Teknologi Kontruksi

Mengungkap Kunci Sukses Teknologi Konstruksi pada Proyek Perumahan: Efisiensi, Keselamatan, dan Waktu sebagai Pilar Utama

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 16 Mei 2025


Industri konstruksi tengah berada di persimpangan transformasi besar. Di tengah pesatnya kemajuan teknologi dan tuntutan proyek yang semakin kompleks, penggunaan teknologi konstruksi telah menjadi solusi strategis untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas dalam proyek perumahan. Artikel ilmiah dari Altuwaim, AlTasan, dan Almohsen (2023) membedah secara sistematis apa saja kriteria keberhasilan dari penerapan teknologi konstruksi, khususnya pada proyek residensial di Arab Saudi, dan membuka wawasan baru bagi para pengembang properti dan pemangku kepentingan industri konstruksi.

 

Latar Belakang: Kebutuhan akan Inovasi dalam Konstruksi Perumahan

 

Proyek konstruksi di Arab Saudi berkembang dengan sangat pesat, ditandai oleh proyek-proyek besar seperti NEOM dan Red Sea Project. Namun, tantangan klasik seperti durasi pembangunan yang panjang, biaya tinggi, dan risiko keselamatan tetap menghantui proyek-proyek ini. Oleh sebab itu, penggunaan teknologi konstruksi dipandang sebagai langkah solutif untuk menjawab kebutuhan efisiensi, akurasi, dan keberlanjutan.

 

Metodologi Riset yang Mengakar pada Praktik Nyata

 

Penelitian ini menggunakan pendekatan survei berbasis kuesioner yang dikembangkan dari analisis literatur dan validasi ahli. Sebanyak 71 responden profesional—yang terbagi dalam kelompok pengembang (Group A) dan non-pengembang (Group B)—dilibatkan untuk menilai 18 kriteria keberhasilan penerapan teknologi konstruksi. Kriteria ini lalu dianalisis menggunakan metode Relative Importance Index (RII) untuk menentukan urutan prioritas.

 

Temuan Utama: Tiga Pilar Sukses Penerapan Teknologi Konstruksi

 

Tiga kriteria yang paling dominan dan disepakati kedua kelompok adalah:

 

  • Pengurangan Biaya (RII 0.907)

Teknologi seperti prefabrikasi dan otomatisasi terbukti mampu menekan biaya proyek perumahan secara signifikan. Bahkan, proyek skala massal mencatat penghematan hingga 30% dibanding metode tradisional.

 

  • Peningkatan Keselamatan (RII 0.895)

Dengan menggunakan sensor, alat pelacak, dan wearable technology, potensi kecelakaan kerja dapat ditekan secara drastis. Teknologi seperti drone dan BIM juga memudahkan pemantauan lapangan dan penilaian risiko secara real time.

 

  • Pemangkasan Durasi Proyek (RII 0.888)

Teknologi modular dan konstruksi industrialisasi memungkinkan bangunan disiapkan dalam waktu yang jauh lebih cepat tanpa mengorbankan kualitas.

 

Kriteria Tambahan Bernilai Strategis

 

Selain tiga aspek utama di atas, kriteria seperti kemudahan integrasi sistem bangunan, instalasi insulasi panas dan suara, serta kemampuan membangun struktur bertingkat juga masuk dalam daftar prioritas. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi tak hanya dilihat dari sisi efisiensi, tapi juga dari kenyamanan dan fleksibilitas desain.

 

Kriteria dengan Nilai Terendah

 

Beberapa kriteria dianggap kurang krusial, seperti:

  • Mengurangi kebutuhan tenaga kerja terampil
  • Menghindari kebutuhan mobilisasi komponen
  • Mengurangi kebutuhan ruang penyimpanan di lokasi

 

Hal ini menandakan bahwa stakeholder masih menaruh perhatian utama pada aspek makro seperti biaya dan waktu ketimbang aspek teknis tertentu yang mungkin lebih relevan pada proyek berskala besar atau kompleks.

