Transportasi

Mengatasi Resistensi Konsumen: Analisis Inovasi dalam Transportasi Publik Otonom

Dipublikasikan oleh Ririn Khoiriyah Ardianti pada 15 Mei 2025


Pendahuluan

Inovasi teknologi dalam sektor transportasi, khususnya kendaraan otonom, telah menjadi topik hangat dalam beberapa tahun terakhir. Meskipun potensi manfaat yang ditawarkan oleh sistem transportasi publik otonom (APT) sangat besar, adopsi teknologi ini sering kali terhambat oleh resistensi konsumen. Paper yang ditulis oleh Alexander Kjellberg dan Vivi Daiwei Olsén berjudul "A Quantitative Study of Consumer Resistance to Innovations in Services in the Context of Autonomous Public Transport" memberikan wawasan yang mendalam tentang faktor-faktor yang mempengaruhi skeptisisme konsumen terhadap APT. Dalam resensi ini, kita akan membahas temuan utama dari penelitian tersebut, menganalisis data yang disajikan, serta memberikan perspektif tambahan yang relevan dengan tren industri saat ini.

Latar Belakang

Inovasi dalam Transportasi Publik

Transportasi publik merupakan layanan yang vital bagi masyarakat, memungkinkan mobilitas yang efisien antara tempat tinggal, pekerjaan, dan aktivitas lainnya. Dengan kemajuan teknologi, APT diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, keselamatan, dan keberlanjutan. Menurut laporan, diperkirakan bahwa pada tahun 2030, 40% dari jarak yang ditempuh di Eropa akan menggunakan kendaraan otonom. Namun, meskipun ada potensi besar, resistensi konsumen tetap menjadi tantangan utama.

Resistensi Konsumen

Resistensi konsumen terhadap inovasi dapat didefinisikan sebagai penolakan atau penundaan adopsi teknologi baru yang dianggap mengganggu status quo yang sudah ada. Dalam konteks APT, resistensi ini dapat muncul dari berbagai faktor, termasuk ketergantungan teknologi, kecemasan teknologi, dan inertia. Penelitian ini berfokus pada bagaimana ketiga faktor ini mempengaruhi skeptisisme konsumen terhadap APT.

Temuan Utama

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode survei kuantitatif untuk mengumpulkan data dari 113 responden yang merupakan komuter ke dan dari universitas di Stockholm. Dengan menggunakan skala Likert, responden diminta untuk menilai tingkat setuju mereka terhadap berbagai pernyataan yang berkaitan dengan ketergantungan teknologi, kecemasan teknologi, inertia, dan skeptisisme.

Hasil Penelitian

  1. Ketergantungan Teknologi (Perceived Technological Dependence): Penelitian menemukan bahwa ketergantungan teknologi tidak memiliki dampak signifikan terhadap skeptisisme konsumen. Hal ini mungkin disebabkan oleh kurangnya pemahaman responden tentang inovasi yang ditawarkan, di mana mereka kesulitan membedakan antara inovasi produk dan inovasi layanan.
  2. Kecemasan Teknologi (Technology Anxiety): Temuan menunjukkan bahwa kecemasan teknologi memiliki dampak yang signifikan terhadap skeptisisme. Responden yang merasa cemas terhadap penggunaan teknologi baru cenderung lebih skeptis terhadap APT. Ini menunjukkan bahwa untuk meningkatkan adopsi APT, penting bagi pemangku kepentingan untuk mengatasi kecemasan ini melalui edukasi dan informasi yang jelas.
  3. Inertia: Meskipun inertia diharapkan dapat mempengaruhi skeptisisme, penelitian ini menemukan dukungan yang lemah untuk hipotesis ini. Hal ini mungkin disebabkan oleh demografi responden yang didominasi oleh generasi muda, yang cenderung lebih terbuka terhadap perubahan.

Analisis Data

Dari hasil analisis regresi berganda, ditemukan bahwa 29,8% varians dalam skeptisisme dapat dijelaskan oleh ketiga variabel independen. Meskipun ini menunjukkan adanya hubungan, masih ada 70,2% varians yang tidak terjelaskan, yang menunjukkan bahwa faktor lain mungkin berperan dalam resistensi konsumen terhadap APT.

