografis (GIS). Ketiga pilar ini bertujuan untuk mencapai sasaran kembar dari Agenda PBB 2030, yaitu menciptakan kota yang tangguh dan berkelanjutan.
Tinjauan ini mengelompokkan literatur menjadi tiga kategori: tinjauan literatur, model konseptual, dan model analitis. Hasilnya, fokus diskusi utama dalam publikasi UR adalah perubahan iklim, penilaian dan manajemen risiko bencana, GIS, infrastruktur perkotaan dan transportasi, pengambilan keputusan dan manajemen bencana, ketahanan komunitas dan bencana, serta infrastruktur hijau dan pembangunan berkelanjutan.
Kontribusi Utama terhadap Bidang
Tinjauan ini secara tegas memposisikan integrasi asset and disaster risk management methods dengan GIS-based decision-making tools sebagai pendekatan yang sangat direkomendasikan untuk secara signifikan meningkatkan UR.
Data Kuantitatif Deskriptif Kunci:
Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka
Terlepas dari perkembangan ini, tinjauan ini mengidentifikasi lima kesenjangan riset utama yang membatasi penerapan dan skalabilitas model UR.
5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan (dengan Justifikasi Ilmiah)
Lima rekomendasi ini secara langsung membahas kesenjangan yang teridentifikasi, dengan fokus pada penguatan fondasi metodologis dan analitis UR.
1. Pengembangan Kerangka Kerja UR Semantik-Spasial Terpadu
2. Perancangan Model UR Parametrik dan Adaptif
3. Integrasi Alat GIS Multidimensi dengan Analisis Kompleksitas Jaringan
4. Pemanfaatan Analisis Stokastik untuk Simulasi Kota Virtual
5. Pengembangan Mekanisme Pengambilan Keputusan Berbasis Skenario Adaptif
Penelitian lebih lanjut harus melibatkan institusi dari berbagai domain seperti pusat penelitian Teknik dan GIS (untuk pemodelan analitis dan spasial), departemen Ilmu Sosial dan Kebijakan Publik (untuk analisis tata kelola dan komunitas), dan badan pendanaan internasional seperti World Bank Group dan Rockefeller Foundation (untuk memastikan keberlanjutan dan validitas hasil global).