 

Analisis Tambahan: Konteks Saudi dan Tren Global

 

Arab Saudi secara agresif mendorong inisiatif Stimulating Building Technology Initiative yang merupakan bagian dari Vision 2030. Dengan demikian, teknologi seperti BIM, VR/AR, GIS, UAV, hingga sistem otomasi rumah cerdas mendapat tempat penting dalam strategi pembangunan nasional. Di sisi global, tren penggunaan 3D printing, robot konstruksi, dan IoT juga menjadi sorotan utama yang dapat menginspirasi adopsi lebih luas di sektor residensial.

 

Studi Kasus: BIM dan Prefabrikasi sebagai Game Changer

 

Di kawasan Timur Tengah, penggunaan BIM dalam proyek perumahan di Dubai telah mampu memangkas waktu proyek hingga 25%. Sementara itu, penggunaan metode modular construction di proyek NEOM dilaporkan dapat menyelesaikan unit rumah dalam waktu 40% lebih cepat dibandingkan metode konvensional. Ini menjadi bukti konkret bahwa adopsi teknologi bukan sekadar teori, tetapi berdampak nyata di lapangan.

 

Kritik dan Ruang Pengembangan

 

Penelitian ini sudah solid dalam menyajikan perspektif dari pengembang perumahan. Namun, ada beberapa catatan:

  • Belum menggali secara dalam tantangan implementasi di proyek skala kecil atau menengah.
  • Kriteria keberhasilan sebaiknya juga dipertimbangkan dari sisi penghuni, bukan hanya pengembang.
  • Diperlukan penelitian lanjut untuk mengevaluasi teknologi berbasis keberlanjutan, seperti pemanfaatan limbah daur ulang atau material ramah lingkungan.

 

Dampak Praktis dan Rekomendasi Kebijakan

 

Hasil riset ini sangat berguna untuk pengambil keputusan di sektor konstruksi, terutama dalam:

  • Menentukan teknologi mana yang layak diadopsi sesuai skala proyek.
  • Menyusun indikator kinerja utama (KPI) proyek berbasis teknologi.
  • Mengembangkan sistem pelatihan pekerja konstruksi untuk adaptasi teknologi baru.

 

Pemerintah juga dapat menggunakan temuan ini untuk menyusun regulasi insentif bagi pengembang yang mengadopsi teknologi berkelanjutan dan berbiaya efisien.

 

Kesimpulan: Masa Depan Konstruksi Residensial Ada di Tangan Teknologi

 

Paper ini menegaskan bahwa keberhasilan teknologi konstruksi ditentukan oleh kemampuannya untuk memberikan manfaat nyata: menekan biaya, meningkatkan keselamatan, dan mempercepat penyelesaian proyek. Namun, untuk mendorong adopsi secara luas, teknologi tersebut harus bersifat ekonomis, dapat diakses, dan sesuai dengan karakteristik proyek residensial. Dengan dukungan riset dan investasi berkelanjutan, teknologi konstruksi berpotensi menjadi standar baru dalam pembangunan perumahan global.

 

Sumber Artikel

 

Altuwaim, A., AlTasan, A., & Almohsen, A. (2023). Success Criteria for Applying Construction Technologies in Residential Projects. Sustainability, 15(6854). DOI: 10.3390/su15086854

Selengkapnya
Mengungkap Kunci Sukses Teknologi Konstruksi pada Proyek Perumahan: Efisiensi, Keselamatan, dan Waktu sebagai Pilar Utama

Teknologi Kontruksi

Kriteria Keberhasilan Teknologi Konstruksi pada Proyek Perumahan: Mengukur Efisiensi, Keamanan, dan Waktu secara Terpadu

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 16 Mei 2025


Pengantar: Saatnya Transformasi Digital di Sektor Perumahan

 

Industri konstruksi global berada di titik kritis, di mana efisiensi, keberlanjutan, dan kecepatan menjadi tolok ukur utama keberhasilan. Di tengah tekanan pasar dan meningkatnya permintaan perumahan, teknologi konstruksi hadir sebagai jawaban modern terhadap tantangan lama: mahalnya biaya, lamanya waktu pengerjaan, dan risiko keselamatan kerja.