Studi Kasus dan Data Tambahan

Tren Industri

Dalam konteks global, banyak negara yang telah mulai mengimplementasikan APT. Misalnya, di Swedia, prototipe bus on-demand dan feri penumpang sedang diuji coba di area perkotaan. Swiss PostBus telah berhasil mengangkut lebih dari 54.000 penumpang sejak 2016, menunjukkan potensi keberhasilan APT jika diadopsi secara luas.

Statistik dan Angka

  • Pasar Kendaraan Otonom: Diperkirakan nilai pasar kendaraan otonom akan meningkat dari 75,53 miliar USD pada tahun 2024 menjadi 221,32 miliar USD pada tahun 2028.
  • Penggunaan Transportasi Publik: Di Copenhagen, sistem metro tanpa pengemudi telah melayani lebih dari 4,4 juta penumpang per bulan pada tahun 2023.

Nilai Tambah dan Opini

Kritik terhadap Penelitian

Meskipun penelitian ini memberikan wawasan yang berharga, ada beberapa kritik yang perlu dipertimbangkan. Pertama, penggunaan sampel yang terbatas pada komuter universitas di Stockholm dapat membatasi generalisasi temuan. Penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih beragam dari berbagai demografi dan lokasi geografis dapat memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang resistensi konsumen terhadap APT.

Perbandingan dengan Penelitian Lain

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kecemasan teknologi dan ketergantungan teknologi dapat mempengaruhi resistensi konsumen. Namun, penelitian ini menemukan bahwa ketergantungan teknologi tidak berpengaruh signifikan, yang menunjukkan bahwa konteks dan demografi responden dapat mempengaruhi hasil.

Dampak Praktis

Dari temuan ini, penting bagi pemangku kepentingan, termasuk perusahaan dan lembaga pemerintah, untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi skeptisisme konsumen. Dengan mengatasi kecemasan teknologi melalui edukasi dan komunikasi yang efektif, mereka dapat meningkatkan peluang adopsi APT. Selain itu, penting untuk menciptakan pengalaman pengguna yang positif dan transparan untuk mengurangi resistensi.

Kesimpulan

Penelitian ini memberikan wawasan yang mendalam tentang faktor-faktor yang mempengaruhi skeptisisme konsumen terhadap APT. Meskipun kecemasan teknologi terbukti memiliki dampak signifikan, ketergantungan teknologi dan inertia tidak menunjukkan pengaruh yang sama. Temuan ini menyoroti pentingnya memahami psikologi konsumen dalam mengadopsi inovasi teknologi. Untuk meningkatkan adopsi APT, pemangku kepentingan perlu fokus pada mengatasi kecemasan dan memberikan informasi yang jelas kepada konsumen.

Dengan demikian, penelitian ini tidak hanya berkontribusi pada literatur akademis tetapi juga memberikan panduan praktis bagi industri dalam menghadapi tantangan resistensi konsumen terhadap inovasi dalam transportasi publik.

Sumber

Kjellberg, A., & Olsén, V. D. (2024). A quantitative study of Consumer Resistance to innovations in services in the Context of Autonomous Public Transport. Link to Journal

Selengkapnya
Mengatasi Resistensi Konsumen: Analisis Inovasi dalam Transportasi Publik Otonom

Transportasi

Mengatasi Skeptisisme: Memahami Resistensi Konsumen terhadap Inovasi dalam Transportasi Publik Otonom

Dipublikasikan oleh Ririn Khoiriyah Ardianti pada 15 Mei 2025


Pendahuluan

Dalam era digital yang terus berkembang, inovasi teknologi seperti kendaraan otonom (AV) dan sistem transportasi publik otonom (APT) semakin menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari. Namun, meskipun potensi manfaat yang ditawarkan, adopsi teknologi ini sering kali terhambat oleh resistensi konsumen. Paper yang ditulis oleh Alexander Kjellberg dan Vivi Daiwei Olsén berjudul "A Quantitative Study of Consumer Resistance to Innovations in Services in the Context of Autonomous Public Transport" memberikan wawasan yang mendalam tentang faktor-faktor yang mempengaruhi skeptisisme konsumen terhadap APT. Dalam resensi ini, kita akan membahas temuan utama dari penelitian tersebut, menganalisis data yang disajikan, serta memberikan perspektif tambahan yang relevan dengan tren industri saat ini.

Latar Belakang

Inovasi dalam Transportasi Publik

Transportasi publik merupakan layanan yang vital bagi masyarakat, memungkinkan mobilitas yang efisien antara tempat tinggal, pekerjaan, dan aktivitas lainnya. Dengan kemajuan teknologi, APT diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, keselamatan, dan keberlanjutan. Menurut laporan, diperkirakan bahwa pada tahun 2030, 40% dari jarak yang ditempuh di Eropa akan menggunakan kendaraan otonom (Kuhnert et al., 2018). Namun, meskipun ada potensi besar, resistensi konsumen tetap menjadi tantangan utama.

Resistensi Konsumen

Resistensi konsumen terhadap inovasi dapat didefinisikan sebagai penolakan atau penundaan adopsi teknologi baru yang dianggap mengganggu status quo yang sudah ada. Dalam konteks APT, resistensi ini dapat muncul dari berbagai faktor, termasuk ketergantungan teknologi, kecemasan teknologi, dan inertia. Penelitian ini berfokus pada bagaimana ketiga faktor ini mempengaruhi skeptisisme konsumen terhadap APT.

Temuan Utama

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode survei kuantitatif untuk mengumpulkan data dari 113 responden yang merupakan komuter ke dan dari universitas di Stockholm. Dengan menggunakan skala Likert, responden diminta untuk menilai tingkat setuju mereka terhadap berbagai pernyataan yang berkaitan dengan ketergantungan teknologi, kecemasan teknologi, inertia, dan skeptisisme.

Hasil Penelitian

  1. Ketergantungan Teknologi (Perceived Technological Dependence): Penelitian menemukan bahwa ketergantungan teknologi tidak memiliki dampak signifikan terhadap skeptisisme konsumen. Hal ini mungkin disebabkan oleh kurangnya pemahaman responden tentang inovasi yang ditawarkan, di mana mereka kesulitan membedakan antara inovasi produk dan inovasi layanan.
  2. Kecemasan Teknologi (Technology Anxiety): Temuan menunjukkan bahwa kecemasan teknologi memiliki dampak yang signifikan terhadap skeptisisme. Responden yang merasa cemas terhadap penggunaan teknologi baru cenderung lebih skeptis terhadap APT. Ini menunjukkan bahwa untuk meningkatkan adopsi APT, penting bagi pemangku kepentingan untuk mengatasi kecemasan ini melalui edukasi dan informasi yang jelas.
  3. Inertia: Meskipun inertia diharapkan dapat mempengaruhi skeptisisme, penelitian ini menemukan dukungan yang lemah untuk hipotesis ini. Hal ini mungkin disebabkan oleh demografi responden yang didominasi oleh generasi muda, yang cenderung lebih terbuka terhadap perubahan.

Analisis Data

Dari hasil analisis regresi berganda, ditemukan bahwa 29,8% varians dalam skeptisisme dapat dijelaskan oleh ketiga variabel independen. Meskipun ini menunjukkan adanya hubungan, masih ada 70,2% varians yang tidak terjelaskan, yang menunjukkan bahwa faktor lain mungkin berperan dalam resistensi konsumen terhadap APT.

Studi Kasus dan Data Tambahan

Tren Industri

Dalam konteks global, banyak negara yang telah mulai mengimplementasikan APT. Misalnya, di Swedia, prototipe bus on-demand dan feri penumpang sedang diuji coba di area perkotaan. Swiss PostBus telah berhasil mengangkut lebih dari 54.000 penumpang sejak 2016, menunjukkan potensi keberhasilan APT jika diadopsi secara luas.