 

Paper karya Altuwaim, AlTasan, dan Almohsen (2023) menyuguhkan riset mendalam tentang kriteria keberhasilan penerapan teknologi konstruksi dalam proyek perumahan, khususnya di Arab Saudi. Dengan pendekatan kuantitatif melalui metode Relative Importance Index (RII), penelitian ini memberikan panduan strategis bagi pengembang dan pelaku industri yang ingin menerapkan inovasi dengan hasil nyata.

 

Latar Belakang: Teknologi Sebagai Solusi Atas Ketimpangan Efisiensi

 

Proyek-proyek besar seperti NEOM dan The Red Sea Project menjadi wajah ambisi Arab Saudi dalam mewujudkan visi 2030. Namun di balik kemegahan itu, proyek residensial pun harus mengejar standar yang sama dalam efisiensi dan kualitas. Teknologi konstruksi—baik berupa BIM, 3D printing, atau automasi—menawarkan peluang untuk mewujudkan pembangunan yang lebih cepat, murah, dan aman.

 

Namun pertanyaannya: teknologi mana yang efektif, dan kriteria apa yang menentukan kesuksesan implementasinya? Itulah yang ingin dijawab dalam riset ini.

 

Metodologi: Survei pada Praktisi Langsung di Lapangan

 

Penelitian ini dilakukan dengan menyusun 18 kriteria keberhasilan berdasarkan kajian literatur, diskusi dengan pakar, serta studi kasus Dubai Future Foundation. Kuesioner didistribusikan kepada 80 responden—yang setelah disaring menyisakan 71 jawaban valid—yang terbagi menjadi dua kelompok:

Group A: Pengembang properti (real estate developers)

Group B: Non-developer seperti konsultan dan kontraktor

 

Analisis dilakukan dengan menghitung RII (Relative Importance Index), yaitu rasio antara skor jawaban terhadap total maksimum skor. Skor RII tertinggi menunjukkan kriteria yang dianggap paling krusial.

 

Temuan Utama: Biaya, Keamanan, dan Waktu Adalah Pilar Utama

 

Hasil RII menunjukkan bahwa baik pengembang maupun non-pengembang sepakat pada tiga kriteria utama keberhasilan teknologi konstruksi:

 

  • Mengurangi biaya (RII: 0.907)

Teknologi terbukti mampu menekan pengeluaran proyek secara signifikan, terutama pada skala massal.

 

  • Meningkatkan keselamatan kerja (RII: 0.895)

Sensor, drone, dan wearable tech meningkatkan pengawasan dan mengurangi kecelakaan kerja.

 

  • Mempercepat waktu pelaksanaan (RII: 0.888)

Teknologi modular, BIM, dan 3D printing mampu mempercepat proses tanpa mengurangi kualitas.

 

Kriteria Tambahan: Integrasi Sistem dan Insulasi

 

Selain tiga kriteria utama, beberapa faktor lain yang mendapat penilaian tinggi dari responden antara lain:

  • Kemudahan integrasi antar layanan bangunan (struktur, kelistrikan, plumbing)
  • Kemampuan instalasi isolasi panas dan suara
  • Presisi konstruksi yang tinggi dan minim rework

Ini mencerminkan bahwa pengguna tidak hanya menilai dari efisiensi waktu dan biaya, tapi juga dari kenyamanan dan kualitas jangka panjang.

 

Kriteria Terendah: Manajemen Logistik dan Tenaga Kerja

 

Sebaliknya, kriteria yang dinilai kurang signifikan mencakup:

  • Mengurangi tenaga kerja ahli
  • Menghindari mobilisasi komponen besar
  • Mengurangi kebutuhan gudang material di lokasi

 

Menariknya, ini menunjukkan bahwa kompleksitas logistik bukan menjadi kekhawatiran utama pengembang dalam konteks proyek residensial.

 

Analisis Lanjutan: Tren dan Dampak Nyata

 

Bukti lapangan mendukung hasil penelitian ini. Sebagai contoh, penelitian Tam (2011) menunjukkan teknologi rumah murah di India mampu menghemat biaya hingga 26%. Di sisi lain, proyek-proyek di Dubai yang menggunakan BIM dan VR secara terintegrasi mampu memangkas durasi proyek hingga 40% dan meminimalisasi kesalahan desain.