Statistik dan Angka

  • Pasar Kendaraan Otonom: Diperkirakan nilai pasar kendaraan otonom akan meningkat dari 75,53 miliar USD pada tahun 2024 menjadi 221,32 miliar USD pada tahun 2028 (Kuhnert et al., 2018).
  • Penggunaan Transportasi Publik: Di Copenhagen, sistem metro tanpa pengemudi telah melayani lebih dari 4,4 juta penumpang per bulan pada tahun 2023 (HITACHI Inspire the Next, 2024).

Nilai Tambah dan Opini

Kritik terhadap Penelitian

Meskipun penelitian ini memberikan wawasan yang berharga, ada beberapa kritik yang perlu dipertimbangkan. Pertama, penggunaan sampel yang terbatas pada komuter universitas di Stockholm dapat membatasi generalisasi temuan. Penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih beragam dari berbagai demografi dan lokasi geografis dapat memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang resistensi konsumen terhadap APT.

Perbandingan dengan Penelitian Lain

Penelitian sebelumnya oleh Mani dan Chouk (2018) menunjukkan bahwa kecemasan teknologi dan ketergantungan teknologi dapat mempengaruhi resistensi konsumen. Namun, penelitian ini menemukan bahwa ketergantungan teknologi tidak berpengaruh signifikan, yang menunjukkan bahwa konteks dan demografi responden dapat mempengaruhi hasil.

Dampak Praktis

Dari temuan ini, penting bagi pemangku kepentingan, termasuk perusahaan dan lembaga pemerintah, untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi skeptisisme konsumen. Dengan mengatasi kecemasan teknologi melalui edukasi dan komunikasi yang efektif, mereka dapat meningkatkan peluang adopsi APT. Selain itu, penting untuk menciptakan pengalaman pengguna yang positif dan transparan untuk mengurangi resistensi.

Kesimpulan

Penelitian ini memberikan wawasan yang mendalam tentang faktor-faktor yang mempengaruhi skeptisisme konsumen terhadap APT. Meskipun kecemasan teknologi terbukti memiliki dampak signifikan, ketergantungan teknologi dan inertia tidak menunjukkan pengaruh yang sama. Temuan ini menyoroti pentingnya memahami psikologi konsumen dalam mengadopsi inovasi teknologi. Untuk meningkatkan adopsi APT, pemangku kepentingan perlu fokus pada mengatasi kecemasan dan memberikan informasi yang jelas kepada konsumen.

Dengan demikian, penelitian ini tidak hanya berkontribusi pada literatur akademis tetapi juga memberikan panduan praktis bagi industri dalam menghadapi tantangan resistensi konsumen terhadap inovasi dalam transportasi publik.

Sumber

Kjellberg, A., & Olsén, V. D. (2024). A quantitative study of Consumer Resistance to innovations in services in the Context of Autonomous Public Transport. Link to Journal

Selengkapnya
Mengatasi Skeptisisme: Memahami Resistensi Konsumen terhadap Inovasi dalam Transportasi Publik Otonom

Transportasi

Transportasi

Dipublikasikan oleh Ririn Khoiriyah Ardianti pada 19 Februari 2025


Kereta api merupakan alat transportasi darat yang banyak digunakan.

Transportasi (bahasa Inggristransportation); (bahasa Rusiaтранспорт) atau pengangkutan adalah perpindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraanyang digerakkan oleh manusia atau mesin. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Di negara maju, mereka biasanya menggunakan kereta bawah tanah (subway) dan taksi. Penduduk di sana jarang yang mempunyai kendaraan pribadi karena mereka sebagian besar menggunakan angkutan umum sebagai transportasi mereka.

Transportasi sendiri dibagi 3 yaitu, transportasi darat, laut, dan udara. Transportasi udara merupakan transportasi yang membutuhkan banyak uang untuk memakainya. Selain karena memiliki teknologi yang lebih canggih, transportasi udara merupakan alat transportasi tercepat dibandingkan dengan alat transportasi lainnya serta memiliki tingkat kecelakaan yang relatif lebih rendah daripada transportasi darat dan air.