 

Teknologi juga berperan besar dalam meningkatkan keselamatan. Menurut studi oleh Haupt (2020), teknologi seperti UAV, 4D-CAD, dan wearable robotics efektif mendeteksi dan mencegah potensi kecelakaan kerja.

 

Kritik dan Perspektif Tambahan

 

Penelitian ini sangat kuat dari segi pendekatan metodologis dan relevansi praktis. Namun, ada ruang untuk pengembangan:

  • Fokus hanya pada Riyadh membatasi generalisasi hasil
  • Belum mempertimbangkan perspektif penghuni sebagai pengguna akhir
  • Tidak membedakan dampak berdasarkan skala proyek (kecil, menengah, besar)

 

Studi lanjutan disarankan untuk menggali:

 

  • Perbandingan antar kota atau negara
  • Evaluasi berbasis return on investment (ROI) teknologi konstruksi
  • Integrasi keberlanjutan dan dampak lingkungan dalam kriteria sukses

 

Rekomendasi Strategis untuk Pengembang dan Pembuat Kebijakan

 

1. Fokus pada Teknologi Hemat Biaya dan Cepat Implementasinya

Prioritaskan adopsi teknologi yang terbukti menekan biaya dan durasi.

 

2. Perkuat Pelatihan SDM Konstruksi Digital

Adopsi teknologi tanpa pelatihan memadai akan menghasilkan resistensi.

 

3. Libatkan Pengguna Akhir dalam Evaluasi Keberhasilan

Kriteria keberhasilan juga harus mencakup kepuasan dan kenyamanan penghuni rumah.

 

4. Dorong Insentif Pajak untuk Proyek Berbasis Teknologi

Pemerintah dapat mempercepat transformasi dengan memberikan insentif bagi proyek yang mengadopsi teknologi digital.

 

Kesimpulan: Masa Depan Konstruksi Residensial Ada di Tangan Teknologi

 

Penelitian ini memberikan peta yang jelas bagi pengembang yang ingin mengambil langkah pasti dalam digitalisasi proyek perumahan. Kriteria keberhasilan seperti efisiensi biaya, peningkatan keselamatan, dan penghematan waktu telah terbukti menjadi parameter utama.

 

Namun, teknologi bukan hanya alat—ia adalah katalis perubahan paradigma. Dengan pendekatan yang tepat, didukung data dan pelatihan, masa depan konstruksi residensial yang cepat, aman, hemat, dan berkelanjutan bisa benar-benar diwujudkan.

 

Sumber

 

Altuwaim, A., AlTasan, A., & Almohsen, A. (2023). Success Criteria for Applying Construction Technologies in Residential Projects. Sustainability, 15(6854).

DOI: https://doi.org/10.3390/su15086854

Selengkapnya
Kriteria Keberhasilan Teknologi Konstruksi pada Proyek Perumahan: Mengukur Efisiensi, Keamanan, dan Waktu secara Terpadu

Teknologi Kontruksi

Evaluasi Kinerja Proyek Konstruksi di Indonesia: Refleksi terhadap Panduan PMPK Kementerian PUPR

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 05 Mei 2025


Pendahuluan: Mengapa Evaluasi Kinerja Proyek Itu Penting?

Industri konstruksi memiliki peran vital dalam pembangunan infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, tantangan yang dihadapi sektor ini cukup kompleks—dari keterlambatan proyek, pembengkakan biaya, hingga mutu pekerjaan yang tidak sesuai standar. Di sinilah pentingnya evaluasi kinerja proyek konstruksi secara sistematis dan terukur.

Artikel ilmiah karya Rahmatullah dkk. berjudul “Evaluasi Kinerja Proyek Konstruksi Berdasarkan Panduan Manajemen Proyek Konstruksi (PMPK) Kementerian PUPR” menghadirkan pendekatan terstruktur dalam mengukur keberhasilan proyek konstruksi. Penelitian ini tak hanya mengadopsi panduan resmi dari Kementerian PUPR, tetapi juga menyajikan studi kasus nyata dari Proyek Pembangunan Kantor Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kabupaten Buton.