Darat

Laut

Rekaman drone dari sayap Airbus A380 yang diangkut dari pabriknya di Broughton, Wales menyusuri Sungai Dee ke pelabuhan dan kemudian diterbangkan ke Prancis; Maret 2020

Artikel utama: Alat transportasi air

Udara

Sumber Artikel : Wikipedia

Selengkapnya
Transportasi

Transportasi

Ruang Bincang Isu Keplanologian Bahas Transportasi Berkelanjutan di Masa Pandemi

Dipublikasikan oleh Ririn Khoiriyah Ardianti pada 19 Februari 2025


BANDUNG, itb.ac.id – Himpunan Mahasiswa Planologi 'Pangripta Loka' ITB menyelenggarakan Ruang Bincang Isu Keplanologian yang membahas tentang Transportasi Berkelanjutan di Masa Pandemi pada Sabtu (12/2/2022). Acara ini juga merupakan kolaborasi HMP PL ITB dengan Anwar Muhammad Foundation yaitu lembaga nirlaba yang bergerak dalam pengembangan praktik pembangunan berkelanjutan. 

Acara ini menghadirkan empat narasumber yang sudah banyak berkecimpung dan ahli di bidang Planologi. Mulai dari Dosen PWK ITB, Dr. I Gusti Ayu Andani, S.T, M.T. Lalu ada Perencana Ahli Utama Bidang Transportasi Kementerian PPN, Dr. Ir. Budi Hidayat. M.Eng.Sc, Sekretaris Badan Pengatur Jalan Tol Kementerian PUPR, Triono Junoasmono, Ph.D, dan Southeast Asia Director of ITDP Indonesia, Faela Sufa.

Sesi pertama pada acara ini disampaikan oleh Perencana Ahli Utama Bidang Transportasi Kementerian PPN. Dr. Budi memaparkan materi tentang COVID-19 sebagai faktor pendorong pemikiran transportasi masa depan. Pemikiran terkait pembangunan transportasi di masa depan ini didorong oleh berbagai hal seperti urbanisasi yang kian meningkat, kemacetan di kota besar yang semakin parah, pangsa angkutan umum di berbagai kota di Indonesia masih rendah, dan tentunya kondisi pada masa pandemi COVID-19 ini juga menjadi salah satu faktor pendorong yang kuat. 

“Pembatasan mobilitas yang diterapkan pemerintah untuk menekan penyebaran COVID-19 berdampak pada sektor transportasi di Indonesia,” tegas Dr. Budi. Contoh konkrit dari pengaruh COVID-19 terhadap sektor transportasi publik seperti MRT dan Transjakarta adalah menurun drastis pada masa pandemi ini, bahkan hingga mencapai 70 persen.

Materi selanjutnya dipaparkan oleh Southeast Asia Director of ITDP Indonesia, Faela Sufa. Ia menerangkan tentang tantangan dan potensi transportasi berkelanjutan di masa pandemi. “Berbagai tantangan harus dihadapi untuk merealisasikan transportasi berkelanjutan, terutama di kota-kota besar di Indonesia. Mulai dari pembatasan kapasitas angkut, pembatasan jam dan rute operasional, serta pengalihan rute. Namun hal-hal tersebut juga mengakibatkan bertambahnya waktu tunggu dan antrean yang panjang, yang tentunya menciptakan keramaian dan kepadatan di stasiun,” jelas Faela. 

Akibatnya, banyak masyarakat yang akhirnya cenderung beralih untuk menggunakan kendaraan pribadi. Maka dari itu, diperlukan moda transportasi alternatif yang inkulish, terutama untuk masyarakat yang perlu bermobilitas. “Transportasi berkelanjutan untuk perkotaan harus komplet, yang memiliki arti dapat memfasilitasi semua kalangan masyarakat,” tegas Faela.