Landasan Teoritis: PMPK sebagai Tolok Ukur Standar Nasional

Panduan Manajemen Proyek Konstruksi (PMPK) merupakan referensi resmi yang diterbitkan oleh Kementerian PUPR untuk memastikan bahwa setiap tahapan dalam proyek konstruksi—mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga serah terima—dikelola secara profesional dan akuntabel. PMPK berfungsi sebagai alat bantu untuk:

  • Menjamin kualitas dan keberlanjutan proye

  • Meminimalisasi risiko proyek

  • Meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya

Rahmatullah dkk. menggunakan PMPK sebagai kerangka evaluatif utama dalam penelitiannya. Mereka fokus pada tiga aspek utama evaluasi, yaitu: waktu, biaya, dan mutu, yang merupakan segitiga emas dalam manajemen proyek.

Studi Kasus: Evaluasi pada Proyek Kantor Dinas Perumahan Kabupaten Buton

Penelitian ini dilakukan pada proyek pembangunan Kantor Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kabupaten Buton yang memiliki nilai kontrak sebesar Rp 4.932.000.000 dengan jangka waktu pelaksanaan 180 hari kalender. Proyek ini dikerjakan oleh CV. Vania Putri dan melibatkan Konsultan Perencana CV. Merah Putih Konsultan serta Konsultan Pengawas CV. Sinar Permata Konsultan.

Data dan Metode

Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Untuk evaluasi kinerja, digunakan tiga metode utama:

  1. Metode Nilai Hasil (Earned Value Method) – untuk mengukur ketercapaian waktu dan biaya.

  2. Metode Skoring – untuk menilai aspek mutu dari pekerjaan fisik.

  3. Analisis Kualitatif – untuk menganalisis kesesuaian dengan pedoman PMPK.

Hasil Evaluasi: Apakah Proyek Sudah Optimal?

1. Aspek Waktu

Menggunakan metode nilai hasil, indeks kinerja waktu (Schedule Performance Index/SPI) proyek ini berada pada angka 1,026, yang berarti proyek berada di depan jadwal (lebih cepat dari rencana). Angka ini mengindikasikan efisiensi dalam hal pelaksanaan waktu dan menunjukkan manajemen waktu yang baik.

2. Aspek Biaya

Indeks kinerja biaya (Cost Performance Index/CPI) tercatat sebesar 1,003, yang artinya proyek ini dikerjakan di bawah anggaran (lebih hemat). Kinerja biaya yang optimal mencerminkan pengendalian anggaran yang disiplin dan manajemen risiko finansial yang baik.

3. Aspek Mutu

Berdasarkan skoring mutu yang mengacu pada metode PMPK, proyek memperoleh skor 87,6 dari total 100, yang masuk kategori baik. Artinya, pekerjaan fisik yang dilaksanakan sudah sesuai dengan spesifikasi teknis dan standar mutu yang disyaratkan.

Analisis Tambahan: Apa yang Bisa Kita Pelajari?

Poin Positif

  • Efisiensi Waktu dan Biaya: Jarang sekali proyek konstruksi publik bisa menyelesaikan pekerjaan tepat waktu dan tepat biaya. Hasil indeks SPI dan CPI yang di atas 1 merupakan indikator kuat bahwa sistem pengelolaan proyek berjalan dengan baik.

  • Kepatuhan terhadap PMPK: Kesesuaian pelaksanaan proyek dengan Panduan PMPK menunjukkan adanya kesadaran tinggi terhadap regulasi dan pentingnya standarisasi nasional.

Tantangan dan Potensi Perbaikan

Namun demikian, terdapat beberapa tantangan yang patut diperhatikan:

  • Manajemen Mutu yang Lebih Rinci: Skor mutu yang “baik” belum tentu menggambarkan kepuasan stakeholders. Belum ada informasi tentang kualitas pascapemakaian atau durabilitas bangunan dalam jangka panjang.

  • Keterbatasan Variabel Sosial dan Lingkungan: Evaluasi masih terbatas pada aspek teknis. Isu-isu sosial seperti partisipasi masyarakat lokal atau dampak lingkungan belum dievaluasi secara menyeluruh.