Ada tiga prinsip yang harus dipegang untuk merelisasikannya. Mulai dari mengurangi kebutuhan perjalanan yang tak mendesak, shifting ke moda yang berkelanjutan dengan memprioritaskan transportasi publik dan transportasi tak bermotor, dan meningkatkan kualitas dan efisiensi teknologi dan energi moda transportasi. “Berbagai hal yang bisa di improve pada moda transportasi perkotaan adalah memprioritaskan transportasi publik untuk pekerja esensial dan juga memperbaiki fasilitas pejalan kaki dan pengendara sepeda,” jelasnya.

Selanjutnya, pemaparan materi ketiga disampaikan oleh Sekretaris Badan Pengatur Jalan Tol Kementerian PUPR, Triono Junoasmono, Ph.D. Ia memaparkan materi tentang Strategi Pengelolaan Dampak Pandemi Pada Sektor Jalan Tol. “Akumulasi lalu lintas jalan tol selama 2020, tepatnya setelah pandemi COVID-19 masuk ke Indonesia, terjadi penurunan sebesar 30% hingga 40% dibandingkan tahun 2019,” jelas Triono. Selain itu, masa pandemi ini juga membuat pemerintah harus mengeluarkan berbagai regulasi yang akhirnya membatasi dan menurunkan intensitas mobilitas para masyarakat. 

Pemaparan materi terakhir pada acara ini dipaparkan oleh Dosen Perencanaan Wilayah dan Kota ITB, Dr. I Gusti Ayu Andani, S.T, M.T. Dr. Andani memaparkan tentang The Era of Post-Pandemic Cities. Dr. Andani membuka paparan materinya dengan menjelaskan tentang konsep global sustainability

“Tiga aspek yang berpengaruh dan beririsan dengan global sustainability adalah aspek ekonomi, sosial, dan ekologi,” jelas Dr. Andani. Transportasi yang berkelanjutan adalah kapasitas untuk mendukung kebutuhan mobilitas masyarakat yang menimbulkan dampak buruk paling minim untuk lingkungan dan juga memikirkan kebutuhan kebutuhan mobilitas masa depan.

Salah satu cara untuk mewujudkan transportasi yang berkelanjutan adalah mengelola tingkat kebutuhan transportasi atau managing transport demand. Beberapa contoh konkritnya adalah menekankan biaya untuk berbagai aspek seperti pajak polusi, kontrol lahan parkir, membatasi mobilitas yang belum menjadi prioritas, dan juga traffic bans. Tentunya hal-hal tersebut dapat membuat masyarakat mengurangi penggunaan transportasi yang berlebihan.

Sumber Artikel : ITB News

Selengkapnya
Ruang Bincang Isu Keplanologian Bahas Transportasi Berkelanjutan di Masa Pandemi

Transportasi

Jasa Marga Ungkap Penyebab Utama Kecelakaan di Jalan Tol

Dipublikasikan oleh Ririn Khoiriyah Ardianti pada 19 Februari 2025


JAKARTA, KOMPAS.com - Operation & Maintenance Management Group Head PT Jasa Marga (Persero) Tbk Atika Dara Prahita mengungkpapkan penyebab utama terjadinya kecelakan di jalan tol yaitu karena faktor pengemudi.

"Jadi hingga Oktober 2021, kami mencatat bahwa penyebab utama kecelakaan di jalan tol itu karena faktor pengemudi, persentasenya mencapai 82 persen," kata Atika dalam diskusi virtual bertajuk 'Road Safety Ranger of Driving', Kamis (25/11/2021).

Menurutnya, kecelakaan di jalan tol juga disebabkan oleh faktor kendaraan dengan angka 17 persen dan hanya satu persen yang disebabkan oleh faktor jalan dan lingkungan. Kecelakaan sering terjadi karena pengemudi kendaraan lalai dan kurang antisipasi saat berkendara. Selanjutnya kondisi mengantuk saat mengemudi.

Mengingat tingginya kecelakaan yang disebabkan oleh faktor pengemudi, maka Jasa Marga menghimbau untuk mengedepankan pentingnya aspek keamanan dan keselamatan selama berkendara.

Salah satunya dengan mematuhi batas maksimum dan minimum kecepatan berkendara di jalan tol, tidak bermain ponsel saat berkendara, dan tidak berkendara dalam kondisi yang tidak fit atau ngantuk.

"Kami kan sudah menyediakan berbagai fasilitas di jalan tol seperti rest area, ini dapat dimanfaatkan untuk para pengendara berstirahat saat mengantuk," katanya.

Jasa Marga juga telah menyediakan infrastruktur jalan tol berkeselamatan dengan memasang rambu chevron LED, marka jalan, rambu dan reflektor, implementasi speed camera, implementasi Weight In Motion (WIM), pemasangan rumble stripe, pemasangan safety roller barrier, crash cushion dan guard rail.

"Karena itu, selain infrastuktur yang telah tersedia, safety driving awareness ini juga harus terus ditingkatkan. Kami sebagai penyedia jasa, itu hanya bisa menyiapkan infrastruktur untuk dapat mengurangi risiko kecelakaan, dan kunci terpentingnya ada di pengemudi," ucapnya.

Terus menurun

Meski demikian, Atika mencatat selama tiga tahun terakhir atau sepanjang tahun 2019 hingga 2021 terjadi penurunan kasus kecelakaan di ruas tol milik Jasa Marga.

Hingga Oktober 2021, kasus kecelakaan yang terjadi di jalan tol yaitu sebanyak 790 kasus dengan korban meninggal dunia sebanyak 77 orang.

Angka ini menurun dibandingkan kecelakaan yang terjadi pada tahun 2020 yaitu sebanyak 862 kasus dengan korban meninggal 90 orang.

Lalu tahun 2019 dengan jumlah kecelakan mencapai 1.079 kasus dengan korban meninggal 100 orang dan tahun 2018 dengan jumlah kecelakaan mencapai 1.210 kasus dan meninggal 109 orang.

"Sesuai Rencana Umum Nasional Keselamatan (RUNK) Jalan, Jasa Marga juga akan terus berupaya untuk menurunkan tingkat fatalitas korban kecelakaan lalu lintas sebesar 80 persen pada tahun 2035," pungkasnya.
 

Sumber Artikel : Kompas.com

Selengkapnya
Jasa Marga Ungkap Penyebab Utama Kecelakaan di Jalan Tol

Transportasi

Program Studi Magister Transportasi

Dipublikasikan oleh Ririn Khoiriyah Ardianti pada 19 Februari 2025


Informasi Umum

Dampak sebuah sistem transportasi yang luas memerlukan pendekatan interdisipliner dalam perencanaan, desain, konstruksi, dan pengoperasian pada sistem. Hal ini penting terutama bagi negara seperti Indonesia yang wilayahnya tersebar secara geografis, yang dibatasi oleh elemen alam seperti laut, sungai, hutan, dan pegunungan, dimana secara heterogen terbagi oleh perbedaan dan keragaman sosial budaya.

Program Magister Transportasi di Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan ITB melingkupi berbagai disiplin ilmu, seperti analisis sistem transportasi, perencanaan dan kebijakan transportasi, sistem operasi dan kontrol transportasi, serta manajemen infrastruktur dan sistem logistik, dimana hal ini juga didukung oleh ilmu yang lebih umum seperti sistem permodelan, sistem teknik, teknik lalu lintas, dan ekonomi. Setiap solusi teknis mengenai masalah transportasi akan dipromosikan dengan integrasi masalah sosial budaya, ekonomi, politik, dan lingkungan.

Program Transportasi dirancang untuk memenuhi permintaan para profesional transportasi yang memahami berbagai dimensi perencanaan dan manajemen transportasi, agar memungkinkan mereka untuk mengambil keputusan yang mengarah pada sistem transportasi yang lebih berkelanjutan secara ekonomi, sosial, dan lingkungan yang disesuaikan dengan kondisi nasional saat ini dan di masa depan.

Sumber Artikel : ITB News

Selengkapnya
Program Studi Magister Transportasi
page 1 of 4 Next Last »