Implikasi Praktis bagi Dunia Konstruksi

Penelitian ini memberikan kontribusi penting dalam penerapan PMPK sebagai alat evaluatif yang terukur dan dapat diandalkan. Dalam praktiknya, pendekatan seperti ini bisa membantu para pelaku konstruksi:

  • Mengidentifikasi deviasi proyek secara cepat dan akurat

  • Menyusun strategi perbaikan berbasis data

  • Menjadi dasar pelaporan dan audit proyek yang kredibel

Studi ini juga relevan untuk proyek-proyek infrastruktur besar yang dibiayai APBN, seperti jalan nasional, rumah sakit, atau sekolah.

Perbandingan dengan Penelitian Lain

Jika dibandingkan dengan studi sejenis, seperti penelitian oleh Wibowo (2020) yang menyoroti keterlambatan proyek akibat lemahnya koordinasi antar-stakeholder, hasil penelitian Rahmatullah dkk. justru menunjukkan bahwa perencanaan yang matang dan panduan yang jelas dapat menekan risiko keterlambatan.

Selain itu, pendekatan PMPK dapat dikontraskan dengan sistem berbasis Agile Project Management yang saat ini mulai diadaptasi oleh sektor swasta di Indonesia. Agile lebih fleksibel, tetapi cenderung kurang sistematis dalam proyek skala besar pemerintah.

Tren Industri: Menuju Digitalisasi Evaluasi Proyek

Saat ini, tren digitalisasi melalui Building Information Modeling (BIM) dan Project Management Software mulai masuk ke ranah evaluasi proyek. Akan menarik jika ke depan PMPK juga diintegrasikan dalam sistem digital berbasis real-time, sehingga evaluasi kinerja dapat dilakukan secara otomatis dan dinamis.

Kesimpulan: Standar yang Layak Diadopsi Luas

Penelitian ini membuktikan bahwa penerapan Panduan Manajemen Proyek Konstruksi (PMPK) secara konsisten dapat meningkatkan performa proyek konstruksi dari sisi waktu, biaya, dan mutu. Selain menunjukkan nilai praktis, studi ini juga mengukuhkan posisi PMPK sebagai alat evaluatif yang relevan untuk proyek pemerintah maupun swasta.

Bagi dunia konstruksi di Indonesia, riset ini menjadi pengingat bahwa standar nasional bukanlah sekadar formalitas administratif, tetapi bisa menjadi alat strategis untuk mencapai efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas.

Sumber Artikel:

Rahmatullah, Muh. Chaiddir Hajia, dan Muhammad Rusmin. Evaluasi Kinerja Proyek Konstruksi Berdasarkan Panduan Manajemen Proyek Konstruksi (PMPK) Kementerian PUPR. Jurnal Media Ilmiah Teknik Sipil, Vol. 2 No. 1 (2017): 102–110.
Tautan: Jurnal Media Ilmiah Teknik Sipil (akses per Mei 2025).

Selengkapnya
Evaluasi Kinerja Proyek Konstruksi di Indonesia: Refleksi terhadap Panduan PMPK Kementerian PUPR

Teknologi Kontruksi

Memahami Teknologi Konstruksi: Pilar, Makna, dan Relevansi dalam Dunia Konstruksi Modern

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 30 April 2025


Pendahuluan: Menelusuri Esensi Teknologi Konstruksi di Era Modern

Di tengah laju cepat transformasi industri, terminologi seperti teknologi konstruksi bukanlah istilah asing. Istilah ini kerap muncul dalam wacana akademik maupun praktik di lapangan, namun tidak sedikit pula yang mengalami kebingungan karena istilah ini kerap tumpang tindih dengan konsep seperti teknologi rekayasa, teknologi desain, hingga teknologi manufaktur. Dalam artikel ilmiah berjudul Teknologi Konstruksi: Sebuah Analisis, Arman Jayady menyajikan suatu upaya konseptual untuk menyaring dan merumuskan kembali makna autentik dari frasa ini, sekaligus menegaskan posisi pentingnya dalam dunia konstruksi kontemporer.

Dengan menggunakan metode studi literatur, pendekatan hermeneutika, dan teknik sintesis, Jayady berupaya memperjelas definisi “teknologi konstruksi” secara ilmiah dan praktis. Tulisan ini tidak hanya menjadi kajian teoritis semata, tetapi juga mampu menjadi landasan berpikir untuk pengembangan teknologi di sektor konstruksi yang kini menghadapi tantangan efisiensi, daya saing global, dan kebutuhan akan keberlanjutan.

 

Menjabarkan Elemen Kunci: Teknologi dan Konstruksi

Apa Itu Teknologi?

Secara etimologis, kata teknologi berasal dari bahasa Yunani: techne (know-how atau keahlian praktis) dan logos (logika atau sistematika). Dalam konteks industri dan sains, teknologi diartikan sebagai kumpulan pengetahuan praktis yang terstruktur dan sistematis, digunakan untuk menciptakan solusi terhadap permasalahan manusia.

Jayady menegaskan bahwa teknologi, menurut banyak ahli, bisa diklasifikasikan menjadi tiga bentuk utama:

  • Teknologi Proses: teknik atau metode yang digunakan dalam menjalankan suatu sistem produksi.

  • Teknologi Produk: karakteristik atau fitur bernilai yang melekat pada produk hasil konstruksi.

  • Teknologi Manajemen: keterampilan manajerial untuk mengelola sumber daya secara efektif.
     

Ketiganya bukan hanya istilah akademik, tapi memiliki pengaruh langsung dalam proyek pembangunan, baik dalam desain, pelaksanaan, maupun pengelolaan pasca-konstruksi.

Apa Itu Konstruksi?

Jayady membedah istilah "konstruksi" dalam empat tingkatan makna:

  1. Aktivitas fisik di lapangan

  2. Siklus proyek secara menyeluruh

  3. Lingkup bisnis konstruksi

  4. Proses penciptaan ruang huni manusia
     

Namun dalam konteks teknologi konstruksi, makna yang dipakai dibatasi pada level satu dan tiga, yakni sebagai proses fisik pelaksanaan proyek dan juga aktivitas bisnis yang terstruktur.

 

 

Tiga Pilar Teknologi Konstruksi Menurut Jayady

1. Teknologi Proses Konstruksi

Definisi: Metode atau teknik yang dilakukan secara langsung di lapangan dalam merealisasikan desain bangunan menjadi kenyataan.

Dalam pendekatan ini, teknologi proses tak bisa berdiri sendiri. Jayady merujuk pada model Egmond (2012) yang menyatakan bahwa efektivitas proses konstruksi bergantung pada empat komponen utama:

  • Technoware (peralatan kerja, mesin)

  • Humanware (tenaga kerja manusia)

  • Infoware (dokumen teknis, fakta lapangan)

  • Orgaware (kerangka organisasi)
     

Contoh nyata penggunaan teknologi proses dapat dilihat pada proyek infrastruktur nasional seperti jalan tol Trans-Jawa. Penggunaan slipform paver dalam pengecoran jalan memungkinkan pekerjaan lebih cepat dan presisi, yang didukung oleh tenaga ahli (humanware), data lapangan, dan sistem manajemen proyek yang rapi.

Analisis tambahan: Banyak proyek infrastruktur besar kini mulai menggabungkan teknologi proses dengan sensor IoT untuk memantau kualitas pekerjaan secara real-time. Hal ini mengaburkan batas antara proses dan produk, menjadikan sistem lebih adaptif dan prediktif.

2. Teknologi Produk Konstruksi

Definisi: Seluruh fitur bernilai dan karakteristik yang melekat pada hasil akhir konstruksi—baik itu bangunan gedung, jembatan, maupun komponen struktural.

Jayady menyoroti bahwa produk konstruksi bukan sekadar bangunan fisik, tapi mengandung elemen teknologi seperti efisiensi energi, ketahanan struktur, hingga kemampuan adaptasi terhadap iklim. Inilah yang membedakan rumah konvensional dengan smart building atau bangunan ramah lingkungan.

Studi kasus: Green Office Park di BSD City adalah salah satu contoh nyata penerapan teknologi produk. Bangunan dirancang dengan teknologi fasad ganda, sistem HVAC pintar, dan pemanfaatan material daur ulang—semua aspek ini merupakan fitur dari teknologi produk konstruksi.

3. Teknologi Manajemen Konstruksi

Definisi: Metode dan teknik dalam mengelola sumber daya (manusia, alat, informasi, dan organisasi) secara efektif dalam proses bisnis konstruksi.

Pada titik ini, Jayady mengakui bahwa teknologi manajemen tidak hanya berkutat di lapangan, melainkan mencakup strategi bisnis dan hubungan dengan pemangku kepentingan. Model manajemen berbasis data kini menjadi arus utama—misalnya dengan penggunaan Enterprise Resource Planning (ERP) dalam proyek EPC (Engineering, Procurement, Construction).

Kritik dan opini: Sayangnya, di Indonesia adopsi teknologi manajemen konstruksi masih didominasi oleh perusahaan skala besar. UKM konstruksi masih tertinggal jauh dalam hal digitalisasi, padahal efisiensi dan kontrol mutu sangat bergantung pada penerapan manajemen berbasis teknologi.

 

Keunggulan Tulisan Jayady: Pendekatan Hermeneutika dan Sintesis

Salah satu nilai tambah dari artikel ini adalah pendekatannya yang tidak hanya kompilatif, tetapi juga analitis. Jayady menggunakan metode hermeneutika untuk menggali makna implisit dari berbagai definisi teknologi. Lalu, hasilnya disintesis untuk menciptakan konsep teknologi konstruksi yang aplikatif. Pendekatan ini jarang ditemui dalam studi teknik sipil di Indonesia, yang biasanya bersifat kuantitatif dan deskriptif.

Dengan pendekatan ini, pembaca diajak tidak hanya memahami “apa” itu teknologi konstruksi, tetapi juga “mengapa” dan “bagaimana” ia berkembang, serta “apa dampaknya” terhadap dunia konstruksi saat ini.

 

Relevansi Industri: Menjawab Tantangan Nyata di Lapangan

Dalam praktiknya, definisi yang jelas tentang teknologi konstruksi akan membantu banyak pihak, mulai dari:

  • Kontraktor: menentukan alat dan metode terbaik untuk efisiensi biaya

  • Konsultan: memahami hubungan antar komponen dalam proyek konstruksi

  • Pemerintah: merumuskan kebijakan berbasis inovasi dan keberlanjutan

  • Lembaga Pendidikan: menyusun kurikulum yang sesuai perkembangan industri
     

Contoh aktual: Dengan pemahaman konsep ini, pemerintah bisa lebih tepat dalam menyusun roadmap digitalisasi konstruksi nasional—misalnya dengan mendukung penerapan BIM, sistem manajemen mutu digital, dan pembangunan laboratorium uji material berbasis AI.

 

 

Kesimpulan: Menyatukan Makna, Menatap Masa Depan

Studi yang dilakukan oleh Arman Jayady menawarkan pemahaman menyeluruh tentang apa itu teknologi konstruksi secara ilmiah. Dengan membagi konsep menjadi tiga: teknologi proses, produk, dan manajemen, tulisan ini menjadi jembatan antara teori dan praktik. Dalam dunia yang semakin menuntut efisiensi, daya saing, dan keberlanjutan, kejelasan konsep seperti ini menjadi krusial.

Dalam konteks Indonesia, pendekatan seperti ini bisa menjadi bekal dalam membentuk strategi pengembangan sektor konstruksi nasional yang lebih visioner, berbasis data, dan responsif terhadap tantangan global.

 

Sumber Artikel

Jayady, A. (2018). Teknologi Konstruksi: Sebuah Analisis. Jurnal Karkasa, Vol. 4, No. 1, Politeknik Katolik Saint Paul Sorong.
Tersedia di: http://scholar.ummetro.ac.id/index.php/karkasa/article/view/301

Selengkapnya
Memahami Teknologi Konstruksi: Pilar, Makna, dan Relevansi dalam Dunia Konstruksi Modern
page 1 of 1